Anda di halaman 1dari 44

TUGAS

LAPORAN PENDAHULUAN &


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

“Pemeriksaan Fisik Abdomen, Kumbah Lambung, NGT, Klisma/Huknah


Nebulizer, Batuk Efektif, Suction, Fisioterapi Dada”

Tugas Ini dibuat dalam Memenuhi Tugas Mata Kuliah


PRAKTIKUM KEPERAWATAN DEWASA

Dosen Pembimbing :
Esi Afriyanti, S.Kp.M.Kes

Dibuat Oleh :
Rini Safitri
1711316058

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Laporan
Pendahuluan &
Standar Operasional Prosedur tepat pada waktunya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu baik materi maupun nonmateri, terutama kepada dosen pembimbing ibu
Esi Afriyanti, S.Kp.M.Kes .
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam isi maupun penyusunannya, baik dalam
penyajian data, bahasa maupun sistematika pembahasannya. Oleh sebab itu,
kami mengharapkan masukan atau kritikan maupun saran yang bersifat
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini sedikit banyaknya dapat
membawa manfaat kepada kita semua. Amin

Padang, 13 Mei 2018

Penulis
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
Pengertian
Abdomen merupakan suatu rongga dalam badan di bawah diafragma sampai dasar pelvis.
Pemeriksaan fisik abdomen adalah pemeriksaan abdomen di bawah arkus kosta kanan kiri
sampai daerah inguinal.
Pemeriksaan fisik Abdomen adalah Suatu tindakan yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi yang dilakukan untuk mengetahui bentuk dan fungsi serta kelainan organ yang
ada di dalam rongga abdomen dan sekitarnya.

Topografi anatomi abdomen


Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan
lokalisasi kelainan, yaitu:
1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui
umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri
bawah.
2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis
vertikal.
a. Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan
yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
b. Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-
line abdomen.
c. Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal
kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka
kiri.
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat dan
teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat teraba di daerah
tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon
asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan
organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine
dan uterus gravid teraba di daerah suprapubik.
Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan agar hasil
pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum melakukan manipulasi terhadap
abdomen.
Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah disepakati, yaitu :
Titik Mc Burney : titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3
lateral dari garis yang menghubungakan SIAS dengan umbilikus. Titik Mc Burney tersebut
dianggap lokasi apendiks yang akan terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis.
Garis Schuffner : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus
(dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini
digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.

Pembagian daerah abdomen:


1. Pembagian berdasarkan 9 regio
2. Epigastrik
3. Umbilical
4. Hipogastrik
5. Hipokondrial kanan
6. Hipokondrial kiri
7. Lumbal kanan
8. Lumbal kiri
9. Inguinal kanan
10. Inguinal kiri
Pembagian berdasarkan 4 kuadran
1. kuadran I = kanan atas
2. kuadran II = kiri atas
3. kuadran III = kiri bawah
4. kuadran IV = kanan bawah
Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan 4 (empat) tehnik/cara yaitu
1. Inspeksi
2. Auskultasi
3. Palpasi
4. Perkusi

Tujuan:
1. Mengetahui kesimetrisan dinding perut saat respirasi, mengkaji tanda luka, umbilical,
kulit dinding perut, bentuk dan gerakan perut
2. Memperkirakan gerakan usus dan kemungkinan adanya gangguan vascular/
mendengarkan suara peristaltik usus
3. Memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan usus (timpani atau
redup)
4. Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau massa dalam perut
5. untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi organ-organ dan struktur-struktur
dalam perut (intra abdominal)
6. untuk mengetahui area-area nyeri tekan, nyeri superficial, dan adanya massa
7. untuk mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih
Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Penggaris kecil
3. Pencil gambar
4. Bantal kecil
5. Pita pengukur
6. Ruangan yang tenang dan terang
7. Kursi/ tempat tidur
Persiapan pasien
1. Pasien dan keluarga dijelaskan dan atur posisi pasien senyaman mungkin
2. Minta pasien untuk mengosongkan kandung kemih terlebih dahulu
3. Menyuruh penderita berbaring dan membuat penderita dalam keadaan rileks
4. Menyuruh penderita membuka pakaian bagian atas sehingga daerah dari px
kesimpisis pubis harus terbuka
5. Penderita telentang dengan bantal yang tipis di bawah kepala dan bantal yang tebal
dibawah lutut dan lutut menekuk
6. Kedua tangan diletakkan disamping badan atau menyilang di dada penderita
7. Gunakan tangan yang hangat dan diafragma stetoskop yang hangat dengan cara
menggosokkan kedua telapak tangan dan menggosokkan bagian diafragma stetoskop

Prosedur pelaksanaan;
A. Inspeksi
1. Atur pencahayaan yang baik
2. Pemeriksa berada di sebelah kanan penderita
3. Posisikan pasien dengan tepat, yaitu berbaring terlentang dengan tangan di kedua sisi
dan sedikit menekuk. Bantal kecil diletakkan di bawah lutut untuk menyokong dan
melemaskan otot-otot abdomen
4. Buka abdomen mulai prosesus sifoideus sampai simpisis pubis
5. Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, kontur permukaan perut, retraksi,
penonjolan, ketidak simetrisan, jaringan parut, striae, dll
6. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan adanya inflamasi,/ pengeluaran umbilikus
7. Observasi gerakan-gerakan kulit pada perut pada saat inspirasi dan ekspirasi

B. Auskultasi
1. Hangatkan bagian diafragma dan bell stetoskop
2. Letakkan sisi diafragma ststoskop tadi di atas kuadran kanan bawah pada area sekum.
Berikan tekanan yang sangat ringan, minta pasien agar tidak berbicara.
3. Dengarkan bising usus dan perhatikan frekuensi serta karakternya
4. Catat bising usus apakah terdengar normal, tidak ada, hiperaktif, atau hipoaktif
5. Jika bising usus tidak terdengar, lanjutkan pemeriksaan sistematis, dengarkan setiap
kuadran abdomen
6. Diperlukan 5 menit secara terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksa
menentukan tidak adanya bising usus
7. Letakkan bagian bell/ sungkup stetoskop di atas aorta, arteri renalis, arteri iliaka dan
arteri femoralis
8. Letakkan bagian bell stetoskop pada daerah preumbilikal/ sekeliling pusat untuk
mendengarkan bising vena

C. Perkusi
1. Perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam
2. Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan
3. Lakukan perkusi pada area timpani dan redup
4. Suara timpani memiliki ciri nada lebih tinggi dari pada resonan, yang mana suara ini
dapat didengarkan pada rongga atau organ yang berisi udara seperti lambung, usus,
kandung kemih
5. Suara redup mempunyai ciri nada lebih rendah atau lebih datar dari pada resonan.
suara ini dapat didengarkan pada masa padat misalnya keadaan acites, keadaan
distensi kandung kemih, serta pada pembesaran atau tumor hepar dan limfe

Perkusi Untuk Menentukan Posisi Dan Ukuran Hati


1. berdiri di sisi kanan pasien
2. lakukan perkusi dari garis midklavikula kanan tepat di bawah umbilikus ke atas
melewati area timpani sampai terdengar suara redup, beri tanda dengan pensil pada
tempat mulai ditemukannya suara redup (merupakan batas bawah hepar)
3. lakukan perkusi pada garis midklavikula kanan yang dimulai dari area resonan paru-
paru ke bawah sampai ditemukan suara redup, beritanda pada tempat mulai ditemukan
suara redup (merupakan batas atas hepar)
4. ukur jarak antara 2 tanda tadi dalam satuan sentimeter. Normalnya panjang hepar
pada garis midclavikula adalah 6-12 cm dengan batas bawah terletak pada atau sedikit
di bawah tulang rusuk
5. jika diduga ada pembesaran ukur penurunan hati dengan meminta pasien menarik
nafas dalam dan menahan, lalu pemeriksa melanjutkan perkusi ke atas dari abdomen
ke garis midclavikula kanan
Perkusi Lambung
1. Posisi pasien tidur terlentang
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri
4. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani

D. PalpasI
Palpasi ringan
1. Palpasi ringan abdomen di atas setiap kuadran. Hindari area yang sebelumnya sebagai
titik bermasalah
2. Perawat meletakkan tangan secara ringan di atas abdomen dengan jari-jari ekstensi
dan berhimpitan
3. Perawat meletakkan tangan pada abdomen pasien dengan jari-jari pararel terhadap
abdomen
4. Jari-jari telapak tangan sedikit menekan perut sedalam 1 cm
5. Palpasi untuk mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal, atau adanya massa
6. Selama palpasi, observasi wajah pasien untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan
7. Jika ditemukan rasa nyeri, uji adanya nyeri lepas. Nyeri lepas bisa diketahui dengan
cara menekan dalam kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri
timbul setelah tangan dilepaskan
8. Lakukan palpasi di sekitar umbilikus dan cincin umbilikal

Palpasi dalam
1. Gunakan metode palpasi bimanual
2. Tekanan dinding abdomen sedalam 4-5 cm
3. Catat adanya massa dan struktur organ di bawahnya. Jika terdapat massa, maka catat
ukuran, lokasi, mobilitas, kontur dan kekuatannya

Palpasi hepar/ hati


1. Berdirilah disamping kanan pasien
2. Letakkan tangan kiri anda pada torak posterior kira-kira pada tulang rusuk ke 11 atau
12
3. Tekankan tangan kiri tersebut keatas sehingga sedikit mengangkat dinding dada
4. Letakkan tangan kanan pada atas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan membentuk
sudut kira-kira 450 dengan otot rektus abdominal dengan jari-jari kearah tulang rusuk
5. sementara pasien ekhalasi, lakukan penekanan sedalam 4-5 kearah bawah pada batas
bawah tulang rusuk
6. jaga posisi tangan anda dan suruh pasien inhalasi / menarik nafas dalam
7. sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan anda yang
secara normal terasa dengan kontur regular. bila hepar tak terasa/teraba dengan jelas,
maka suruh pasien untuk menarik nafas dalam, sementara anda tetap mempertahankan
posisi tangan atau memberikan tekanan sedikit lebih dalam. kesulitan dalam
merasakan hepar ini sering dialami pada pasien obesitas
8. Bila hepar membesar, maka lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan. catat
pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa cm pembesaran terjadi di bawah
batas tulang rusuk

Palpasi limpa
1. Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien, pegang secara menyilang abdomen pasien
dengan tangan kiri pemeriksa serta letakkan tangan di bawah pasien dan di atas sudut
kontrovertebral. Tekan ke atas dengan tangan kiri diikuti dengan tangan kanan di
bagian secara bersamaan
2. Tempatkan telapak tangan kanan dengan jari-jari di atas abdomen, di bawah tepi kiri
kostal
3. Tekan ujung jari ke arah limpa kemudian minta klien menarik nafas dalam
4. Palpasi tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah ke arah tangan pemeriksa

Palpasi pasien asites


Cara pemeriksaan asites:
1. Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada
satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan
ke sisi yang lain. Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri
pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada
dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan
gelombang.
2. Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien tidur
terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada kedua
sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai
tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara
redup.

Palpasi ginjal
1. Ketika melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri di bawah puggung, dan
elevasikan ginjal ke arah anterior
2. Letakkan tangan kanan pada dinding perut anterior tepat di garis midclavikula pada
tepi bawah kosta
3. Tekankan tangan kanan secara langsung ke atas sambil meminta pasien menarik nafas
panjang. Pada orang dewasa normal, ginjal tidak teraba, tetapi pada orang yang sangat
kurus, bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan
4. Jika ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran, dan adanya nyeri tekan
5. Lakukan palpasi ginjal kiri dengan posisi pemeriksa berada di sisi sebelah tubuh
pasien, dan letakkan tangan kiri di bawah panggul kemudian lakukan tindakan seperti
pada palpasi ginjal kanan
PROSEDUR
PEMASANGAN NGT (NASO GASTRIC TUBE)

A. Definisi NGT
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung
sampai ke lambung. Digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada
seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan
secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara
disedot.

B. Tujuan dan Manfaat Tindakan Naso Gastric Tube digunakan untuk:


1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung (cairan,
udara, darah, racun)
2. Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambun
4. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia
5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi
pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung
sewaktu recovery (pemulihan dari general anaesthesia)

C. Peralatan
1. Slang nasogastrik (ukuran tergantung pada kebutuhan pasien)
2. Pelumas/ jelly
3. Spuit berujung kateter 60 ml
4. Stetoskop
5. lampu senter/ pen light
6. klem
7. Handuk kecil
8. Tissue- Spatel lidah
9. Sarung tangan dispossible
10. Plester
11. Kidney tray
12. Bak instrumen
D. Ukuran Selang Nasogastric
1. Digunakan berbagai ukuran selang, and pemilihan ukuran yang sesuai tergantung
pada tujuan penggunaan dan perkiraan lama/ durasi penggunaan selang.
2. Selang berdiameter kecil ( 8 Fr sampai 12 Fr ), lunak, fleksible, sering digunakan
untuk pasien yang membutuhkan enteral feeding untuk kurang dari 6 minggu.
3. NGT berdiameter besar, kurang flexible, lebih kaku, digunakan untuk pemberian obat,
dekompresi/pengurangan tekanan udara di lambung, dan untuk feeding jangka pendek
( biasanya kurang dari 1 minggu ).

E. Implementasi (Pemasangan)
1. NGTInsersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui
nasofaring klien ke dalam lambung.Slang mempunyai lumen berongga yang
memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam
lambung.
2. Pelaksana harus seorang professional kesehatan yang berkompeten dalam prosedur
dan praktek dalam pekerjaannya. Pengetahuan dan ketrampilan dibutuhkan untuk
melakukan procedure dengan aman adalah :
1) Anatomi dan fisiologi saluran gastro-intestinal bagian atas dan system
pernafasan.
2) Kehati-hatian dalam procedure pemasangan dan kebijaksanaan
penatalaksanaan NGT.
3. Pengetahuan mendalam pada pasien ( misalnya : perubahan anatomi dan fisiologi
yang dapat membuat sulitnya pemasangan NGT tersebut.

F. Langkah Pelaksanaan
1. Cuci tangan dan atur peralatan
2. Jika memungkinan, jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
3. Identifikasiü kebutuhan ukuran NGT klien
4. Bantu klien untuk posisi semifowler
5. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominant
kanankanan(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri).
6. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta klien untuk bernafas melalui satulubang
hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidungyang lain,
Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab ataulidi kapas.
7. Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah
dalamjangkauan klien.
8. Gunakan sarung tangan
a. Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.
(Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan
ujungmelingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga
ketonjolan sternum; tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang slang
denganplester kecil
b. Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang
hidungyang paling bersih
c. Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klienmenahan
kepala dan leher lurus dan membuka mulut
d. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring,
instruksikanklien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan
e. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan
lembuttanpa memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang
menggulung ditenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-
langkahnya), diantaraupaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam
f. Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang
hidung,hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien
membukamulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau
drainaselambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke
selangdan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop
jikaterdengar gemuruh, fiksasi slang.
g. Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2
inchi,sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada hidung,
lilitkansalah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitkan mengitari
slang
h. Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien.
i. Kurangi manipulasi atau merubah posisi klien sewaktu memasukan
NGT,termasuk juga batuk atau tersedak karena bisa menyebabkan cervical
injurykarena manual stabilization of the head sangat diperlukan
sewaktumelaksanakan prosedur.
j. Stabilisasikan posisi kepala.
G. Nutrisi Enteral
Nutrisi Enteral merupakan pemberian nutrient melalui saluran cerna dengan
menggunakan sonde (tube feeding).Nutrisi enteral direkomendasikan bagi pasien-
pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya secara volunter melalui
asupan oral. Pemberian nutrisi enteral dini (yang dimulai dalam 12 jam sampai 48 jam
setelah pasien masuk ke dalam perawatan intensif [ICU]) lebih baik dibandingkan
pemberian nutrisi parenteral.
1. Manfaat dari pemberian nutrisi enteral antara lain:
2. Mempertahankan fungsi pertahanan dari usus
3. Mempertahankan integritas mukosa saluran cerna
4. Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna
5. Mengurangi proses katabolic
6. Menurunkan resiko komplikasi infeksi secara bermakna
7. Mempercepat penyembuhan luka
8. Lebih murah dibandingkan nutrisi parenteral
9. Lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek dibandingkan dengan
Nutrisi Parenteral
10. Pasien-pasien yang dapat diberikan nutrisi enteral adalah mereka yang tidak
bisa makan, tidak dapat makan, dan tidak cukup makan (ASPEN, 1998)“Bila
usus bekerja, gunakanlah.
Biasanya, adanya bunyi usus dan flatus merupakan indikator bahwa saluran cerna
berfungsi, khususnya pada pasien-pasien paska pembedahan. Namun, penelitian
menunjukkan bahwa motilitas saluran cerna yang menurun pada periode paska
operasi ini, hanya mempengaruhi lambung dan usus besar (kolon), dan tidak
mempengaruhi fungsi usus halus. Berkurangnya ataupun hilangnya bunyi usus
tidak perlu sampai menghambat pemberian nutrisi enteral (Lewis et al 2001).
Sebaliknya, adanya bunyi usus juga tidak menjamin bahwa pemberian nutrisi
enteral bisa sukses, misalnya pada pasien-pasien dengan Intractable diarrhea.

H. Komplikasi Yang Disebabkan Oleh Ngt:


1. Komplikasi mekanis
1) Sondenya tersumbat.
2) Dislokasi dari sonde, misalnya karena ketidaksempurnaan melekatnya sonde
dengan plester disayap hidung.
2. Komplikasi pulmonal: misalnya aspirasi. Dikarenakan pemberian NGT feeding
yang terlalu cepat
3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
1) Yang menyerupai jerat
2) Yang menyerupai simpul
3) Apabila sonde terus meluncur ke duodenum atau jejunum. Hal ini dapat
langsung menyebabkan diare.
4. Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi

I. PERENCANAAN SECARA UMUM


Perencanaan untuk pemasangan NGT sesuai dengan tujuan dan manfaat tindakan dan
indikasi kontraindikasi
1. Perencanaan keperawatan yang bertujuan untuk menghindari beberapa
komplikasi
Komplikasi mekanis
a. Agar sonde tidak tersumbat perawat atau pasien harus teratur membersihkan
sonde dg menyemprotkan air atau teh sedikitnya tiap 24 jam bila aliran
nutrisi enteral sementara terhenti, sonde harus dibersihkan setiap 30 menit dg
menyemprotkan air atau teh.
b. Agar sonde tidak mengalami dislokasi sonde harus dilekatkan dg sempurna
di sayap hidung dg plester yg baik tanpa menimbulkan rasa sakit posisi
kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat tidur (+ 30°)
2. Komplikasi pulmonal: aspirasi
a. Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi
b. Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna.
c. Untuk mengontrol letak sonde tepat di lambung, kita menggunakan stetoskop
guna auskultasi lambung sambil menyemprot udara melalui sonde.
3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
a. Sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada
setiap pasien) panjangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang
hidung sampai keujung distal sternum.
b. Sonde harus diberi tanda setinggi permukaan lubang hidung
c. Sonde harus dilekatkan dg sempurna di sayap hidung dengan plester yang
baik tanpa menimbulkan rasa sakit
d. Perawat dan pasien harus setiap kali mengontrol letaknya tanda di sonde,
apakah masih tetap tidak berubah (tergeser).
4. Komplikasi yang disebabkan oleh yang zat nutrisi antara lain

J. KONTRAINDIKASI:
1. Nasogastric tube tidak dianjurkan atau digunakan dengan berlebihan kepada
beberapa pasien predisposisi yang bisa mengakibatkan bahaya sewaktu
memasang NGT, seperti:
2. Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior fossa
skull fracture. Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka potensial
akan melewati criboform plate, ini akan menimbulkan penetrasi intracranial.
3. Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali ingestion
juga beresiko untuk esophageal penetration.
4. Klien dg Koma juga potensial vomiting dan aspirasi sewaktu memasukan
NGT, pd tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti airway dipasang
terlebih dahulu sebelum NGT
5. Pasien dengan gastric bypass surgery yang mana pasien ini mempunyai
kantong lambung yang kecil untuk membatasi asupan makanankonstruksi
bypass adalah dari kantong lambung yang kecil ke duodenum dan bagian
bagain usus kecil yang menyebabkan malabsorpsi (mengurangi kemampuan
untuk menyerap kalori dan nutrisi).
PEMASANGAN NGT (NASO GASTRIC TUBE)
Nama :
NIM/Kelas :
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2
1 Menyiapkan alat :
1. Sonde lambung steril
2. Mangkok berisi air hangat
3. Spuit 20 cc, 30 cc, 50 cc
4. Pinset anatomi 1 buah dan kain kasa secukupnya
5. Klem arteri
6. Plester, gunting
7. Lumbricant/ jelly
8. Stetoskop
9. Gelas ukuran
10. Serbet/tissue
11. Makanan cair/buah/air kacang hijau yang diperlukan dalam
tempatnya
12. Air matang dalam gelas
13. Obat-obatan yang diperlukan (dihaluskan dulu)
14. Bengkok
15. Korentang dalam tempatnya
16. Sampiran/sketsel
17. Perlak dan alasnya
18. Spatel lidah
19. Spuit 5cc/3cc
20. Handscoen steril
21. pH steril/ kertas lakmus
2 Persiapan perawat :
1. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan pada pasien.
2. Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan berbaring atau
posisi semi fowler.
3 Persiapan lingkungan :
1. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
2. Ciptakan lingkungan yang tenang
4 Mencuci tangan dan memakai handscoen
5 Lubang hidung dibersihkan
6 Letakkan bengkok di dekat pasien
7 Pengalas dipasang di dada pasien
8 Sonde lambung diukur dari hidung ke telinga lalu ke
processus xyphoideus lalu beri tanda(diplester).
9 Licinkan ujung pipa dengan lumbricant/ jelly
10 Jepit pangkal pipa/sonde dengan klem.
11 Masukkan sonde melalui hidung perlahan-lahan sampai
pasien disuruh menelan (kalau sadar)
12 Mengecek sonde apakah telah masuk ke lambung dengan cara
memasukkan udara menggunakan spuit 5cc/3cc kedalam
lambung dan diauskultasi dengan stetoskop atau dengan
mengisap cairan lambung dengan spuit dan mengukur tingkat
keasaman lambung dengan pH strip
13 Pemberian diet sonde:
Memasang spuit 20 cc, 30 cc, atau 50 cc pada pangkal
pipa/sonde kemudian masukkan air matang ± 15 cc
(sebelumnya pipa dijepit dulu dengan klem)
14 Buka klem penjepit perlahan-lahan
15 Tuangkan/masukkan cairan selanjutnya secara terus menerus
sebelum spuit kosong
16 Masukkan obat sebelum makanan habis (bila ada)
17 Bila makanan habis sonde dibilas dengan air matang sampai
bersih kemudian sonde diklem.
18 Tutup pangkal sonde dengan kasa steril
19 Bila sonde dipasang permanen fiksasi dengan plester
20 Klien dirapikan dan diselimuti dengan baik
21 Mencuci tangan
22 Catat pada status pasien tindakan yang telah dilakukan,
makanan dan obat yang masuk
23 Bersihkan alat dan buang kotoran pada tempatnya
a. Lakukan irigasi teratur dengan volume cairan sedikit
untuk mempertahankan kepatenan.
b. Lakukan perawatan mulut lebih sering.
c. Berikan krim atau gliserin pada bibir untuk
mempertahankan kelembaban.
24 Evaluasi tindakan :
1. Sonde terpasang dengan tepat
2. Makanan dan minuman dapat masuk dan tidak terjadi
aspirasi
TOTAL : Malang,
Nilai = 1 x ..... + 2 x ..... x 100 = ........... x 100 ........./......../........
2x
= TTD
SOP (STANDARD OPERATIONAL PROSEDUR)
KUMBAH LAMBUNG

A. Pengertian
Kumbah lambung merupakan salah satu tindakan dalam memberikan pertolongan kepada
pasien dengan cara memasukkan air atau cairan tertentu dan kemudian mengeluarkannya
menggunakan alat yaitu NGT.

B. Tujuan
1) Membuang racun yang tidak terabsorbsi setelah racun masuk saluran pencernaan
2) Mendiagnosa perdarahan lambung
3) Membersihkan lambung sebelum prosedur endoscopy
4) Membuang cairan atau partikel dari lambung

C. Indikasi
1) Pasien yang keracunan makanan atau obat tertentu
2) Persiapan operasi lambung
3) Persiapan tindakan pemeriksaan lambung
4) Tidak ada reflex muntah
5) Gagal dengan terapi emesis
6) Pasien dalam keadaan tidak sadar

D. Kontraindikasi
1) Tidak dilakukan secara rutin. Prosedur dilakukan selama 60 menit setelah tertelan.
2) Pasien kejang
3) Untuk bahan toksik yang tajam dan terasa membakar (resiko aspirasi) seperti pestisida.

E. Alat dan bahan


1) Baki berisi selang NGT (ukuran dewasa 14 – 20Fr dan anak-anak 8 – 16Fr)
2) 2 buah baskom
3) Perlak dan handuk pengalas
4) Stetoskop
5) Spuit 10 cc
6) Plester
7) Nierbeken
8) Kom penampung
9) Air hangat
10) Kassa/tissue
11) Jelly
12) Hanscoen
13) Pinset
14) Tongue spatel
15) Corong
16) Gelas ukur

F. Prosedur
1) Cuci tangan dan atur peralatan
2) Gunakan sarung tangan
3) Jelaskan prosedur pada klien
4) Bantu klien untuk posisi semifowler (bila memungkinkan)
5) Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan kanan (atau
sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri)
6) Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas
7) Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam
jangkauan klien 8) Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai
dengan plester.
8) Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar
slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum;
tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang slang dengan plester kecil
9) Ujung atas NGT diolesi jelly, dan bagian ujung bawah di klem.
10) Minta klien menengadahkan kepala (bila memungkinkan), masukkan selang ke dalam
lubang hidung yang paling bersih
11) Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan
kepala dan leher lurus dan membuka mulut (bila klien dalam keadaan sadar)
12) Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien
untuk menekuk kepala ke depan dan menelan (bila klien dalam keadaan sadar)
13) Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa
memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang menggulung di tenggorokan,
tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong
klien untuk bernafas dalam
14) Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan
insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka mulut untuk melihat
slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit
sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan
lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.
15) Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan
1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu
ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang
16) Setelah NGT masuk pasien diatur dengan posisi miring tanpa bantal atau kepala lebih
rendah selanjutnya klem dibuka.
17) Corong dipasang diujung bawah NGT, air hangat dituangkan ke dalam corong jumlah
cairan sesuai kebutuhan (±500 cc). Cairan yang masuk tadi dikeluarkan dan
ditampung dalam baskom 19) Pembilasan lambung dilakukan berulang kali sampai air
yang keluar dari lambung sudah jernih.
18) Jika air yang keluar sudah jernih selang NGT dicabut secara pelan-pelan dan
diletakkan dalam baki.
19) Setelah selesai pasien di rapikan, mulut dan sekitarnya dibersihkan dengan tissue.
20) Bereskan peralatan
21) Perawat mencuci tangan
22) Terminasi
23) Pendokumentasian
SOP (STANDARD OPERATIONAL PROSEDUR)
KLISMA

A. PENGERTIAN
Huknah/Enema/klisma adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rectum dan kolon
sigmoid bawah dengan menggunakan jeli, diolesi dengan pelicin/cairan/pelumas. (Ratna
Aryani, 2009)

B. INDIKASI
 Konstipasi
 Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur
 Penggunaan laxative yang berlebihan
 Peningkatan stress psikologis
 Impaksi feses
 Persiapan praoperasi
 Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan neurologi
 Pasien dengan malena

C. KONTRAINDIKASI
1. Post operasi
2. Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, hemoroid, tumor rectum dan
kolon

D. DAMPAK PEMBERIAN HUKNAH/KLISMA


1. Dampak positif
a. Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi
b. Sebagai jalan alternatif pemberian obat
c. Menghilangkan distensi usus
d. Memudahkan proses defekasi
e. Meningkatkan mekanika tubuh

2. Dampak negative
a. Jika menggunakan larutan terlalu hangat akan membakar mukosa usus dan jika
larutan terlalu dingin yang diberikan akan menyebabkan kram abdomen
b. Jika klien memiliki kontrol sfingter yang buruk tidak akan mampu menahan larutan
enema

E. MACAM DAN TUJUAN ENEMA ATAU HUKNAH


Enema dapat diklasifikasikan kedalam 4 golongan menurut cara kerjanya diantaranya:
cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi (menahan),
dan mengembalikan aliran.

1. Cleansing Enema
Clensing Enema merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon dan rektum dan atau
dengan meregangkan intestinal dengan memasuki volume cairan. Ada 3 cleansing enema
yaitu :

a. Huknah Rendah
Low enema (huknah rendah) cara memasukkan cairan hangat ke dalam kolon
dessendens melalui anus dengan menggunakan kanula rektal melalui anus. Kanul
masuk 10-15 cm ke dalam rektal dengan ketinggian irigator 50 cm dengan posisi sims
kiri dengan larutan 500 ml. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2004).
1).Tujuan huknah rendah diberikan adalah :
a). Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi, colonoscopy
b). Merangsang peristaltik usus
c). Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostic

b. Huknah Tinggi
High enema (huknah tinggi) adalah tindakan memasukan cairan hangat ke dalam kolon
asenden dengan menggunakan kanula usus, dengan ketinggian irigator 30 cm dengan
posisi sims kanan, pemberian cairan hangat diberikan sekitar 750-1000 ml. (A. Aziz
Alimul Hidayat, 2004).
1). Tujuan huknah tinggi diberikan untuk :
a). Membantu mengeluarkan fases akibat konstipasi atau impaksi fekal
b). Membantu defaksi yang normal sebagai bagian dari program latihan defakasi
(bowel training program)
c). Tindakan pengobatan / pemeriksaan diagnostik
c. Gliserin Spuit
Memasukkan cairan melalui anus ke dalam kolon sigmoid dengan menggunakan spuit
gliserin bertujuan untuk melunakkan fases dan merangsang buang air besar serta
sebagai tindakan pengobatan.

2. Carminative Enema
Carminative enema diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan kedalam
rektum untuk mengeluarkan gas dimana ia meregangkan peritaltik. Untuk orang dewasa
dimasukkan 60-180 ml. Contoh enema carminative ialah larutan GMW, yang mengandung
30ml magnesium, 60ml gliserin, dan 90ml air.

3. Retention Enema
Retention enema, dimasukkan oil (pelumas) kedalam rektum dan kolon sigmoid, pelumas
tersebut tertahan untuk waktu yang lama (1-3 jam). Ia bekerja untuk melumasi rektum dan
kanal anal, yang akhirnya memudahkan jalannya fases.

F. PROSEDUR TINDAKAN
1. HUKNAH RENDAH
a. Persiapan alat
1). Handscoon bersih
2). Selimut mandi atau kain penutup
3). Perlak dan pengalas
4). Irigator lengkap dengan kanula rektal, selang dan klemnya
5). Cairan hangat 500 ml
6). Bengkok
7). Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air)
8). Tiang penggantung irigator
9). Pispot
10). Air pembersih
11). Kapas cebok/tissue toilet

b. Prosedur Pelaksanaan
1). Identifikasi kebutuhan klien
2). Salam terapeutik
3). Jelaskan prosedur dan tujuan
4). Dekatkan alat
5). Tutup sampiran
6). Cuci tangan
7). Pasang handscoon
8). Atur posisi klien (sims kiri)
9). Ganti selimut tidur dengan selimut mandi
10). Lepas pakaian bagian bawah
11). Pasang perlak di bawah gluteal pasien
12). Dekatkan bengkok
13). Sambung selang karet dan klem (tertutup) dengan irigator
14). Isi irigator dengan cairan yang sudah disediakan
15). Gantung irigator dengan ketinggian 50 cm dari gluteal klien
16). Hubungkan kanula rektal dengan selang karet
17). Keluarkan udara dari selang dengan mengalirkan cairan ke dalam bengkok
18). Olesi kanula rektal dengan jelly
19). Masukkan kanule ke anus, buka klem, masukkan cairan sebanyak 500 ml
secara perlahan
20). Jika cairan habis, klem selang dan cabut kanul dan masukkan kedalam
bengkok
21). Menganjurkan pasien tetap dalam posisi miring kiri dan menahan sebentar
BAB
22).Mempersilahkan pasien untuk BAB (bila pasien mampu) atau
memasang pispot untuk membantu pasien
23). Tarik alas dan perlak
24). Ganti selimut mandi dengan selimut tidur
25). Bantu pasien mengenakan pakaian bawah
26). Buka sampiran
27). Kaji respon klien
28). Rapihkan alat dan klien
29). Lepaskan sarung tangan
30). Cuci tangan
31). Dokumentasi
2. HUKNAH TINGGI
a. Persiapan alat
1). Handscoon bersih
2). Selimut mandi atau kain penutup
3). Perlak dan pengalas
4). Irigator lengkap dengan canule usus, selang dan klemnya
5). Cairan hangat 750 – 1000 ml
6). Bengkok
7). Pelicin (vaselin, sylokain, Jelly 2% /pelumas larut dalam air)
8). Tiang penggantung irigator
9). Pispot
10). Air pembersih
11). Kapas cebok/tissue toilet

b. Prosedur pelaksanaan
1). Identifikasi kebutuhan klien
2). Salam terapeutik
3). Jelaskan prosedur dan tujuan
4). Dekatkan alat
5). Tutup sampiran
6). Cuci tangan
7). Pasang handscoon
8). Atur posisi klien (sims kanan)
9). Ganti selimut tidur dengan selimut mandi
10). Lepas pakaian bagian bawah
11). Pasang perlak di bawah gluteal pasien
12). Dekatkan bengkok
13). Sambung selang karet dan klem (tertutup) dengan irigator
14). Isi irigator dengan cairan yang sudah disediakan
15). Gantung irigator dengan ketinggian 30 cm dari gluteal klien
16). Hubungkan kanula usus dengan selang karet
17). Keluarkan udara dari selang dengan mengalirkan cairan ke dalam bengkok
18). Olesi kanula usus dengan jelly
19). Masukkan kanule ke anus, klem dibuka, masukkan cairan sebanyak 750-1000 ml
secara perlahan
20). Jika cairan habis, klem selang dan cabut kanul dan masukkan kedalam bengkok
21). Menganjurkan pasien tetap dalam posisi miring kanan dan menahan sebentar
BAB
22).Mempersilahkan pasien untuk BAB (bila pasien mampu) atau
memasang pispot untuk membantu pasien
23). Tarik alas dan perlak
24). Ganti selimut mandi dengan selimut tidur
25). Bantu pasien mengenakan pakaian bawah
26). Buka sampiran
27). Kaji respon klien
28). Rapihkan alat dan klien
29). Lepaskan sarung tangan
30). Cuci tangan
31). Dokumentasi

3. GLISERIN SPUIT
a. Persiapan alat
1). Selimut mandi atau kain penutup
2). Perlak atau pengalas
3). Spuit gliserin 10-20 cc
4). Bengkok
5). Mangkuk kecil
6). Gliserin (dalam tempatnya)
Jika pasien bedrest:
7). Pispot (jika perlu)
8). Tissue
9). Waslap 2 buah
10). Baskom 2 buah
11). Handuk
12). Sabun
b. Prosedur Pelaksanaan
1). Identifikasi kebutuhan klien
2). Salam terapeutik
3). Jelaskan prosedur dan tujuan
4). Dekatkan alat
5). Tutup sampiran
6). Cuci tangan
7). Pasang handscoon
8). Atur posisi klien sims
9). Ganti selimut tidur dengan selimut mandi
10). Lepas pakaian bagian bawah
11). Pasang perlak di bawah gluteal pasien
12). Dekatkan bengkok
13). Teteskan gliserin pada punggung tangan untuk memeriksa kehangatan kemudian
tuangkan mangkok kecil
14). Isi spuit gliserin 10 – 20 cc dan keluarkan udara
15).Setelah pasien berada pada posisi miring, tangan kiri dan kanan mendorong
gluteal ke atas sambil memasukkan spuit perlahan-lahan hingga rectum
16). Masukkan spuit gliserin 7-10 cm untuk orang dewasa dan 5-7,5 cm untuk anak
serta 2,5-3,75 cm untuk bayi
17). Masukkan gliserin perlahan-lahan sambil menganjurkan pasien untuk menarik
napas panjang dan dalam.
18). Tarik spuit dan letakkan dalam bengkok.
19). Bantu pasien BAB :
 Bantu pasien ke toilet untuk pasien yang bisa ke toilet
 Untuk pasien dengan keadaan umum yang lemah dengan tirah baring, pasang
pispot
20). Ambil pispot
21). Bersihkan daerah perianal pada pasien yang BAB pada pispot
22). Bersihkan dengan tisu
23). Ambil waslap dan bersihkan dengan air sabun pada daerah perianal
24). Bilas dengan air bersih
25). Keringkan dengan handuk
26). Tarik alas dan perlak
27). Ganti selimut mandi dan selimut tidur
28). Bantu pasien mengenakan pakaian bawah
29). Buka sampiran
30). Rapikan alat dan klien
31). Lepaskan sarung tangan
32). Cuci tangan
33). Dokumentasikan warna dan konsistensi fases, adanya distensi abdomen
SOP (STANDARD OPERATIONAL PROSEDUR)
BATUK EFEKTIF

Definisi
Latihan batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, di mana klien
dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara
maksimal.
Definisi lain yaitu latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan mengganggu di
saluran nafas dengan cara dibatukkan.
Latihan batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara
maksimal. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara
maksimal.
Batuk merupakan rangsangan fisiologik yang secara refleks/otomatis terjadi bila
terdapat benda asing di di saluran nafas. Batuk efektif mengandung makna dengan batuk
yang benar, akan dapat mengeluarkan benda asing/sekret semaksimal mungkin dengan
penggunaan tenaga yang semaksimal mungkin. Bila klien mengalami gangguan pernafasan
karena akumulasi secret, ajarkanlah bagaimana melakukan batuk efektif.

Indikasi latihan batuk efektif


Latihan batuk efektif dapat dilakukan pada pasien COPD/PPOK, emfisema, fibrosis,
asma, chest infection, pasien-pasien dengan tirah baring lama, mereka yang tergolong
mempunyai risiko tinggi yaitu penderita penyakit paru kronik, penderita pasca bedah yang
mengalami imobilisasi dan mereka yang telah dilakukan sayatan pada toraks dan abdomen,
pasien dengan sputum yang banyak, seperti bronkhoektasis atau fibrosis kistik.

Kontraindikasi latihan batuk efektif


Kontra indikasi teknik batuk efektif adalah pada pasien-pasien dengan kelainan sistem
kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akut, aritmia dan kegagalan
jantung. Pasien-pasien dengan bedah syaraf akan meningkatkan tekanan intra kranial.

Tujuan latihan batuk efektif


1. Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret
2. Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laborat
3. Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret
4. Mengeluarkan secret dari saluran pernafasan
5. Mencegah komplikasi pernafasan dan sirkulasi

Prosedur Kerja Latihan Batuk Efektif


Peralatan:
1. Kertas tissue
2. Bengkok
3. Bantal
4. Perlak/alas
5. Sputum pot berisi desinfektan
6. Desinfektan lysol 2-3 %
7. Air minum hangat

Prosedur Pelaksanaan:

1. Tahap PraInteraksi
a. Identifikasi klien
b. Baca asuhan keperawatan dan catatan medis klien
c. Menyiapkan alat

2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan sapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
d. Menjaga privacy pasien
e. Mencuci tangan

3. Tahap Kerja
a. Mempersiapkan pasien

b. Setelah menggunakan pengobatan bronkdilator (jika diresepkan), tarik nafas


dalam lewat hidung dan tahan nafas untuk beberapa detik.
c. Batukkan 2 kali, batuk pertama untuk melepaskan mucus dan batuk kedua
untuk mengeluarkan secret. Jika klien merasa nyeri dada pada saat batuk,
tekan dada dengan bantal.

d. Tampung secret pada sputum pot yang berisi lysol


e. Inspirasi dengan nafas pendek secara bergantian (menghirup) untuk mencegah
mucus bergerak kembali ke jalan nafas yang sempit
f. Istirahat
g. Hindari batuk yang terlalu lama karena dapat menyebabkan kelelahan dan
hipoksia
h. Merapikan pasien

4. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Berpamitan dengan klien
c. Mencuci tangan
d. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Latihan Batuk/Batuk Efektif
Teknik-tekniknya yaitu:
a. Huff Coughing adalah teknik mengontrol batuk yang dapat digunakan pada pasien
menderita penyakit paru-paru seperti COPD/PPOK, emphysema atau cystic fibrosis.
b. Postsurgical Deep Coughing

1. Huff Coughing
a. Untuk menyiapkan paru-paru dan saluran nafas dari Teknik Batuk huff, keluarkan
semua udara dari dalam paru-paru dan saluran nafas. Mulai dengan bernafas pelan.
Ambil nafas secara perlahan, akhiri dengan mengeluarkan nafas secara perlahan
selama 3 – 4 detik.

b. Tarik nafas secara diafragma, Lakukan secara pelan dan nyaman, jangan sampai
overventilasi paru-paru.
c. Setelah menarik nafas secara perlahan, tahan nafas selama 3 detik, Ini untuk
mengontrol nafas dan mempersiapkan melakukan batuk huff secara efektif.
d. Angkat dagu agak keatas, dan gunakan otot perut untuk melakukan pengeluaran nafas
cepat sebanyak 3 kali dengan saluran nafas dan mulut terbuka, keluarkan dengan
bunyi Ha,ha,ha atau huff, huff, huff. Tindakan ini membantu epligotis terbuka dan
mempermudah pengeluaran mucus.

e. Kontrol nafas, kemudian ambil napas pelan 2 kali.


f. Ulangi teknik batuk diatas sampai mucus sampai ke belakang tenggorokkan
g. Setelah itu batukkan dan keluarkan mucus/dahak

2. Postsurgical Deep Coughing


Langkah 1 :
a. Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dpat berbaring terlentang dengan lutut
agak ditekukkan.
b. Pegang/tahan bantal atau gulungan handuk terhadap luka operasi dengan kedua
tangan

c. Bernafaslah dengan normal

Langkah 2 :
a. Bernafaslah dengan pelan dan dalam melalui hidung.
b. Kemudian keluarkan nafas dengan penuh melalui mulut, Ulangi untuk yang kedua
kalinya.
c. Untuk ketiga kalinya, Ambil nafas secara pelan dan dalam melalui hidung, Penuhi
paru-paru sampai terasa sepenuh mungkin.

Langkah 3 :
a. Batukkan 2 – 3 kali secara berturut-turut. Usahakan untuk mengeluarkan udara dari
paru-paru semaksimalkan mungkin ketika batuk.
b. Relaks dan bernafas seperti biasa
c. Ulangi tindakan diatas seperti yang diarahkan.

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat
bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami
rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan.
Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan
lendir atau sekret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
a. Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan
melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
b. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
c. Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya
batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada
tenggorokan.
d. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
e. Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
f. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah
operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.

Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. Cegah terjadinya kerusakan tulang iga dan organ-organ di dalamnya
b. Perhatikan klien jangan sampai kesakitan
c. Batuknya efektif / tidak
d. Jumlah pruksi sputum
e. Warnanya (kuning, kuning hijau, merah, jernih)
f. Konsentrasi (kental, encer)
g. Reaksi klien selama dilakukan tindakan
STANDARD OPERSIONAL PROSEDUR (SOP)
NEBULIZER

Definisi
Pemberian inhalasi uap dengan obat/tanpa obat menggunakan nebulator.

Tujuan
1. Mengencerkan sekret agar mudah dikeluarkan.
2. Melonggarkan jalan nafas.

Kebijakan
1. Pasien yang mengalami kesulitan mengeluarkan secret.
2. Pasien yang mengalami penyempitan jalan nafas.

Peralatan
1. Set nebulizer
2. Obat bronkodilator
3. Bengkok 1 buah
4. Tissue
5. Spuit 5 cc
6. Aquades
7. Tissue

PROSEDUR PELAKSANAAN
A. Tahap Pra Interaksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan sapa nama pasien.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan.
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien.

C. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien.
2. Mengatur pasien dalam posisi duduk.
3. Menempatkan meja/troly di depan pasien yang berisi set nebulizer.
4. Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai takaran.
5. Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik.
6. Memasukkan obat sesuai dosis.
7. Memasang masker pada pasien.
8. Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien nafas dalam sampai obat habis.
9. Bersihkan mulut dan hidung dengan tissue.

D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan.
2. Berpamitan dengan pasien/keluarga.
3. Membereskan alat.
4. Mencuci tangan.
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

ATURAN OBAT MENURUT BERAT BADAN


BB Sol. Berotec 0,1 % Bisolvon Drops NaCl 0,9 %
10 kg 0,2 ml (4 tetes) 1 ml 1,8 ml
15 kg 0,3 ml (4 tetes) 1 ml 1,7 ml
20 kg 0,4 ml (4 tetes) 1 ml 1,6 ml
25 kg 0,5 ml (4 tetes) 1,5 ml 1,5 ml
Dewasa 0,5-0,8 ml (10-16 tetes) 1,5 ml 2,3 ml

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN :


1. Periksa reaksi pasien sebelum, selama dan sesudah pemberian inhalasi.
2. Nebulizer harus diberikan sebelum waktu makan.
3. Setelah di nebulizer pasien disarankan batuk efektif untuk membantu pasien dalam
pengeluaran sekresi.

EFEK SAMPING PENGGUNAAN NEBULIZER ;


- Takikardi
- Palpitasi
- Pusing
- Mual
- Tremor
- insomnia
STANDARD OPERSIONAL PROSEDUR (SOP )
SUCTION
Pengertian :
Suction (Pengisapan Lendir) merupakan tindakan pengisapan yang bertujuan untuk
mempertahankan jalan napas, sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang
adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri. Suction merupakan suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan
nafas dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring atau trakeal.

Tujuan
Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
Mendapatkan sampel/sekret untuk tujuan diagnosa.

Prinsip:
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan bronki.
Komplikasi:
1. Hipoksia
2. Trauma jaringan
3. Meningkatkan resiko infeksi
4. Stimulasi vagal dan bronkospasme

Kriteria :
1. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
2. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
3. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
4. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
5. Observasi tanda-tanda vital

Indikasai :
1. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan
mengeluarkan atau menelan
2. Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai terdengar suara
pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara crakels atau ronchi, kelelahan
pada pasien. Nadi dan laju pernafasan meningkat, ditemukannya mucus pada alat bantu
nafas.
3. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret oral

Persiapan :
a. Lingkungan
1. Penjelasan pada kleuarga
2. Pasang skerem/ tabir
3. Pencahayaan yang baik

b. Klien
1. Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
2. Atur posisi klien :
a) Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan
posisi fowler dengan leher ekstensi (nasal suction)
b) Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pelaksana
tindakan (oral/nasal suction)
c. Alat – alat
1. Regulator vakum set
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel

d. Pelaksanaan :
A. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak
B. Fase kerja
1. Suction Orofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak mampu mengeluarkan
sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur digunakan setelah
klien batuk.
1) Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien
2) Cuci tangan dan memakai sarung tangan
3) Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien
4) Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien
5) Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat
6) Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril
7) Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum
8) Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien
9) Basahi ujung kateter dengan larutan steril
10) Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan ke orofaring
dengan perlahan
11) Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat
menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik.
12) Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress
pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
13) Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11
14) Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara
penghisapan.
15) Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan orofaringeal.
16) Buang kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon
17) Cuci tangan

2. Suction ETT
1) Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala adanya sekresi
jalan nafas bagian atas
2) Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan
3) Persiapkan alat dan bahan
4) Tutup pintu atau tarik gorden
5) Berikan pasien posisi yang benar
6) Tempatkan handuk di atas bantal atau di bawah dagu klien
7) Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya tekanan 110-150
mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan 50-95 untuk bayi.
8) Cuci tangan
Untuk pengisapan dengan kateter yankauer
a) Kenakan sarung tangan bersih
b) Hubungkan satu ujung selang penghubung dengan mesin pengisap dan
ujung lain dengan kateter pengisap yankauer. Isi mangkuk dengna air.
c) Periksa apakah peralatan berfungsi dengan baik dengan mengisap
sejumlah air dari mangkuk
d) Pindahkan masker oksigen jika terpasang
e) Masukkan kateter ke dalam mulut sepanjang garis gusi ke faring.
Gerakkan kateter mengelilingi lubang mulut sampai sekresi terangkat.
f) Dorong klien untuk batuk. Angkat masker oksigen
g) Bersihkan kateter dengan air di dalam mangkuk atau Waskom sampai
selang penghubung bersih dari sekresi. Matikan pengisap.
h) Kaji kembali status pernafasan klien
i) Angkat handuk, letakkan di kantong kotor untuk dicuci. Lepaskan sarung
tangan dan buang di wadah.
j) Reposisikan klien, posisi sims mendorong drainase dan harus digunakan
jika klien mengalami penurunan tingkat kesadaran.
k) Buang air yang tersisa ke dalam wadah yang tersedia
l) Tempatkan selang penghubung di daerah kering dan bersih
m) Cuci tangan

3. Suction tracheostomy
1) Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada tekanan negative
yang sesuai
2) Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100% atau sesuai
program dokter
3) Gunakan peralatan pengisap dengan membuka bungkusan dengan tetap
menjaga kesterilan pengisap tersebut.
4) Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang terbuka tersebut
tanpa menyentuh bungkusannya.
5) Kenakan masker dan pelindung mata
6) Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau kenakan sarung tangan
bersih pada tangan tidak dominan dan sarung tangan steril pada tangan
dominan.
7) Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa menyentuh
permukaaan yang tidak steril. Angkat selang penghubung dengan tangan tidak
dominan. Masukkan kateter ke dalam selang.
8) Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan mengisap sejumlah
normal saline dari Waskom
9) Lumasi 6-8 cm kateter distal dengna pelumas larut air
10) Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang dengan tangan tidak
dominan. Tanpa melakukan pengisapan, dengan perlahan tetapi cepat,
insersikan kateter dengan ibu jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung
dengan gerakan sedikit mirimg ke arah bawah atau melalui mulut saat klien
menghirup nafas.
11) Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selam 10 detik dengan
meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak dominan dari lubang ventilasi
kateter sambil memutarnya ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari
telunjuk dominan.
12) Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal saline sampai bersih.

C. Fase Terminasi
1. Evaluasi terhadap tindakan yanmg telah dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang

Anda mungkin juga menyukai