Anda di halaman 1dari 5

Definisi

Invaginasi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, invaginasi adalah
masuknya segmen usus proksimal kerongga lumen usus yang lebih distal sehingga
menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Definisi lain Invaginasi atau
intususepsi yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segmen usus di
dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami
invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun
jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograde. Paling sering masuknya ileum terminal
ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen
usus yang dimasuki segmen lain. Oleh karena itu, invaginasi disebut juga intususepsi.

Etiologi
Sebagian besar etiologi invaginasi pada anak tidak dapat ditentukan atau disebut juga
invaginasi primer. Faktor presipitasi invaginasi pada anak dapat berupa infeksi virus dan
pertumbuhan tumor intestinum. Dahulu, beberapa kasus invaginasi berhubungan dengan
vaksin rotavirus. Rotavirus adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi yang dapat
mengakibatkan terjadinya diare, vomitus, demam, dan dehidrasi. Pada orang dewasa
invaginasi dapat disebabkan oleh tumor jinak maupun ganas saluran cerna, parut
(adhesive) usus, luka operasi pada usus halus dan kolon, IBS (Irritable Bowel Syndrome),
dan Hirschsprung. Hipertrofi Payers patch di ileum dapat merangsang peristaltik usus
sebagai upaya mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.
Invaginasi sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas dan serangan episodik
gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan limfoid. Adenovirus ditemukan
pada 50% kasus invaginasi. Invaginasi idiopatik umumnya terjadi pada anak berusia 6 -
36 bulan karena tingkat kerentanannya tinggi terhadap virus.

Patofisiologi
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partial
maupun total dan stranggulasi. Proses terjadinya invaginasi dimulai dengan hiperperistaltik
usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabakan usus masuk ke dalam lumen
usus distal kemudian berkontraksi terjadi edema mengakibatkan terjadinya perlekatan yang
tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi. Sedangkan pada orang dewasa
biasanya di awali adanya gangguan motilitas usus lainnya yang terfiksir atau kurang
bebas dibandingkan bagian lainnya, karena
arah peristaltik adalah dari oral ke anal sehingga bagian yang masuk ke lumen usus
adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya
karena suatu disritmik peristaltic usus. Akibat adanya segmen usus yang
masuk ke segmen usus lainnyaakan menyebabkan dinding usus yang
terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan
menyebabkan nekrosis dinding usus.

Klasifikasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan lokasi segmen yang
bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segemen yang mengalami adhesive. Invaginasi
diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi terjadinya:
1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus
2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon
3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asenden
4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus minorisnya adalah
katup ileosekal. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik
kekolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.

Diagnosis
Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang sehat mendapat
serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan sedangkan di
antara serangan biasanya anak tidur tenang karena sudah lelah. Serangan klasik terdiri
atas nyeri perut, gelisahsewaktu serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red
current jellystool) per anal, yang berasal dari intususepsi yang tertekan, terbendung
ataumungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan dan
pada pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan batas yang jelas seperti
sosis. Massa teraba di kuadrankanan atas dengan ditemukannya sensasi kekosongan di kuadran
kananbawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden (dances sign).
Invaginatum yang keluar lewat rectum jarang ditemukan; keadaan tersebut harus
dibedakan dengan prolapsus mukosa rectum. Pada invaginasi didapatkan invaginatum
bebas dari dinding anus, sedangkan prolapses berhubungan secara sirkuler dengan
dinding anus.
Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium. Pemeriksaan foto polos abdomen,
dijumpai tanda obstruksi dan massa di kuadran tertentu dari abdomen
menunjukkandugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis
invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan
pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan pemberian
barium enema dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai
diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak jelas pada
foto.
TRIAS INVAGINASI :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain), bila
lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisandal
am) = currant jelly stool

Pemeriksaan Fisik :
Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.
Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi
spontan (Sousage Like Sign )
Nyeri tekan (+)
Dances sign (+) Sensasi kekosongan padakuadran kanan bawah karenamasuknya
sekum pada kolon ascenden
RT : pseudoportio(+), lender darah (+)
Sensasi seperti portio vaginaakibat invaginasi usus yang lama
Tatalaksana
Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting sebagai berikut:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
2. Dekompresi maksudnya menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang
nasogastrik, pemberian antibiotic
3. Reposisi bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan operatif.

Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu diagnosis rontgen


tersebut ditegakkan. Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus
menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Syaratnya ialah keadaan umum
mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan
tidak terdapat okbtruktif tinggi.
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan
pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik.
Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum. Reposisi pneumostatik dengan
tekanan udara semakin sering digunakan karena lebih aman dan hasilnya lebih baik
daripada reposisi dengan enema barium. Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil,
terpaksa diadakan reposisi operatif.
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu,angka leukosit,
mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan
distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sisterna usus yang berat sampai timbul syok
atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Tindakan selama operasi
tergantung dari penemuan keadaan usus, reposisi manual harus dilakukan dengan halus
dan sabar, juga bergantung kepada keterampilan operator dan pengalaman operator.
Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual dengan mendorong invaginasi dari oral kearah sudut
ileosekal:dorongan dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari bagian proksimal.
Reseksi usus dilakukan pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila
viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.

Prognosis
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka rekurensi
pasca reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar10% dan dengan reduksi
bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi setelah dilakukan reseksi bedah. Mortalitas
sangat rendah jika penanganan dilakukandalam 24 jam pertama dan meningkat dengan
cepat setelah waktu tersebut, terutama setelah hari kedua.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson DM, et al. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta: EGC;2002.
2. Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta:
EGC; 2004.
3. Miguel OR, Yalda L, Alfredo P, Teresa VM. Two year review of intestinal
intussusception in six large public hospitals of Santiago, Chile. Pediatric Infectious
Disease Journal. 2003;22:717-21.
4. Willye R. Intususepsi. In: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editors. Nelson ilmu
kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.
5. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP, editors.
Ashcrafts pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; 2010.
6. Ko SF, Lee TY, Ng SH, Wan YL, Chen MC, Tiao MM, et al. Small bowel
intussusceptions in symptomatic pediatric patients: experiences with 19 surgically proven
cases. World Journal of Surgery. 2002;26(4):438-43.

Anda mungkin juga menyukai