Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ
dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencerna menjadi zat-
zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses dari tubuh.
Pencernaan merupakan proses dimana nutrisi diperoleh dari makanan yang kita
makan. Berbagai nutrisi seperti protein, lemak dan karbohidrat tidak dapat
berasimilasi ke dalam aliran darah dalam bentuk molekul kompleks mereka.
Mereka perlu dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga mereka
dapat diserap oleh darah dan kemudian diangkut ke berbagai bagian tubuh.
Misalnya, protein perlu dipecah menjadi asam amino, karbohidrat menjadi
polisakarida dan monosakarida, lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Ada berbagai organ sistem pencernaan yang memiliki fungsi tertentu untuk
melakukan, salah satunya yaitu usus besar. Usus besar dimulai di mana usus
kecil berakhir dan ini terjadi di kawasan tepat di bawah pinggang di sisi kanan
tubuh manusia. Secara struktural, usus besar terdiri dari dua bagian – sekum
dan kolon. Sekum bergabung usus ke ileum, bagian terakhir dari usus kecil.
Sekum kemudian berlanjut ke kolon asendens yang naik melalui sisi kanan
perut. Usus Ascending berjalan horizontal melalui rongga perut. Di sini dikenal
sebagai usus besar melintang. Usus Melintang akhirnya turun di sisi kiri perut
sebagai usus descending. Saat ini ada beberapa penyebab terjadinya gangguan
dalam proses pencernaan salah satunya yaitu Kanker Usus, Obstruksi Usus,
Penyakit peradangan usus, Iskemia usus, Trauma, Diverticular disease, dan
Perporasi Usus.
Perporasi merupakan terbentuknya lubang pada bagian tubuh di dalam
peritonium, yang komplek dari lambung, usus halus, dan usus besar, akibat dari
bocornya dari isi usus ke dalam rongga peritonium.

1
Perporasi usus merupakan terbentuknya lubang pada bagian tubuh di dalam
peritonium, yang komplek dari lambung, usus halus, dan usus besar, akibat dari
bocornya dari isi usus ke dalam rongga peritonium.
Menurut WHO (2010), Perporasi usus pada anak cedera yang mengenai usus
halus akibat dari trauma tumpul perut sangat jarang dengan insiden 1-7%. Pada
orang dewasa biasanya terjadi pada perporasi ulkus duodenum dekitar 10-15%
dan pada usus besar daerah desenden sekitar 5-10%, dan dengan appendicitis
kurang lebih 35 % angka kematian degan 50% angka kesakitan. Insiden ini di
Sekitar Indonesia Menurut Dinkes Indonesia sekitar 20% dari anak-anak sampai
yang tua. Kasus di RS Bunda belum dikalkulasikan oleh penulis. Perporasi dalam
bentuk yang mengenai saluran cerna merupakan kasus bedah.
Penanganan ini dapat dilakukan dengan cara tindakan bedah digestif yaitu
laparatomi kolostomi. Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding
abdomen dan yang telah didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau
catatan medik pasien. Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen
seperti caesarean section sampai membuka selaput perut (Jitowiyono, 2010).
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah
laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan (Smeltzer & Bare, 2006).

Tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah
laparatomi yaitu : Herniotorni, gasterektomi, hepateroktomi, splenotomi,
apendektomi, hemoroidektomi, fistulotomi atau fistulektomi, dan kolostomi.

Colostomy adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah.


(Keperawatan Medical Bedah, Brunner & Suddart hal 1127). Colostomy adalah
prosedur pembedahan dimana sebagian dari usus besar dibawa keluar melewati
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses atau kotoran dari tubuh. (Evelyn.
2010). Colostomy adalah pengalihan isi kolon yang dapat permanen atau
sementara. (Rencana Asuhan Keperawatan, Doenges hal 486).

Peran perawat sangat penting pada saat pre dan post operasi kolostomi untuk
memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan bio psiko sosial kesehatan

2
tentang aspek promotif melalui peningkatan hidup sehat dengan mengkonsumsi
makanan yang bergizi, istirahat yang cukup dan olahraga secara teratur. Aspek
preventif melalui pendidikan kesehatan. Aspek kuratif dengan pengobatan dan
aspek rehabilitasi yaitu perawatan luka post operasi dan pengaturan diit dirumah.
Pasien dapat diberikan diet pasca bedah adalah pemberian makanan dengan
konsistensi yang berbeda dengan konsisten yang berbeda disesuaikan dengan
kondisi fisik kinis pasien.

Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah


keperawatan tersebut menjadi sebuah laporan dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY. N DENGAN
LAPARATOMI DIGESTIF KOLOSTOMI ATAS INDIKASI PERPORSI
USUS DI INSTALASI KAMAR OPERASI RSIA BUNDA JAKARTA.”

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar penulis memperoleh pengetahuan dan gambaran nyata dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. N Dengan
Laparatomi Digestif Kolostomi Atas Indikasi Perporasi Usus Di Instalasi
Kamar Operasi Rsia Bunda Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny. N Dengan diagnosa Perporasi Usus
yang direncanakan operasi Laparatomi Digestif Kolostomi
b. Melakukan masalah keperawatan pada Ny. N Dengan diagnosa Perporasi
Usus yang direncanakan operasi Laparatomi Digestif Kolostomi
c. Melakukan tindakan keperawatan pada Ny. N Dengan diagnosa Perporasi
Usus yang direncanakan operasi Laparatomi Digestif Kolostomi
d. Melakukan implementasi keperawatan pada Ny. N Dengan diagnosa
Perporasi Usus yang direncanakan operasi Laparatomi Digestif Kolostomi
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. N Dengan diagnosa Perporasi
Usus yang direncanakan operasi Laparatomi Digestif Kolostomi

3
f. Melakukan pendokumentasian keperawatan pada Ny. N Dengan diagnosa
Perporasi Usus yang direncanakan operasi Laparatomi Digestif Kolostomi

C. Metode Penelitian
1. Metode Wawancara
Metode pengumpulan data dengan cara berinteraksi, bertanya dan
mendengarkan apa yang disampaikan secara lisan oleh responden atau
partisipan. Dalam metode ini peneliti melakukan anamnesis dengan focus
pertanyaan :
a. Pengkajian identitas klien.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat menstruasi
d. Riwayat kehamilan.
e. Riwayat persalinan.
2. Studi Pustaka
Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari
buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah-majalah, jurnal-jurnal dan
media lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian.
3. Observasi
Observasi dan pemeriksaan fisik dengan menggunakan pendekatan IPPA :
Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi.
4. Dokumentasi
Dokumentasi menurut sugiyono, (2009) merupakan dokumen yang
digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-data. Hasil
penelitian wawancara akan semakin sah dan dapat di percaya apabila
didukung oleh foto-foto.

D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan sistematika yang terdiri dari :

4
BAB I : PENDAHULUAN yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan

BAB II : KONSEP DASAR yang terdiri dari Pengertian, Anatomi, Etiologi,


Tanda dan gejala, Patofisiologi, Pemeriksaan Penunjang,
Pengkajian, Diagnosa keperawatan dan Perencanaan.

BAB III : STUDY KASUS yang terdiri dari Biodata, Riwayat Kesehatan,

Pemeriksaan fisik, Pola kegiatan sehari-hari, Terapi Medis,


Pemeriksaan Laboratorium, Analisa Data, Daftar Masalah,
Rencana Keperawatan, Tindakan Keperawatan, dan Evaluasi.

BAB IV : PEMBAHASAN yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa

Keperawatan, Intervensi, dan Implementasi.

BAB V : PENUTUP yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran

E. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan


manfaat bagi akademik, rumah sakit, pembaca dan penulis:
1. Bagi Akademik
Sebagai bahan acuan bagi pengembangan kurikulum pendidikan
kesehatan agar institusi pendidikan senantiasa peka terhadap kenyataan
yang ada dilapangan serta sebagai bahan kepustakaan.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga
perawat dalam rangka meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan
dan agar dapat mengaplikasikan teori keperawatan ke dalam praktik
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

5
3. Bagi Pembaca
Sebagai sumber informasi yang lebih jelas bagi pembaca tentang
penyakit Perporasi Usus
4. Bagi Penulis
Agar penulis mampu mengaplikasikan dan menambah pengetahuan
serta pengalaman tentang kasus Perporasi Usus di Rumah Sakit serta di
lingkungan masyarakat dan keluarga.

6
BAB II
KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Perporasi merupakan terbentuknya lubang pada bagian tubuh di
dalam peritonium, yang komplek dari lambung, usus halus, dan usus
besar, akibat dari bocornya dari isi usus ke dalam rongga peritonium.
Menurut Potter, P.A., And Perry, A.G., (2005) Perforasi Usus
merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding lambung,
usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga
perut. Perforasi intestinal merupakan suatu keadaan kegawatan dalam
bidang bedah dimana terjadinya ruptur dinding intestinal.
Perforasi intestinal dapat dibagi menjadi:
a. Perforasi non trauma, misalnya pada ulkus peptik, tifoid dan
apendisitis.
b. Perforasi oleh trauma (tajam dan tumpul).

Perforasi intestinal dapat terjadi karena trauma abdomen, hal ini


dikarenakan meningkatkatnya kecelakaan lalu lintas dan tindakan
kekerasan, frekuensi trauma perut pun meningkat. Perut merupakan
bagian yang sering terkena trauma. Luka pada isi rongga perut dapat
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut. Penatalaksanaan
trauma perut sampai sekarang masih merupakan bahan diskusi dalam
ilmu bedah, dari tindakan yang konservatif sampai tindakan yang radikal.
Pada anak-anak perforasi intestinal sebanyak 5-14% disebabkan oleh
trauma tumpul karena kecelakaan sepeda . Diagnosis kadang terlambat
dikarenakan biasanya tidak berhubungan dengan kehilangan darah
banyak. Selain hal-hal tersebut banyak penyakit-penyakit yang
menyebabkan komplikasi perforasi, diantaranya: intusepsi, toksik

7
megakolon, enterocolitis necrotizing, anomaly anorektal, obstruksi usus,
dan lain sebagainya.

Perforasi intestinal terjadi ketika dinding gaster, usus kecil dan usus
besar menjadi berlubang sehingga menyebabkan isinya masuk kedalam
cavitas abdomen, Perforasi intestinal merupakan suatu keadaan
kegawatan.

Penanganan ini dapat dilakukan dengan cara tindakan bedah yaitu


laparatomi, Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding
abdomen dan yang telah didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam
status atau catatan medik pasien. Tindakan bedah digestif yang sering
dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu : Herniotorni,
gasterektomi, hepateroktomi, splenotomi, apendektomi, hemoroidektomi,
fistulotomi atau fistulektomi, dan kolostomi.

Colostomy adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara


bedah. (Keperawatan Medical Bedah, Brunner & Suddart hal 1127).
Colostomy adalah prosedur pembedahan dimana sebagian dari usus besar
dibawa keluar melewati dinding abdomen untuk mengeluarkan feses atau
kotoran dari tubuh. (Evelyn. 2010). Colostomy adalah pengalihan isi
kolon yang dapat permanen atau sementara. (Rencana Asuhan
Keperawatan, Doenges hal 486).

8
2. Anatomi Fisiologi

Gambar : Anatomi Fisiologi

a. Gaster (Lambung).
Merupakan bagian dan saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan osofagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragma di. depan pankreas dan limpa, menempel
di sebelah kiri fundus uteri.
Bagian lambung terdiri dari:
1) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah
kiri osteum kardium dan biasa nya penuh berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardiun, suatu lekukan pada
bagian bawah kurvatura minor.
3) Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk spinter pilorus.
4) Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari
osteum kardiak sampai ke pilorus.
5) Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor terbentang
dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju
ke kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis
terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
6) Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian
abdomen,

9
Fungsi lambung. terdiri dari:

1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan


makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan.
3) Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
4) Asam garam (HCl) fungsinya; Mengasamkan makanan, sebagai
anti septik dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
5) Renin fungsinya, sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
6) Lapisan lambung. Jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi
asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung. Ekresi getah
lambung mulai terjadi pada awal orang makan. bila melihat
makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan
terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena
kerja saraf sehingga menimbulkan rangsangan kimiawi yang
nienyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut
sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi o leh sistem saraf
simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti
marah dan rasa takut.

b. Usus Halus / Intestinum Minor


Intestinum minor adalah bagian dari Sistem Pencernaan Makanan
yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum panjangnya
sekitar 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses
pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari:
Lapisan usus halus; mukosa (sebelah dalam). Lapisan melingkar (
M. sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal) dan lapisan
serosa (sebelah luar) Duodenum. Disebut juga usus 12 jari,
panjangnya sekitar 25cm berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri,

10
pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum
ini terdapat selaput lendir yang membukit disebut Papila vateri. Pada
papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan
saluran pankreas (duktus wirsungi / duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati, untuk dikeluarkan ke duodenum melalui
duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan
bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amylase, yang berfungsi
mencerna hidrat arang menjadidisakarida, dan tripsin yang berfungsi
mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptika.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, yang disebut kelenjar-kelenjar brunner,
berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. Jejunum dan Ileum,
mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua per lima bagian atas adalah
jejunum dengan panjang sekitar 2-3 m, dan ileum dengan panjang
sekitar 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding
abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium
memungkinkan keluar masuknya cabang-cabang arteri dan vena
mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2
lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara
jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah
ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileoselkalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinter
ileoselkalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula baukini, berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolom
assendens tidak masuk kembali kedalam ileum. Mukosa usus halus.
Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan
mikrovili memudahkan pencernaan dan absorpsi, lipatan ini dibentuk
oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan
usus. Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta
yang menghasilkanbermacam-macam hormon jaringan dan enzim

11
yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.Absorpsi makanan
yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung di dalam usus halus
melalui 2 (dua) saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan
saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuàh vilus
berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang di ikat
bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan
ditutupi oleh epitelium.
Fungsi usus halus, terdiri dari;
1) Menerima zat-zat rnakanan yang sudab dicerna untuk diserap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk emulsi, lemak.
Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah
usus yang menyempurnakan makanan;
1) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
2) Eripsin, menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam
amino.
a) Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
b) Maltosa mengubah maitosa menjadi monosakarida.
c) Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida.

c. USUS BESAR / INTESTINUM MAYOR.


Panjangnya ±. l½ m,lebarnya 5 - 6cm.
Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar :
1) Selaput lendir.
2) Lapisan otot melingkar.
3) Laplsan otot memanjang.
4) Jaringan ikat.
Fungsi usus besar, terdiri dari:
1) Menyerap air dan makanan.
2) Tempat tinggal baktert koli.

12
3) Tempat feses.

Gambar 2.2 Colon


Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan
kolon kiri sampai dengan rektum berasal dari usus belakang.Lapisan otot
longitudenal kolon membentuk tiga buah pita, yang disebut tenia, yang lebih
pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti
sakulus yang disebut haustra. Kolon tranversum dan kolon sigmoideum terletak
intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesenterium. Dalam perkembangan
embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan
dan sekum mempunyai mesenterium yang lengkap. Keadaan ini memudahkan
terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat
terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya
yang sempit.
Batas antara kolon dan rektum tampak jelas karena pada rektum ketiga
tenia tidak tampak lagi. Batas ini terletak dibawah ketinggian promontorium, kira-
kira 15 cm dari anus. Pertemuan ketiga tenia didaerah sekum menunjukkan pangkal
apendiks bila apendiks tidak jelas karena perlengketan.Sekum, kolon asendens, dan
bagian kanan kolon transversum didarahi oelh cabang a.mesenterika superior yaitu
a.ileokolika, a.kiloka dekstra, dan a.kolika media. Kolon tranversum bagian kiri,
kolon desendens, kolon sigmoid dan a.hemoroidalis superior.
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena
disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon
transversum dan melalui v.mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid,

13
dan rektum. Keduanya bermuara kedalam v.porta tetapi v.mesenterika inferior
melalui v.lienalis. alran vena dari kanalis analis menuju ke v.kava inferior. Karena
itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan
diparu, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada batas rektum
dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal
antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting
diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam
reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limf terdapat pada muskularis mikosa. Jadi
selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa
kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid
ditemukan dikelenjar regional mesenterium dan retroperitoneal pada a.kolika
sinistra, sedangkan dari anus ditemukan kelenjar regional diregio inguinalis.
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus
dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n.vagus.Karena
distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian
kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus
tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau diatas perut. Nyeri pada apendisitis
akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan
bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus
belakang terasa mula-mula dihipogastrium atau dibawah pusat dan nyeri perut.
feses Memasuki rektum (2) dari kolon (1). Ada dua otot utama yang harus
dilalui oleh feses untuk bisa keluar dari tubuh, yaitu muskulus sfingter internal dan
muskulus sfingter eksternal (4). Muskulus sfingter internal yang bersifat
involuntary. Secara otomatis akan terbuka diatas saluran anus untuk
memungkinkan feses melewatinya..muskulus sfingter Eksternal yang bersifat
voluntary artinya kita dapat mengontrol otot tersebut.Hal ini membantu dalam
menjaga feses di rektum sampai kita siap untuk mengeluarkanya. Muskulus
sfingter eksternal mendorong feses keluar dari lubang anus (5) dan rektum rileks.
Dorongan tersebut akan menghilang sampai ada gerakan usus berikutnya

14
3. Etiologi
a. Trauma
1) Trauma tembus yaitu trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam
rongga peritoneum, dapat disebabkan oleh luka tusuk atau luka
tembak. Di RSCM trauma tembus mencapai 65%.
2) Trauma tumpul yaitu trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam
rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, deselarasi, kompresi, atau sabuk pengaman. Lebih dari
50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b. Aspirin, NSAID, dan steroid
Penggunaan aspirin merupakan factor resiko mayor kompikasi
saluran gastrointestinal atas. Penggunaan steroid pada terapi
lymphoma menyebabkan perforasi intestinal spontan. Perforasi
intestinal ini terutama terdapat pada pasien orang tua.
c. Faktor predisposisi: ulkus peptic, appendicitis akut, diverticulitis
akut, dan inflamasi divertikulum meckel.
d. Cedera usus yang berhubungan dengan endoskopi: cedera dapat
terjadi dengan ERCP dan kolonoskopi.
e. Komplikasi laparoskopi. Faktor predisposisi terhadap kondisi ini
adalah :obesitas, hamil, inflamasi usus akut atau kronis dan obstruksi
usus.
f. Infeksi bakteri (misalnya typhoid) dapat mengakibatkan kompilikasi
perforasi intestinal pada 5% pasien.
g. Penyakit inflamasi usus
h. Sekunder akibat ischemia intestinal
i. Benda asing

4. Tanda dan Gejala


Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya
pergerakan diertai nausea, vomitus, pada keadaan lanjut terkadang disertai
demam dan mengigil. Penderita yang mengalami perforasi akan tampak

15
kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak,
terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum
oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung
akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan
bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh
perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut
fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi
peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan
mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis
bakteria.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah
diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat
kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu
badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita
tampak letargik karena syok toksik.
Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan
yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri
subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas,
menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok
dubur, tes psoas, dan tes obturator.

5. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat
dilakukan adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi
dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan
kontras. Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas,
sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan
pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang

16
sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang
disebutkan sebelumnya.
a. Radiologi
Perforasi intestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi
yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung
dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem
gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral
duodenum, dan usus besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang
dalam keadaan normal tidak mengandung udara, jumlah udara yang
sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20
menit setelah perforasi.
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi intestinal sangat
penting, karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah.
Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam
memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien
perlu dioperasi.
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut
abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas
dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak
homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini
khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil
menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan,
ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

6. Prinsip Penanganan Perforasi


Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk
laparotomy explorasi dan penutupan perforasi dengan pencucian pada
rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan
pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya

17
stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT,
dan dipuasakan pasiennya Antibiotik spektrum luas harus dimulai dini.
Terapi utama perforasi adalah dengan pembedahan yang meliputi reseksi
usus yang rusak, lalu diversi dan akhirnya reanastomosis
a. Terapi pembedahan: Tujuan dari terapi pembedahan adalah
1) Memperbaiki masalah dasar anatomi
2) Memperbaiki penyebab peritonitis
3) Mengeluarkan benda asing dikavitas peritoneum yang
menghambat sel darah putih dan memacu pertumbuhan bakteri.
(feses, makanan, empedu, sekresi gastic atau intestinal, darah)
b. Tindakan preoperatif
1) Mengkoreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Pergantian
cairan ekstraselular dengan pemberian Hartman solution atau
cairan yang komposisinya sama dengan plasma
2) Monitor tekanan vena sentral penting pada pasien kritis dan
orang tua yang mempunyai gangguan kardiovaskular yang dapat
kambuh dengan kehilangan banyak cairan.
3) Pemberian antibiotik sistemik
4) Kateterisasi urin untuk menilai aliran urin dan pergantian cairan
5) Pemberian analgesik
c. Tindakan intraoperatif
Management operative tergantung penyebab perforasi. Melakukan
operasi mendesak pada pasien yang tidak respon dengan resulsitasi
atau stabilisasi dan pemeliharaan urin adekuat. Semua materi
nekrosis dan cairan kontaminasi disingkirkan dan diberikan
antibiotik.
d. Tindakan post operasi
1) Terapi intravena untuk memelihara volume intravaskular dan
hidrasi pasien . Memonitor dengan tekanan CVP dan urin.
2) Drainase abdomen sampai dengan drainase menjadi minimal
3) Antibiotika

18
4) Jika tidak ada perkembangan kondisi pasien 2-3 hari setelah
operasi, pertimbangkan hal-hal berikut:
1) Komplikasi terjadi
2) Super infeksi terjadi pada tempat baru
3) Dosis antibiotika tidak adekuat
4) Antibiotik tidak berspektrum luas tidak mencakup organisme
gram negatif.

19
7. Patofisiologi
WOC
Kanker obstruksi, peradangan divertikulosis kronis, iskemia usus(trauma)

Feses tidak dpt nekrosis pd struktur abses perikolik nekrosis jar.


dikeluarkan jar. Usus

Feses lunak obstruksi usus


dan berlendir

pe↑an tek.intra
pean volume
abdomen
cairan

Nutrisi < gangg.citra Operasi Colostomy 


keb.Tubuh tubuh Nyeri (akut)

Iritasi kimiawi Resiko infeksi


pda kulit Gangg.pola disfungsi
tidur seksual

Gangg.intregritas komplikasi
kulit

Kurangnya
pengetahuan

20
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Data Dasar :
a) Identitas klien meliputi : Nama pasien, Umur, Jenis kelamin, Suku
/Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, No. RM
b) Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian
perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
c) Riwayat Penyakit Sekarang : Perforasi dapat terjadi pada seseorang
dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi
material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus,
dan sirosis hepatis dengan asites.
d) Riwayat Penyakit Dahulu : Seseorang dengan peritonotis pernah
ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril
dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa
dan ruptur hati.
e) Riwayat Penyakit Keluarga : Secara patologi peritonitis tidak
diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial
primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
f) Sistem pernafasan : Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea,
retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu
pernafasan.
g) Sistem kardiovaskuler : Klien mengalami takikardi karena mediator
inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit.
Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik,
hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
h) Sistem Persarafan : Klien dengan peritonitis tidak mengalami
gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran.
i) Sistem Perkemihan : Terjadi penurunan produksi urin.
j) Sistem Pencernaan : Klien akan mengalami anoreksia dan nausea.
Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti
obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu

21
terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic
usus turun (<12x/menit).
k) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen : Penderita peritonitis
mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas.
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami
kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume
cairan.
l) Pengkajian Psikososial : Interaksi sosial menurun terkait dengan
keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda
eksternal seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola
pernafasan dan pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan
perubahan warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien
tidak mau bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen
seperti papan.
Palapasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri
tekan. Bila ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistens sperti
adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal. Nyeri perkusi
mengindikasikan adanya peradangan peritoneum.
Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan
suatu peritonitis difusa. Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan
pelvis : pemeriksaan ini dapat membantu menilai kondisi seperti
appendicitis acuta, abscess tuba ovarian yang ruptur dan divertikulitis
acuta yang perforasi.

22
3. Asuhan keperawatan Perioperatif
a. Pre Operasi :
1) Nyeri berhubungan adanya perporasi pada usus dengan dengan
perawatan selama 2 x 24 jam skala nyeri berhubungan dengan
inflamasi dan infeksi berkurang dengan kriteri hasil Mampu
mengontrol nyeri dan nyeri berkurang. Intervensi yang dilakukan
yaitu:
a) Tentukan karakteristik nyeri
b) Berikan tindakan aman nyaman
c) Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri seperti :
teknik relaksasi, tertawa, musik dan sentuhan terapeutik.
d) Evaluasi penghilang kontrol nyeri
e) berikan analgetik sesuai indikasi, berikan hanya untuk dalam
sehari. Ubah dari analgetik kerja pendek menjadi kerja
panjang bila diindikasikan.
2) Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder
akibat penebalan segmen otot dan struktur dengan perawatan
selama 1x24 jam masalah konstipasi dapat diatasi dengan kriteria
hasil mempertahankan bentuk feses 1-3 hari bebas dari
ketidaknyamanan dan konstipasi. Intervensi yang dilakukan yaitu:
a) Monitor bising usus
b) Monitor tanda dan gejala kosntipasi
c) Dukung intake cairan
d) Evaluasi profil obat ada efek atau tidak
e) Anjunkan diet tinggi serat
3) Perubahan perfusi jariangan usus berhubungan dengan proses
infeksi dengan perawatan selama 2x24 jam dapat tmengurangi
proses infeksi dengan kriteria hasil klien bebeas dari gejala
infeksi akibat perfusi jaringan . Intervensi yang dapat digunakan
yaitu:
a) Tingkatkan intake nutrisi dalam tubuh

23
b) Berikan terapi antibiotic bila perlu
c) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
d) Dorong masukan nutrisi yang cukup
e) Intruksikan pasien meminum antibotik sesuai resep dokter
4) Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan penahanan pada
saluran gastrointestinal. ditandai dengan nyeri dengan dilakukan
perawatan selama 2x24 jam gangguan rasa nyaman dapat
berkurang dengan kriteria hasil rasa nyaman dapat membaik.
Intererensi yang dilakukan
a) Kaji nyeri ( catat lokasi nyeri,intesitas nyeri,karakteristik)
b) Kurangi aktivitas dan beri hiburan pada klien
c) Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi untuk mengurangi
nyeri
d) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic
5) Kecemasan b.d kurang informasi tentang prosedur pembedahan
da perawatan dengan dilakukan perawatan selama 2x24 Jam
ansietas dapat teratasi. Dengan kriteria hasil status kenyamanan
fisik dan psikospiritual dapat membaik control gejala membaik
Interverensi yang dilakuakan:
a) Pengurangan Kecemasan
b) Monitoring tanda tanda vital
c) Terapi relaksasi
d) Peningkatan koping
6) Infeksi pada peritoneum yang berhubungan dengan peritonis
yang ditandai dengan devertikulitis dengan dilakukan perawatan
selama 2x24 jam infeksi pada peritoneum dapat berkurang
dengan kriteria hasil fungsi gastrointenal membaik status nutrisi
membaik. Intervensi yang dilakukan
a) Kontrol infeksi
b) Manajemen nutrisi
c) Perawatan selang gastrointestinal

24
d) Monitor tanda tanda vital
e) Monitor nutrisi.
4. Asuhan Keperawatan Intra Operasi
1. Pengkajian
Pasien yang sudah mendapat prosedur anestesi akan
memasuki fase intrabeda. Focus tujuan pada fase ini adalah
optimalisasi hasil pembedahan dan penurunan resiko cedera.
Ruang lingkup keperawatan intrabeda dilaksanakan perawat
perioperatif meliputi manejemen pengaturan posisi,
optimalisasi pripering asistem pertama bedah ( pada beberapa
kondisi rumah sakit di Indonesia memperlakukan perawat
sebagai asistem pertama/firs assistant), optimalisasi peran
perawat instrumen dan optimalisasi perang perawat sikulasi.
Perawat instrument mempunyai perang agar proses
pembedahan dapat dilakukan secara efektif dan efesien. Pada
pelaksanaannya perawat instrumen harus memilki
keterampilan psikomotor, keterampilan manual, dan
keterampilan interpersonal yang kuat, yang diperlukan untuk
mengikuti setiap jensi pembedahan yang berbeda-beda dan
mengadaptasikan antara keterampilan yang dimiliki dengan
keinginan dari operator bedah pada setiap tindakan yang
dilakukan dokter beda dan asistem beda.
Perawat sirkulasi merupakan penghubung antara zona
steril dengan zona diluarnya. Perang lainnya adalah
menurungkan resiko cedera intraoperatif dimulai dari
pengaturan posisi beda sampai selesai pembedahan (Bruner &
Suddat 2002)
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko penyebaran infeksi b.d kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan

25
Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama pembedahan, penyebaran infeksi pada
pasien tidak terjadi dengan kriteria hasil : TTV dalam batas
normal, Luka Operasi bersih, Leukosit 5000-10000 U/L.
 Intervensi Keperawatan
1) Lakukan kewaspadaan standar infeksi
2) Cek kadaluarsa alat yang dipakai, indikator eksternal
dan internal alat yang disterilkan
3) Cuci tangan beda, pemakai jas dan sarung tangan
steril
4) Pertahankan sterilitas selama proses pembedahan
5) Bersihkan daerah yang akan dioperasi dengan
antiseptic dan pasang drapping
6) Lakukan pencucian luka operasi sampai bersih
7) Tutup luka operasi dengan kassa steril
8) Kolaborasi pemberian antibiotic

b. Resiko cedera berhubungan dengan standar tindakan


operasi
Tujuan dan criteria hasil : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama proses pembedahan cedera pasien tidak
terjadi dengan criteria hasil : Integritas kulit utuh,
Pemakaian instrument, jarum, pisau, kassa sebelum dan
sesudah operasi lengkap.
 Intervensi Keperawatan
1) Pastikan posisi pasien sesuai dengan tindakan
2) Cek integritas kulit
3) Cek daerah penekanan selama operasi
4) Pasang penghantar elektroda
5) Hitung jumlah kassa, jarum,bisturi, dan instrument
sebelumnya dan sesudah operasi

26
6) Lakukan time out
7) Lakukan sign out

5. Asuhan Keperawatan Post operatif


a. Pengkajian
Fase postoperatif dimulai dari pasien selesai dilakukan anesti
sampai pasien ditransfer ke rescovery Room. Kondisi pasien
yang dipantau adalah kesadaran dan keadaan umum pasien
TTV, status pernapasan, status hidrasi, tanda-tanda syok serta
tingkat gelisa pasien
b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b.d keruskan jaringan akibat pembedahan.
Tujuan dan criteria hasil : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x15 menit, berkurang dengan kriteria
hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik nonfarkologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan ), Melaporkan bahwa
nyeri berkurang 0-1, Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri), Mengatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang , Tanda vital rentang
normal, Tidak mengalami gangguan tidur
 Intervensi keperawatan
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
b) Obserpasi reaksi non verbal
c) Control lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
d) Ajarkan tentang teknik non farmakologi, nafas
dalam,relaksasi, kompres hangat/dingin

27
e) Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
f) Ajurkan pasien untuk istrahat
g) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur
h) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesic pertama kali
2) Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan
Tujuan dan criteria hasil : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x15 menit resiko infeksi tidak terjadi
dengan criteria hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi, Menunjuk kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi, Jumlah leukosit dalam batas normal, Menunjukkan
prilaku hidup sehat, Status imun, gastrointestinal,
genitourinaria, dalam batas normal
 Intervensi Keperawatan :
a) Pertahankan teknik aseptic
b) Batas pengunjuk bila perlu
c) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindkan
keperawatan
d) Lakukan perawatan luka pasca operasi sesuai
indikasi dengan teknil aseptic.
e) Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan
infrksi kandung kencing.
f) Tingkatkan antake nutrisi
g) Berikan terapi antibiotik sesuai indikasi
h) Ajarakan pasien dan keluarga tanda gejala infeksi

28
BAB III
PENGAMATAN KASUS

A. Identitas pasien
1. Nama : Ny. N
2. Umur : 32 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Kelapa Sawit VIII,
Kelapa Gading, Kota
Jakarta Utara.
5. Status perkawinan : Menikah
6. Agama : Islam
7. Keluarga terdekat dapat dihubungi : Suami
8. Diagnosa preoperasi : Perporasi Usus
9. Tindakan : Laparatomi digestif
Kolostomi
10. Anastesi : Umum

B. Status Kesehatan Saat ini


1. Status Keluhan saat ini
Klien mengeluh nyeri bila ditekan, perut terasa kembung.
2. Status Keesahatan masa Lalu
a. Penyakit yang perna dialami
Klien tidak pernah mengalami masalah kesehatan yang
mengharuskan dirawat di rumah sakit
b. Pernah Dirawat
Klien tidak perna dirawat sebelumnya
c. Alergi
Riwayat alergi (-)

29
3. Riwayat penyakit keluarga
Berdasarkan data yang diperoleh klien tidak memilik riwayat penyakit
keturunan apapun seperti penyakit jantung, heprtensi, kanker,diabetes
mellitus dan lain-lain
4. Diagnosa Medis
Klien direncanakan dilakukan tindakan bedah apendiktomi dengan
indikasi appendiksitis
5. Pola Kebutuhan Dasar
a. Pola Persepsi dan Kesehatan dan Manejen
Ny. N mengatakan sudah mengetahui menderita penyakit sejak 1
hari sebelum operasi dan telah mengetahui karena dokter
menceritakan penyakitnya
b. Pola Nutrisi
Klien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan.
6. Pola Eliminasi
Klien mengatakan sulit BAB dan kentut.
7. Pola Aktivitas dan Latihan
Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas seperti biasa
8. Pola Persepsi
Klien mengatakan tidak ada gangguan pada panca inderanya
penglihatan, pendengaran, dan pengecapan masih berfungsi dengan
baik.
9. Pola Tidur dan Istarahat
Klien mengatakan kurang bisa beristrahat dengan baik
10. Pola Seksual dan Reproduksi
Ny. N sudah memiliki 2 orang anak. Klien mengatakan tidak ada
keluhan pada system reproduksinya.
11. Pola Manejemen dan Koping Stres
Ny. N mengatakan setiap kali ada masalah klien membicarakan dan
mencari selusi dengan keluarganya terutama dengan istrinya
12. Pola Nilai dan Keyakinan

30
Klien meyakini adanya Tuhan yang Maha Esa dan menjalankan ibadah
sesuai dengan ajaran yang anutnya.
13. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik secara umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital : TD : 110/80mmHg
N : 88x/menit
RR : 20 x/menit
S : 38,90 C

Berat badan/ tinggi badan : 67kg/158 cm

b. Sistem Penglihatan
Sisi mata : Simetris
Kelopak mata : Normal
Konjungtiva : Anemis
Sclera : Ikterik
Pupil : Isokhor
Respon Pupil : +/+
Pemakaian Alat Bantu : tidak ada
Tanda-tanda radang : tidak ada
c. Sistem Pendengaran
Daun Telinga : Normal
Kebersihan telinga : Bersih
Pemakaian alat Bantu : Tidak ada
Sitem Pendengaran : Normal
d. Sistem Pernafasan
Jalan nafas : Bebas
Sesak nafas : tidak ada
Status pernafasan dalam : irama teratur, spontan, nafas
dalam

31
Penggunana oto bantu nafas : Tidak ada

Pernafasan cuping hidung : Tidak ada

e. Sistem Kardiovaskuler
Nadi : 88x/menit
TD : 110/80 mmHg
Distensi vena jugularis : tidak ada
CRT : < 2 detik
Saturasi : 100 %
Edema Ekstremitas : tidak ada
f. Sistem Hematologi
Sianosis : Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada
g. Sistem Saraf Pusat
Tingkat kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
h. Sistem Pencernaan
Nyeri daerah perut : Iya
Caries Gigi : Tidak ada
Stomatitis : Tida ada
Lidah Kotor : Tidak ada
Hepar : Tidak teraba
Abdomen : Terlihat kembung, teraba
Keras, adanya nyeri tekan

Bising Usus : Tidak terdengar

i. Sistem Integumen
Turgor kulit : Baik
Akral : Hangat
Keadaan kulit : Baik
Kelainan kulit : Tidak ada

32
j. Sistem Muskuloskeletal
Fraktur : Tidak ada
Keluhan : Tidak ada
Kesulitan bergerak : Tidak ada
Kelainan : Tidak ada
k. Sistem Urogenital
Distensi kandung kemih : Tidak ada
Keluhan : Tidak ada
14. Pemeriksaan Lain-lain
Tuberkulosis : (-)
Batuk : (-)
Deman : (-)
Penyakit lainnya : (-)
Mendapat tranfusi darah : (-)
Kejang : (-)
Merokok : (-)
Alcohol : (-)
Obat-obatan : (-)

C. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 25 Januari 2019
1. RBC : 3.85 (3.80 – 5.80.106/mm³ )
2. HGB : 13,1 (11.0 – 16.5 g/dl )
3. Hematokrit : 38,9 (35.0 – 50.0 % )
4. Trombosit : 269 (150 – 390.10³/mm³ )
5. Leukosit : 11.301/µL
6. MCV : 78 (80-97 H µm³ )
7. MCH : 25,2 (26.5-33.5 %)
8. MCHC : 32,3 (31.5-35.0 gr/dl)
9. BT : 2,5 menit
10. CT : 4,5 menit

33
Urine lengkap :

1. Warna : keruh
2. Protein :+
3. Reduksi :-
4. Urobilin :-
5. Bilirubin :-
6. Ph : 5,0
7. Berat jenis : 1,020
8. Sedimen
9. Eritrosit : penuh/lp
10. Lekosit : 20-30/lp
11. Epitel : 0-10 /lp

Laboratorium Kimia Darah (14-8-2008, pagi hari)

1. GDS : 146 mg% (<140)


2. Ureum : 130 (10-50)
3. Kreatinin : 3,1 (L: 0,9-1,2)
4. SGOT : 29 (L: 5-42)
5. SGPT : 31 (L: 5-32)
6. HBsAg : negatif

Faal ginjal :

1. Ureum : 120 mg/dl


2. Uria acid : 13,2 mg/dl
3. Creatinin : 2,88
4. Natrium : 143 meq
5. Kalium : 4,0 meq
6. Clorida : 105 meq

34
D. Asuhan Keperawatan Perioperatif
1. Persiapan kamar operasi meliputi:
a. Meja operasi : baik
b. Lampu operasi : baik
c. Mesin suction : baik
d. Meja instrumen : baik
e. Meja mayo : baik
f. Sampah infeksius : baik
g. Sampah non infeksius : baik
h. Safety box : baik
i. Trolly : baik
j. Mesin diatermi : baik
k. Mesin anestesi : baik
l. Penyangga tangan : baik
m. Tiang buffer : baik
n. Tiang infus : baik
2. Persiapan cuci tangan bedah
a. Air mengalir
b. Sikat
c. Cairan antiseptik clorheksidin 4%
d. APD lengkap (topi, google, masker, apron, sepatu bot/sendal yang
tertutup)
3. Persiapan Instrumen dan linen Steril meliputi:
a. Linen steril
1) Jas operasi (disposable) :3
2) Penutup meja mayo :2
3) Penutup meja intrumen :4
4) Laken besar bawah :1
5) Laken besar atas :1
6) Laken samping :2
7) Dok bolong :1

35
b. Waskom steril
1) Kom besar :2
2) Kom kecil :2
3) Bengkok :1
4) Selang suction :1
5) Kanul suction :1
c. Intrumen Steril (set microsurgery)
1) Doek klem :6
2) Pean :4
3) Elis klem :4
4) Tenakulum :2
5) Otsner :2
6) Krome halus :6
7) Krome besar :6
8) Koher :4
9) Nalhpuder besar :2
10) Nalhpuder kecil :1
11) Gunting jaringan :2
12) Gunting benang :1
13) Klem kuat :6
14) Klem Halus :6
15) Penster klem :4
16) Bebchok :2
17) Mikulik :4
18) Kanul suction :1
19) Scapel no 4 :1
20) Pinset anatomis panjang :1
21) Pinset anatomis pendek :1
22) Pinset cirugis panjang :2
23) Pinset cirugis pendek :2
24) Kom sedang :1

36
25) Kom kecil :2
26) Nearbeken :1
27) Spatel lidah :1
28) Spekulum L pendek :1
29) Spekulum L sedang :1
30) Spekulum L panjang :1
31) Retraktor :1
32) O hak :1
33) Hak segitiga :1
34) Hak gigi 4 :1

d. Medical Supply
1) Spuit disp 10 cc :1
2) Spuit disp 5 cc :1
3) Spuit disp 1 cc :1
4) Spinel needle no 27 :1
5) Kassa steril polos :1
6) Draim catheter no. 12 :1
7) Uring bag :1
8) Jelly catheter :1
9) Bisturi no. 20 :1
10) Sarung tangan no. 7,5 :2
11) Sarung tangan 6,5 :2
12) Sarung tangan no. 7 :2
13) Tegaderm pad besar :1
14) Sofratule :1
15) Betadine 10% :3
16) Hibiscube : 30 cc
17) Fentanil :1
18) NaCI500 :3
19) Venvlon no.18 :1

37
20) IV dresing :1
21) Swab alcohol :3
22) Lidocain :1
23) Diatermi plate :1
24) Electosugical pencil :1
25) Silk no. 2/0 :1
26) Vicril no. 1 :2
27) Chromiccugut no.2/0 :2
28) T-mono no. 3/0 :2
29) Colostomy Bag :1
30) NGT :1

4. Persiapan Pre Operatif


a. Mengecek status atau identitas pasien (lengkap)
b. Pasien diterima di ruang penerimaan, pakaian diganti dengan baju
operasi
c. Memakai topi operasi
d. Memastikan perhiasan, gigi palsu/implan dan kutek telah dibuka
semua
e. Mengecek gelang pasien (ada)
f. Mengecek ada alergi/tidak (tidak ada alergi)
g. Memasang infus pasien di tangan kanan dengan cairan Gelafusal
500 ml
h. Mengecek skin test untuk antibiotik Foricef 1 gr.
i. Memberikan ketoproven tablet 25 mg dan antibiotic cravit tablet
500 mg
j. Memberikan suntikan IV Omevel (perawat anastesi)
k. Memberikan suntikan IV Ondavel 8 mg (perawat anastesi)
l. Memasukkan pasien ke ruang OK
 Analisis data

38
DS : Klien menyatakan cemas terhadap tindakan bedah yang
akan dilakukan dan takut jika terjadi apa-apa pada saat tindakan
operasi
DO :
- Klien tampak tegang dan cemas
- Klien tampak lebih banyak diam sambil
menggenggam kedua tangan dan tangan teraba
basah.
- TTV : TD: 110/80 mmHg N: 88x/menit
- Wajah tampak tegang
 Diagnosa keperawatan : Ansietas b.d kurang informasi tentang
prosedur pembedahan dan keperawatan
 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x25 menit,
kecemasan pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1) Pasien tenang
2) Wajah tampak rileks
3) TTV batas normal
 Intervensi keperawatan
1) Monitoring tanda tanda vital
2) Berikan posisi nyaman
3) Berikan terapi relaksasi nafas dalam dan berdoa
4) Tingkatkan mekanisme koping
 Implementasi keperawatan
1) Memonitoring tanda tanda vital
2) Memberikan posisi nyaman
3) Memberikan terapi relaksasi nafas dalam dan berdoa
4) Meningkatkan mekanisme koping
 Evaluasi tindakan keperawatan
S : - Klien mengatakan cemas berkurang
Klien mengatakan sudah lebih rileks dan tenang

39
O : - Klien tampak melakukan teknik nafas dalam yang dianjurkan
Perawat
- Klien tampak rileks dan tenang dari sebelumnya
- TTV : TD:116/80mmHg, N : 79x/menit, RR : 19 x/menit,
S:36,90 C
A : Masalah kecemasan teratasi
P : Intervensi di hentikan

5. Asuhan Keperawatan Intra Operatif


a. Pengkajian
Dilakukan sign in pukul 07 : 00 WIB, anestesi general
dilakukan pukul 07 : 40 WIB, posisi operasi supine, TTV :
110/78 mmHg RR : 19x/menit N : 84 x/menit saturasi 100%
operasi dimulai pukul 08 : 00 WIB
b. Prosedur operasi:
1) Pasien diposisikan dengan posisi supine
2) Memakai alat pelindung diri (topi, masker, apron, dan sepatu
tertutup)
3) Melakukan cuci tangan bedah
4) Memakai jas dan sarung tangan secara tertutup
5) Memasang meja mayo
6) Menata instrumen sesuai dengan urutan prosedur pembedahan
7) Melakukan penghitungan kassa dan instrumen dihadapan
sirkuler
8) Memberikan / mengenakan jas dan sarung tangan steril
utuk operator bedah
9) Operator melakukan marker pada area yang akan di insisi
10) Melakukan time out setelah tim bedah lengkap
11) Operator memimpin untuk berdo’a

40
12) Melakukan aseptik pada daerah operasi menggunakan
betadine 10% menggunakan kassa yang dijepit di sponge
holder
13) Memberikan linen steril dan duk klem untuk prosedur
drapping
14) Insisi panenstel dengan menggunakan bisturi no.20 dan
pinset cirugis pada operator.
15) Dinding perut dibuka lapis demi lapis dimulai kutis dan
subkutis dengan pisau, perdarahan dirawat dengan couter,
dilanjutkan fasia dengan gunting dan pinset cirugis dibantu
dengan hak gigi dan o-hak, selanjutnya peritonium dibuka
dengan pisau dan pen tumpul dilanjutkan dengan gunting
lalu dipasang l-hak, Memasang baghass
Eksplorasi :
1) Tampak seluruh usus halus distensi
2) Mengganjal usus dengan backhas steril yang sudah di
basahi dengan cairan NaCl.
3) Tampak sigmoid gangrenous dengan perporasi diameter
0,5 cm, kontaminasi berat intraperitonium berisi cairan
keruh dan berbau enteric content.
4) Jepit sisi sigmoaid dengan krome kasar dan krome halus
5) Potong sigmoid menggunakan gunting jaringan
6) Dilakukan reseksi sigmoid, stump distal ditutup dan di
jahit menggunakan vicril no. 2/0, dan stump proximal di
cuci dengan betadin 10% lalu di buat end colostomy
(tutup dengan colostomy bag) dan dipasangnya drain ke
rongga pelvis dijahit menggunakan silk 2/0.
7) Cuci luka dengan NaCl 0,9%, dilakukan suction
8) Diyakini tidak ada perdarahan, tidak ada Menghitung kasa
dan alat (kassa dan alat lengkap),
9) Luka operasi di tutup lapis demi lapis

41
a) Peritonium dijahit menggunakan cromik 2/0 dengan
nalpudel dan pinset cirugis
b) Fasia dijahit dengan vicryl 1
c) Subkutis dijahit menggunakan cromik 2/0
d) Kutis dijahit intracutan menggunakan premilence 3/0
10) Luka jahitan dibersihkan dengan kassa basah lalu di
keringkan dengan kassa kering.
11) Kemudian luka ditutup dengan Sofratule dilapisi dengan
kassa dan ditutup lagi dengan Tegaderm pad besar.
12) Setelah tutup luka jas dan sarung tangun di lepas,
kemudian melakukan dekontaminasi alat.
13) Perawatan selanjutnya dilakukan oleh perawat anastesi
14) Pasien dipindahkan ke ruang HCU oleh perawat anastesi.
15) Jas, sarung tangan dan apron dibuka, perawat melakukan
dekontaminasi alat.
 Pengkajian
Pasien di pindahkan dari ruang kamar operasi ke ruang
High Care Unit RSU Bunda pada pukul 11.45 WIB dengan
TTV : TD : 114/86 mmHg RR: 18x/m N: 87x/m Saturasi :
100%, perdarahan: 300 cc urine : 400 cc
 Analisis data I
DS:
Do : Pasien dilakukan tindakan operatif laparatomi
digestif kolostomi
 Diagnosa keperawatan : Resiko penyebaran infeksi
berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan
 Tujuan dan criteria hasil : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama proses pembedahan, penyebaran
infeksi tidak terjadi, dengan criteria hasil : TTV dalam

42
batas normal, Luka operasi bersih, Leukosit 50000 –
10000 U/L
 Intervensi keperawatan
1) Lakukan kewaspadaan standar infeksi
2) Cek kadaluarsa alat yang digunakan, indicator internal
dan eksternal
3) Cuci tangan bedah, memakai jas dan sarung tangan
steril
4) Pertahankan sterilitas selama pembedahan
5) Bersikan daerah yang akan dioperasi dengan antiseptik
dan pasang drapping
6) Lakukan pencucian luka operasi sampai bersih
7) Tutup luka operasi dengan kassa steril
 Implementasi keperawatan
1) Memakai topi, masker, baju khusus kamar operasi
2) Mengecek tanggal kadaluarsa, indikator eksternal dan
internal
3) Mengukur TTV : TD : 108/85mHg, SpO2 100%, N
79x/ menit, RR: 16 x/menit
4) Mempertahankan sterilisasi selama pembedahan
5) Melakukan cuci tangan bedah, memakai jas dan sarung
tangan steril.
 Evaluasi tindakan keperawatan
S:
O:
- Indikator eksternal bagus, indikator internal
bagus.
- TD :112/78mHg, SpO2 100%, N :86 x/menit,
RR: 18x/menit
- Sterilisasi terjaga selama operasi
- Luka operasi dibersihkan dengan betadine

43
- Luka operasi bersih, ditutup dengan sufratule
dan kassa steril serta hypavis
A : Resiko penyebaran infeksi belum teratasi
P:
- Cek kadar leukosit post operasi
- Cek kondisi luka operasi
 Analisis data II
DS :
DO :
- Pasien dilakukan tindakan pembedahan
- Pasien dilakukan operasi dengan alat
diatermi
 Diagnosa keperawatan : Resiko cidera berhungan dengan
standar tindakan operasi.
 Tujuan dan criteria hasil : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama proses pembedahan, cedera pasien
tidak terjadi dengan kriteria hasil : Integritas kulit utuh,
Pemakaian instrumen, jarum, pisau, kassa sebelum dan
sesudah operasi lengkap.

 Intervensi keperawatan
1) Pastikan posisi pasien sesuai dengan tindakan
2) Cek integritas kulit utuh
3) Cek daerah penekanan selama operasi
4) Pasang penghantar elekroda
5) Hitung jumlah kassa, jarum, bisturi,deeper dan
instrument baik sebelum dan sesudah operasi
6) Lakukan time out
7) Lakukan sign out
 Implementasi keperawatan

44
1) Mematikan posisi pasien dengan tindakan operasi R/
posisi operasi sipine.
2) Mengecek integritas kulit R/ integritas kulit utuh
sebelum dan sesudah operasi.
3) Memasang penghantar elektroda R/ electrosurgical
terpasang di paha kanan
4) Menghitung jumlah kassa, jarum, bisturi dan
instrument R/ kassa awal : 40. Kassa sesudah operasi :
35 (kotor), 5 (bersih); bisturi no. 15 : lengkap; jarum
benang : 6 ; instrumen lengkap
 Evaluasi tindakan keperawatan
S:
O : - Posisi operasi supine
- Integritas kulit utuh sebelum dan sesudah operasi
- Electrosurgical terpasang dipaha kanan
- Kassa sebelum operasi : 40
- Kassa sesudah operasi : 35 (kotor ) 5 (bersih)
- Bisturi no. 15 : 1 lengkap
- Jarum benang : 3 lengkap
- Instrument lengkap

A : Resiko cedera teratasi

P : Intervensi dihentikan

3. Asuhan Keperawatan Post Operative


Setelah tindakan operasi selesai pada pukul 11.45 WIB
pasien langsung di pindahkan ke ruang HCU RSU Bunda, dengan
TTV : TD : 114/86 mmHg RR: 18x/m N: 87x/m Saturasi : 100%.

45
BAB IV
PEMBAHASAN

Perforasi Usus merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari


dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke
dalam rongga perut. Perforasi intestinal merupakan suatu keadaan kegawatan
dalam bidang bedah dimana terjadinya ruptur dinding intestinal.
Asuhan keperawatan pada Ny. N dengan tindakan operasi Laparatomi –
Kolostomi yang telah dilakukan pada tanggal 27 Januari 2019 Jam 08 :00 WIB,
dalam kenyataan ditemukan beberap kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus.
Adapun kesenjangan tersebut antara lain :
A. Pengakajian
Pada tinjauan kasus, saat pengkajian klien dengan Perporasi usus ditemukan tanda
dan gejala yang sama yaitu klien mengeluh nyeri pada perut kiri bagian bawah
menjalar hingga panggung disertai, mual terasa nyeri saat ditekan.
B. Diagnosa Keperawatan
Dari beberapa diagnosa yang terdapat pada tinjauan teori, semuanya muncul pada
Ny. N
Diagnosa yang muncul pada Ny. N adalah sebagai berikut :
1. Resiko infeksi b.d berusaha jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
diagnosa ini muncul pada Ny. N karena pasien pada saat prabedah juga
menunjukkan angkah lebih dari batas normal.
2. Resiko cidera berhubungan dengan efek anastesi
Diagnosa ini muncul karena selama pembedahan di meja operasi tubuh
pasien terpapar dengan alat-alat keras yang beresiko memberikan cidera pada
tubuh pasien.

46
3. Nyeri akut berhubungan dengan kontuinitas jaringan pasca bedah.
Diagnosa ini muncul karena Ny. D setelah operasi mengungkapkan secara
verbal jika terasa nyeri pada peruk yang terkena insisi, terlihat klien tampak
meringis dan menahan rasa sakit.
4. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
Diagnosa ini muncul Ny. N karena pasien pada saat post bedah kolostomi
maka luka operasi di jaga agar tidak menyebabkan infeksi dari paparan
lingkungan sekitar.

C. Intervensi
Perencanaan pada kasus nyata mengacu pada tinjauan keperawatan, namun
pada beberapa diagnosa mengalami perubahan dan pengurangan intervensi karena
disesuaikan dengan kondisi dan respon yang muncul pada klien.

D. Implementasi
Semua tindakan yang direncanakan sudah dapat dilaksanakan, hanya saja
untuk tindakan yang masih sebagian teratasi belom dapat dilakukan karena
keterbatasan waktu. Implementasi pre operatif dengan kecemasan dilakukan
dengan menggunakan teknik nafas dalam. Implementasi pada saat intraoperatif
dengan resiko cidera yang dilakukan dengan memasang plate dengan benar dan
menggunakan teknik yang benar dalam menggunakan instrument. Implementasi
pada saat post operatif adalah mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat
analgesit katase tablet 25 mg dan cravit tablet 500 mg.

E. Evaluasi
Evaluasi dari setiap tahap operasi untuk diagnosa keperawatan saat pre
operasi dengan kecemasan teratasi. Resiko penyebaran inveksi belom teratasi saat
intra operatif diagnosa resiko cedera teratasi. Saat post operasi dengan diagnosa
nyeri akut belum teratasi.

47
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perforasi Usus merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek
dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari
usus ke dalam rongga perut. Perforasi intestinal merupakan suatu
keadaan kegawatan dalam bidang bedah dimana terjadinya ruptur dinding
intestinal. Pada Ny. N semua tindakan yang direncanakan sudah
dilakukan. post op pada Ny.N langsung di pindahkan ke HCU RSU
Jakarta.

B. Saran
Berdasarkan kasus yang diambil penulis dengan judul Asuhan
Keperawatan Perioperatif pada Pasien Ny. N dengan Tindakan Laparatomi
Digestif Kolostomi dengan Indikasi Perporasi Usus di Intilasi Kamar
Operasi RSIA Bunda Jakarta demi kebaikan selanjutnya maka penulis
menyarankan kepada:
1. Intilasi pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatan kinerja
perawat dan tenaga medis yang lain sehingga mampu meningkatkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan tindakan perioperatif
laparatomi
2. Tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan untuk melanjutkan
asuhan keperawatan yang sudah dikelola oleh penulis yang bertujuan
untuk pemulihan kesehatan pasien .

48
3. Pasien dan keluarga pasien diharapkan mampu mengenali atau
mengetahui bagaimana tanda dan gejala infeksi dan mampu tertib
dalam mengkonsumsi terapi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
4. Perawat harus berhati-hati dalam menggunakan alat dan kebersihannya
serta meningkatkan kualitas diri dalam mengembangkan teknik yang
dimiliki.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L, J.,(2000), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC: Jakarta


Doengoes, Marlyn E, Dkk., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3.
EGC : Jakarta

Grace, Pierce A., And Neil R. Borley., (2007), At A G lance Ilmu Bedah. Edisi 3.
Elangga : Jakarta. Hal : 107

Hardhi, Amin., (2013) , Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC –NOC. Edisi Revisi, EGC : Jakarta . Hal 33

Price, Sylvia A., And Lorraine M Wilson ., (2006), Patofisiologi Konsep Klisnis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC : Jakarta. Hal 448-449

Potter, P.A., And Perry, A.G., (2005), Buku Ajar Fundamental Keperawatan.
EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat, R., And Win De Jong., (2009), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi. EGC : Jakarta. Hal 755-761

49
Wilkinson, Judith M., And Nancy R Ahern., (2012), Buku Saku Diagnosis
Keperawatan . Edisi 9. EGC : Jakarta

50

Anda mungkin juga menyukai