Anda di halaman 1dari 35

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK EMERGENCY
“KEMBUNG PADA ANAK”
KELOMPOK B-05

KETUA : SUCI PUSPAPERTIWI 1102016210


SEKRETARIS : WIDATUN NAJAH 1102016225
ANGGOTA : NARASWARI RAMADHIASTUTI A. 1102014188
REGI TRI HANTIKA 1102014224
SURYANI NURFITRI HANDAYANI 1102015231
PUTRI INTAN SHOLEHAH 1102016172
RUSIANI NASILAH 1102016193
WIDARINI PANGESTU 1102016224
WIRA ALWYSAPUTRO 1102016227
KEMBUNG PADA ANAK

Seorang bayi perempuan berumur 6 bulan dibawa ibunya ke UGD dengan keluhan sejak
satu hari yang lalu BAB berupa lendir bercampur darah tanpa feses sebanyak tiga kali dan
muntah berwarna hijau lima kali. Anak rewel dan sering menangis mengangkat kaki, tidak
mau makan dan minum, serta badan panas. Hasil pemeriksaan fisik keadaan tampak sakit
sedang, tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 150 x/menit; frekuensi napas 36
x/menit; suhu 39oC. Rectal toucher ditemukan ampulla collaps dan tidak ditemukan feses.
Darah positif lendir current jelly positif. Pemeriksaan penunjang BNO 3 posisi ditemukan
adanya tanda-tanda step ladder dan herring bone serta air fluid level. USG abdomen
ditemukan donut sign positif.
KATA SULIT

1. Current Jelly : Adanya darah dan lendir yang keluar dari rektum akibat dari bendungan vena dan limfe
yang semakin meningkat sehingga aliran darah arteri terganggu yang mengakibatkan
iskemik kemudian menjadi nekrosis pada usus tersebut
2. Donut Sign : Gambaran yang terlihat pada pemeriksaan USG yang menandakan intususepsi
3. Step Ladder : Gambaran yang diakibatkan adanya cairan transdurasi berada dalam usus halus yang
distensi
4. Herring Bone : Gambaran seperti duri ikan yang menandakan adanya penebalan dinding usus halus yang
berdilatasi karena dua dinding usus halus menebal dan menempel membentuk
gambaran vertebra ikan dan muskulus yang sirkular menyerupai kosta
5. Air Fluid Level : Gambaran yang menandakan adanya fasase usus
6. Ampulla Collaps : Keadaan yang diakibatkan karena adanya gerakan peristaltik pada usus yang kosong
PERTANYAAN

1. Mengapa muntah pasien berwarna hijau?


2. Mengapa ditemukan currant jelly positif?
3. Mengapa pada rectal toucher tidak ditemukan adanya feses?
4. Mengapa bayi menangis sambil mengangkat kaki?
5. Kenapa ditemukan adanya ampulla colaps?
6. Apa diagnosis sementara pada pasien?
7. Apa tatalaksana awal yang dapat diberikan?
8. Apa yang menyebabkan tekanan darah menurun tetapi frekuensi nadi meningkat?
9. Apa pemeriksaan penunjang selain BNO 3 posisi?
10. Apa saja faktor resiko pada penyakit ini?
11. Mengapa pasien mengalami demam?
JAWABAN

1. Karena terjadi obstruksi pada usus sehingga makanan yang sudah tercampur cairan empedu akan
keluar dan terjadilah muntah berwarna hijau
2. Karena terjadi bendungan pada kelenjar limfe dan vena sehingga aliran darahpun terganggu yang
menyebabkan terjadinya iskemi dan nekrosis pada segmen usus akibatnya keluar darah dan lendir dari
rektum.
3. Tidak adanya feses karena usus mengalami obstruksi sehingga menutup jalur feses ke rektum
4. Karena terjadi abdominal pain yang diperparah dengan gerakan persitaltik usus menyebabka bayi
menangis hingga mengangkat kaki
5. Infeksi menyebabkan pembesaran pada kelenjar limfe disekirar usus sehingga gerakan peristaltik usus
tetap terjadi lalu perlahan mendorong ampulla ke arah dalam sehingga terjadi colaps.
JAWABAN

6. Ileus Obstruksi et causa Intususepsi


7. Tatalaksana awal yaitu dapat dilakukan tindakan ABC, pemberian cairan infus dan pemasangan NGT.
8. Kurangnya cairan dan elektrolit didalam tubuh menyebabkan hipotensi kemudian tubuh akan
melakukan kompensasi dengan meningkatkan frekuensi nadi
9. Barium enema, USG dan CT-scan
10. Riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga dan malrotasi intestinal
11. Iskemi dan nekrosis menyebakan terjadinya luka pada daerah usus sehingga terakumulasi bakteri pada
daerah yg nekrosis akibatnya timbul demam dan sepsis.
HIPOTESIS

Intususepsi dapat terjadi pada orang yang memiliki riwayat tedahulu, riwayat keluarga dan
malrotasi intestinal sehingga dapat menyebabkan muntah berwarna hijau karena terjadi obstruksi pada
usus, keluar darah dan lendir dari rektum akibat dari terjadinya bendungan pada kelenjar limfe dan
vena serta timbul demam dan sepsis akibat Iskemi dan nekrosis yang menyebakan terjadinya luka pada
daerah usus. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa Barium Enema, USG dan CT-scan.
Tatalaksana awal yang diberikan berupa pemberian cairan infus, tindakan ABC dan pemasangan NGT.
SASARAN BELAJAR

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Intususepsi


1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Intususepsi
1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor Risiko Intususepsi
1.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Intususepsi
1.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Intususepsi
1.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Intususepsi
1.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Intususepsi
1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Intususepsi
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Intususepsi
1.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Intususepsi
1.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Intususepsi
1.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Intususepsi
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Intususepsi
1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Intususepsi

Intususepsi adalah masuknya salah satu bagian ke bagian yang lain atau invaginatio dari salah
satu bagian usus kedalam lumen dan bergabung dengan bagian tersebut. Biasanya bagian proksimal
masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk (menginvaginasi) disebut
intussusceptum dan bagian yang menerima intussusceptum (diinvaginasi) disebut intussuscipiens.
Sinonim dari intussusception adalah telescoping usus dan invaginasi usus. Intussusception
diklasifikasikan berdasarkan lokasi dari traktus alimentary yaitu: ileoocolic, cecocolic, enteroenteric,
duodenogastric, dan gastroesophageal.
1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor
Risiko Intususepsi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal


1. Idiopatik
Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun tidak dijumpai
penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai “infantile idiophatic intussusceptions”. Kepustakaan
lain menyebutkan di Asia, etiologi idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100%. Definisi dari istilah
intususepsi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti
menggunakan istilah ‘idiopatik’ untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari
usus yang diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat
diidentifikasi saat pembedahan.
Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk menjelaskan kemungkinan
etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini
berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah
ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran
kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang
membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi masih tidak jelas.
1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor
Risiko Intususepsi

2. Kausal
Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan usus dapat
menjadi penyebab intususepsi seperti : inverted Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma,
leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus. Divertikulum Meckel
adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers syndrom, dan duplikasi
intestinal. Lead point lain diantaranya lymphangiectasis, perdarahan submukosa dengan henoch-
schonlenin purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating granulomas yang
berhubungan dengan tuberkulosis abdominal. Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang
biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus,
disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia local.
1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor
Risiko Intususepsi

Faktor – faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi


Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi
intususepsi. Intususepsi kadang-kadang terjadi setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat
peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman
rotavirus menjadi agen penyebabnya, dimana pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan virus
ini dalam feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens
adenovirus dalam feses penderita intususepsi.
1.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
Intususepsi

Invaginasi merupakan penyebab obstruksi intestinum dijumpai pada umur antara 3 bulan sampai 6
tahun, kelainan ini jarang pada anak < 3 bulan dan frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insiden bervariasi
dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup dengan perbandingan laki-laki berbanding perempuan adalah 4:1
(Pickering, 2000). Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka yang pernah
dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3% dari kejadian obstruksi usus ,
angka lain melaporkan 1% dari semua kasus obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan
dewasa), sedangkan angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan umur
belum pernah dilaporkan. Insidensi tertinggi dari inttususepsi terdapat pada usia dibawah 2 tahun. Pada bayi
dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira-kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa
intususepsi lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus obstruksi.
1.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
Intususepsi

Jenis intususepsi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian


usus mana yang terlibat, pada ileum dikenal sebagai jenis ileo-ileal.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo-colica dan sekitar ileo-caecal
disebut ileocaecal, jenis-jenis yang disebutkan dikenal dengan
intususepsi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan.
Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini
sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut jenis intususepsi
ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileo-colica atau colo-colica.
Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983)
pada pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut:
Ileo-ileal 25%, ileo-colica 22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-
colica 22,5%.
1.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi
Klinis Intususepsi
Proses terjadinya intususepsi dimulai dengan hiperplastik usus bagian proksimal yang lebih mobile
menyebabkan usus masuk kedalam lumen usus distal berkontraksi terjadi edema, mengakibatkan perlekatan
yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi.
Proses selanjutnya adalah proses obstruksi usus strangulasi. Proses strangulasi tersirat oleh adanya rasa
sakit dan perdarahan per rektal. Serangan rasa sakit mula-mula hilang timbul kemudian menetap dan sering
disertai rangsangan muntah. Darah yang keluar melalui anal merupakan darah segar yang bercampur lendir.
Proses obstruksi usus sebenarnya sudah mulai sejak invaginasi terjadi tetapi penampilan klinik obstruksi
memerlukan waktu. Umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam gejala-gejala seperti abdomen
kembung dan muntah hijau atau fekal telah terjadi.
Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang terjadi secara mendadak ini, akan
menyebabkan bagiian apex invaginasi menjadi oedem dan kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin
untuk kembali normal secara spontan. Pada sebagian besar kasus invaginasi keadaan ini terjadi pada daerah
ileo – caecal. Apabila terjadi obstruksi system llimfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif
dimana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum
menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan
perforasi usus.
1.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi
Klinis Intususepsi
1.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi
Klinis Intususepsi

Manifestasi dari intususepsi meliputi :


a Manifestasi klinis berupa trias, yaitu sakit perut (85%) yang timbul mendadak,
periodik, dan anak menekuk kaki (drawing up the leg).
b Muntah (60%) dan feses bercampur darah (currant-jelly stool), baik occult atau darah
segar.
c Perut terlihat membuncit, terjadi peningkatan suara usus, teraba massa berbentuk
sosis.
1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis
dan Diagnosis Banding Intususepsi
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan
radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari intusisepsii adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serang –serangan, nyeri menghilang selama 10 –
20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau
kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir

TRIAS INTUSISEPSI :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain), bila lanjut sakitnya
kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) à currant jelly stool
1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis
dan Diagnosis Banding Intususepsi

Pemeriksaan Fisik :
 Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter
 Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
 Nyeri tekan (+)
 Dance sign (+) kekosongan pada kuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada kolon
ascenden
 RT : pseudoportio(+), lendier darah (+) seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang
lama.

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh
karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias intususepsi.
1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis
dan Diagnosis Banding Intususepsi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk
menegakkan diagnosis intususepsi, sebagai proses dari
progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit
yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau
peningkatan jumlah leukosit (leukositosis
>10.000/mm3).
1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis
dan Diagnosis Banding Intususepsi

Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke
kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan
gambaran air fluid level. Dapat terlihat free air bila terjadi perforasi.
1. 7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis
dan Diagnosis Banding Intususepsi

Pemeriksaan Radiologi
 Barium enema
Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan
bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran cupping, coiled spring appearance.
1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis
dan Diagnosis Banding Intususepsi

Pemeriksaan Radiologi
 Ultrasonografi Abdomen
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk
‘target’ atau ‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang
dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut
dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm
menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal
tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan hipoekoik
dan hiperekoik.
1. 7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis
dan Diagnosis Banding Intususepsi

Pemeriksaan Radiologi
 CT Scan
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran
klasik seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus
halus dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini
secara klinis tidak signifikan.
1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis
dan Diagnosis Banding Intususepsi

Diagnosis Banding
 Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
 Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
 Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.
 Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
 Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali
dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit
perianal, sedangkan pada intususepsi didapati adanya celah.
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
Intususepsi
Dasar pengobatan adalah :
 Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
 Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan
kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik. Penatalaksanaan
penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang
dinilai berhasil dengan baik :
 Reduksi dengan barium enema
 Reduksi dengan operasi

Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi cairan, dekompressi
dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan
laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan.
Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/ kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit.
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
Intususepsi
Reduksi Dengan Barium Enema
Barium enema berfungsi dalam diagnostik dan terapi.
Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai
kontra indikasi seperti :
 Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara
klinis maupun pada foto abdomen
 Dijumpai tanda – tanda peritonitis
 Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
 Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat.
 Usia penderita diatas 2 tahun
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
Intususepsi
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika
 Dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif
sangat membantu.
 Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur
barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium
dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan dibuat foto. Meniskus
sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian proksimal kolon descendens.
Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom
bubur barium berhenti dapat diulangi 2 – 3 kali dengan jarak waktu 3 – 5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila
tekanan barium dipertahankan selama 10 – 15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan
reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
Intususepsi
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila :
 Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan udara.
 Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke
dalam ileum.
 Hilangnya massa tumor di abdomen.
 Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit test positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2 – 3 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36 jam
pertama.
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
Intususepsi
Reduksi Dengan Tindakan Operasi
1. Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan operasi sebelum terlebih
dahulu keadaan umum pasien diperbaiki.
Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai apabila
produksi urine sekitar 0,5 – 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan tidak melebihi
40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai
membaik dan temperature badan tidak lebih dari 38o C.
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana
Intususepsi
Reduksi Dengan Tindakan Operasi
12.Tindakan untuk mereposisi usus
Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan cara
“milking” dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator.
Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak – anak dibawah umur 2
tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi.
Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk eksplorasi
malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan.
Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu.
Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila
viabilitas usus diragukan atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi
dilakukan anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan
“exteriorisasi” atau enterostomi.
1.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
Intususepsi
Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi
dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan dengan
“short bowel syndrome”. Meskipun diterapi dengan reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat
muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang terlibat.
Komplikasi post operatif :
 Adynamis usus yang berkepanjangan
 Demam, infeksi pada luka operasi, urinary tract infection
 Enterostomy stenosis, subhepatic abses
 Gangguan keseimbangan elektrolit
 Sepsis
 Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi berat, seperti kematian
jaringan usus, perforasi usus, infeksi dan kematian
1.10 Memahami dan Menjelaskan
Pencegahan Intususepsi
Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan ialah dengan tidak memberikan makanan padat selain
asi pada bayi dibawah 6 bulan karena sistem pencernaan dan daya tahan tubuh bayi belum sempurna.
Vaksin rotavirus generasi lama diketahui dapat menimbulkan intususepsi pada bayi/anak yang
mendapatkannya. Akibatnya pemakaian vaksin ini kemudian dilarang. Vaksin rotavirus generasi yang
baru telah diantisipasi untuk tidak menyebabkan hal yang sama sebelum dipakai secara massal pada bayi
dan anak. Tidak ada obat atau cara untuk mencegah terjadinya intususepsi yang diketahui sampai saat ini.
1.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis
Intususepsi
Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak sekarang jarang
di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan intususepsi tetap tinggi di beberapa Negara
berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan
terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi bedah,
reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi.
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam
kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada
bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama. Angka rekurensi dari
intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%.
DAFTAR PUSTAKA

 Djaya, A.M.E.S,. Diagnosis dan Tatalaksana Intususepsi. Jawa tengah : Kalbemed. CDK-
274/ vol. 46 no. 3 th. 2019.
 International Child Health Review Collaboration.2016. http://www.ichrc.org/943-obstruksi-
usus-pada-bayi-dan-anak.Diakses
 Medicastore.2016.http://medicastore.com/penyakit/494/Obstruksi_Sumbatan_Usus.html.
 M. Kliegman, Robert. Nelson Text Book of Pediatric-18th Ed. USA : Saunders El sevier. 2007.
p 1569-1570
 M. Towsend Jr, Courtney. Sabiston Text Book of Surgery 18th Ed. USA : Saunders El sevier.
2007. p 551, 569 (e-book).
 Syamsuhidayat, R dan Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004. p 617, 626-628, 646.
 Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit FKUI.2008. p
245-253, p 256-258, p 415-416

Anda mungkin juga menyukai