Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

INVAGINASI

PENYUSUN:
Isro’ Rafidatus Sofyana
194121022
PEMBIMBING:
Dr. Fredriek H. Manalu, Sp. Rad.

KEPANITERAAN KLINIK SMF RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SURABAYA
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK
2021
DAFTAR ISI
JUDUL
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Klasifikasi
2.5 Diagnosis
2.6 Menifestasi klinis
2.7 Pemeriksaan Penunjang Radiologi
2.8 Penatalaksaan
2.9 Prognosis
2.10 Komplikasi
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Invaginasi atau intususepsi merupakan salah satu keadaan gawat abdomen
pada bedah anak (Dabadie et al, 2018). Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu
nekrosis dan perforasi usus. Nekrosis dan perforasi usus menjadi salah satu penyebab
kegawatdaruratan abdomen dan membutuhkan tindakan operasi. Sebanyak
seperempat anak-anak yang didiagnosis invaginasi telah mengalami perforasi usus
pada saat operasi (Bansal, 2012).
Diperkirakan ada sekitar 1/10.000 anak dan 1/1.000 kasus (Dabadie et al,
2018; Jiang et al, 2013). Etiologi dari intususepsi yaitu hipertrofi peyer patch akibat
infeksi adenovirus dan rotavirus (Marsicovetere et al, 2017). Ada beberapa penyebab
lain seperti adenovirus dan pasca vaksinasi polio (Hazra et al, 2015). Namun dalam
beberapa kasus, hipertrofi limfoid menjadi etiologi yang paling banyak dijumpai
(Kapoor et al, 2007; Applegate, 2009; Nylund et al, 2010; Okimoto et al, 2011).
Ada beberapa gejala yang dapat ditemukan pada seseorang yang mengalami
intususepsi seperti muntah, yang dijumpai pada 80% pasien, dan letargi yang
diakibatkan oleh robeknya mesenteri. Hal ini menandakan belum terjadinyaa
obstruksi dan distensi abdomen. Nyeri intermiten dan kolik dengan penarikkan kaki
ke abdomen terjadi saat adanya aktivitas peristaltik yang reguler (Waag, 2006).
Gejala tersebut disebabkan oleh kontraaksi peristaltik yang terus menerus. Keadaan
ini akan menyebabkan edema dan jika aliran darah terganggu akan menyababkan
iskemia (Marsicovetere et al, 2017). Untuk mendiagnosis intususepsi tidaklah mudah
dikarenakan gejalanya yang tidak spesifik, tetapi adapun gejala trias klasik seperti
muntah, nyeri kolik abdomen, dan feses berdarah terjadi hanya < 50% kasus (Kapoor
et al, 2007). Diagnosis dapat ditegakkan apabila ditemukan gambaran target
(doughnut) sign dan/atau pseudokidney sign pada pemeriksaan ultrasonografi
(Guney et al, 2016; Munden et al, 2007).
Intususepsi dibagi menjadi beberapaa kelompok. Pembagian ini
menghasilkan lima kategori yang dikelompokkan lagi menjadi tiga kelompok mayor
yaitu kondisi yang memerlukan reseksi, yaitu usus tidak lagi viabel dan/atau dengan
pathological lead point; reduksi operatif, dimana usus viabel dan tanpa pathological
lead point; dan reduksi primer non operatif dengan usus viabel dan tanpa
pathological lead point (Bekdash et al, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Invaginasi merupakan suatu penyakit dimana segmen intestine masuk
kedalam lumen usus dan menyebabkan obstruksi saluran cerna. Invaginasi
juga disebut sebagai prolapses usus kedalam lumen yang berdekatan. Usus
yang masuk disebut dengan intususeptum dan usus yang menerima
intususeptum disebut intususipiens sehingga invaginasi biasa dikenal dengan
intususepsi.
Proses terjadinya bisa dimana saja tapi dari banyak kasus didapatkan
didaerah ileosekal.

Gambar 2.1 Invaginasi


2.2 Etiologi
Pada anak-anak belum dapat ditentukan sehingga disebut dengan
invaginasi primer. Invaginasi idiopatik biasanya terjadi pada anak-anak usia
6-36 bulan karna pada saat itu masih rentan terhadap virus. Etiologi
intususepsi lainnya yaitu hipertrofi peyer patch akibat infeksi adenovirus dan
rotavirus (Marsicovetere et al, 2017).
Pada orang dewasa, invaginnasi biasanya terjadi akibat divertikulum
Meckel yang terbalik masuk lumen usus, duplikasi usus, kelainan vaskuler,
atau limfoma. Yang paling banyak terjadi baik pada virus maupun non virus
adalah hipertrofi limfoid (Kapoor et al, 2007; Applegate, 2009; Nylund et al,
2010; Okimoto et al, 2011). Gejalanya berupa tanda obstruksi usus, tetapi
tergantung dari letak ujung invaginasinya.
2.3 Patofisiologi
Invaginasi terjadi akibat lesi atau iritan pada dinding usus halus yang
menghambat gerakan peristaltik sehingga menyebabkan lokus minoris untuk
terjadinya invaginasi. Lokus minoris tersebut lama-kelamaan akan membuat
prolaps usus bagian proksimal dalam lekukan mesenterika usus halus distal.
Hal ini dapat menyebabkan obstruksi pada usus dan menurunkan aliran darah
pada bagian tersebut. Hal tersebut dapat memicu peradangan yang diawali
dengan penebalan dinding dan dapak buruknya yaitu iskemia.
Tertariknya mesenterium usus halus kedalam usus distal akan
membuatnya terjepit dan mengakibatkan obstruksi pada pembuluh darah vena
sehingga terjadilah edema dinding usus dan membuat keluarnya feses
berwarna merah akibat dari tercampurnya mucus dengan darah. Jika hal ini
terus dibiarkan, akan terjadi insufisiensi permbuluh darah arteri yang
menyebabkan iskemia dan nekrosis usus halus yang selanjutnya terjadi yaitu
perdaraahan, perforasi, dan peritonitis. Keadaan yang terus memburuk dapat
mengakibatkan terjadinya sepsis.
2.4 Klasifikasi
Invagiasi banyak terjadi pada segmen yang mengalami adhesive dan
bebas bergerak dalam retroperitoneal. Invaginasi diklasifikaasikan
berdasarkan lokasinyaa:
1. Entero-enterika : usus halus yang masuk ke dalam usus halus
2. Colo-kolika: kolon yang masuk ke dalam kolon
3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens
4. Ileosekal: ileum terminal yang masuk ke dalam sekum di mana lokus
minorisnya adalah katup ileosekal.
Invaginasi yang banyak terjadi yaitu ileosekal yang masuk kedalam
kolon ascenden dan berlanjut sampai keluar dari rectum.
Gambar 2.2 Invaginasi tipe ileo-ileal

Gambar 2.3 Invaginasi tipe ileo-saecal


Gambar 2.4 Invaginasi ileokolika

2.5 Diagnosis
Anamnesis akan memberikan beberapa gambaran pada anak yang
mengalami serangan nyeri perut. Anak akan tampak gelisah dan susah untuk
ditenangkaan tetapi diantara serangan biasanya akan tertidur karna kelelahan.
Serangan biasanya berupa nyeri perut, gelisah saat serangan, dan keluarnya
lendir bercampur darah (red current jelly stool) peranal yang berasal dari
intususepsi yang tertekan, terbendung atau yang sudah mengalami stragulata.
Kebanyakan anak yang sedang mengalami serangan akan muntah yang
diakibatkan oleh robeknya mesenteri dan saat dilakukan pemeriksaan fisik
akan terabah masa yang keras seperti sosis pada kuadran kanan atas tanpa
ditemukanya sensasi kekosongan pada bagian kuadran kanan bawah karena
masuknya sekum ke dalam kolon ascenden (dance’s sign). Pada pemeriksaan
colok dubur dapat teraba seperti portio akibat masuknya invaginasi yang
terlalu jauh. Hal ini biasa disebut dengan pseudoportio atau portio semu.
Diagnosis invaginasi didapat dengan pemeriksaan fisik dan untuk
memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa rontgen
dengan pemberian enema barium. Pemeriksaan fisik seperti palpasi akan
teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan, adanya nyeri tekan,
adanya Dance’s sign yaitu sensasi kekosongan pada kuadran kanan bawah karena
masuknya sekum pada kolon ascenden. Saat dilakukan rectal toucher didapati
pseudoportio yaitu sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang lama. Dan
pada feses pasien didapatkan darah dengan lender.
Foto polos abdomen memberikan gambaran berupa obstruksi dan
massa sebagai dugaan kuat adanya invaginasi. Pemeriksaan usg dapat
menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada
potongan melintang dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal
invaginasi. Pemberian enema barium hanya dapat dilakukan bila pasien
dalam kondisi stabil.

Gambar 2.5 Gambaran USG Intususepsi pada potonga longitudinal


(pseudokidney sign) dan potongan transversal (target sign) (Fetis &
Schmeling, 2014; Levy et al, 2015)
2.6 Menifestasi Klinis
Dalam beberapa kasus, anak yang mengalami intususepsi akan terjadi
serangan tiba-tiba seperti nyeri kolik yang berat dengan upaya kaki tegang
dan lutut tertekuk disertai dengan menangis keras. Jika serangan ini tidak
kunjung reda, maka anak akan lemah dan lesu. Nyeri perut intermitten
biasanya terjadi selama 15-20 menit. Muntah biasanya terjadi pada awal
serangan. Selanjutnya muntah akan berwarna seperti cairan empedu. Pada
fase awal ini, biasaanya feses anak akan tampak normal, namun setelah 1-2
hari feses akan bercampur dengan darah dan lendir yang disebut dengan red
currant jelly stool. Trias intususepsi yaitu massa abdomen berbentuk sosis,
feses dengan lendir dan darah, dan nyeri abdomen. Gejala-gejala ini
ditemukan pada < 30% pasien intususepsi dan kejadian muntah biasanya akan
memberikan prediksi nilai positif > 90%, dan meningkat dengan adanya
perdarahan anus (Marsicovetere et al, 2017; Kliegman et al, 2016). Masa
abdomen yang berbentuk sosis akan teraba pada saat pemeriksaan fisik
palpasi dan anak akan merasakan nyeri sekali. Pada anak kurang dari 2 tahun
gejala kurang khas, dan bisa membaik atau hilang tanpa pengobatan.
Intususepsi kronis, dengan gejala yang lebih ringan lebih sering terjadi
setelah enteritis akut dan terjadi pada usia tua (Holcomb et al, 2014).
2.7 Pemeriksaan Penunjang Radiologi
Pada foto polos abdomen akan tampak obstruksi yang ditandai dengan
adanya Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus).

Gambar 2.6 Coil spring appearance pada invaginasi
Untuk pemeriksaan colon in loop berfungsi untuk mengetahui adanya cupping
sign dan letak invaginasi.

Gambar 2.7 cupping sign pada colon in loop

Gambar 2.8 CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (target sign)

Gambar 2.9 Pseudokidney pada USG abdomen
Gambar 2.10 USG abdomen pada pasien invaginasi

Gambar 2.11 colo-colic intususepsi


2.8 Penatalaksanaan
Dalam menangani invaginasi hal yang terpenting adalah:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
2. Dekompresi, yaitu menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan
selang nasogastric
3. Pemberian antibiotik
4. Reposisi bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan operatif.
Reposisi hidrostatik dapat dilakukan bersamaan dengan rontgen.
Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan barium kedalam anus dengan
menggunakan kaketer. Syaratnya yaitu keadaan umum baik, tidak ada tanda
dan gejala peritoneum, anak tidak toksik, dan obstruksi tinggi belum terjadi.
Tindakan dianggap berhasil jika barium telah mecapai ileum. Jika tindakan
pemberian barium gagal, maka akan diulang maksimal sebanyak tiga kali.
Apabila saat pengulangan masih tetap gagal, maka tindakan akan beralih
menjadi operatif. Operasi juga disarankan apabila didapati kebocoran pada
cavum peritoneal akibat perforaasi usus (Hesse et al, 2011).
Tindakan operasi atau reposisi manual dilakukan jika pasien dalam
keadaan stabil/ tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, mengalami gejala
yang ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan usus yang
berat sampai timbul syok atau peritonitis.
Reposisi manual akan dilakukan dengan cara mendorong invaginasi
dari oral kearah sudut ileosekal. Dorongan harus dilakukan dengan lembut
dan hati-hati tanpa adaya tarikan dari bagian proksimal. Saat reduksi manual
tidak berhasil atau adanya kelainan patologi yang menyebabkan terjadinnya
invaginasi, maka langkah yang harus dilakukan yaitu reseksi usus.
Terapi intususepsi yang utama adalah pembedahan. Pada intususepsi
usus halus pertama-tama yang dilakukan yaitu reduksi dengan hati-hati,
namun bila terdapat nekrosis, perforasi, dan edema, akan langsung dilakukan
reseksi. Pada intususepsi pada kolon yang sangat besar kebanyakan akibat
keganasan. Oleh karena itu, disarankan untuk segera melakukan reseksi tanpa
usaha reduksi.
2.9 Prognosis
Pada bayi intususepsi yang tidak tertaagani akan berakibat fatal.
Angka rekurensi pasca reduksi dengan enema barium adalah sekitar 10% dan
dengan reduksi bedah sekitar 2-5% dan tidak pernah terjadi setelah dilakukan
reseksi bedah. Mortalitas rendah jika penanganan dilakukan kurang dari 24
jam pertama dan meningkat dengan cepat setelah hari kedua.
2.10 Komplikasi
Lambatnya diagnosis dan terapi pada invaginasi akan menyebabkan
beberapa komplikasi, yaitu hilangnya viabilitas usus, perforasi, dan peritonitis
(Yao et al, 2015). Pada keadaan yang lebih parah akan menunjukkan tanda
infeksi seperti demam, hipotensi, dan takikardi (Bowker et al, 2018).
BAB III
PENUTUP
1) Intususepsi adalah masuknya segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus
yang lebih distal (kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi
usus
2) Definisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke
dalam segment usus di dekatnya (intususcipient).
3) Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi
(intussuceptum) memasuki usus bagian distal(intussucipient).
4) Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileocoecal,
dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum yang
longgar.
5) Diagnosis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
seperti USG dan rontgen.
6) Pada pemeriksan radiologis didapatkan :
1.foto polos abdomen : memperlihatkan tanda-tanda
obstruksi usus
2.USG : menunjukkan doughnut sign atau pseudokidney 
7) Terapi yang terpenting adalah Resusitasi cairan dan elektrolit ; Dekompresi, yaitu
menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastric;
Pemberian antibiotic; dan Reposisi bisa dilakukan dengan konservatif / non
operatif dan operatif.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai