Anda di halaman 1dari 52

KETERAMPILAN KLINIS 3

TIM UNIT PENDIDIKAN KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
KETERAMPILAN KLINIS 4

Cetakan Pertama – 2018

Editor :
 Irmawan Farindra, dr., M.Si
 Warda El-Maida R, dr., M.Ked.Trop
UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA :

Evi Sylvia Awwalia, dr., Sp.PD


Dwimantoro Prisilia, dr., Sp.U
Putri Wulan Akbar, dr

“JAZAKALLAH KHAIR”
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla, satu-satunya Tuhan yang berhak disembah
dan diibadahi. Sholawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi
wasallam. Atas nikmat, rahmat serta hidayah Allah Azza wa Jalla, sehingga Modul
Keterampilan Klinis 3 ini dapat terselesaikan. Pada modul ini mahasiswa semester 1
dihadapkan pada keterampilan klinik (KK) sistem gastrointestinal dan cardiovaskular.
Penyusunan modul ini telah sesuai dengan kompetensi level 4 Standar Kompetensi
Dokter Indonesia tahun 2012. Mahasiswa diharapkan dapat menguasai seluruh materi
keterampilan klinik yang disajikan sebagai salah satu syarat dalam menempuh
pendidikan dokter layanan primer. Setiap materi dalam modul ini telah didiskusikan
secara seksama guna memenuhi tujuan pembelajaran.
Kami sangat menghargai saran dan kritik dari para dosen Instruktur KK serta
mahasiswa dalam penyempurnaan buku modul keterampilan klinik ini. Demikian
panduan modul ini disusun, semoga memberikan manfaat dalam mengasah
keterampilan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Surabaya, Februari 2018

TIM UPK
SAMBUTAN DEKAN

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, bimbingan, petunjuk dan kekuatan-Nya kepada kita, buku modul
keterampilan klinis ini dapat diselesaikan. Buku ini terdiri dari 8 buku modul
keterampilan klinis. Buku ini merupakan hasil karya dan kerja keras tim UPK (Unit
Pendidikan Kedokteran), dosen preklinik dan klinik FK UNUSA.
Perkembangan pendidikan kedokteran Indonesia memasuki era penerapan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang merupakan penyerapan dari problem-
based learning dan prinsip integrasi berbagai ilmu kedokteran. Penerapan sistem ini
mengharuskan mahasiswa menjalani ujian kompetensi, salah satu ujian kompetensi
yang diarahkan Konsil Kedokteran Indonesai (KKI) adalah uji keterampilan klinik
berupa OSCE. Ujian OSCE ini harus dipersiapkan sebaik mungkin oleh mahasiswa,
bekal yang dapat dipersiapkan oleh FK UNUSA berupa buku modul keterampilan
klinis.
Sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya,
saya mengucapkan selamat dan penghargaan yang tinggi kepada pihak-pihak yang telah
bekerja keras dalam penyelesaian buku modul keterampilan klinis ini. Semoga buku
modul keterampilan medik ini bermanfaat bagi kita semua dan segala upaya yang telah
dilakukan ini akan bermanfaat dalam mencapai tujuan kita bersama.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Surabaya, Februari 2018
Dekan FK UNUSA

Dr. Handayani, dr., M.Kes


DAFTAR TOPIK KETERAMPILAN KLINIS 3

NO TOPIK HAL
1. Pemeriksaan fisik abdomen 7
2. Pemeriksaan sirosis hepatis 23
3. Pemeriksaan palpasi hernia 28
4. Pemeriksaan colok dubur dan prostat 33
5. Pemasangan NGT dan OGT 42
6. Pemasangan nasogastic suction 56
7. Pemeriksaan fisik region flank 61
8. Pemeriksaan fisik genetalia pria 76
9. Pemasangan kateter uretra 87
10. Sirkumsisi 94
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
Evi Sylvia Awwalia, dr., Sp.PD & Putri Wulan Akbar, dr

TUJUAN :
Mahasiswa mampu memahami, mengerti dan dapat melakukan pemeriksaan fisik
abdomen

LEARNING OBYEKTIF :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen

ALAT DAN BAHAN :


1. Stetoskop

REFERENSI :
1. Douglas, G,. Nicol, F,. and Robertson, C. 2006. Macleod’s Clinical Examination.
Eleventh Edition. Limited. UK. Harcourt Publishers Limited.
2. Ford, J.M,. Hennessey, I,. and Japp, A. 2005.Introduction to Clinical
Examination.Eight Edition. Elsevier Limited. UK. Harcourt Publishers Limited.
3. Goldberg and Thompson, J. 2005. Exam of The Abdomen In A Practical Guide to
Clinical Medicine. UCSD School of Medicine and VA Medical Center. University of
California. San Diego. http:///medicine.ucsd.edu/clinicalmed/abdomen.htm.
didownload 30 Agustus 2007.
4. Swartz, M.H. 1995. Textbook of Physical Diagnosis. Philadelphia. WB Saunders
Company.

TEORI :
Abdomen merupakan rongga badan di bawah diafragma sampai dengan dasar
pelvis. Ketrampilan pemeriksaan fisik abdomen sangat diperlukan mengingat beberapa
kelainan di abdomen dapat menimbulkan penjalaran nyeri ke area lain (refered pain).
Untuk tujuan deskriptif rongga abdomen biasanya dibagi menjadi empat kuadaran.,
yakni kuadran kanan atas, kanan bawah, dan kuadran kiri atas dan kiri bawah. Pada
sistem pembagian yang lain abdomen dibagi menjadi 9 bagian (Gambar 1).
Gambar 1. Pembagian kuadran abdomen

Prosedur Umum:
1. Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa memberi salam, memperkenalkan diri,
melakukan anamnesis, meminta inform consent dan cuci tangan dengan 7 langkah
cuci tangan.
2. Pemeriksa menyiapakan peralatan dan mempersiapkan ruang periksa yang tenang
dan terang
3. Pemeriksa menjelaskan prosedur yang akan dilakukan dan pasien diminta untuk
mengosongkan kandung kemih terlebih dahulu
4. Pasien disiapkan agar berbaring dengan rileks dengan kedua kaki ditekuk dan baju
pasien di buka secukupnya, bagian bawah tubuh diselimuti untuk meminimalkan
risiko kedinginan.
5. Agar pasien merasa nyaman sebaiknya tangan pemeriksa dalam kondisi hangat.
Menggosokkan kedua tangan akan membantu menghangatkan tangan
6. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah yang terasa sakit dan memeriksa
daerah tersebut terakhir.
7. Lakukan pemeriksaan dengan perlahan, hati-hati, lege artis dan senyaman mungkin
bagi pasien. Hindarkan gerakan yang cepat dan tiba-tiba.
8. Monitor pemeriksaan Anda dengan memperhatikan muka/ekspresi penderita. Jika
perlu, periksalah sembari mengajak pasien berbicara
9. Setelah melakukan pemeriksaan lakukan cuci tangan 7 langkah, tuliskan hasil
pemeriksaan di rekam medis, dan sampaikan hasil pemeriksaan dengan sebaik-
baiknya.

Prosedur Pemeriksaan Abdomen


1. INSPEKSI
Inspeksi abdomen merupakan hal awal yang penting untuk dikerjakan. Mulailah
menginspeksi dinding abdomen dari posisi berdiri di sebelah kanan penderita. Apabila
akan memeriksa gerakan peristaltik, sebaiknya dilakukan dengan duduk atau agak
membungkuk sehingga anda dapat melihat dinding abdomen secara tangensial.

Gambar 3. (kiri) Teknik Inspeksi (kanan) herniasi umbilicus


Pengamatan abdomen meliputi:
a. Simetrisitas: dalam situasi normal dinding perut tampak simetris pada posisi
telentang. Adanya tumor, abses, maupun pelebaran setempat lumen usus dapat
membuat perut terlihat tidak simetris.
b. Bentuk dan Kontur : Pada orang normal kontur abdomen adalah rata (flat) mulai
dari xiphoid sampai symphisis pubis dan umbilikus terletak di tengah. Bentuk yang
cembung mungkin disebabkan oleh asites (frog shape) maupun abdomen yang
distensi karena gas dalam pencernaan akibat obstruksi usus. Penonjolan suprapubik
bisa disebabkan karena kehamilan atau kandung kencing yang penuh. Tonjolan
asimetri mungkin terjadi karena pembesaran organ setempat atau massa. Bentuk
abdomen dipengaruhi oleh jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan juga otot
dinding perut. Perut seorang atlet atau orang yang terlatih terlihat rata, kencang dan
kontur otot rectus abdominalis tampak jelas. Pada keadaan starvasi bentuk dinding
perut cekung yang disebut skopoid dan gerakan peristaltic usus dapat terlihat.
c. Warna kulit: Perhatikan apakah terdapat lesi kulit, memar, ruam, atau scar/luka
bekas operasi/ akibat ulserasi/akibat luka lainnya. Pada ibu hamil dan orang gemuk
dapat ditemukan adanya striae. Cullen’s sign merupakan edema dan diskolorisasi
jaringan lemak di sekitar umbilicus yang menunjukkan adanya pankreatitis akut,
perdarahan organ retroperitoneal, dan intraabdomen.
d. Umbilikus : perhatikan bentuk dan lokasinya, dan apakah ada tanda-tanda inflamasi
atau herniasi. Pada pasien dengan masive ascites dapat terjadi penonjolan umbilicus.
e. Peristaltik usus : Pada orang normal umumnya gerakan peristaltik usus tidak
terlihat, namun pada pasien dengan obstruksi usus atau pyloric, gerakan ini dapat
terlihat. Adanya gerakan peristaltic usus yang terlihat menunjukkan adanya
hiperperistaltik dan dilatasi lumen akibat obstruksi usus akibat tumor, perlengketan,
strangulasi, maupun skibala.
f. Bentukan khusus: Pada kasus sirosis hepatis dapat ditemukan pelebaran vena yang
berkelok-kelok di sekitar umbilicus yang disebut sebagai caput medusa. Pulsasi
arteri yang tampak di dinding abdomen dapat menandakan adanya aneurisma aorta
maupun pada orang yang kurus.

2. AUSKULTASI
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan
kemungkinan adanya gangguan vaskuler. Auskultasi abdomen dilakukan sebelum
melakukan perkusi dan palpasi karena kedua pemeriksaan tersebut dapat mempengaruhi
frekuensi suara usus.
a. Letakkan diafragma dari stetoskop dengan lembut pada abdomen
b. Lakukan auskultasi secara sistematis pada setiap kuadran
c. Dengarkanlah suara usus, dan perhatikan frekuensi dan karakternya, suara yang
normal terdiri dari click dan gurgles, dengan frekuensi kira-kira 5 sampai 35 kali per
menit. Kadang-kadang pemeriksa dapat mendengar borborigami, yaitu gurgles yang
panjang. Suara usus ini dapat berubah meningkat pada diare atau sumbatan usus.
Apabila tidak terdengar suara usus seperti pada kasus peritonitis, dengarlah sampai
sekitar 3 menit untuk memastikan bahwa suara usus memang benar-benar tidak ada.
d. Untuk mendengarkan suara dengan nada yang lebih tinggi pergunakan bagian bel
dari stetoskop, misalnya untuk mendengar bunyi metallic sound yang timbul akibat
hiperperistaltik usus karena adanya obstruksi usus akut.
e. Dengarkan adakah bising (bruit). Tiap kuadran harus diperiksa untuk mengetahui
adanya bising ini. Pada penderita dengan hipertensi, periksalah daerah epigastrium
dan daerah kuadran kanan dan kiri atas, apakah ada bising. Bising pada sistole dan
diastole pada penderita hipertensi menunjukkan adanya stenosis arteria renalis.
Sedangkan bising sistole saja pada epigastrium dapat terdapat pada orang normal.

3. PERKUSI
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperkirakan ukuran hepar, dan
kadang-kadang lien, menemukan asites, mengetahui apakah suatu masa padat atau
kistik, dan untuk mengetahui adanya udara pada lambung dan usus.
a. Orientasi Umum
1) Lakukanlah perkusi pada keempat kuadran untuk memperkirakan distribusi
suara timpani dan redup. Biasanya suara timpanilah yang dominan karena
adanya gas pada saluran gastrointestinal. Cairan dan faeces menghasilkan suara
redup.
2) Suara redup pada kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.
b. Perkusi Hepar (menentukan liver span)
Perkusi pada hepar dilakukan untuk menentukan batas-batas hepar.
1) Lakukanlah perkusi mulai ICS II sepanjang garis midklavikula kanan ke arah
bawah sampai terdengar suara redup maka didapatkan batas atas hepar.
2) Lanjutkan dengan perkusi mulai dari bawah (kuadran kanan bawah) ke arah atas
sampai terdengar suara redup, maka didapatkan batas bawah hepar.
3) Ukurlah berapa sentimeter panjang daerah redup hepar tersebut. Batas atas dan
bawah hepar pada dewasa normal kurang lebih 10-12 cm. Kurang dari angka
normal kemungkinan pasien menderita sirosis, namun jika lebih dari batas
tersebut kemungkinan pasien mengalami hepatomegali.

Gambar 4. Teknik perkusi liver


c. Perkusi Lien
Lien yang normal terletak pada lengkung diafragma (kurang lebih ICS X kiri),
disebelah posterior garis mid axiler (Traube space). Mulailah perkusi dari daerah ini ke
arah medial hingga ada perubahan suara. Perkusi pada orang normal di area Traube’s
space ini akan menghasilkan suara timpani. Apabila membesar, lien akan membesar
ke arah depan, ke bawah dan ke medial, menggantikan suara timpani dari lambung dan
kolon, menjadi suara redup.

d. Pemeriksaan Ascites
Perkusi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya asites pada penderita yang
dicurigai. Perkusi dilakukan secara khusus untuk mengetahui adanya suara redup yang
berpindah (shifting dullness).
a) Pasien diminta berbaring telentang, pemeriksa mengetuk dari umbilicus ke arah
lateral, menentukan batas timpani dan redup. Batas timpani ada di atas batas
redup. Ini disebabkan oleh gas di dalam usus berada di atas puncak asites,
sementara cairan asites akan menempati tempat terendah.
b) Pasien kemudian diminta untuk berbaring miring pada sisi tubuhnya, dan
pemeriksa kemudian menetukan kembali batas-batas bunyi perkusi. Jika ada
asites, redup akan berpindah ke posisi yang lebih rendah; daerah di sekitar
umbilikus yang mula-mula timpani sekarang akan menjadi redup
Gambar 5. Ascites

4. PALPASI
Palpasi pada abdomen biasanya dibagi menjadi : Palpasi ringan, Palpasi dalam,
Palpasi hati, Palpasi limpa dan Palpasi ginjal
a. Palpasi ringan
Palpasi ringan (superficial) berguna untuk mengetahui adanya ketegangan otot, nyeri
tekan abdomen, dan beberapa organ dan massa superfisial.
1) Posisi tangan dan lengan bawah horisontal, dengan menggunakan telapak ujung jari-
jari secara bersama-sama
2) Lakukanlah gerakan menekan yang lembut, dan ringan. Jangan lupa menghangatkan
tangan. Hindarkan suatu gerakan yang mengentak.
3) Lakukan palpasi superfisial secara menyeluruh dengan sistematis diseluruh
permukaan abdomen.
4) Tentukan tonus otot dan adanya pembengkakan atau tonjolan permukaan abdomen.
5) Periksalah apakah terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas tekan
6) Carilah adanya masa satu organ, daerah nyeri tekan atau daerah yang tegangan
ototnya lebih tinggi (spasme). Apabila terdapat tegangan, carilah apakah ini disadari
atau tidak, dengan mencoba cara merelakskan penderita, dan melakukan palpasi
pada waktu ekspirasi
7) Pada pasien yang mudah geli, mungkin berguna jika tangannya diletakkan di atas
tangan pemeriksa

Gambar 6. Teknik palpasi ringan


b. Palpasi dalam
Palpasi dalam biasanya diperlukan untuk menentukan ukuran organ dan memeriksa
masa di abdomen.
1) Gunakan permukaan pallar dari ujung jari, lakukan palpasi dalam untuk mengetahui
adanya masa, tentukanlah lokasinya, ukurannya, bentuknya, konsistensinya,
mobilitasnya, apakah terasa nyeri pada tekanan.
2) Apabila palpasi dalam sulit dilakukan (misalnya pada obesitas atau otot yang
tegang), gunakan dua tangan, satu di atas yang lain
3) Selama palpasi dalam, pasien harus disuruh untuk bernafas perlahan-lahan melalui
mulutnya dan meletakkan kedua lengannya pada sisi tubuhnya.
4) Mintalah pasien untuk membuka mulutnya selama bernapas agaknya membantu
relaksasi otot secara umum
5) Untuk merelaksasikan otot perut dapat juga dilakukan dengan menyuruh pasien
memfleksikan kedua lututnya.
6) Mengetahui adanya iritasi peritoneal. Nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen,
lebih-lebih bila disertai spasme otot, menunjukkan adanya inflamasi dari peritoneum
periatale.
7) Temukanlah daerah ini setepatnya. Sebelum melakukan palpasi, mintalah penderita
untuk batuk, dan temukanlah letak rasa sakitnya.
8) Kemudian, lakukan palpasi secara lembut dengan satu jari untuk menentukan daerah
nyeri. Atau, lakukanlah pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri lepas.
9) Tekan jari anda pelan-pelan dengan kuat, kemudian tiba-tiba lepaskan tekanan anda.
10) Apabila pada pelepasan tekanan juga timbul rasa sakit (tidak hanya pada
penekanan), dikatakan bahwa nyeri lepas tekan positif. Oleh karena nyeri
generalisata akan timbul pada pasien dengan peritonitis, maka pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan pada akhir pemeriksaan abdomen.

c. Palpasi Hepar
Palpasi hepar digunakan untuk menentukan ukuran organ dan memeriksa masa
hepar.
1) Palpasi pada hepar dilakukan dengan meletakkan tangan kiri di belakang penderita,
menyangga costa ke-11 dan ke-12 dengan posisi sejajar pada costa
2) Mintalah penderita untuk relaks. Dengan mendorong hepar ke depan, hepar akan
lebih mudah teraba dari depan.
3) Tempatkan tangan kanan anda pada abdomen penderita pada kuadran kanan atas, di
sebelah lateral otot rektus dengan ujung jari ditempatkan di batas bawah daerah
redup hepar.
4) Tekanlah dengan lembut ke arah dalam dan ke atas (oblique kanan atas)
5) Mintalah penderita untuk bernafas dalam-dalam bersamaan dengan tangan kanan
menekan dalam dan tangan kiri menarik ke atas
6) Cobalah merasakan sentuhan hepar pada jari pada waktu hepar bergerak ke bawah
7) Apabila di ujung jari terasa menyentuh hepar, kendorkanlah tekanan pada jari
sehingga hepar dapat meluncur dan dapat teraba permukaan anterior hepar penderita
8) Pada hepar normal teraba lunak, tegas dan tidak berbenjol-benjol.
9) Apabila anda susah merabanya, pindahlah palpasi pada daerah yang lebih dekat ke
arcus costa.

Gambar 7. Palpasi hepar


d. Palpasi Lien
Palpasi lien lebih sulit ketimbang palpasi hepar dan biasanya tidak teraba pada
keadaan normal.
1. Pasien berbaring telentang, dengan pemeriksa pada sisi kanan pasien.
2. Pemeriksa meletakkan tangan kirinya di atas dada pasien dan mengangkat iga kiri
pasien.
3. Tangan kanan diletakkan mendatar di bawah margo kosta kiri dan menekan ke
dalam dan ke atas ke arah garis aksila anterior.
4. Tangan kiri mendorong ke anterior untuk memindahkan lien ke anterior
5. Pasien disuruh untuk menarik nafas dalam-dalam ketika pemeriksa menekan ke
dalam dengan tangan kanannya.
6. Teknik pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mempalpasi lien dengan cara
membaringkan pasien pada sisi kanan tubuhnya. Posisi ini akan menyebabkan lien
tertarik ke arah anterior bawah oleh pengaruh gaya gravitasi. Pemeriksa meletakkan
tangan kirinya pada margo kosta kiri, sementara tangan kanan melakukan palpasi
pada kuadran kiri atas. Karena lien membesar secara diagonal di dalam abdomen
dari kuadran kiri atas ke arah umbilikus, sehingga palpasi selalu dilakukan dari arah
umbilikus yang secara berangsur-angsur bergerak ke arah kuadran kiri atas.

e. Palpasi Ginjal
(dijelaskan dalam pertemuan tersendiri)

Analisis hasil pemeriksaan


1. Buncit atau tampak melebar ke samping menunjukkan ada asites, bulging pada
daerah suprapubik menunjukkan kemungkinan distensi kandung kemih atau uterus
pada kehamilan.
2. Jika abdomen tampak asimetris ada kemungkinan penonjolan akibat massa intra
abdomen.
3. Gerakan peristaltik pada orang yang sangat kurus secara normal dapat terlihat.
Meningkatnya peristaltik dapat terjadi pada obstruksi interstinal hingga nampak
pada dinding abdomen.
4. Peningkatan pulpasi aorta pada epigastrium dapat terjadi pada aneurisma aorta.
5. Adanya spasme otot abdomen mengindikasikan terjadinya rangsangan peritoneum.
6. Massa intra abdomen dapat dikelompokkan sebagai kondisi fisiologis karena
kehamilan, ataupun patologis seperti inflamasi pada diverticulitis kolon, vascular
pada aneurisma aorta, neoplasma pada kanker kolon, obstruktif pada distensi
kandung kemih, atau penyakit lainnya.
7. Bila pada saat dilakukan pemeriksaan nyeri lepas, pasien menyatakan lebih nyeri
saat tangan pemeriksa dilepas daripada saat ditekan, menunjukkan terdapatnya
rangsangan peritoneal.
8. Simpulkan hasil inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, dan sesuaikan dengan
kemungkinan diagnosis.
PROSEDUR PEMERIKSAAN ABDOMEN
PEMERIKSAAN SIROSIS HEPATIS
Evi Sylvia Awwalia, dr., Sp.PD & Putri Wulan Akbar, dr
PEMERIKSAAN PALPASI HERNIA
Evi Sylvia Awwalia, dr., Sp.PD & Putri Wulan Akbar, dr

TUJUAN :
Mahasiswa mampu memahami, mengerti dan bisa melakukan pemeriksaan palpasi
hernia.

LEARNING OBYEKTIF :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan palpasi hernia

ALAT DAN BAHAN :


1. Handscoon
2. Handscrub
3. PH Rectal

REFERENSI :
1. Bickley, LS % Szilagyl PG 2009, Bates’ Guideto Physical Examination and History
Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China, hh. 160-162.

TEORI :
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi menjadi hernia bawaan (kongenital) dan
hernia dapatan (aquisita). Hernia diberi nama menurut letaknya, misalnya hernia
diaphragmatica, hernia umbilicalis, hernia femoralis dan hernia inguinalis. Ada juga
pembagian hernia menjadi:
1) Hernia externa, yaitu hernia yang menonjol keluar melalui dinding abdomen,
pinggang atau perineum
2) Hernia interna, yaitu tonjolan isi usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang
dalam perut misalnya melalui foramen epiploicum Winslowi, recessus retrocecalis
atau defek dapatan pada mesenterium setelah anastomosis usus.

Menurut sifatnya hernia dibagi menjadi :


1. Hernia reponibilis : bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar bila berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan
nyeri atau gejala obstruksi usus.
2. Hernia ireponibilis : bila kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga, biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong
hernia, tidak ada keluhan nyeri atau tanda obstruksi usus. Disebut juga hernia akreta.
3. Hernia incarserata atau strangulata : bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia,
tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya berupa gangguan
pasase atau vascularisasi.

Hernia menurut letaknya dibagi menjadi:


1. Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria. Pada orang yang sehat, ada
tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis
inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m. oblikus internus obdominis yang
menutup annulus inguinalis internus ketika bekontraksi, dan adanya fasia transversa
yang kuat menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Faktor
yang dapat menyebabkan hernia inguinalis yang paling sering adalah adanya prosesus
vaginalis (kantong hernia) yang terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia.

Hernia inguinalis dibagi lagi, yaitu :


1.1 Hernia inguinalis medialis
Hernia inguinalis direk ini hampir selalu di sebabkan oleh faktor peninggian tekanan
intraabdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum Hasselbach. Oleh karena
itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada lelaki tua.
1.2 Hernia inguinalis lateralis
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh
epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua buah pintu dan saluran,
yaitu anulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak
tonjolan berbentuk lonjong.

2. Hernia femoralis
Hernia femoralis biasanya muncul berupa benjolan di lipat paha yang muncul
terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen. Pintu
masuk hernia femoralis adalah annulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia masuk ke
dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang
kurang lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.

3. Hernia lain – lain


Yang termasuk dalam hernia ini yaitu hernia yang jarang terjadi :
a. Hernia umbilikalis
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang hanya tertutup
peritoneum dan kulit .
b. Hernia para-umbilikalis
Hernia para-umbilikalis merupakan hernia melalui suatu celah di garis tengah di tepi
kranial umbilikalus, jarang spontan terjadi di tepi kaudalnya .

c. Hernia epigastrika
Hernia epigastrika adalah hernia yang keluar melalui defek di linea alba antara
umbilikus dan prosesus xifoideus. Isi terdiri atas penonjolan jaringan lemak
preperitoneal dengan atau tanpa kantong peritoneum.
d. Hernia ventralis
Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian
anterolateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks merupakan penonjolan peritoneum
melalui bekas luka operasi yang baru maupun yang lama.
Teknik Permeriksaan
1. Pasien dalam posisi berdiri dan pemeriksa duduk di depan pasien dengan nyaman.
2. Bebaskan daerah inguinal dan genital untuk pemeriksaan.
3. Perhatikan apakah ada benjolan atau keadaan asimetris di kedua area inguinal.
4. Untuk pemeriksaan hernia inguinal kanan, gunakan ujung jari telunjuk kanan untuk
mencari batas bawah sakus skrotalis, kemudian telunjuk di dorong ke atas menuju
kanalis inguinalis.

Gambar 1. Teknik
pemeriksaan hernia

5. Telusuri korda
spermatikus sampai ke ligamentum inguinal. Setelah itu temukan cincin inguinal
eksterna tepat di atas dan lateral dari tuberkel pubis. Palpasi cincin inguinal eksterna
dan dasarnya. Minta pasien untuk mengedan atau melakukan valsava maneuver.
Cari apakah terdapat benjolan diatas ligamentum inguinal sekitar tuberkel pubis.
6. Cincin eksterna cukup lebar untuk jari pemeriksa dapat terus masuk sampai ke
cincin inguinal interna. Minta pasien untuk kembali mengedan atau melakukan
valsava maneuver, cari apakah terdapat benjolan di kanalis inguinalis dan dorong
bejolan menggunakan ujungn jari telunjuk.
7. Untuk pemeriksaan hernia inguinalis kiri, lakukan dengan cara yang sama
menggunakan ujung jari telunjuk kiri.
8. Lakukan palpasi untuk menilai hernia femoralis dengan cara meletakkan jari di
bagian anterior dari kanalis femoralis, Minta pasien untuk mengedan, perhatikan
apakah terdapat pembengkakan atau nyeri.
9. Jika ada pemeriksaan tampak massa pada skrotum, minta pasien untuk berbaring,
lakukan penilaian apakah massa menghilang bila pasien berbaring jika massa tetap
ada saat pasien berbaring, lakukan palpasi pada massa, dan dengarkan menggunakan
steteskop apakah terdapat bising usus pada massa.

Analisis Hasil Pemeriksaan


1. Terdapat benjolan saat inspeksi dapat dicurigai adanya hernia.
2. Teraba benjolan disekitar cincin inguinal eksterna kemungkinan adalah direct
inguinal hernia.
3. Teraba benjolan disekitar cincin inguinal interna kemungkinan adalah indirect
inguinal hernia.
4. Bila terdapat massa, perlu analisa kemungkinan diagnosis banding hernia.

PROSEDUR PALPASI HERNIA


PEMERIKSAAN COLOK DUBUR DAN PROSTAT
Evi Sylvia Awwalia, dr., Sp.PD & Putri Wulan Akbar, dr

TUJUAN :
Mahasiswa mampu memahami, mengerti, dan melakukan pemeriksaan colok dubur dan
prostat

LEARNING OBYEKTIF :
1. Mengetahui kelainan yang mungkin terjadi di bagian anus dan rektum.
2. Mengetahui kelainan yang mungkin terjadi di prostat pada laki-laki.

ALAT DAN BAHAN :


1. PH Colok dubur
2. Handscoon
3. Handscrab
4. Lubricating gel.

REFERENSI :
1. Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physcal Examination and History
Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China hh. 160-162

TEORI :
1. Jelaskan kepada pasien prosedur, tujuan pemeriksaan dan ketidaknyamanan yang
muncul akibat tindakan yang akan kita lakukan.
2. Minta pasien untuk melepaskan celana.
3. Minta pasien berbarin menghadap ke kiri, membelakangi pemeriksa dengan tungkai
ditekuk.
4. Lakukan inspeksi untuk melihat apakah terdapat benjolan, luka, inflamasi,
kemerahan, atau ekskoriasi di daerah sekitar anus.
5. Gunakan sarung tangan, oleskan lubricating gel pada ujung jari telunjung
pemeriksaan dan sekitar anus pasien.

Gambar 1. Posisi pasien untuk


pemeriksaan colok dubur

6. Sampaikan kepada pasien bahwa pemeriksaan akan dimulai dan minta pasien untuk
tetap rileks.
7. Sentuhkan ujung jari telunjuk tangan kanan ke anus kemudian masukkan ujung jari
secara lembut dan perlahan ke dalam anus, perhatikan apakah pasien kesakitan, bila
pasien kesakitan, berhenti sesaat, kemudian lihat apakah ada luka di sekitar anus.
Lanjutkan pemeriksaan saat pasien sudah merasa rileks.
8. Nilai tonus sfingter ani, terdapat nyeri atau tidak, indurasi, ireguleritas, nodul, atau
lesi lain pada permukaan dalam sfingter.

Gambar 2. Posisi jari saat akan


memulai pemeriksaan
colok dubur
9. Masukkan jari ke dalam rektum sedalam mungkin, putar jari searah jarum jam dan
berlawanan arah jarum jam untuk meraba seluruh permukaan rektum, rasakan
apakah terdapat nodul, iregularitas, atau indurasi, dan nyeri tekan. Bila didapatkan
nyeri tekan, tentukan lokasi nyeri tersebut. Nilai apakah ampula vateri normal atau
kolaps.
10. Pada laki-laki, setelah seluruh jari telunjuk masuk, putar jari ke arah anterior.
Dengan begitu kita dapat merasakan permukaan posterior dari kelenjar prostat.

Gambar 3. Posisi jari saat palpasi prostat

11. Periksa seluruh permukaan kelenjar


prostat, nilai kutub atas, lobus lateralis, dan sulkus median. Tentukan ukuran,
bentuk, dan konsistensinya, permukaan, serta nilai apakah ada nodul.
12. Keluarkan jari secara perlahan.
13. Amati sarung tangan, apakah terdapat feses, darah, atau lendir.
14. Apakah terdapat feses pada sarung tangan dan diperlukan pemeriksaan feses, maka
masukkan sampel feses tersebut ke dalam kontainer untuk analisi feses selanjutnya.

Analisi Hasil Pemeriksaan :


1. Secara normal, kulit perianal orang dewasa akan tampak lebih gelap dibanding kulit
sekitarnya dan teksturnya lebih kasar.
2. Pada kondisi normal, sfingter ani akan menjepit jari pemeriksaan dengan pas, jika
tonusnya meningkat mungkin akibat kecemasan pasien, inflamasi, atau karena
adanya scar.
3. Prostat normal teraba kenyal dan permukaan rata, kutub atas, sulkus median, dan
lobus lateralis dapat diraba dan ditentukan.
4. Apabila ampula vateri teraba kolaps dapat mengarahkan kecurigaan ke arah
obstruksi.
PROSEDUR PEMERIKSAAN COLOK DUBUR DAN PROSTAT
PEMASANGAN NGT DAN OGT
Evi Sylvia Awwalia, dr., Sp.PD & Putri Wulan Akbar, dr

TUJUAN :
Mahasiswa mampu memahami, mengerti dan melakukan pemasangan NGT dan OGT

LEARNING OBYEKTIF :
1. Dekompresi lambung atau drainase isi lambung.
2. Akses makanan dan obat0obatan bagi pasien yang tidak dapat makan peroral.
3. Diagnostik.

ALAT DAN BAHAN :


1. PH NGT
2. Handscoon
3. Handscrub
4. Handuk kecil
5. Bengkok
6. NGT : Dewasa ukuran 16 Fr atau 18 Fr, anak ukuran 10 Fr
7. Plester dan Gunting plester
8. Steteskop
9. Spuit 50 cc dengan lubang tengah
10. 1 gelas berisi air
11. Lubricant gel, lebih baik bila mengandung anestesi lokal

REFERENSI :
1. Pfenninger JL, & Fowler GC 2011, Pfenninger and fowler’s ptocedures for primary
care. 3th edn. Elsevier, Philadelphia, hh. 1392-1399.

TEORI :
Pemasangan Pipa Nasogastrik (NGT) adalah prosedur memasukkan pipa panjang
yang terbuat dari polyurethane atau silicone melalui hidung, esofagus sampai kedalam
lambung dengan indikasi tertentu. Sangat penting bagi mahasiswa kedokteran untuk
mengetahui cara pemasangan pipa NGT dan mengetahui pipa NGT tersebut sudah
masuk dengan benar pada tempatnya.

Indikasi
Ada 3 indikasi utama pemasangan NGT :
1. Dekompresi isi lambung
- Mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus obstruktif/ileus paralitik
peritonitis dan pankreatitis akut.
- Perdarahan saluran cerna bagian atas untuk bilas lambung (mengeluarkan cairan
lambung)
2. Memasukkan Cairan/Makanan ( Feeding, Lavage Lambung)
- Pasien tidak dapat menelan oleh karena berbagai sebab
- Lavage lambung pada kasus keracunan
3. Diagnostik
- Membantu diagnosis dengan analisa cairan isi lambung.

Kontraindikasi
Kontraindikasi pemasangan NGT meliputi:
1. Pasien dengan maxillofacial injury atau fraktur basis cranii fossa anterior.
Pemasangan NGT melalui nasal berpotensi untuk misplacement NGT melalui fossa
cribiformis, menyebabkan penetrasi ke intrakranial
2. Pasien dengan riwayat striktur esofagus dan varises esofagus.
3. Pasien dengan tumor esofagus

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan NGT:
1. Iritasi hidung, sinusitis, epistaksis, rhinorrhea, fistula esophagotracheal akibat
pemasangan NGT jangka lama.
2. Pneumonia Aspirasi.
3. Hypoxia, cyanosis, atau respiratory arrest akibat tracheal intubation

Teknik keterampilan :
1. Jelaskan jenis dan prosedur tindkan kepada pasien.
2. Siapkan alat dan bahan. Pilih ukuran tube yang sesuai untuk pasien.
3. Periksa segel dan tanggal kadaluarsa alat yang akan digunakan.
4. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan.
5. Posisikan pasien pada berbaring dengan elavasi 30-455̊. lapisi pakaian dengan
handuk. letakkan basin emesis pada pangkuan pasien.
6. Periksa ada tidaknya sumbatan pada hidung. Periksa kedua lubang hidung untuk
menentukan lubang yang paling besar dan terbuka.
7. Ukur panjang insersi tube dengan memegang tube di atas tubuh pasien, ujung distal
diletakkan 6 cm dibawah prosesus sifoideus; ujung proksimal direntangkan ke
hidung; lingkarkan bagian tengah pada cuping telinga pasien. Tandai panjang ukuran
tersebut dengan plester.
8. Olesi tube dengan lubricant gel.
9. Masukkan NGT dari lubang hidung sambil meminta pasien bernafas melalui mulut
dan melakukan gerakan menelen. Bila pasien tidak dapat menelan, berikan air untuk
membantu pasien menelan.
10. Jika pasien batuk atau menjadi gelisah atau ditemukan embun pada tube,
kemungkinan tube masuk ke trakhea, tarik tube beberapa senti, putar sedikit dan
mulai kembali ke proses diatas.
11. Lanjutkan mendorong tube hingga mencapai tanda plester. Jika lambung penuh,
akan keluar cairan, gunakan basin emesis untuk menampung cairan.
12. Gunakan spuit 50 ml untuk menginjeksikan udara. Dengarkan udara yang masuk ke
lambung dengan menggunakan steteskop.
13. Fiksasi NGT pada hidung dengan plester.

Gambar 1. Pengukuran NGT

Gambar 2. Fiksasi NGT

PROSEDUR PEMASANGAN NGT DAN OGT


PEMASANGAN NASOGASTIC SUCTION
Evi Sylvia Awwalia, dr., Sp.PD & Putri Wulan Akbar, dr

TUJUAN :
Mahasiswa dapat melakukan prosedur yang aman dan efisien untuk penghisapan cairan
lambung.

LEARNING OBYEKTIF :
1. Mahasiswa dapat melakukan pemasangan nasogastic suction

ALAT DAN BAHAN :


REFERENSI :
1. Benson BE, Hoppu K, Troutman WG, et al. Position paper update: gastric lavage for
gastrointestinal decontamination. Clin Toxicol (Phila). 2013;51(3):140-146. PMID:
23418938 www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23418938.

TEORI :
Nasogastric aspiration (suction) merupakan proses drainase isi lambung baik solid,
liquid maupun gas dari gastrointestinal melalui tube/selang yang dihubungkan dengan
hidung.
Tujuan:
1. Untuk dekompresi gastrointestine saat dicurigai adanya obstruksi usus (ileus)
2. Untuk mendapatan sampel isi lambung
3. Untuk mengeluarkan substansi toxic yang tertelan
4. Untuk membilas lambung setelah perdarahan atau keracunan.

Kontraindikasi :
- Pasien dengan fraktur leher dan maksilofascial karena meningkatkan risiko obstruksi
jalan nafas.
- Pemasangan pada trauma daerah esophagus memerlukan pertimbangan khusus,
termasuk pada varises esophagus yang mudah pecah.

Komplikasi :
- Komplikasi ringan meliputi erosi/ perdarahan pada hidung, sinusitis, dan radang
tenggorokan.
- Komplikasi berat meliputi perforasi esophagus, aspirasi pulmo, paru kolaps.

Prosedur Tindakan :
1. Jelaskan prosedur dan risiko serta ketidaknyamanan prosedur pada pasien. Apabila
pasien setuju mintalah informed consent.
2. Masukkan selang yang sudah dilubrikasi ke dalam lubang hidung pasien. Dorong
secara perlahan sembari meminta pasien melakukan gerakan menelan.
3. Saat ujung selang sudah mencapai lambung lakukan pengecekan dengan mendorong
spuit berisi udara yang didengarkan dengan stetoskop.
4. Hubungkan ujung selang satunya dengan alat suction. Sedot dengan hati-hati dan
perlahan.

PROSEDUR PEMASANGAN NASOGASTIC SUCTION


PEMERIKSAAN FISIK REGION FLANK
Dwimantoro Prisilia, dr., Sp.U & Putri Wulan Akbar, dr

TUJUAN :
Mahasiswa mampu emmahami, mengerti dan melakukan pemeriksaan fisik region flank

LEARNING OBYEKTIF :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik region flank

ALAT DAN BAHAN :


1. Handscoon
2. Handscrub
REFERENSI :

TEORI :
Ginjal termasuk salah satu organ tubuh manusia yang vital. Ginjal terletak
retroperitoneal dalam rongga abdomen. Organ ini berperan penting dalam metabolisme
tubuh seperti fungsi ekskresi, keseimbangan air dan elektrolit, serta endokrin. Fungsi
ginjal secara keseluruhan menggambarkan fungsi nefron. Penyakit ginjal sering disertai
penyakit lain yang mendasarinya seperti diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia, dan
lain-lain. Gejala gangguan ginjal stadium dini cenderung ringan, sehingga sulit
didiagnosis hanya dengan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan laboratorium dapat
mengidentifikasi gangguan fungsi ginjal lebih awal.

Gambar 1. Proyeksi Ginjal

Langkah-langkah Pemeriksaan
1. Palpasi Ginjal
Palpasi ginjal kanan dilakukan dengan palpasi dalam di bawah margo kosta kanan.
a. Atur posisi pasien dengan tidur terlentang. Untuk pemeriksaan ginjal kanan posisi
pemeriksa di sebelah kanan pasien.
b. Tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari
menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan).
c. Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot
rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kanan
dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antara kedua tangan
(tentukan ukuran, nyeri tekan ).
d. Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan
rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi.
e. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri: Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan
kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakang.
f. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus,
minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-
dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).

Gambar 2. Palpasi bimanual

2. Perkusi Ginjal (Ketok ginjal)


a. Untuk pemeriksaan Perkusi ginjal pasien dipersilahan untuk duduk di atas bed
periksa dan pemeriksa berdiri di belakang penderita.
b. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis
12- lumbal 1 lalu dengan sisi ulnar kepalan tangan yang lain dipukulkan.
c. Lakukan pada ginjal kiri
d. Evaluasi respon pasien.

Gambar 3. Teknik ketok ginjal


PROEDUR PEMERIKSAAN FISIK REGION FLANK
PEMERIKSAAN FISIK GENETALIA PRIA
Dwimantoro Prisilia, dr., Sp.U & Putri Wulan Akbar, dr

TUJUAN :
Mahasiswa mampu memahami, mengerti dan bisa melakukan pemeriksaan fisik
genitalia pria

LEARNING OBYEKTIF :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik genitalia pria

ALAT DAN BAHAN :


1. PH Kateter pria
2. Handscoon
3. Handscrub
4. Senter

REFERENSI :
1. Bickley, LS & Szilagyi PG 2009, Bates’ Guide to Physcal Examination and History
Taking, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, China hh. 160-162.
TEORI :
Pemeriksaan fisik genitalia pria termasuk prosedur rutin yang harus dikerjakan pada
penderita dengan indikasi kelainan genitalia dan traktus urinarius segmen distal.
Sedangkan rectal touche dilakukan pada penderita dengan kelainan dan keluhan di
daerah rectum, anus dan pemeriksaan prostat pada laki-laki. Pemeriksaan meliputi :
penis (kelainan pada meatus urethra, korpus penis, dan glans penis), skrotum (kelainan
pada skrotum, testis, epididimis, dan vas deferens).
Penis dibentuk oleh dua jaringan erektil di bagian dorsal, corpus cavernosa penis
dan satu jaringan erektil yang lebih kecil di bagian ventral, corpus spongiosum penis
dimana didalamnya dilewati oleh urethra. Jaringan ikat yang tebal membungkus ketiga
jaringan erektil tadi sehingga membentuk sebuah silinder. Pada bagian distal korpus
penis membentuk glans penis yang dilalui oleh meatus urethra. Perbatasan antara glans
dan korpus, terdapat retroglandular sulcus atau yang biasa disebut corona glandis.
Lapisan kulit, preputium/foreskin menutupi glans penis. Di bagian ventral terdapat
frenulum, lipatan preputium yang membentang dari meatus uretrhra menuju corona.
Skrotum merupakan kantung yang dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang berkerut-
kerut (rugous skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang terdiri dari serat-
serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal penis, dimana bagian
kiri lebih rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum yang kiri funiculus
spermaticus lebih panjang. Kulit skrotum terbagi dua oleh median raphe yang
memanjang dari bagian ventral korpus penis, melewati pertengahan skrotum sampai ke
anus. Dibagian dalam, kedua skrotum dipisahkan oleh septal fold dari tunica dartos.
Masing-masing skrotum berisi testis, epididimis dan funiculus spermaticus. Kulit
skrotum hiperpigmentasi dan mengandung banyak folikel sebasea yang dapat
menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan otot dartos menentukan ukuran skrotum;
paparan suhu eksternal yang dingin menyebabkan skrotum mengecil, sebaliknya sensasi
hangat akan merelaksasikan otot dan memperbesar ukuran skrotum.
Teknik Pemeriksaan
Posisi pasien berdiri atau duduk sedemikian rupa sehingga penis dan skrotum pada
posisi bebas. Pemeriksaan genitalia sebaiknya didampingi oleh setidaknya satu orang
saksi dari tenaga medis (perawat/asisten).
1. Pemeriksaan Penis
a. Pakai sarung tangan (handscoen).
b. Lakukanlah inspeksi penis, perhatikan apakah terdapat kelainan : edema,
kontusio, fraktur corpus, ulkus. Inflamasi atau obstruksi vena-vena sekitar
penis dapat menyebabkan edema lokal. Fraktur dan kontusio memberikan tanda
pembengkakan, namun sulit dibedakan bila tidak dilakukan pembedahan. Ulkus
penis dapat berupa syphilitic chancre, chancroid, lymphogranuloma venereum,
herpes progenitalis, dan behcet syndrome.
c. Mintalah penderita membuka preputium, perhatikan apakah terdapat phimosis,
paraphimosis, hipospadia, epispadia.
d. Palpasi sepanjang korpus penis, pada bagian ventral, sepanjang corpus
spongiosum dari penoskrotal junction menuju meatus, pada bagian middorsal,
diatas septum interkorporeal, pada bagian lateral, diatas kedua korpus
kavernosum, rasakan adanya nodul dan plak.
e. Tekan glans penis anteroposterior menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk
membuka dan memeriksa urethra terminal.
f. Tampunglah menggunakan wadah specimen apabila terdapat discharge yang
keluar dari urethra untuk pemeriksaan laboratorium.

2. Pemeriksaan Skrotum
a. Pakai sarung tangan (handscoen).
b. Regangkan kulit skrotum diantara jari-jari untuk menilai dinding skrotum
c. Inspeksi skrotum, perhatikan apakah terdapat edema, kista, hematoma, laserasi,
dan ulkus.
d. Lakukan transiluminasi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hernia
skrotalis, dan untuk menilai isi skrotum.
e. Bandingkan kedua testis secara simultan dengan palpasi keduanya menggunakan
ibu jari dan telunjuk. Bedakan ukuran, bentuk, konsistensi dan sensitivitas
terhadap tekanan.
f. Lokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara perlahan, temukan bagian
bergerigi dan nodul lembut dimulai dari pole atas testis menerus ke pole bawah,
umumnya epididimis berada dibelakang testis. Bandingkan kedua epididimis
berdasarkan komponen kepala, badan dan ekornya. Nilailah apakah terdapat
tumor dan nyeri tekan.
g. Bandingkan kedua funiculus spermaticus secara simultan dengan palpasi pada
leher skrotum. Vas deferens normal teraba seperti tali cambuk yang keras dan
dapat dibedakan dengan struktur lainnya seperti saraf, arteri, dan serat
m.kremaster. Nilailah apakah funikulus positif, adakah massa dan nyeri tekan.
h. Untuk semua kasus, lakukanlah pemeriksaan limfonodi inguinal dan femoral
untuk menilai pembesaran kelenjar getah bening.
i. Lepaskan handscoen dan cuci tangan 7 langkah.
j. Dokumentasi hasil pemeriksaan
PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK GENETALIA PRIA
PEMASANGAN KATETER URETRA
Dwimantoro Prisilia, dr., Sp.U & Putri Wulan Akbar, dr

TUJUAN :
Mampu melakukan pemasangan kateter sesuai dengan indikasi dan kompetensi dokter
di pelayanan primer.

LEARNING OBYEKTIF :
1. Mampu melakukan pemasangan kateter sesuai dengan indikasi dan kompetensi
dokter di pelayanan primer.

ALAT DAN BAHAN :


1. Bak instrumen sedang steril
2. Kateter foley steril (bungkus 2 lapis) : untuk dewasa ukuran no. 16 atau 18.
3. Handscoon steril.
4. Kasa dan antiseptik (povidone lodine).
5. Doek lubang
6. Jelly KY
7. Pinset steril.
8. Korentang steril + tempat + tutup
9. NaCI atau aqua streil.
10. Spuit 10 CC.
11. Urine bag.

REFERENSI :
1. S.Vahr, H. Cobussen-Boekhorst et al. Catheterisation – Urethral Intermittent in
adults – Dilatation, urethral intermittent in adults. EAUN Good Practice in Health
Care. 2013.
2. hhtp://www.osceskills.com/e-learning/subjects/urethral-catheterisation-male/

TEORI :
Teknik Tindakan :
1. Lakukan informed consent kepada pasien karena tindakan ini adalah tindakan
invasif. Pasien perlu mengetahui bahwa tindakan akan terasa nyeri dan terdapat
risiko infeksi dan komplikasi permanen.
2. Persiapkan alat dan bahan steril dalam bak steril (termasuk mengeluarkan kateter
dari bungkus pertamanya).
3. Lakukan tindakan aseptik antiseptik dengan :
 Mencuci tangan menggunakan antiseptik.
 Menggunakan sarung tangan steril.
 Melakukan desinfeksi meatus eksternus, seluruh penis, skrotum dan perineum.
 Melakukan pemasangan doek lubang.
4. Keluarkan kateter dari bungkus keduanya.
5. Masukkan jelly ke dalam spuit tanpa jarum, semprotkan ke uretra. Tutup meatus
agar jelly tidak keluar.
6. Ambil kateter dengan memegang ujung kateter dengan pinset, sedangkan pangkal
kateter (bagian yang bercabang) dibiarkan atau dikaitkan pada jari manis kelingking.
7. Masukkan kateter secara perlahan.

Gambar 1. Teknik Memasukkan


kateter pada pria
8. Bila pada saat memasukkan kateter terasa tertahan, pasien diminta untuk menarik
napas dalam dan rileks. Kemudian tekan beberapa menit sehingga kateter berhasil
melewati bagian tersebut.
9. Bila telah sampai di vesika, kateter akan mengeluarkan urin.
10. Klem terlebih dahulu kateter, kemudian masukkan sisa kateter hingga batas
percabangan pada pangkal kateter.
11. Masukkan NaCI atau aqua steril menggunakan spuit tanpa jarum, melalui cabang
untuk mengembangkan balon kateter dan balon menutup orifisium. Tarik sisa
kateter.
12. Klem kateter dihubungkan dengan kantung urin, kemudian buka klem nya.
13. Nilai urin dan jumlah yang dikeluarkan setelah kateter dipasang.

Gambar 2. Kateter

Analisis / Interpretasi
Indikasi pemasangan kateter, yaitu :
1. Utuk menegakkan diagnosis
 Mengambil contoh urin wanita untuk kultur.
 Mengukur residual urin pada pembesaran prostat.
 Memsukkan kontras seperti pada sistogram.
 Mengukur tekanan vesika urinaria pada sindroma kompartemen abdomen.
 Mengukur produksi urin pada penderita shock untuk melihat fungsi ginjal.
 Mengetahui perbaikan atau perburukkan trauma ginjal dengan melihat warna
urin.
2. Untuk terapi
 Mengeluarkan urin pada retensi urin.
 Mengirigasi / bilas vesika stelah operasi vesika, tumor vesika atau prostat.
 Sebagai splint setelah operasi uretra pada hipospadia.
 Untuk memasukkan obat ke vesika pada karsinoma vesika.
Kateter tertahan pada bagian uretra yang menyempit, yaitu sphincter, pars
membranacea uretra atau bila ada pembesaran pada BPH (Benign Protate Hypertrophy).
Jika kateter tertahan tidak dapat diatasi hanya dengan menarik napas dalam dan
relaks, teknik lainnya dapat dilakukan dengan :
1. Memberikan anestesi topikal untuk membantu mengurangi nyeri dan membantu
relaksasi.
2. Menyemprotkan gel melalui pangkal kateter.
3. Melakukan masase prostat dengan colok dubur (oleh asisten).
4. Mengganti kateter dengan lebih kecil atau kateter Tiemann yang ujungnya runcing.
5. Melakukan sistotomi bila vesika penuh, kemudian ulangi lagi pemasangan kateter.

Untuk perawatan kateter yang menetap, pasien diminta untuk :


1. Banyak minum air putih.
2. Mengosongkan urine bag secara teratur.
3. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh pasien.
4. Membersihkan darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan
antiseptik secara berkala.
5. Ke dokter kembali agar mengganti kateter bila sdah menggunakan kateter dalam 2
minggu.
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER URETRA
SIRKUMSISI
Dwimantoro Prisilia, dr., Sp.U & Putri Wulan Akbar, dr

Anda mungkin juga menyukai