Disusun Oleh :
Kelas : 88.3A.33
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Pengkajian Fisik Bagian Abdomen” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat
dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
2.3.2 Auskultasi
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltik usus dan
bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
– Mendengarkan suara pelistaltik usus
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan
ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltik usus terjadi akibat adanya
gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/
menit. Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit
(borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan
tegang, peristaltik lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam
(metallic-sound). Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah,
frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.
– Mendengarkan suara pembuluh darah
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolik, atau kedua fase.
Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit).
Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di
daerah epigastrium.
Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus
dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur
seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali permenit. Normal tidak
terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral, apabila
terdapat desiran mungkin suatu aneurisma.
– Persiapan alat
Stetoskop
– Persiapan pasien
Jelaskan pada pasien
– Cara pemeriksaan :
1) Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala
2) Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di
daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar
tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk
mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus
3) Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada
bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya
4) Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan
sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen
5) Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi
desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik,
ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat
terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta
6) Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ada bising
usus pada kartu status.
2.3.3 Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara
keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya
massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat
dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen.
Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang
berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis
untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada
perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
Cairan bebas dalam rongga abdomen.
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan
suara perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara
dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila
pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah.
Cara pemeriksaan asites :
1) Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave)
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah
ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang
cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain. Pasien tidur terlentang,
pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan
tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen
sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
2) Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness)
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah.
Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara
timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada
satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke
redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.
Cara pemeriksaan :
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada
saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ
berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan
bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
1) Perkusi Batas Hati
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan
pasien
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus,
geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani
menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas
hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak
batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian
bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
2) Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian
epigastrium kiri
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani.
3) Perkusi Ginjal
a. Posisi pasien duduk atau berdiri
b. Pemeriksa dibelakang pasien
c. Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan
kanan
d. Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri.
2.3.4 Palpasi
Sebelum melakukan palpasi perawat dapat menghangatkan tangan dan
meletakkan telapak tangan pada perut pasien dengan jari jari paralel
terhadap perut. Jari-jari digerakkan secara agak melingkar dan ditekankan
kebawah kira-kira sedalam 1 cm atau sedalam jaringan subkutan. Palpasi
dalam dilakukan pada semua area 4 kuadran perut, area yang sensitif
dikerjakan paling akhir. Penekanan kebawah dilakukan sedalam 4-5 cm.
1) Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah :
– Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring
terlentang. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
– Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak
tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan
ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang
mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
– Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila
ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa
paling akhir.
– Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka
pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer
& spasme sejati; dengan menekan daerah muskulus rectus, minta
pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu
adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus
pernapasan, itu adalah spasme sejati.
2) Jenis-jenis Palpasi
a. Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan,
dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien
sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding abdomen.
b. Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana
terdapat asites. Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak
pada dinding abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali.
Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga organ atau
massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba
saat memantul. Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa
ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan
dirasakan pantulannya pada tangan lainnya. Setiap ada perabaan
massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri
spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan
skematisnya.
Palpasi Hepar
Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada
kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis
pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta
untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran
hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa
dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus.
Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual dengan tujuan
terutama untuk mengetahui adanya pembesaran.
– Berdirilah disamping kanan pasien
– Letakkan kanan kiri pada dinding toraks posterior kira-kira pada
tulang rusuk ke 11/12
– Tekankan kanan kiri tersebut ke atas sehingga sedikit
mengangkat dinding dada
– Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan
dengan membentuk sudut kira-kira 45 derajat dengan otot rektus
abdominal atau paralel terhadap otot rektus abdominal dengan
jari-jari ketulang rusuk
– Sementara pasien ekhalasi lakukan penekanan sedalam 4-5 cm
kearah bawah tulang rusuk
– Jaga posisi tangan anda dan suruh pasien inhalasi dalam
– Sementara pasien inhalasi rasakan batas hepar bergerak
menentang tangan anda yang secara normal terasa dengan kontur
regular bila hepar teraba jelas suruh pasien menarik nafas
sementara anda memberikan tekanan sedikit lebih dalam
– Bila hepar membesar maka lakukan palpasi dibatas bawah tulang
rusuk kanan
Palpasi Lien
Lakukan palpasi lien dengan cara meletakkan tangan kiri diantara
Spasium interkosta 10-12, lalu berikan penekanan ke arah cranial.
Posisikan tangan kanan pemeriksa disebelah atas kosta, tekan kearah
lien. Pasien diminta untuk inspirasi. Secara normal tidak teraba.
Pembesaran lien didasarkan atas skala Scuffner. Skala scuffner
dimulai dari 1 hingga 8. Nilai 0 bila tidak membesar, 1-3 bila
pembesaran antara posisi lien hingga umbilicus. Skor 4 bila tepatid
umbilicus dan skor 5-8 bila lien membesar dari posisi lien normal
hingga kuadran kanan bawah. Lien yang membesar disebut dengan
Speenomegali.
Palpasi Ginjal
Secara anatomis, lobus atau kedua ginjal menyentuh diafragma dan
ginjal turun sewaktu inhalasi. Ginjal kanan normal nya lebih mudah
di palpasi dari pada ginjal kiri, karna ginjal kanan terletak lebih
bawah dari pada ginjal kiri. Ginjal kanan terletak sejajar dengan
tulang rusuk ke 12 dan ginjal kiri sejajar dengan tulang rusuk ke 11.
Ginjal orang dewasa pada umumnya memiliki panjang 11cm, lebar
4-7 cm dan tebal 2,5cm.
Dalam melakukan palpasi ginjal maka posisi pasien diatur supinasi
dan perawat yang melakukan palpasi berdiri disini kanan pasien.
Langkah kerja palpasi ginjal :
– Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri anda
di bawah panggul, dan elevasikan ginjal kea rah anterior
– Letakkan tangan kanan anda pada dinding perut anterior pada
garis midklavikularis dari pada tepi bawah batas kosta
– Tekankan tangan kanan anda secara langsung ke atas sementara
pasien menarik nafas panjang. Pada orang dewasa yang
normal,ginjal tidak teraba tetapi pada orang yang sangat kurus,
bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan
– Bila ginjal teraba, rasakan mengenai kontur (bentuk), ukuran,
dan adanya nyeri tekan
– Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan di sisi seberang
tubuh pasien, dan letakkan tangan kiri anda di bawah panggul
kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.
Palpasi Kandung Kemih
Dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tangan.
Kandung kemih teraba terutama bila mengalami distensi akibat
menimbunan urine. Bila ditemukan adanya distensi, maka lakukan
perkusi pada area kandung kemih untuk mengetahui suara atau
tingkatan redupnya.
Pengkajian Anus
Anus merupakan bagian paling distal dari traktus gastro
intestinal.pada orang dewasa,panjang saluran anus sekitar 4cm dan
panjang rectum sekitar 12cm.pada daerah persambungan antara anus
dan rectum,kulit yang melingkar pada anus berganti menjadi selaput
lender yang melingkar pada dinding rectum.bagian dalam rectum
bersambungan dengan kolon sigmoid sedangkan bagian distal atau
bagian luarnya merupakan suatu saluran bernama anus dengan ujung
ujung saraf somatic yang sangat sensitive terhadap rasa tidak enak.
Secara umum tujuan pengkajian disini untuk mendapatkan data
mengenai kondisi anus dan rectum.pada pasien pria pengkajian juga
bermanfaat untuk mengetahui keadaan prostat.
Peralatan yang perlu dipersiapkan antara lain selimut untuk
menutup bagian bagian yang tidak diperiksa,sarung tangan steril
atau disposable dan pelumas.
Langkah kerja :
– Bantu pasien untuk mengatur posisi dorsal rekumben.Atur paha
berotasi keluar,lutut fleksi dan tutuplah bagian tubuh yang tidak
diperiksa
– Nampakan bagian pantat dan anjurkan pasien untuk memusatkan
perhatian
– Lakukan inspeksi pada anus untuk mengetahui ada tidaknya
hemoroid, lesi, atau kemerahan. Normalnya kulit anus Nampak
utuh tidak ada hemoroid, lesi atau kemerahan
– Kenakan sarung tangan dan beri pelumas pada jari penunjuk
kemudian perlahan-lahan masukan jari tersebut kedalam anus dan
rectum
– Lakukan palpasi pada dinding rectum dan rasakan ada tidaknya
nodula, massa, serta nyeri tekan. Bila ditemukan adanya masa,
catat lokasinya secara jelas, misalnya teraba benjolan pada
dinding anterior 2cm proksimal terhadap spingter ani internal
– Pada pria lakukan palpasi pada dinding anterior untuk
mengetahui glandula prostat. Normalnya glandula prostat dapat
teraba dengan diameter sekitar 4cm dan tidak nyeri tekan
– Pada wanita lakukan palpasi serviks melalui dinding rektal
anterior. Normalnya serviks teraba licin melingkar tegas dan
dapat digerakan
– Setelah selesai, Tarik jari anda dari rectum dan anus, amati
keadaan feses pada sarung tangan. Normalnya feses berwarna
coklat dan tidak mengandung darah
– Catat hasil pemeriksaan.
2.4
2.4.1 Inspeksi
Perbandingan Dinding Dada Diagnosa Banding
(DD) dan Dinding Perut (DP)
DD // DP T.a.k
DD > DP Gizi buruk, PPOK
DP > DD Megakolon kongenital, Hamil,
Asites, Ileus
2.4.2 Auskultasi
Auskultasi Diagnosis Banding
BU (+) < 5
BU (+) 5 – 34 Tak ada kelainan
BU (+) > 34 Ileus obstruktivus
BU (–) Ileus paralitikus
Suara dentingan logam (metallic Ileus obstruktivus
sound)
2.4.3 Perkusi
Timpani/hipertimpani/pekak
Pekak alih (PA), pekak sisi (PS)
2.4.4 Palpasi
Otot Perut Diagnosis Banding
Supel Tak ada kelainan
Distensi (distensed) Ileus obstruktivus
Epistotonus Tetanus
Hepar (Hati) Diagnosis Banding
Tidak teraba besar (ttb) Tak ada kelainan
Teraba besar Hepatomegali
Teraba sekian (sebutkan) cm Anemia hemolitika
dibawah Arcus Costa Dextra Thalasemia
(BACD) Dekompensasi kordis sinistra
Sekalian (sebutkan) cm Gagal jantung kongestif (CHF)
dibawah Processus Xyphoideus
(BPX)
Lien (Empedu) Diagnosis Banding
Liver span normal Tak ada kelainan
Liver span di atas normal Splenomegali
Anemia hemolitika
Thalasemia
Dekompensasi kordis dekstra
Gagal jantung kongestif (CHF)
Splenomegali idiopatik
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam melakukan pengkajian perut, perawat harus memahami struktur
anatomi perut yang meliputi daerah-daerah bagian dan batas-batas perut. Untuk
mempermudah pemeriksaan, secara anatomis perut dibagi menjadi empat kuadran
dan sembilan bagian. Pembagian perut kedalam kuadran-kuadran dilakukan dengan
cara membuat garis vertikal bayangan dari prosesus sipoidius ke simpisis pubis, dan
membuat garis horizontal bayangan yang melintang pada umbilicus.
Pemeriksaan fisik mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien
yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada
klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi
pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus dilakukan pada kondisi tersebut,
baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik
untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan, memilih intervensi yang tepat
untuk proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA