Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN DASAR II

“PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN”

Disusun Oleh :

1. Lina Siti Nurhasanah 88170007


2. Mela Deliani 88170009
3. Ida Nursolihah 88170013
4. Ajeng Dwi Lestari 88170025
5. Irma Ika Sari 88170026

Kelas : 88.3A.33

Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas BSI
Bandung
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Pengkajian Fisik Bagian Abdomen” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat
dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Bandung, September 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pengkajian Perut
Perut merupakan suatu bagian tubuh yang mempunyai rongga tempat
beberapa organ-organ penting tumbuh yaitu lambung, usus, hati, limpa, serta ginjal.
Bentuk perut yang normal adalah simetris baik pada orang yang gemuk maupun
kurus. Perut menjadi besar dan tidak simetris pada beberapa keadaan misalnya
kehamilan, tumor dalam rongga perut, tumor ovarium atau tumor kandung kemih.
Perut dapat membesar setempat misalnya pada pembengkakan hati, ginjal, limpa
atau kandung empedu. Permukaan perut normal nampak halus, lembut dengan
kontur datar, melingkar atau cekung. Apabila ada pembesaran, maka kulit perut
menjadi tegang, licin dan tipis. Pada keadaan setelah distensi berat, kulit perut
menjadi berkeriput dan pada keadaan ikterik, kulit perut akan nampak kuning.
Gerakan perut berkaitan dengan aktifitas pernafasan yaitu mengempis pada saat
ekspirasi dan mengembung pada saat inspirasi. Gerakan ini menjadi perlawanan bila
terjadi kelumpuhan diafragma. Selain gerakan yang berkaitan dengan pernapasan
tersebut, pada dinding perut dapat menunjukan denyutan yaitu pada daerah
epigastrium khususnya pada orang yang kurus. Apabila ada tumor aorta, maka
denyutan aorta akan dihantarkan oleh tumor tersebut ke dinding perut.
Dalam melakukan pengkajian perut, perawat harus memahami struktur
anatomi perut yang meliputi daerah-daerah bagian dan batas-batas perut.untuk
mempermudah pemeriksaan, secara anatomis perut dibagi menjadi empat kuadran
dan sembilan bagian. Pembagian perut kedalam kuadran-kuadran dilakukan dengan
cara membuat garis vertikal bayangan dari prosesus sipoidius ke simpisis pubis, dan
membuat garis horizontal bayangan yang melintang pada umbilicus.
Dari dua garis bayangan tersebut, maka akan timbul empat daerah pada perut
yaitu kuadran kanan atas, kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri
bawah. Pembagaian perut menjadi sembilan daerah dilakukan dengan cara membuat
dua garis vertikal bayangan yang lurus dari titik tengah ligament inguinal ke arah
superior, dan dua garis horizontal bayangan, satu garis setinggi batas bawah tulang
rusuk,dan satu garis yang lain setinggi krista iliaka.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa saja riwayat kesehatan yang berkaitan dengan pengkajian perut?
1.2.2 Apa saja ciri-ciri normal perut dan struktur di dalamnya?
1.2.3 Apa saja persiapan yang diperlukan dalam pengkajian perut?
1.2.4 Apa saja teknis-teknis yang digunakan untuk mengkaji perut dan organ-organ
yang terkait?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Mengetahui riwayat kesehatan yang berkaitan dengan pengkajian perut.
1.3.2 Mengetahui ciri-ciri normal perut dan struktur di dalamnya.
1.3.3 Mengetahui persiapan yang diperlukan dalam pengkajian perut.
1.3.4 Mengetahui teknis-teknis yang digunakan untuk mengkaji perut dan organ-
organ yang terkait.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RIWAYAT KESEHATAN


Kelengkapan dan keakuratan pengkajian perut tergantung pada ketepatan
perawat dalam menanyakan riwayat kesehatan serta pada kemampuan perawat
dalam mengkaitan respon pasien dengan data hasil pengkajian fisik. Dalam
mengkaji perut atau sistem perncernaan, perawat harus mendapatkan informasi pula
tentang jenis makanan pasien, nafsu makan, pencernaan, pola BAB, obat yang
diminum serta gangguan pencernaan yang pernah dan yang sedang dialami.
Dalam riwayat kesehatan yang dikumpulkan meliputi :
1) pola sehat sakit
2) pola pemeliharaan kesehatan
3) pola peranan kekerabatan
Untuk mengkaji pola sehat sakit, gunakan beberapa pertanyaan yang berfokus
pada status kesehatan sekarang, dahulu, keluarga serta pertimbangan perkembangan.
Dalam mengumpulkan data status kesehatan sekarang, secara teliti ajukan
pertanyaan tentang keuhan utama pasien dengan menggunakan pola PQRST.
Kemudian lanjutkan pertanyaan mengenai fungsi sistem pencernaan (apakah nyeri
pada mulut, kerongkongan, perut atau rektum, kesulitan menelan, perubahan BAB,
perubahan feses). Berikutnya status kesehatan dahulu dikumpulkan sebagai
informasi tambahan (masalah sistem pencernaan yang pernah diderita, pembedahan
pada sistem pencernaan, penggunaan laksantia/enema). Kemudian kumpulkan data
status kesehatan keluarga dengan menanyakan adakah keluarga yang menderita
kanker kolorektal atau polip. Pada pengkajian pola sehat sakit ini, status
perkembangan harus dipertimbangkan bila pasien adalah bayi, hamil atau pasien
usia lanjut perawat perlu menanyakan tentang warna, konsistensi dan jumlah feses
bayi selain pertanyaan tentang setiap gangguan pencernaan.
Wanita hamil biasanya mudah mengalami konstipasi karena adanya
perubahan letak kolon, selalu diingatkanlah bahwa usia lanjut menyebabkan
perubahan motalitas dan ukuran liver serta berkurangnya sekresi enzim pencernaan
yang menyebabkan kemunduran fungsi pencernaan dan ketahanan terhadap
makanan.
Untuk mengetahui pola pemeliharaan kesehatan ajukan kebiasaan pasien
yang berpengaruh terhadap sistem pencernaan misalnya kebiasaan merokok (kanker
mulut), minum alcohol (penyakit pankreas dan hepar), pengguna kafein (iritasi
lambung, penurunan gerakan usus), perawatan gigi dan gusi (gingivitis, gigi
tanggal), aktivitas atau olahraga (konstipasi) dan sumber stres.
Data pola peranan kekerabatan dikumpulkan dengan menanyakan apakah
pasien baru datang dari luar negeri (kemungkinan membawa parasit baru),
kebiasaan makan keluarga dan apakah ada masalah skologis (dapat menimbulkan
masalah makanan dan pola eliminasi).
Setelah data riwayat kesehatan terkumpul, maka lakukan pengkajian fisik.
Teknik yang digunakan dalam pengkajian perut adalah : inspeksi, auskultasi,
perkusi, dan palpasi. Sebelum melakukan pengkajian maka perawat harus
mempersiapkan pasien sehingga hasil pengkajian diperoleh akan lebih akurat.
Perawat menganjurkan pasien membuka baju untuk menampakan daerah perut.
Pasien diatur berbaring di tempat permukaan yang datar dengan kepala pasien diatur
sedikit keatas pada bantal. Pasien dianjurkan rileks dengan kedua tangan diletakan
disamping tubuhnya serta dianjurkan bernafas secara bebas. Perawat dapat berdiri
atau duduk disebelah kanan pasien. Sebelum memulai pengkajian, perawat perlu
memastikan bahwa ruangan, peralatan dan pemeriksaan siap serta pasien diberitahu.

2.2 SYARAT SYARAT PEMERIKSAAN ABDOMEN


Syarat syarat yang harus terpenuhi dalam melakukan pemeriksaan abdomen yaitu :
1) Pasien dalam keadaan rileks, untuk memudahkan keadaan tersebut antara lain :
a. Kandung kemih harus kosong
b. Pasien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut
c. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakan
diatas kepala
d. Gunakan tangan dan stetoskop yang hangat, caranya dengan
menggosokan kedua telapak tangan dan menempelkan stetoskop pada
telapak tangan
e. Pemeriksaan dengan perlahan-lahan
f. Ajaklah pasien berbicara bila perlu dan mintalah pasien untuk
menunjukan daerah nyeri
g. Perhatikanlah ekspresi muka pasien selama pemeriksaan
2) Daerah abdomen mulai dari prosesus xiphoideus sampai simpisis pubish harus
terbuka.
3) Pemeriksaan disebelah kanan pasien.

2.3 URUTAN PEMERIKSAAN


2.3.1 Inspeksi
Adalah memeriksa dengan melihat dan mengingat. Dengan melihat maka kita
mendapatkan hasil pemeriksaan dalam hal antara lain :
– Kesan umum penderita : apakah tampak kesakitan atau tidak, bagaimana
cara jalannya, dll.
– Warna-warna dari permukaan tubuh yang dapat dilihat seperti: warna kulit,
warna sklera, pucat sianosis, dll.
– Bentuk : bentuk badan, bagian badan tertentu.
– Ukuran : perbandingan antara bagian tubuh atau abnormal dari dinding
dada pada waktu bernapas.
Cara Pemeriksaan :
1) Mintalah pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan disisi tubuh.
Letakkan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk
melemaskan/relaksasi otot-otot abdomen
2) Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen
3) Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna
abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan
striae serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal
4) Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilicus
5) Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan.
Bila abdomen tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping
dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan
panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari
biasanya.
6) Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan
memasang tali/perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul
dikedua sisi tali/perban untuk menandai dimana batas lingkar abdomen,
lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan abdomen,
maka jarak kedua simpul makin menjauh
7) Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal
8) Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan
peristaltik atau denyutan aortik.

2.3.2 Auskultasi
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltik usus dan
bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
– Mendengarkan suara pelistaltik usus
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan
ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltik usus terjadi akibat adanya
gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/
menit. Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit
(borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan
tegang, peristaltik lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam
(metallic-sound). Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah,
frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.
– Mendengarkan suara pembuluh darah
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolik, atau kedua fase.
Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit).
Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di
daerah epigastrium.
Cara Pemeriksaan
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus
dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur
seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali permenit. Normal tidak
terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral, apabila
terdapat desiran mungkin suatu aneurisma.
– Persiapan alat
Stetoskop
– Persiapan pasien
Jelaskan pada pasien
– Cara pemeriksaan :
1) Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala
2) Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di
daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar
tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk
mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus
3) Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada
bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya
4) Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan
sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen
5) Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi
desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik,
ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat
terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta
6) Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ada bising
usus pada kartu status.

2.3.3 Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara
keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya
massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat
dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen.
Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang
berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis
untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada
perforasi usus, pekak hati akan menghilang.
Cairan bebas dalam rongga abdomen.
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan
suara perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara
dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila
pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah.
Cara pemeriksaan asites :
1) Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave)
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah
ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang
cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain. Pasien tidur terlentang,
pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi abdomen dan
tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen
sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
2) Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness)
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah.
Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara
timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada
satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke
redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.
Cara pemeriksaan :
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada
saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ
berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan
bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
1) Perkusi Batas Hati
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan
pasien
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus,
geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani
menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas
hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak
batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian
bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
2) Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian
epigastrium kiri
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani.
3) Perkusi Ginjal
a. Posisi pasien duduk atau berdiri
b. Pemeriksa dibelakang pasien
c. Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan
kanan
d. Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri.

2.3.4 Palpasi
Sebelum melakukan palpasi perawat dapat menghangatkan tangan dan
meletakkan telapak tangan pada perut pasien dengan jari jari paralel
terhadap perut. Jari-jari digerakkan secara agak melingkar dan ditekankan
kebawah kira-kira sedalam 1 cm atau sedalam jaringan subkutan. Palpasi
dalam dilakukan pada semua area 4 kuadran perut, area yang sensitif
dikerjakan paling akhir. Penekanan kebawah dilakukan sedalam 4-5 cm.
1) Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah :
– Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring
terlentang. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
– Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak
tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan
ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang
mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
– Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila
ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa
paling akhir.
– Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka
pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer
& spasme sejati; dengan menekan daerah muskulus rectus, minta
pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu
adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus
pernapasan, itu adalah spasme sejati.

2) Jenis-jenis Palpasi
a. Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan,
dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien
sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding abdomen.
b. Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana
terdapat asites. Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak
pada dinding abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali.
Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga organ atau
massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba
saat memantul. Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa
ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan
dirasakan pantulannya pada tangan lainnya. Setiap ada perabaan
massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri
spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan
skematisnya.
 Palpasi Hepar
Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada
kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis
pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta
untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran
hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa
dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus.
Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual dengan tujuan
terutama untuk mengetahui adanya pembesaran.
– Berdirilah disamping kanan pasien
– Letakkan kanan kiri pada dinding toraks posterior kira-kira pada
tulang rusuk ke 11/12
– Tekankan kanan kiri tersebut ke atas sehingga sedikit
mengangkat dinding dada
– Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan
dengan membentuk sudut kira-kira 45 derajat dengan otot rektus
abdominal atau paralel terhadap otot rektus abdominal dengan
jari-jari ketulang rusuk
– Sementara pasien ekhalasi lakukan penekanan sedalam 4-5 cm
kearah bawah tulang rusuk
– Jaga posisi tangan anda dan suruh pasien inhalasi dalam
– Sementara pasien inhalasi rasakan batas hepar bergerak
menentang tangan anda yang secara normal terasa dengan kontur
regular bila hepar teraba jelas suruh pasien menarik nafas
sementara anda memberikan tekanan sedikit lebih dalam
– Bila hepar membesar maka lakukan palpasi dibatas bawah tulang
rusuk kanan
 Palpasi Lien
Lakukan palpasi lien dengan cara meletakkan tangan kiri diantara
Spasium interkosta 10-12, lalu berikan penekanan ke arah cranial.
Posisikan tangan kanan pemeriksa disebelah atas kosta, tekan kearah
lien. Pasien diminta untuk inspirasi. Secara normal tidak teraba.
Pembesaran lien didasarkan atas skala Scuffner. Skala scuffner
dimulai dari 1 hingga 8. Nilai 0 bila tidak membesar, 1-3 bila
pembesaran antara posisi lien hingga umbilicus. Skor 4 bila tepatid
umbilicus dan skor 5-8 bila lien membesar dari posisi lien normal
hingga kuadran kanan bawah. Lien yang membesar disebut dengan
Speenomegali.
 Palpasi Ginjal
Secara anatomis, lobus atau kedua ginjal menyentuh diafragma dan
ginjal turun sewaktu inhalasi. Ginjal kanan normal nya lebih mudah
di palpasi dari pada ginjal kiri, karna ginjal kanan terletak lebih
bawah dari pada ginjal kiri. Ginjal kanan terletak sejajar dengan
tulang rusuk ke 12 dan ginjal kiri sejajar dengan tulang rusuk ke 11.
Ginjal orang dewasa pada umumnya memiliki panjang 11cm, lebar
4-7 cm dan tebal 2,5cm.
Dalam melakukan palpasi ginjal maka posisi pasien diatur supinasi
dan perawat yang melakukan palpasi berdiri disini kanan pasien.
Langkah kerja palpasi ginjal :
– Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri anda
di bawah panggul, dan elevasikan ginjal kea rah anterior
– Letakkan tangan kanan anda pada dinding perut anterior pada
garis midklavikularis dari pada tepi bawah batas kosta
– Tekankan tangan kanan anda secara langsung ke atas sementara
pasien menarik nafas panjang. Pada orang dewasa yang
normal,ginjal tidak teraba tetapi pada orang yang sangat kurus,
bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan
– Bila ginjal teraba, rasakan mengenai kontur (bentuk), ukuran,
dan adanya nyeri tekan
– Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan di sisi seberang
tubuh pasien, dan letakkan tangan kiri anda di bawah panggul
kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.
 Palpasi Kandung Kemih
Dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tangan.
Kandung kemih teraba terutama bila mengalami distensi akibat
menimbunan urine. Bila ditemukan adanya distensi, maka lakukan
perkusi pada area kandung kemih untuk mengetahui suara atau
tingkatan redupnya.
 Pengkajian Anus
Anus merupakan bagian paling distal dari traktus gastro
intestinal.pada orang dewasa,panjang saluran anus sekitar 4cm dan
panjang rectum sekitar 12cm.pada daerah persambungan antara anus
dan rectum,kulit yang melingkar pada anus berganti menjadi selaput
lender yang melingkar pada dinding rectum.bagian dalam rectum
bersambungan dengan kolon sigmoid sedangkan bagian distal atau
bagian luarnya merupakan suatu saluran bernama anus dengan ujung
ujung saraf somatic yang sangat sensitive terhadap rasa tidak enak.
Secara umum tujuan pengkajian disini untuk mendapatkan data
mengenai kondisi anus dan rectum.pada pasien pria pengkajian juga
bermanfaat untuk mengetahui keadaan prostat.
Peralatan yang perlu dipersiapkan antara lain selimut untuk
menutup bagian bagian yang tidak diperiksa,sarung tangan steril
atau disposable dan pelumas.
Langkah kerja :
– Bantu pasien untuk mengatur posisi dorsal rekumben.Atur paha
berotasi keluar,lutut fleksi dan tutuplah bagian tubuh yang tidak
diperiksa
– Nampakan bagian pantat dan anjurkan pasien untuk memusatkan
perhatian
– Lakukan inspeksi pada anus untuk mengetahui ada tidaknya
hemoroid, lesi, atau kemerahan. Normalnya kulit anus Nampak
utuh tidak ada hemoroid, lesi atau kemerahan
– Kenakan sarung tangan dan beri pelumas pada jari penunjuk
kemudian perlahan-lahan masukan jari tersebut kedalam anus dan
rectum
– Lakukan palpasi pada dinding rectum dan rasakan ada tidaknya
nodula, massa, serta nyeri tekan. Bila ditemukan adanya masa,
catat lokasinya secara jelas, misalnya teraba benjolan pada
dinding anterior 2cm proksimal terhadap spingter ani internal
– Pada pria lakukan palpasi pada dinding anterior untuk
mengetahui glandula prostat. Normalnya glandula prostat dapat
teraba dengan diameter sekitar 4cm dan tidak nyeri tekan
– Pada wanita lakukan palpasi serviks melalui dinding rektal
anterior. Normalnya serviks teraba licin melingkar tegas dan
dapat digerakan
– Setelah selesai, Tarik jari anda dari rectum dan anus, amati
keadaan feses pada sarung tangan. Normalnya feses berwarna
coklat dan tidak mengandung darah
– Catat hasil pemeriksaan.
2.4
2.4.1 Inspeksi
Perbandingan Dinding Dada Diagnosa Banding
(DD) dan Dinding Perut (DP)
DD // DP T.a.k
DD > DP Gizi buruk, PPOK
DP > DD Megakolon kongenital, Hamil,
Asites, Ileus

2.4.2 Auskultasi
Auskultasi Diagnosis Banding
BU (+) < 5
BU (+) 5 – 34 Tak ada kelainan
BU (+) > 34 Ileus obstruktivus
BU (–) Ileus paralitikus
Suara dentingan logam (metallic Ileus obstruktivus
sound)

2.4.3 Perkusi
 Timpani/hipertimpani/pekak
 Pekak alih (PA), pekak sisi (PS)

2.4.4 Palpasi
Otot Perut Diagnosis Banding
Supel Tak ada kelainan
Distensi (distensed) Ileus obstruktivus
Epistotonus Tetanus
Hepar (Hati) Diagnosis Banding
Tidak teraba besar (ttb) Tak ada kelainan
Teraba besar Hepatomegali
 Teraba sekian (sebutkan) cm  Anemia hemolitika
dibawah Arcus Costa Dextra  Thalasemia
(BACD)  Dekompensasi kordis sinistra
 Sekalian (sebutkan) cm  Gagal jantung kongestif (CHF)
dibawah Processus Xyphoideus
(BPX)
Lien (Empedu) Diagnosis Banding
Liver span normal Tak ada kelainan
Liver span di atas normal Splenomegali
 Anemia hemolitika
 Thalasemia
 Dekompensasi kordis dekstra
 Gagal jantung kongestif (CHF)
 Splenomegali idiopatik
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam melakukan pengkajian perut, perawat harus memahami struktur
anatomi perut yang meliputi daerah-daerah bagian dan batas-batas perut. Untuk
mempermudah pemeriksaan, secara anatomis perut dibagi menjadi empat kuadran
dan sembilan bagian. Pembagian perut kedalam kuadran-kuadran dilakukan dengan
cara membuat garis vertikal bayangan dari prosesus sipoidius ke simpisis pubis, dan
membuat garis horizontal bayangan yang melintang pada umbilicus.
Pemeriksaan fisik mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien
yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada
klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi
pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus dilakukan pada kondisi tersebut,
baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik
untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan, memilih intervensi yang tepat
untuk proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC


https://doktermuslim.com/pemeriksaan-abdomen/amp/

Anda mungkin juga menyukai