Anda di halaman 1dari 44

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK GASTROINTESTINAL

“PERUT KEMBUNG”

Kelompok B-10

Ketua : Marza Akbar Zulafa (1102018252)

Sekretaris : Wina Ainun Patimah (1102018236)

Anggota : Hana Kautsarina (1102018237)

Andi Safira Afra Amin (1102018257)

Raissa Salsabila (1102018255)

Rozzika Zaklin Mangestu (1102018215)

Novandri Rizky Muhammad (1102018300)

Rita Fauzia (1102018313)

Nuraharvi (1102018315)

Ilham Mahardika (1102018326)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2019/2020
Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. (+62)214244574 Fax.(+62)214244574

1
DAFTAR ISI
Skenario……………………………………………………….……..………........3
Kata sulit…………………………………………………………….……….........4
Brainstorming…………………………………………….…………....………….5
Hipotesis…………………………………………………………………………..7
Sasaran belajar ………………………………………………………………........8
Memahami dan Menjelaskan Anatomi Colon dan Ileum.….….………………….9
1. Makroskopik………………………………………………………………….9
2. Mikroskopik………………………………………………………………....11
Memahami dan Menjelaskan Obstruksi Ileus…………………...
………………..18
1. Definisi.........................................................................................................18
2. Etiologi.........................................................................................................19
3. Klasifikasi.....................................................................................................20
4. Patofisiologi dan Patogenesis.......................................................................20
5. Manifestasi klinis..........................................................................................22
6. Diagnosis dan diagnosis Banding…………………………………….……23
7. Tatalaksana...................................................................................................28
8. Pencegahan...................................................................................................34
9. Komplikasi………………………………………………………………....35
10. Prognosis......................................................................................................36
Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan……………………………………...36
1. Pemeriksaan Colok Dubur …………………………………………………36
2. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen 3 Posisi………………………………...38
Memahami dan Menjelaskan Tindakan Pembedahan Menurut Pandangan
Islam……………………………………………………………………………..42
DaftarPustaka........................................................................................................44

2
SKENARIO 3
“PERUT KEMBUNG”
Seorang pria, 40 tahun datang ke dokter dengan keluhan perut kembung
disertai dengan muntah, nyeri perut, tidak bisa buang angin dan tidak bisa buang
air besar sejak 1 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik terlihat distensi abdomen, pemeriksaan colok
dubur didapatkan tonus spincter ani baik, ampula kolaps, serta tidak ditemukan
feses, lender dan darah. Untuk memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan
radiologi foto polos abdomen 3 posisi. Kemudian dokter merencanakan untuk
melakukan tindakan operasi. Pasien bersedia dilakukan tindakan operasi karena
tidak bertentangan dengan ajaran islam.

KATA SULIT
1. Distensi abdomen : Peningkatan tekanan rongga abdomen yang menekan
dinding perut dalam, pada saat inspeksi ukuran abdomennya lebih besar
dari biasa disebabkan karena adanya massa abdomen atau penumpukan
cairan atau gas.
2. Tonus Spincter Ani : Tegangan pada bidang datar dan serat otot berbentuk
elips. Mempertahankan struktur spincter ani. Kekuatan kontraksi
m.spincter ani(cincin otot polos yang mengelilingi 2,5 – 4 cm dari lubang
anus)
3. Ampula kolaps : Bagian lebar yang membatasi dinding dengan rectum .
ampula recti merupakan bagian yang mengatur pengeluaran feses dari
tractus digestivus, jika ampula kolaps bias dicurigai obstruksi.

3
4. Foto polos abdomen 3 posisi : foto di daerah abdomen untuk melihat
gastrointestinal posisinya yaitu antero posterior setengah duduk dan LLD
(Left Lateral Decubitus)
5. Colok dubur : sebuah pemeriksaan internal rektal dengan memasukan jari
ke daerah anus untuk mengetahui adanya kelainan atau tidak pada daerah
di sekitarnya.

BRAINSTORMING
1. Mengapa pasien mengalami keluhan perut kembung dan nyeri perut?
2. Mengapa pasien tidak bisa buang angin dan BAB?
3. Mengapa terjadi distensi abdomen?
4. Mengapa dokter menganjurkan dilakukan operasi?
5. Mengapa untuk menegakan diagnosis dilakukan foto polos abdomen 3
posisi?
6. Mengapa pasien dilakukan pemeriksaan colok dubur? Untuk mengetahui
penyebab dari obstruktif, pada pemeriksaan colok dubur dapat dilihat
darah di feses, fesesnya rectum semprot dan juga nyeri tekan.
7. Apa yang mungkin terlihat pada foto polos abdomen?
8. Bagaimana tindakan operasi dalam hokum islam?

4
9. Apa diagnosis kerja pada skenario di atas?
10. Apakah ada tatalaksana lain selain operasi?
11. Mengapa pada pemeriksaan colok dubur didapatkan ampula kolaps?
12. Apa penyebab dari skenario ini?
Jawaban
1. Karena ada gas dalam saluran pencernaa yang tidak bias keluar karena
adanya sumbatan di usus, gas yang berasal dari penguraian tersebut
meningkatkan tekanan intraabdomen sehingga menyebabkan perut
kembung.
2. Karena adanya obstruksi saluran cerna sehingga lumen mengalami
penyempitan dan terjadi peningkatan dinding usus, pengumpulan cairan
atau gas pada daerah penyumbatan. Penyebab distensi abdomen : adanya
massa, kemungkinan karena terdapat timbunan lemak seperti pada obesitas
sentral, isi feses yang terlalu menumpuk, isi janin, isi fluida atau cairan.
Obstruksi di usus sehingga makanan tertahan dan terjadi penguraian zat-
zat gas makanan sehingga tidak bisa buang angin dan BAB menyebabkan
tekanan intraabdominal meningkat, perut kembung dan distensi abdomen.
3. Obstruksi di usus sehingga makanan tertahan dan terjadi penguraian zat-
zat gas makanan sehingga tidak bisa buang angin dan BAB.
4. Karena sudah ada obstruksi usus dan terapi suportifnya sudah tidak
memadai. Menghindari komplikasi seperti sepsis.
5. Karena obstruksi ada di saluran pencernaan dan untuk melihat letak
obstruksi, dan untuk menentukan tindakan operasi apa yang dilakukan.
6. Untuk mengetahui penyebab dari obstruktif, pada pemeriksaan colok
dubur dapat dilihat darah di feses, fesesnya rectum semprot dan juga nyeri
tekan.
7. Distensi usus dengan multiple air fluid level, distensi usus bagian
proksimal dan absen dari udara colon.
8. Tergantung dari pasiennya bagaimana. Wajib : bila mengancam jiwa dan
dapat menular ke orang lain dan tidak ada lagi pengobatan selain
dilakukan operasi. Sunnah : tidak mengancam jiwa dan tidak dapat
menularkan ke orang lain tetapi alangkah baiknya bila dilakukan operasi
dapat sembuh. Mubah : Boleh dilakukan operasi walaupun tidak terlalu
membutuhkan. Makruh : Memperparah setelah dilakukan operasi.
9. Obstruksi pada rongga usus. Karena ada distensi abdmonen, tonus spincter
ani baik : bukan wasir, ampula kolaps, tidak ditemukan feses karena
tertahan jadi tekanan meningkat dan feses tidak keluar. Ileus obstruktif.
10. Ada pemasangan NGT untuk mengalirkan isi lambung keluar sehingga
mengurangi keluhan perut bengkak atau distensi dan mengurangi gas di
lambung , pemasangan kateter, pemberian cairan melalui infus untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit dalam tubuh pasien dan untuk
mengurangi konsumsi makanan dan minuman sehingga tidak memparah
obstruksi di usus, dikasih prostigmin untuk memacu mobilitas usus, pasien

5
diberi nutrisi parenteral total sampai ada bising pada usus atau mulai
buang angin.
11. Karena adanya tekanan mekanik mengakibatkan distensi abdomen akibat
adanya massa tumor sehingga menekan sigmoid colon dan mengakibatkan
ampula kolaps. Ampula kosong dan kolaps karena terisi oleh udara.
12. Karena adanya tumor, volvulus, hernia, adesi (paling sering yang
menyebabkan obstruksi).

HIPOTESIS
Tumor, hernia, volvulus dan adesi dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal
tersebut menyebabkan makanan tertahan di usus dan meningkatkan tekanan
intraabdominal sehingga menimbulkan perut kembung, susah buang angin, dan
susah BAB. Untuk memastikan diagnosis dan menentukan tindakan selanjutnya
dilakukan pemeriksaan colok dubur dan foto polos abdomen 3 posisi. Tatalaksana
dengan pemasangan NGT, pemasangan kateter, pemberian cairan melalui infus,
prostigmin, nutrisi secara parenteral atau dilakukan tindakan operasi dengan
indikasi tertentu yang sesuai dengan syariat islam.

6
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Colon dan Ileum
1.1 Makroskopik
1.2 Mikroskopik
2. Memahami dan Menjelaskan Obstruksi Ileus
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Klasifikasi
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
2.5 Manifestasi Klinis
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

7
2.7 Tatalaksana
2.8 Pencegahan
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis
3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan
3.1 Pemeriksaan Colok Dubur
3.2 Pemeriksaan Foto Polos Abdomen 3 Posisi
4. Memahami dan Menjelaskan Tindakan Pembedahan Menurut Pandangan
Islam

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Colon dan Ileum


1.1 Makroskopik
Ileum
Ileum atau usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejeunum, dan dilanjutkan oleh appendix. Ileum memiliki pH
antara 7-8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap Vitamin B12 dan
garam-garam empedu.

8
Ileum merupakan bagian ketiga dari usus halus yang akan berakhir pada
ileocecal junction,tempat pertemuan ileum dengan carcum. Panjang jejunum dan
ileum bersama adalah 6-7 cm, dari sepanjang ini dua perlima bagian adalah
jejunum dan sisanya ileum. Dibandingkan dengan jejunum, ileum memiliki
dinding yang lebih tipis, lipatan-lipatan mukosa (plika sirkularis) yang lebih
sedikit dan kurang menonjol, vasa recta yang lebih pendek, lemak mesenterium
lebih banyak, dan lebih banyak arcade arteriae.
Ileum, segmen terakhir dan terpanjang dari usus kecil. Ini secara khusus
bertanggung jawab untuk penyerapan vitamin B12 dan reabsorpsi garam empedu
terkonjugasi. Ileum panjangnya sekitar 3,5 meter (11,5 kaki) (atau sekitar tiga
perlima panjang usus kecil) dan memanjang dari jejunum (bagian tengah usus
kecil) ke katup ileocecal, yang bermuara di usus besar (besar usus). Ileum
ditangguhkan dari dinding perut oleh mesenterium, lipatan serosa (mengeluarkan
uap air). Otot polos dinding ileum lebih tipis dari dinding bagian lain dari usus,
dan kontraksi peristaltiknya lebih lambat. Lapisan ileum juga kurang permeabel
dibandingkan dengan usus kecil bagian atas. Koleksi kecil jaringan limfatik (patch
Peyer) tertanam di dinding ileum, dan reseptor spesifik untuk garam empedu dan
vitamin B12 terkandung secara eksklusif di lapisannya; sekitar 95 persen dari
garam empedu terkonjugasi dalam isi usus diserap oleh ileum.
Arteri yang memperdarahi jejunum dan ileum berasal dari cabang
A.Mesenterica superior dan Vena mesenterica superior, sedangkan yang
mempersarafinya adalah berasal dari plexus mesentericus superior.

9
Colon– Intestinum Crassum (Usus Besar)
Dibagi menjadi lima bagian:
a) Caecum: merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol ke
bawah pada regio iliaca kanan di bawah junctura ileocaecalis. Pada
Caecum juga terdapat Appendix vermiformis berbentuk seperti cacing dan
berasal dari sisi medial caecum.

b) Colon Ascendens: berjalan ke atas dari Caecum ke permukaan inferior


lobus hepatis dextra, menempati regio kanan bawah dan kuadran atas.
Pada waktu mencapai hepar colon ascendens akan berbelok ke kiri
membentuk flexura coli dextra.
c) Colon Transversum: menyilang abdomen di regio umbilicalis dari flexura
coli dextra sampai flexura coli sinistra. Colon transversum membentuk
lengkungan berbentuk huruf “U”. Pada saat colon transversum mencapai
lien akan melengkung ke bawah membentuk flexura coli sinistra untuk
menjadi colon descendens.

10
d) Colon Descendens: terbentang dari flexura coli sinistra sampai apertura
pelvis superior. Colon descendens menempati kuadran kiri atas dan
bawah. Colon descendens diperdarahi oleh arteri dan vena mesenterica
inferior dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis nervi
splanchnici pelvici melalui plexus mesenterica inferior.
e) Colon sigmoideum: mulai dari apertura pelvis superior dan merupakan
lanjutan colon descendens. Colon ini tergantung ke bawah ke dalam
cavitas pelvis dalam bentuk sebuah lengkung. Colon sigmoideum beralih
ke rectum di depan os sacrum. Diperdarahi oleh cabang dari arteri
mesenterica inferior dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis
dari plexus hypogastricus inferior.
1.2 Mikroskopik
Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu yang terdiri
atas 4 lapisan utama yaitu: lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan lapisan
serosa.
1) Lapisan mukosa terdiri atas (1) epitel pembatas; (2) lamina propria yang
terdiri dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan pembuluh darah
kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang mengandung juga
kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid; dan (3) muskularis mukosae.
2) Submukosa terdiri atas jaringan penyambung jarang dengan banyak
pembuluh darah dan limfe, pleksus saraf submukosa (juga dinamakan
Meissner), dan kelenjar-kelenjar dan/atau jaringan limfoid.
3) Lapisan otot tersusun atas: (1) sel-sel otot polos, berdasarkan susunannya
dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut arah utama sel-sel otot yaitu
sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar (sirkuler);
pada sublapisan luar, kebanyakan memanjang (longitudinal). (2) kumpulan
saraf yang disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak antara
2 sublapisan otot. (3) pembuluh darah dan limfe.
4) Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas (1) jaringan penyambung
jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa; dan (2) epitel
gepeng selapis (mesotel).

 Usus Halus
Usus halus adalah tempat akhir berlangsungnya pencernaan absorpsi
nutrien, dan sekresi endokrin. peristiwa pencernaan dituntaskan dalam usus
halus, tempat nutrien (hasil pencernaan) diabsorpsi oleh sel-sel epitel pelapis.
Usus halus relatif panjang-sekitar 5 m-dan terdiri atas tiga segmen:
duodenum, yeyunum, dan ileum.

Membran mukosa usus halus menunjukkan sederetan lipatan


permanen yang disebut plika sirkularis atau valvula Kerkringi. Pada membran
mukosa terdapat lubang kecil yang merupakan muara kelenjar tubulosa
simpleks yang dinamakan kelenjar intestinal (kriptus atau kelenjar
Lieberkuhn). Kelenjar-kelenjar intestinal mempunyai epitel pembatas usus
halus dan sel-sel goblet (bagian atas).

11
Mukosa usus halus dibatasi oleh beberapa jenis sel, yang paling
banyak adalah sel epitel toraks (absorptif), sel paneth, dan sel-sel yang
mengsekresi polipeptida endokrin.
1) Sel toraks adalah sel-sel absorptif yang ditandai oleh adanya
permukaan apikal yang mengalami spesialisasi yang dinamakan
”striated border” yang tersusun atas mikrovili. Mikrovili mempunyai
fungsi fisiologis yang penting karena sangat menambah permukaan
kontak usus halus dengan makanan. Striated border merupakan tempat
aktivitas enzim disakaridase usus halus. Enzim ini terikat pada
mikrovili, menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida, sehingga
mudah diabsorbsi. Di tempat yang sama diduga terdapat enzim
dipeptidase yang menghidrolisis dipeptida menjadi unsur-unsur asam
aminonya. Fungsi sel toraks usus halus lebih penting adalah
mengabsorbsi zatzat sari-sari yang dihasilkan dari proses pencernaan.
2) Sel-sel goblet terletak terselip diantara sel-sel absorpsi, jumlahnya
lebih sedikit dalam duodenum dan bertambah bila mencapai ileum.
Sel goblet menghasilkan glikoprotein asam yang fungsi utamanya
melindungi dan melumasi mukosa pembatas usus halus.
3) Sel-sel Paneth (makrofag) pada bagian basal kelenjar intestinal
merupakan sel eksokrin serosa yang mensintesis lisosim yang
memiliki aktivitas antibakteri dan memegang peranan dalam
mengawasi flora usus halus.
4) Sel-sel endokrin saluran pencernaan. Hormon-hormon saluran
pencernaan antara lain: sekretin, dan kolesistokinin (CCK). Sekretin
berperan sekresi cairan pankreas dan bikarbonat. Kolesistokinin
berperan merangsang kontraksi kandung empedu dan sekresi enzim
pankreas. Dengan demikian, aktivitas sistem pencernaan diregulasi
oleh sistem saraf dan hormon-hormon peptida.
Lamina propria sampai serosa Lamina propria usus halus terdiri atas
jaringan penyambung jarang dan pembuluh darah dan limfe, serabut-serabut
saraf, dan sel-sel otot polos. Tepat di bawah membrana basalis, terdapat
lapisan kontinyu sel-sel limfoid penghasil antibodi dan makrofag,
membentuk sawar imunologik pada daerah ini. Lamina propria menembus
ke dalam inti vili usus, bersama dengan pembuluh darah dan limfe, saraf,
jaringan penyambung, miofibroblas, dan sel-sel otot polos. Bercak PEYERI
(Peyer’s path).
Submukosa pada bagian permulaan duodenum terdapat kelenjar-
kelenjar tubulosa bercabang, bergelung yang bernuara ke dalam kelenjar
intestinal yang disebut kelenjar duodenum (Brunner), yang berfungsi
menghasilkan glikoprotein netral untuk menetralkan HCl lambung,
melindungi mukosa duodenum terhadap pengaruh asam getah lambung, dan
mengubah isi usus halus ke pH optimal untuk kerja enzim-enzim penkreas.
Sel-sel kelenjar Brunner mengandung uragastron yaitu suatu hormon yang

12
menghambat sekresi asam klorida lambung. Disamping kelenjar duodenum,
submukosa usus halus sering mengandung.
Disamping kelenjar duodenum, submukosa usus halus sering
mengandung nodulus limfatikus. Pengelompokkan nodulus ini membentuk
struktur yang dinamakan bercak Peyer.
a. Duodenum
Dinding dari duodenum terdiri atas 4 lapisan. Lapisan pertama
adalah lapisan mukosa dengan muskularis mukosa, lamina propia serta
epitel. Lapisan kedua adalah jaringan ikat submukosa dengan kelenjar
duodenal (Brunner). Lapisan ketiga adalah dua lapis otot polos pada
muskularis eksterna. Lapisan terakhir adalah serosa peritoneum
visceralis.
Usus halus memiliki beberapa ciri yaitu tonjolan seperti jari
yang disebut vili, lapisan sel epitel kolumner berjajar dengan mikrovili
yang membentuk striated borders, dan kelenjar intestinal yang tubular
dan pendek (kripte Lieberkuhn). Vili merupakan mukosa yang
mengalami modifikasi. Diantara vili terdapat intervillous space. Setiap
vili berisi inti yaitu lamina propria , serabut otot polos yang menonjol
dari muskularis mukosa ke vili, dan pembuluh limfatik sentral yaitu
lacteal

b. Jejunum
Histologi duodenum segmen bawah, jejunum dan ileum
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan duodenum segmen
atas. Hanya kelenjar duodenal (Brunner) yang hanya terdapat pada

13
submukosa duodenum segmen atas dan tidak ditemukan di jejunum
maupun ileum
Inti dari plica circularis dibentuk oleh jaringan ikat padat
submukosa yang terdapat arteri dan vena di dalamnya. Usus halus
dikelilingi oleh muskularis eksterna yang tersusun atas otot polos
sirkuler dan longitudinal.
Diantara vili-vili terdapat kelenjar intestinal. Di dasar kelenjar
intestinal terdapat sel paneth yang merupakan kelenjar eksokrin
memproduksi lisozim. Sel paneth juga memiliki fungsi fagositosis
dengan demikian sel ini memiliki fungsi penting untuk mengontrol flora

mikroba pada usus halus.

c. Ileum

14
Ileum memuliki karakteristik yaitu agregasi dari nodul limfatik
yang disebut plaque peyeri. Setiap plaque peyeri adalah agregasi dari
beberapa nodul limfatik yang berada pada inding ileum berlawanan
dengan penempelan mesenterium. Sebagian besar dari nodul limfatik
menampilkan sentrum germinativum. Nodul limfatik umumnya bersatu
dan batas antara keduanya menjadi sukar dibedakan. Nodul limfatik
berasal dari jaringan limfatik pada lamina propia. Plaque peyeri
mengandung banyak limfosit B, beberapa limfosit T, makrofag dan sel
plasma. Tidak terdapat vili pada area lumen usus halus dimana nodul

mencapai permukaan mukosa.

 Usus Besar
Usus besar terdiri atas membran mukosa tanpa adanya 1ipatan kecuali
pada bagian distalnya (rektum) dan tidak memiliki vili.

15
Mukosa dipenetrasi di seluruh area usus besar oleh kelenjar usus
tubular yang dilapisi oleh se1 goblet dan sel absorptif dengan sedikit sel
enteroendokrin. Sel absorptif atau kolonosit berbenluk silindris dengan
mikrovili pendek iregular. Sel punca untuk epitel usus besar berada pada
sepertiga bawah kelenjar. Usus besar disesuaikan dengan fungsi utamanya:
absorpsi air, pembentukan massa tinja, dan produksi mukus yang melumasi
permukaan usus.
Lamina propria kaya akan sel limfoid dan nodul limfoid yang sering
kali menyebar sampai ke dalam submukosa. Banyaknya jaringan MALT
berkaitan dengan banyaknya bakteri di usus besar. Muscularis terdiri atas
berkasberkas longitudinal dan sirkular, tetapi berbeda dari lapisan muscularis
di usus halus dengan serabut lapisan luarnya yang mengelompok dalam 3 pita
longitudinal yang disebut taeniae coli. Bagian intraperitoneal kolon dilapisi
oleh serosa, yang ditandai dengan tonjolan kecil yang terdiri atas jaringan
adiposa.
Di dekat bagian awal usus besar terdapat apendiks yang merupakan
evaginasi sekum. Apendiks ditandai dengan lumen yang relatif kecil dan
irregular, kelenjar tubular yang lebih pendek dan kurang padat dan tidak
memiliki taeniae coli. Meskipun apendiks tidak memiliki fungsi pencernaan
struktur tersebut merupakan komponen penting MALT dengan sejumlah
besar folikel limfoid pada dindingnya.

Di daerah anus, membran mukosa membentuk sederetan lipatan


memanjang, yaitu columna analis. Sekitar dua cm di atas muara anus, di taut
recto-anal, lapisan mukosa usus diganti oleh epitel berlapis gepeng. Di daerah
ini, lamina propria mengandung suatu pleksus vena besar yang dapat
menimbulkan hemoroid bila pleksus ini melebar dan menjadi varises.

16
 Usus besar terdiri dari kolon, sekum,
 apendiks, dan rektum yang keseluruhannya
 memiliki panjang kurang-lebih 5 kaki.
 Kolon terdiri dari tiga segmen, yaitu kolon
 asenden, transversum, serta desenden.
 Usus besar terdiri dari kolon, sekum,
 apendiks, dan rektum yang keseluruhannya
 memiliki panjang kurang-lebih 5 kaki.
 Kolon terdiri dari tiga segmen, yaitu kolon
 asenden, transversum, serta desenden.
 Usus besar terdiri dari kolon, sekum,
 apendiks, dan rektum yang keseluruhannya
 memiliki panjang kurang-lebih 5 kaki.
 Kolon terdiri dari tiga segmen, yaitu kolon
 asenden, transversum, serta desenden.
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum yang
keseluruhannya memiliki panjang kurang-lebih 5 kaki. Kolon terdiri dari tiga
segmen, yaitu kolon asenden, transversum, serta desenden.
Dinding kolon memiliki lapisan-lapisan dasar yang serupa dengan
lapisan yang ada di usus halus. mukosa terdiri atas epitel selapis silindris,
kelenjar intestinal, lamina propria, dan muskularis mukosa. Submukosa di
bawahnya mengandung sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah,
dan saraf. Muskularis eksterna dibentuk oleh dua lapisan otot polos. Serosa
(peritoneum viscerale dan mesen terium) melapisi kolom transversum dan
kolon signoid. Adanya beberapa modifikasi di dinding kolon yang
memebdakan bagian ini dari bagian lainnya di saluran pencernaan.
Kolon tidak memiliki vili atau plika sirkularis, dan permukaan luminal
mukosa licin. Di kolon yang tidak melebar, mukosa dan submukosa
memperlihatkan banyak lipatan temporer. Di lamina propria dan submukosa
kolon dijumpai nodulus limfoid.
Lapisan otot polos di muskularis eksterna kolon mengalami
modifikasi. Lapisan sirkular dalam terlihat utuh di dinding kolon, sedangkan
lapisan longitudinal luar otot polos dibagi menjadi tiga pita memnajang yang
lebar yaitu taenia coli. Lapisan otot longitudinal luar yang sangat tipis, yang
sering terputus-putus, dijumpai di antara taenia coli. Sel-sel ganglion para
simpatis pleksus saraf mienterikus (Auerbach) terdapat di antara kedua
lapisan otot polos muskularis eksterna.

17
Kolon transversum dan kolon sigmoid melekat pada dinding tubuh
melaui mesenterium. Oleh karena itu, serosa menjadi lapisan terluar.

2. Memahami dan Menjelaskan Obstruksi Ileus


2.1 Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.
Gangguan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang
disebut ileus mekanik atau oleh gangguan peristaltik disebut sebagai ileus
paralitik.
Ileus mekanik/ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada
usus di mana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
menganggu jalannya isi usus, yaitu oleh karena kelainan dalam lumen
usus, dinding usus atau luar usus yang menekan. Hambatan pada jalan isi
usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di bagian
proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan
terjadi distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus maupun
usus besar.
Ileus paralitik disebut juga adinamik ileus, adalah keadaan dimana usus
gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya.

18
2.2 Etiologi
Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh :
a. Adhesi
Dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum.
b. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau Crohn disease.
c. Hernia inkarserata
Usus terjepit di dalam pintu hernia. Pada aak dapat dikelaola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
hemiotomi segera.
d. Neoplasma
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium
dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama
disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesentrium
yang menekan usus.
e. Invaginasi
Umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon
ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan
komplikasi perforasi dan peritonitis.
f. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal
dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan
terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan
volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
g. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen
paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat
terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir
mati akibat pemberian obat cacing.
h. Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum atau usus halus yang menyeb abkan batu empedu
masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di
usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi.
i..Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik dan hematoma.

2.3 Klasifikasi
Ada dua tipe obstruksi yaitu :

19
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata
atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi,
tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu,
striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis
dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin
seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson.

Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga


kelompok (Bailey,2002):
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu
empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau
intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005; Sabiston,1995) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala
umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk
dan keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua (Stone, 2004):
1. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
2. Ileus obstruktif usus besar
2.4 Patofisiologi dan Pathogenesis
Patogenesis

Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi.


Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas,
distensi yang menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan

20
sehingga suplai darah berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi.
Dilatasi dan dilatasi usus oleh karena obstruksi menyebabkan
perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan sehingga potensial
untuk terjadi translokasi kuman.Gangguan vaskularisasi menyebabkan
mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit dapat lolosdari tubuh karena
muntah. Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada
usus yang mengalami strangulasi.

Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu tidak timbul distensi
berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis, sehingga mudah
distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis,
karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda
obstruksi usus halus atau usus besar tergantung kompetensi valvula
Bauhini. Bila terjadi insufisiensi katup, timbul refluks dari kolon ke
ileum terminal sehingga ileum turut membesar.

Patofisiologi

Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi


akibat adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus,
pankreas, dan sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus
halus ditarik oleh sirkulasi darah dan sebagian ke interstisial, dan
banyak yang dimuntahkan keluar sehingga akan memperburuk
keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan elektrolit.
Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin,
2001).

Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak


tinggi/obstruksi usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin
cepat munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada pasien dengan

21
obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat
abdomen mungkin dapat dijumpai, dan muntah pada umumnya
muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu untuk mengisi semua
lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas dari
obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari
kekurangan cairan. Dan lemah serta leukositosis merupakan tanda
adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus pada umumnya keras,
dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk mengalahkan
obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin
menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan ini merupakan tanda
akhir suatu obstruksi (J.Corwin, 2001).
2.5 Manifestasi klinis
a. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi,
artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di
dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi,maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada
obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak,
yangjarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama.
Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai
perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka
muntah yang dihasilkan semakin fekulen.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan
dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal
sampai demam. Distensi abdomendapat dapat minimal atau tidak ada pada
obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal.
Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai
dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.
b. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan
disertai dengan nyeri hebat.Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya
skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi
berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak
menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah
terjadinya nekrosis usus.
c. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat
sumbatan biasanya terasa di epigastrium.
Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkanadanya iskemia
atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri.
Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit.
Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul
kemudian dan tidakterjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks.
Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak
gangguan pada usus halus. Muntah feka lakan terjadi kemudian. Pada
keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan

22
dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan
distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien
yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang
terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi.

2.6 Diagnosis dan diagnosis banding


1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena
pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus
obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada
ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif
usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm
contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran
gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat
serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus
obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda
iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance
muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di
atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus)
bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus
sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps
terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum

23
dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa
atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus
kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus
dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan
dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan
peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum.
Pada ileus obstruktif usus. feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak
dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan
darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara
obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana
dengan strangulasi. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah
atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea
Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang
sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi
pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi
intestinal yang sederhana.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus
(diameter > 3 cm), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak,
dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk
mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa
gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara
dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang
oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.

24
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus
halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada
udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau
distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung
tertutup.
b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto
polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis
menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen
tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh
karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis
memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan
dengan dua kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan.
Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana
tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun, penggunaan barium

berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus


dihindari bila dicurigai terjadi perforasi.
Gambar Intususepsi (coiled-spring appearance)
c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika
klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat
membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena
penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab
intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm

25
pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter
sekitar 1 cm.
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi
intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal,
dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati
bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas.
CT scan juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan
pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi. Keterbatasan CT scan
ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah (<50%) untuk
mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona transisi

yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi.


Gambar CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium

Gambar CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus


halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon
d. CT enterography (CT enteroclysis)
Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau

26
pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor,
operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan
dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak
perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai
dengan penggunaan kontras dalam jumlah besar. CT enteroclysis lebih
akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa dalam menentukan
penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs
94%).
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari
obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang
terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan
massa dan inflamasi.
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues
obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi.
USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi.
Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan
peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari
ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika

dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan mencapai


100%.
Gambar USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan
distensi multiple dari usus halus akibat invaginasi
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu

27
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
2.7 Tatalaksana
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin
harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat,
KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan
elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk
menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk
profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga
penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan
tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko
terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya
distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara
konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.
(Evers, 2004)
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit
membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa
pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan
bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah
yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri
tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini
dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah
terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam
masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi
dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara
hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma
pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia

28
incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya
riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana
metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan
yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat
berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana
dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang
dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai
viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas
usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan
pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan
kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali
dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk
dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras
intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan


pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan
tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan,
misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang
"melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan
sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah
et al., 2009).

Terapi umum
1.Istirahat
 Dirawat di ruangan gawat darurat
 Segera pasang sonde lambung (NGT)
 Selang rectal
 Pasang kateter
2.Diet

29
 Pasien puasa
 Nutrisi perenteral total sampai ada bising usus atau mulai
flatus
3.Medikamentosa
Obat pertama :
 Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas
usus
 Antibiotik

OBAT ANTIEMETIK
• Antagonis reseptor H1
• Antagonis reseptor muskarinik
• Antagonis reseptor dopamin
• Antagonis reseptor serotonin
• Cannabinoid
• Steroid
 Antagonis reseptor H1
• Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
• Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan
pada CTZ
• Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn
rangsangan pada lambung
• Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
• Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
• KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
 Antagonis reseptor muskarinik
• Hyoscine
• Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan
rangsangan lokal di
lambung
• Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn
rangsangan pada CTZ
• Puncak antiemetik : 1-2 jam
• ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur,
retensi urin

30
 Antagonis reseptor dopamin
• Metoklopramid
• Domperidone
• Phenothiazine
 Metoklopramid
• Bekerja di CTZ
• P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
• ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan
pergerakan pada
anak2 dan dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah
• Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan
menstruasi
• Efek pada motilitas usus → diare
 Domperidone
• Antagonis reseptor D2
• Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat
kemoterapi kanker
• ES : diare
 Phenothiazine
• Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine,
trifluoperazine → dpt
sebagai antiemetik
• Triethylperazine → hny sbg antiemetik
• Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada
CTZ
• Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
• Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ,
menghambat reseptor
histamin dan muskarinik
• Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
 Antagonis serotonin
• Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS
atau lambung a

31
transmitter emesis
• Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
• Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat
sitotoksik
• Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus
• T1/2 5 jam
• ES : sakit kepala, gangguan GIT
 Cannabinoid
• Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan
muntah krn
rangsangan pada CTZ
• Pemberian : p.o, absorpsi baik
• T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
• ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering,
perubahanmood,
hipotensi postural, halusinasi, dan reaksi psikotik
 Steroid
• Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn
obat lain
• Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
• Mekanisme kerja → blm diketahui
• Sinergisme dg ondansetron
MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR
 PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg
tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces

32
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan
sekresi

 Bulk Laxative
• Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
• Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
• Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus
merangsang peristaltis a
beberapa hari
• ES : ringan
 Osmotic Laxative
• Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya
jelek →
meningkatkan volume cairan di lumen bowel→
mempercepat transfer
makanan ke usus halus →massa yg sangat besar masuk
kolon → distensi
→ekspulsi faeces
• Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
• Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan
galaktosa → bakteri di
kolon → fermentasi → asam laktat dan asam asetat →
osmotik laksatif
• Efek baru timbul 1 – 2 hari
 Faecal Softener
• Docusate sodium
• Menghasilkan feses yg lebih lumak
• Efek stimulan laksatif lemah
 Stimulant Purgative
• Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
• Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa
usus

33
• ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
• Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-
30 menit
• Sodium picosulfat → p.o.
• Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8
jam
OBAT YG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT
 DOMPERIDONE
• Antagonis reseptor D2 a antiemetik
• Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek
relaksannya a menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah
a meningkatkan motilitas GIT
• Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
• Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan
refluks esofagitis kronis
• ES : hiperprolaktinemia
 METOKLOPRAMID
• Efek sentral → antiemetik
• Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa
menstimulasi sekresi asam lambung
• Efeknya kecil pada motilitas usus bag. bawah
• Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan
pengosongan lambung
• Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
 CISAPRIDE
• Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT
bag. atas
• Digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan
pengosongan lambung
• Tidak mempunyai efek antiemetik
• ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)
2.8 Pencegahan
Pencegahan Primordial

34
` Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada
orang-orang yang belum memiliki faktor risiko terhadap ileus
obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan atau
memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif
atau dengan melakukan penyuluhan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam menjaga
kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya
mempertahankan orang yang agar tetap sehat atau mencegah orang
yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah
terjadinya ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan
untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat. Pencegahan
primer yang dilakukan antara lain :
a) Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan
lingkungannya
b) Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang
meningkatkan daya tahan tubuh
c) Diet Serat. Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan
antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai
macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet
tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian
penyakit saluran pencernaan.
d) Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang
meningkatkan tekanan didalam perut dan mungkin
memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui
daerah rentan dinding perut.

Pencegahan sekunder
dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara
mendeteksi secara dini, dan mengadakan penatalaksanaan medik
untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif
Pencegahan tertier
untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan
dan menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan.
Tindakan perawatan post operasi serta melakukan
mobilitas/ambulasi sedini mungkin.
2.9 Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang
berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga
perut dengan akibat peritonitis umum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi
dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum
sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.

35
Komplikasi dari ileus obstruktif antara lain terjadinya nekrosis usus,
perforasi usus, Sepsis, Syok-dehidrasi, Abses Sindrom usus pendek
dengan malabsorpsi dan malnutrisi, Pneumonia aspirasi dari proses
muntah, gangguan elektrolit, meninggal.

2.10 Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda
ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan
operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas.
Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi
usus halus.
3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan
3.1 Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan memasukkan
jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur.
Pemeriksaan ini membantu klinisi untuk dapat menemukan penyakit-
penyakit pada perineum, anus, rektum, prostat, dan kandung kemih.
Pada pemeriksaan colok dubur yang dinilai adalah keadaan perianal,
perineum, tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR), mukosa
dan ampulla rekti, serta penonjolan prostat kearah rektum. Pada
pemeriksaan perianal dapat dilihat adanya fistula perianal, skin tag,
fissura, tumor anus dan hemorrhoid. Dinilai juga keadaan perineum,
apakah meradang atau tidak. Penilaian Sfingter ani dilakukan dengan cara
merasakan adanya jepitan pada sfingter ani pada saat jari telunjuk
dimasukkan lubang anus. Colok dubur juga bertujuan untuk mencari
kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum, menilai mukosa dan
ampulla rektum serta keadaan prostat.
Pemeriksaan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan
kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh
karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien tentang
pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam
pemeriksaan ini.
Indikasi
Rectal toucher merupakan bagian tak terpisahkan dari pemeriksaan fisik
abdomen untuk kasus gastrointestinal, urologi, dan ginekologi. Rectal
toucher diindikasikan pada pasien-pasien dengan penyakit atau keluhan
sebagai berikut :
- Perdarahan saluran cerna bagian bawah.
- Hemorrhoid, prolaps rekti.
- Ca Recti, Tumor anus
- Ileus Obstruktif dan ileus paralitik.
- Peritonitis.
- BPH & Ca prostat.
- dll

Kontraindikasi

36
Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk melakukan rectal toucher. Perlu
hati-hati saat melakukan rectal toucher pada :
- Anak-anak karena pemeriksaan dapat menyebabkan vasovagal syncope.
- Prostatitis, dapat menyebarkan infeksi.
- Hemorrhoid interna grade IV

Perlengkapan
• Sarung tangan (handscoen)
• K-Y Jelly

Cara pemeriksaan
• Melakukan Informed Consent dan penjelasan prosedur pemeriksaan. •
Melakukan cuci tangan dan memakai Handscoen.
• Posisi pemeriksa: Berdiri disebelah kanan pasien.
• Posisi pasien: Memposisikan pasien dalam posisi Lithotomi (Berbaring
terlentang dalam keadaan rileks, lutut ditekuk 600), pasien terlebih dahulu
disuruh berkemih.
• Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi perianal dan perineum
dibawah penerangan yang baik (jika ada hemoroid grade 4, tidak
dilakukan RT).
• Pada pemeriksaan perianal dapat dilihat adanya fistula perianal, skin tag,
fissura, tumor anus dan hemorrhoid. Dinilai juga keadaan perineum,
apakah meradang atau tidak.
• Keadaan tonus sfingter ani diobservasi pada saat istirahat dan kontraksi
volunter.
• Penderita diminta untuk “mengejan” seperti pada saat defekasi, untuk
memperlihatkan desensus perineal, prolapsus hemoroid atau lesi-lesi yang
menonjol seperti prolaps rekti dan tumor.
• Melakukan lubrikasi pada jari telunjuk tangan kanan dengan K-Y jelly
dan menyentuh perlahan pinggir anus.
• Memberikan tekanan yang lembut sampai sfingter terbuka kemudian jari
dimasukkan lurus ke dalam anus, sambil menilai tonus sfingter ani.
• Mengevaluasi keadaan ampula rekti, apakah normal, dilatasi atau kolaps
• Mengevaluasi mukosa rekti dengan cara memutar jari secara sirkuler,
apakah mukosa licin atau berbenjol-benjol, adakah teraba massa tumor
atau penonjolan prostat kearah rektum.
• Apabila teraba tumor, maka deskripsikan massa tumor tersebut : intra
atau ekstralumen, letak berapa centi dari anal verge, letak pada
anterior/posterior atau sirkuler, dan konsistensi tumor.
• Apabila teraba penonjolan prostat: deskripsikan berapa cm penonjolan
tersebut, konsistensi, permukaan, sulcus medianus teraba/tidak, pole
superior dapat dicapai/tidak.
• Melakukan evaluasi apakah terasa nyeri, kalau terasa nyeri sebutkan
posisinya.
• Melepaskan jari telunjuk dari anus
• Memeriksa handscone: apakah ada feses, darah atau lendir?
• Melepaskan handschoen dan membuang ke tempat sampah medis
• Melakukan cuci tangan

37
• Melaporkan hasil pemeriksaan.

Contoh laporan pemeriksaan Rectal Toucher :


Rectal toucher: Perianal dan perineum tidak meradang, tidak tampak
massa tumor, Sfingter ani mencekik, mukosa licin, ampula kosong, tak
teraba massa tumor, tak teraba penonjolan prostat kearah rektum, tidak
terasa nyeri.
Handscoen: Tak ada feses, tak ada darah, tak ada lendir.

Gambar 1. Pemeriksaan colok dubur


3.2 Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen adalah suatu pemeriksaan abdomen tanpa
menggunakan kontras dengan sinar X yang menggambaran struktur dan
organ di dalam abdomen, yaitu : lambung, hati, limpa, usus besar, usus
kecil, dan diafragma yang merupakan otot yang memisahkan dada dan
daerah abdomen.
Indikasi
Pada kondisi akut abdomen, foto polos abdomen biasanya merupakan
pemeriksaan pertama yang dilakukan. Pemeriksaan lainnya seperti USG,
CT Scan dan IVP digunakan untuk mencari kelainan yang lebih spesifik.
Dalam keadaan
akut, abdominal X ray digunakan untuk mendiagnosis:
•Obstruksi usus
•Perforasi saluran cerna
•Pankreatitis
•Batu ginjal atau batu empedu
•Distribusi faeces

38
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi mutlak pada foto polos abdomen, tetapi jika
mungkin harus dihindari pada wanita sampai akhir periode reproduksi dan
wanita hamil untuk mencegah paparan radiasi.
Macam-macam Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
a)Pemeriksaan radiodiagnostik sederhana, tanpa persiapan :
Foto polos abdomen tanpa persiapan dimana terutama melihat gambaran
distribusi dari gas dalam usus serta kelainannya (BOF).
b)Pemeriksaan radiodiagnostik sederhana dengan persiapan
sebelumnya :Dikerjakan terutama bila nantinya diperkirakan akan ada
gangguan darihasil photobila kondisi penderita belum memenuhi syarat,
yaitu.:Foto polos abdomen melihat saluran kencing (BNO atau KUB)
dalam halini kotoran dalam usus sangat mengganggu hasil photo sehingga
harusdibersihkan sebelumnya. Foto polos abdomen dengan persiapan
untukmelihat keadaan ginjal dansalurannya serta bagian belakang
abdomen ,Dalam hal ini kita harus membersihkansisa makanan (faecal
material) dariusus yang akan mengganggu gambaran di film.Sehingga
diperlukanpenanganan sebelum pemeriksaan dengan mempersiapkan
penderitadengan makanan yang bebas serat selama beberapa hari,
kemudiandibersihkan dengan pencahar agar kotoran makanan dalam usus
yang adadikeluarkansemua dengan demikian usus akan bersih dari kotoran
sisamakanan/faecal materialyang menutupi daerah dibelakangnya. Hal
initidak dapat kita kerjakan sendiri terutama penderita rawat inap,
perlubantuan rekan kerja terkait.
Persiapan Penderita untuk BNO / Foto Polos Abdomen ;-Tujuan :
membersihkan usus dari faecal material, agarphoto polos abdomen bebas
dari bayangan faecal material yangmenutupi bayangan organ abdomen,
yaitu : bayangan ginjal, limpa,psoas shadow dan adanya kalsifikasi/batu
didaerah tractus urinariusdan di kandung empedu.-Dasar : faecal
material adalah bentukan sisa makananberserat didalam usus, terutama
colon yang dapat hilang sesudah 2-3hari keluar bersama defecasi.-Cara :
makan bebas serat 2-3 hari sebelum pemeriksaandilanjutkan dengan
pencahar/laxant/urus-urus malam sebelumpemeriksaan (dengan minum
banyak air sebagai pembantu untukmengencerkan faecal material, sekitar
1-1,5 liter air pada malamtersebut), sesudah itu puasa pada pagi hari
pemeriksaan dan diberikanpencahar suppositoria per anum pada pagi hari
tersebut untuk
8merangsang defekasi dan menghabiskan sisa makanan dalam rektumdan
kolon sigmoid.Diingatkan agar jangan merokok dan banyak bicara
(aerophagia)-Obat-obatan : Garam inggris (sulfas magnesicus) atau
pencaharlain yang relatif kuat. Suppositoria per anum, seperti

39
Dulcolaxsupposutoria atau Microlax.-Pemeriksaan radiologi yang
memerlukan persiapan ini : Colon inloop / Barium enema.I.V.P.
(Intravenous Pyelography).
Prosedur pemeriksaan radiografi pada daerah abdomen untuk melihat
kelainan pada traktus Gastrointestinal yang dilakukan dalam 3 posisi ( Ap
Supine, Ap setengah duduk, LLD)
Posisi AP supline

Kriteria hasil foto polos abdomen yang baik antara lain :


1.Tampak diafragma sampai dengan tepi atas simphisis pubis
2.Alignment kolom vertebra di tengah, densitas tulang costae, pelvisdan
panggul baik.
3.Processus spinosus terletak di tengah daan crista iliaca terletaksimetris
4.Pasien tidak bergerak saat difoto yang ditandai dengan tajamnya
batasgambar costae dan gas usus
5.Foto dapat menggambarkan batas bawah hepar, ginjal, batas
lateralmuskulus psoas dan procesus transversus dari vertebra lumbal.
6.Marker yang jelas untuk mengindikasi posisi pasien saat pemeriksaan
Posisi left lateral decubitis (LLD)
1. Pasien tidur miring ke kiri, tekuk lengan melingkari kepala. Film
diletakan di depan atau belakang perut pasien. Mengikuti
areasimphisis pubis pada film. Titik tengah terletak pada garis tengah
film.
2. Arah sinar horizontal 90° dengan film dengan proyeksi AP
untukmelihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.

40
Posisi setengah duduk/berdiri
1. Pasien dapat dengan posisi duduk atau berdiri kalau
memungkinkan,dengan sinar horizontal proyeksi AP 90° dari film.
2. Posisi pasien dalam posisi anteroposterior dengan bagian
belakangtegak. Pastikan punggung tidak rotasi. Letakan lengan dan
tangandalam posisi anatomi. Pasien tidak boleh bergerak. Point
sentralterletak pada garis tengah tubuh dengan garis tengah film.
Pengambilan foto dengan posisi ini dipengaruhi oleh gravitasi,sehingga
yang paling utama nampak adalah:
Udara bebas
Fluid sinks
Kidneys drop
Transverse colon drops
Small bowel drops
Breasts drop
Lower abdomen bulges dan penambahan densitas pada X-ray
Diaphragm descends

41
•Posisi erect ditandai dengan T11
•Berdasarkan posisis dari payudara, menyebabkan penambahan
densitaspada kuadran kanan dan kiri
.•Gas di fundus gaster- khas pada posisi erect
•Kuantitas yang kecil pada gas yang terjebak di perut
•Letak film di tengah atas akan menunjukan dasar paru tetapi tidak
dapatmelihat bagian dari pelvis.
•Posisi kolon akan jatuh mengikuti gravitasi dan memenuhi
abdomenbagian bawah anterior, menyebabkan penambahan densitas
padaabdomen bagian bawah.
4. Memahami dan Menjelaskan Tindakan Pembedahan Menurut
Pandangan Islam
Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Majma’ al-Fiqh al-Islami, hukum
berobat tergantung pada keadaan dan kondisi pasien, yaitu :
• Wajib : apabila tidak dilakukan akan mengancam jiwa, atau
kehilangan anggota tubuhnya, atau akan menjadi lemah, atau penyakitnya
dapat menulari orang lain.
• Sunnah : apabila tidak dilakukan akan menjadikan tubuhnya lemah
namun tidak separah kondisi diatas
• Mubah : apabila tidak sampai pada kondisi wajib atau sunnah

42
• Makruh : jika dengan berobat ditakutkan akan mengalami keadaan
yang lebih buruk daripada dibiarkan saja
Berdasarkan hal tersebut, hukum bedah medis secara umum sangat
tergantung dengan keadaan dan kondisi pasien. Secara khusus ulama
sepakat membolehkan operasi medis rekosntruksi anggota tubuh yang
mengalami masalah tertentu. Menurut para ulama, memperbaiki dan
memulihkan kembali fungsi organ yang rusak, baik bawaan sejak
lahirmaupun adanya kecelakaan, dan hal-hal sejenis itu dibenarkan, karena
niat utamanya adalah pengobatan.
Bolehnya bedah medis menurut hukum islam juga dapat dianalogikan
dengan bekam atau al-hijamah. Pada masa teknologi masih sederhana, di
zaman Nabi, berbekam dianggap salah satu bentuk pembedahan untuk
mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh. Bedah medis juga dapat
dikiyaskan dengan Pratik khitan yang merupakan jenis operasi medis
tertua, termasuk salah satu sunnah fitrah yang sangat dianjurkan dalam
syariat Islam.
Ayat yang dijadikan sebagai pembolehan terhadap operasi medis tercakup
dalam Q.S al-Maidah ayat 32, yaitu :

Artinya : “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memeihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan di muka bumi.” (Q.S al-Maidah 5:32)

43
DAFTAR PUSTAKA

Vilz TO, Stoffels B, Straßburg C, Schild HH, Kalff JC: Ileus in adults—
pathogenesis, investigation and treatment. Dtsch Arztebl Int 2017; 114: 508–
18.DOI: 10.3238/arztebl.2017.0508

Indrayani M N. 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Ileus Obrtruktif. Bagian/SMF


Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar. pp. 1-21

J.Corwin, Elizabeth.,2001. Buku Saku Patofisiologi.  Penerbit Buku Kedokteran


EGC. Jakarta

Maulana, Razi. 2011. Ileus Obstruktif http://razimaulana.wordpress.com.

Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction by


Means of DirectRadiography. Volume XXII No. 253.

Sari, Dina Kartika dkk. 2005. Chirurgica . Yogyakarta : Tosca Enterprise. pp : 32-
26.

Nicholas J. Talley. How to Do and Interpret a Rectal Examination in


Gastroenterologi. Am J Gastroenterology 2008;103:820–822.
Roslyn Davies. Clinical Guidelines for Digital Rectal Examination, Manual
Removal of Faeces and Insertion of Suppositories /Enemas for Adult Care only.
NHS South Gloucestershire July 2010.
Cathy Popadiuk, Madge Pottle, Vernon Curran. Teaching Digital Rectal
Examinations to Medical Students: An Evaluation Study of Teaching Methods.
Academic medicine, vol. 77, no. 11 / november 2002.

44

Anda mungkin juga menyukai