Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GAGAL GINJAL KRONIS”

Dosen Pembimbing:

Esi Afriyanti, S.Kp. M.Kes.

Oleh:

RINI SAFITRI
1841313022

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR GAGAL GINJAL KRONIS

1. Defenisi

Gagal ginjal kronis merupakan kondisi dimana ginjal sudah tidak

berfungsi sebagaimana mestinya. Ini dikarenakan banyak nefron yang rusak

secara progresif. Penyebab gagal ginjal kronis pun ada bermacam-macam.

Misalnya karena menderita penyakit tertentu yang mengakibatkan terjadinya

peradangan glomeruli. Awalnya membran glumerular menjadi lebih tebal.

Tahap selanjutnya, membran ini akan terserang jaringan berserabut. Proses

inilah yang kemudian mengakibatkan fungsi ginjal sebagai penyaring

terhambat. Penyebab selanjutnya adalah karena bakteri Basilus kolon.

Bagian ginjal yang sering diserang oleh bakteri ini adalah medula ginjal

(bagian yang digunakan untuk membuat pekat urine). Akibat dari serangan

bakteri ini, urine penderita jadi kurang pekat. Penyebab lainnya adalah

kurangnya suplai darah ke ginjal. Keadaan ini dipengaruhi karena arteri dan

arteriole yang bertugas menyuplai darah mengalami pengerasan. Maka pada

penderita gagal ginjal kronis ini gejala yang ditimbulkan adalah tidak

memiliki nafsu makan, terjadi pembengkakan di beberapa area kulit,

hemoglobin menurun, tekanan darah meningkat, urea meningkat kemudian

mengekresikan keringat dan mengkristal pada kulit, ekskreasi fosfat

menurun, dan terakhir sulit buang air kecil (Dharma, 2015).

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan

irreversible dimana kemampuan tubuh gagal ginjal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan


uremia. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular ( LFG ) kurang dari 50

ml/menit. Urutan etiologi terbanyak gagal ginjal kronis adakah

glomerulonefritis ( 25% ),diabettes mellitus ( 23% ) hipertensi ( 20% ) dan

ginjal polikistik ( 10% ). Di indonesia pertumbuhan penderita gagal ginjal

kronik sekitar 10% ) per tahun. Bedasarkan data dari pusat Nefrologi

indonesia insiden dan prevalensi 100-150/1 juta penduduk tiap tahun.

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik mengacu pada therapy konservatif (

diet, kebutuhan kalori, kebutuhan cairan dan elektrolit ), therapy

simptomatik, dan therapy pengganti ginjal ( hemodialisis, dialysis

peritoneal, dan transplantasi ginjal di anjurkan untuk meningkatkan

kesehatan pasien tersebut (Husna. Cut. 2010).

2. Etiologi

Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry ( IRR ) pada

tahun 2017-2018 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut

glomerulonefritis ( 25% ), diabetes mellitus ( 23% ), hipertensi ( 20% ) dan

gagal polikistik ( 10% ). Faktor resiko penyakit ginjal kronik, yaitu pada

pasien dengan diabetes mellitus atau hipertensi, obesitas , perokok, berumur

lebih dari 50 tahun dan individu dengan riwayat penyakit diabetes mellitus,

hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga Gagal ginjal kronik juga bisa

menyebabkan hipertensi (National Kidney Foundation, 2010).

a. Glomerululonefritis
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan

primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya

berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila

kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes

mellitus, lupus eritermatosus sistemik ( LES ), mieloma multiple atau

amiloidosis.

b. Diabetes mellitus

Menurut American Diabetes Association ( 2003 ) dalam Soegondo (

2005 ) diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan teakanan

darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat

antihipertensi.

d. Ginjal Polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau

material semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat

ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks

maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat

disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik

merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan (Husna,

2010).

3. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,

keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa

masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai

fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal

kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil

alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan

filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Jika jumlah

nefron yang tidak berfungsi menigkat, maka ginjal tidak mampu menyaring

urine. Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidal dapat

difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan

dengan retensi air dan natrium.

Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana

ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau

dapat meningkat sampai 200 mEq per hari. Nefron menerima kelebihan

natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan

natrium lebih meningkat akan membuat muntah bahkan diare (Muttaqin.


Sari, 2014). GFR yang mengalami penurunan dapat dideteksi dengan

mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens. Akibat dari penurunan

GFR lainnya, klirens kretinin akan menurun, kreatinin serum akan

meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga meningkat. Ginjal

kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan

urine secara normal. Terjadi penahana cairan dan natrium, yang dimana

akan meningkatkan risiko terjadinya edema , gagal jantung kongesif dan

hipertensi (Wijayaningsih, 2013). Bila hasil pemecahan metabolisme protein

menumpuk di dalam darah, gejala yang disebut uremia, akan timbul. Gejala

uremia antara lain letargi, anoreksia, mual, dan muntah, kram otot, dan lain-

lain.

Kadar BUN dan kreatinin pun juga menjadi tinggi, dan kadar zat-zat ini

dalam darah dapat digunakan sebagai indeks keparahan uremia

(Ganong.W.F, 2008). Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati,

maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga

nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus

kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang

ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif

nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal

akan berkurang. Pelepasan renin akan menigkat bersama dengan kelebihan

beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan

memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi penigkatan

filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan

semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakan


nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan

manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan

dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan

banyak manifestasi pada setiap organ tubuh (Muttaqin. Sari, 2014).

4. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis

Beberapa gejala dan pemeriksaan yang dapat dijadikan pegangan/indikator

telah terjadinya penurunan fungsi ginjal yang signifikan yaitu

(Wijayaningsih, 2013) :

a. Kardiovaskuler

1) Hipertensi

2) Pitting edema

3) Edema periorbital

4) Pembesaran vena leher (vena jugularis)

5) Friction rub perikardial

b. Pulmoner

1) Krekel

2) Nafas dangkal

3) Kusmaul

4) Sputum kental dan liat

c. Muskuloskeletal

1) Kram otot

2) Kehilangan kekuatan otot

3) Fraktur tulang

4) Foot drop
d. Gastrointestinal

1) Anoreksia, mual dan muntah

2) Perdarahan saluran GI

3) Ulserasi dan perdarahan pada mulut

4) Konstipasi/diare

5) Nafas berbau amonia

e. Integumen

1) Warna kulit abu-abu mengkilat

2) Kulit kering, bersisik

3) Pruritus

4) Ekimosis

5) Kuku tipis dan rapuh

6) Rambut tipis dan kasar

f. Reproduksi

1) Amenore

2) Atrofi testis

5. Stadium Gagal Ginjal Kronik

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 (tiga)

stadium, yaitu ( Brunner & Suddarth, 2008) : 1) stadium I, dinamakan

penurunan cadangan ginjal. Pada stadium ini kreatinin serum dan kadar

BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya

dapat diketahui dengan test pemekatan kemih dan test Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG) secara seksama, 2) stadium II, dinamakan insufisiensi

ginjal, pada stadium ini, 75% lebih jaringan yang berfungsi telah rusak,
LFG besarnya 25% dari normal, kadar BUN dan kreatinin serum mulai

meningkat dari normal, gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di

malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan),

3) stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia, sekitar

90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000

nefron saja yang masih utuh dan nilai LFG hanya 10% dari keadaan

normal.

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi

ginjal dan homeostatis. Penatalaksanaan tersebut yaitu :

a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.

Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250- 1000 mg/hr) atau

diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah

kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen

natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan

melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan.

b. Diet tinggi kalori dan rendah protein.

Diet rendah protein (20- 40 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan

gejala anoreksia dan nausea (mual) dan uremia , menyebabkan

penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan

dari kalium dan garam.

c. Kontrol Hipertensi.
Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung

kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan

garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah.

d. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.

Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar,

diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi

kalium (misalnya, obat anti-inflamasi nonsteroid).

e. Deteksi dini dan terapi infeksi.

Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan terapi

lebih ketat.

f. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.

Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena

metaboliknya toksik yang dikeluarkan oleh ginjal Misalnya: analgesik

opiate, dan alupurinol.

g. Deteksi terapi komplikasi.

Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis,

neuropati perifer, hiperkalemia meningkat, kelebihan volume cairan

yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk

bertahan, sehingga diperlukan dialisis.

h. Persiapan dialisis dan program transplantasi.

Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Pada

hemodialis, darah dikeluarkan dari tubuh, melalui sebuah kateter,

masuk kedalam sebuah alat besar. Didalam mesin tersebut terdapat

ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermiabel. Darah


dimasukkan ke salah satu ruang. Sedangkan ruang yang lain di isi oleh

cairan dialilsis dan diantara ke duanya akan terjadi difusi.

7. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare

(2001) yaitu :

a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme

dan masukan diet berlebihan.

b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system

rennin-angiostensin-aldosteron

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan

kehilangan darah selama hemodialisis.

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan

peningkatan kadar alumunium.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Identitas pasien meliputi nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin,

status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,

alamat, serta diagnosa medis pasien.

b. Identifikasi penanggung jawab

Identifikasi penanggung jawab meliputi nama, pekerjaan, alamat, dan

hubungan dengan pasien.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

(a) Keluhan Utama

Biasanya keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai

dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah

sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan ( anoreksia ),

mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, dan gatal pada

kulit.

(b) Keluhan saat dikaji

Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran,

perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya nafas berbau

amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana

saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya

dan mendapat pengobatan apa.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu


Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran

kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, banign

prostatic hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat

penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang

berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada

sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk

dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan

adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Kaji adanya riwayat penyakit dalam keluarga pasien, apakah ada

anggota keluarga yang mengalami sakit seperti pasien, TB, diabetes

mellitus, hipertensi dan lain-lain.

8. Kebutuhan dasar

1) Makan dan minum

Kaji berapa frekuensi, jumlah, waktu makan dan minum dalam

waktu sebelum dan sedang dirawat saat ini. Pada penyakit gagal

ginjal ini biasanya pasien merasakan mual dan muntah yang

mengakibatkan kurangnya nafsu makan.

2) Tidur

Kaji kualitas tidur pasien yang biasanya terganggu oleh tanda dan

gejala dari penyakit gagal ginjal kronis seperti mual, muntah, nyeri

pada kaki, dan lai-lain.

3) Mandi
Kaji kebersihan tubuh, berapa kali mandi dalam sehari, memakai

sabun atau tidak pasien mandi.

4) Eliminasi

Kaji adanya Penurunan frekuensi urine, oliguria, onuria (gagal

tahap lanjut). Abdomen kembung, diare atau konstipasi serta

dengan tanda-tanda berupa perubahan warna urine, contoh kuning

pekat, merah, coklat, berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.

5) Aktifitas pasien

Aktifitas pasien biasanya dibantu karena pasien merasakan kram

otot, nyeri pada kaki waktu malam hari, dan lain-lain.

9. Pemeriksaan fisik

1) Tinggi badan dan berat badan

Tinggi badan dan berat badan pasien dapat diukur atau ditimbang

dengan meteran dan juga timbangan. Biasanya berat badan pasien

gagal ginjal kronik mengalami peningkatan bahkan penurunan berat

badan.

2) Tingkat kesadaran

Biasanya tingkat kesadaran pada pasien gagal ginjal menurun sesuai

dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi sistem saraf

pusat.

3) Tanda-tanda vital

Biasanya pasien gagal ginjal kronik keadaan umumnya lemah dan

terlihat sakit berat. Pada pengukuran tanda-tanda vital sering

didapatkan adanya perubahan RR meningkat. Tekanan darah terjadi


perubahan dari hipertensi ringan sampai berat. Klien bernafas

dengan bau urine ( fetor uremik ) sering didapatkan pada fase ini.

Respons uremia didapatkan adanya pernafasan Kussmaul. Pola nafas

cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan

karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

4) Rambut

Biasanya pada pasien gagal ginjal terjadi perubahan rambut seperti

warna, kebersihan, panjang rambut, tekstur, berminyak serta mudah

rontok atau tidak rambut.

5) Mulut

Biasanya pasien gagal ginjal kronikmulutnya kering, berbau amonia

serta adanya peradangan mukosa mulut.

6) Leher

Biasanya pasien gagal ginjal kronik ditemukan ada pembesaran vena

di leher.

7) Dada dan toraks

Biasanya pasien gagal ginjal kronik penggunaan otot bantu

pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas

dangkal, pneumonitis, edema pulmoner.

8) Abdomen

Biasanya pada pasien gagal ginjal kronik abdomen kembung atau

ditemukan disternsi perut (asietas atau penumpukan cairan,

pembesaran heper pada stadium akhir). Pada saluran pencernaan

terjadi peradangan ulserasi pada sebagaian besar alat pencernaan.


Gejala lainnya adalah terasa metal di mulut, nafas bau amonia, nafsu

makan menurun, mual muntah, perut mengembung, diare atau justru

sulit BAB.

9) Genetalia

Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis iniginjal akan kehilangan

kesanggupan mengekskresi natrium, penderita mengalami retensi

natrium dan kelebihan natrium sehingga penderita mengalami iritasi

dan menjadi lemah. Pengeluaran urine mengalami penurunan serta

mempengaruhi komposisi kimianya, berkurangnya frekwensi

kencing, urine sedikit, urine tidak ada pada gagal ginjal, perubahan

warna urine.

10) Ekstermitas

Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis didapatkan adanya kram

otot, nyeri kaki ( memburuk saat malam hari ), kulit gatal,

ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ),

petekie, area ekimosis pada kulit, kuku rapuh kusam serta tipis,

jaringan lunak dan sendi keterbatasan gerak sendi. Didapatkan

adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan

penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

10. Data psikologis

Kaji psikologis pasien gagal ginjal kronis meliputi status emosiaonal,

kecemasan, pola koping, gaya komunikasi, konsep diri diurai

komponen gambaran diri, harga diri, peran identitas dan ideal.

11. Data ekonomi sosial


Kaji pendapatan keluarga per hari atau per bulan serta pekerjaan kepala

keluarga, apa mencukupi untuk hidup sehari-hari.

12. Data spiritual

Kaji kepercayaan, beribadah sesuai kepercayaan.

13. Lingkungan tempat tinggal

Kaji tempat pembuangan kotoran, tempat pembuangan sampah,

pekarangan rumah, sumber air minum serta pembuangan air limbahnya

kemana dari lingkungan tempat tinggal pasien.

14. Pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan penunjang

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka

perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis

ataupun kolaborasi antara lain :

1) Urine

(a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine

tidak ada.

(b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh

pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.

(c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010

menunjukkan kerusakan ginjal berat)

(d) Klirens kreatinin, mungkin menurun

(e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu

mereabsobsi natrium.

(f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat

menunjukkan kerusakan glomerulus (Alimul, 2006).


2) Darah

(a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb

biasanya kurang dari 7-8 gr.

(b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti

azotemia.

(c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi

karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi

hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein,

bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.

(d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai

perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)

(e) Magnesium fosfat meningkat

(f) Kalsium menurun

(g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat

menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan

cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam

amino esensial.

(h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama

dengan urin.

3) Pemeriksaan radiologik

(a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan

bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung

kemih, dan adanya obstruksi (batu).


(b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler, masa

(c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung

kemih, refluks kedalam ureter dan retensi.

(d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya

masa, kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.

(e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk

menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.

(f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan

pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor

selektif).

(g) Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan

ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.

(h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat

menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.

(i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi

ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.

(j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti

penyebararn tumor).

(k) Magnetic Resonan Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur

ginjal, luasnya lesi invasif ginjal (Mutaqin. Sari, 2014


4) Program pengobatan

Program pengobatan apa saja yang didapat dan dikonsumsi oleh

pasien, mulai dari obat oral atau ijeksi.

2. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul

(Diagnosis Keperawatan NANDA NOC dan NIC 2015-2017)

a. Dx 1 : Gangguan eliminasi urin : Urinary suppression berhubungan

dengan penurunan frekuensi urine, dan olyguria.

b. Dx 2 : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kettidakmampuan memasukkan atau mencerna

nutrisi oleh karena rasa mual dan muntah.

c. Dx 3 : kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan

berlebih

d. Dx 4 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respons

muskuloskeletal, ureum pada jaringan otot : kram otot, kelemahan fisik.

e. Dx 5 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan respons

integumen ureum pada jaringan kulit, kulit kering dan pecah, berlilin,

memar.

3. Rencana Keperawatan

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Gangguan 1. Urinary elimination Elimination urine
eliminasi Kriteria Hasil : 1. Monitor eliminasi urin,
urine a. Pola eliminasi termasuk frekuensi,
b. Bau urin konsistensi, bau, volume, dan
c. Jumlah urin warna yang sesuai
d. Warna urin 2. Catat waktu eliminasi urin
e. Frekuensi urin terakhir yang sesuai
2. Urin continue 3. Anjurkan pasien/keluarga
Kriteria Hasil : untuk mencatat output urinyang
a. Keinginan sesuai
berkemih 4. Bantu pasien dengan
b. berkemihdiwada pengembangan toileting
hyang tepat Urine continue
c. lingkungan yang 1. Identifikasi output urin,
bebas hambatan penyebab yang membatalkan
untuk ke toilet pola berkemih, fungsi kognitif,
d. pengosongan masalah kencing ada
kandung kemih sebelumnya
e. jumlah intake 2. Berikan privasi untuk eliminasi
cairan 3. Jelaskan etiologi masalah dan
pelaksanaan untuk tindakan
4. Pantau eliminasi urine,
termasuk frekuensi,
konsistensi, bau, volume, dan
warna.

2 Ketidakseim 1. Nutritional status Nutition management


bangan Kriteria Hasil : 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi : a. masukan/intake 2. Anjurkan pasien meningkatkan
kurang dari nutrisi Fe, protein, Vit C
kebutuhan b. masukan makanan, 3. Monitor jumlah nutrisi dan
tubuh/imbala masukan cairan kandungan kalori
nced c. energi, rasio berat 4. Timbang berat badan sesuai
nutrition : les badan interval
than body d. hematokrit, bentuk 5. Beri informasi tentang
otot, hidrasi kebutuhan nutrisi
2. Nutritional status : 6. Kolaborasi ahli gizi
Food and fluid intake Nutrient Therapy
Kriteria Hasil : 1. Monitor makanan dan
a. masukan makanan minuman yang sudah masuk
melalui mulut 2. Kaji prilaku pasien dalam
b. masukan cairan memilih makanana lunak, tidak
melalui selang IV asam
c. masukan nutrisi 3. Ciptakan lingkungan yang
parenteral nyaman dan rileks
Weight : body mass Weight Management
Kriteria Hasil : a. Diskusikan dengan pasien
a. Berat badan hubungan antara masukan
b. Pola makan makanan, latihan, pertambahan
BB dan kehilangan BB
b. Diskusikan dengan pasien
kondisi medis yang dapat
mengakibatkan kegemukan
c. Diskusikan resiko yang
berhubungan dengan BB yang
over dan BB yang kurang
d. Kaji motifasi pasien untuk
mengubah pola kerbiasaan
makan
e. Kaji BB ideal

3 Kelebihan Fluid balance Fluid management


volume a. tekanan darah 1. Pantau makanan dan cairan
cairan b. denyut nadi yang di konsumsi
c. turgor kulit 2. Pantau status hidrasi
d. hematokrit 3. Kaji hasil laboratorium untuk
e. elektrolitserum memonitor cairan atau
f. asupan24jam elektrolit (hematokrit, BUN,
danoutput protein)
seimbang 4. Monitor tanda-tanda vital
Vital sign
a. suhu tubuh
b. pernafasan
4 Intoleransi Activity tolerance Activity therapy
aktifitas Toleransi aktivitas 1. Bantu pasien untuk
Kriteria hasil : mengidentifikasi aktivitas yang
a. Pernafasan yang mampu dilakukan
mudah dengan 2. Bantu untuk memilih aktifitas
aktifitas konsisten yang sesuai dengan
b. Tekanan darah kemampuan fisik, psikologi
sistolik dengan dan sosial
aktifitas tekanan 3. Bantu pasien/keluarga untuk
darah diastolik mengidentifikasi kekurangan
denga aktifitas dalam beraktifitas
c. Perubahan warna 4. Monitor respon fisik, emosi,
kulit sosial dan spiritual
d. Lemahnya Energy management
kekuatan tubuh 1. Identifikasiketerbatasan
bagian atas dan fisikpasien
bawah 2. Identifikasi pasien penyebab
e. Mudah dalam kelelahan
melakukan 3. Pantaupasienuntuk
kegiatan sehari- buktikelelahan fisikdan
hari emosionalyang berlebihan
1. Self care : ADLs
(perawatan diri :
kegiatan sehari-
hari)
Kriteria Hasil :
a. Makan
b. Berpakaian
c. Toileting
d. Mandi
e. Perawatan
f. Kebersihan
g. Oral hygiene
h. Berjalan
i. Merubah
penampilan
j. Posisi diri
5 Kerusakan Tissue integrity : skin Skin surveillance
integritas and mucous 1. Identifikasiekstremitasuntuk
kulit membranes warna, kehangatan, bengkak,
a. suhu kulit pulsa, tekstur,
b. sensasi edemadanulserasi
c. elastisitas 2. Periksakulit dan selaput
d. hidrasi lendiruntukkemerahan,
e. keringat kehangatanekstrim,
f. tekstur ataudrainase
g. ketebalan 3. Monitorkulituntuk
h. perfusi jaringan daerahkemerahandan
i. integritas kulit kerusakan
4. Monitorsumbertekanandan
gesekan
5. Monitorkulit dan selaput
lendiruntukbidangperubahan
warna danmemar
6. Monitorkulituntukruamdan
lecet
7. Monitorwarna kulit
8. Monitorsuhu kulit
Sumber :
Aninggrum, Mudi., 2015. Studi Kasus pada Pasien Tn.S Umur 51 Tahun yang
Mengalami Masalah Keperawatan Kelebihan Volume Cairan dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Ruang Sedap Malam RSUD
Gambiran Kota Kediri.
http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2015/12.2.05.01.0027.pd
f. Diakses tanggal 7 April 2019
Dharma. Paul. Seto., dkk. 2015. Penyakit ginjal. Yogyakarta: DAFA Publishing.
Ganong. W. F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heater., 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-
NOC, Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Husna. Cut., 2010. Gagal Ginjal kronis dan Penanganannya.
Http://jurnal.unimus.ac.id. Diunduh tanggal 7 April 2019.
Kusuma. Hadhi., 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Medi Action.
Muttaqin. Arif, Sari. Kumala., 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Mokodompit. Dyana Citra., 2015. Pengaruh kelebihan kenaikan berat badan
terhadap kejadian komplikasi gagal jantung pada pasien gagal ginjla
kronik yang menjalani terapi hemodialisa di rumah sakit se-provinsi
gorontalo. http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2015-1-1-14201-841411057-
abstraksi-25072015045316.pdf. Diunduh 7 April 2019.
Mustika, Anggi., 2015. Asuhan Keperawatan pada Tn.N dengan Gangguan
Sistem Perkemihan: Gagal Ginjal Kronis di Ruang Anggrek Bugenvil RSUD
Pandan Arang Boyolali.
http://eprints.ums.ac.id/34294/9/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Diunduh
tanggal 7 april 2019.
NANDA Internasional. 2015. NANDA Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan:
Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 (Budi Anna Keliat, et al, penerjemah).
Jakarta: EGC.
NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Edisi Revisi: Jogyakarta: Media Action.
Potter, Patricia., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai