Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

ILEUS

DOSEN PEMBIMBING:

dr. Ade Sigit M, SpB

DISUSUN OLEH:

Nadya Marsha Fitri Yulistya

(030.11.206)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE AGUSTUS – OKTOBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing :

Nama : Nadya Marsha Fitri Yulistya

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Trisakti

Bagian : Bedah

Judul : Ileus

Ditujukan untuk memenuhi ujian kepanitraan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti di RSUD Karawang.

Karawang September 2016

Mengetahui,

dr. Ade Sigit, SpB

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan YME, karena atas berkah dan rahmatnya
saya dapat menyelesaikan referat berjudul “Ileus”. Referat ini dibuat untuk memenuhi
persyaratan ujian Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Karawang. Saya
menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan referat ini tidak akan tercapai tanpa bantuan
pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan


kepada dokter-dokter yang telah membimbing kami selama pelaksanaan kepanitraan klinik.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan
kedepannya.

Karawang, September 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………... 6
2.1 SISTEM PENCERNAAN…………………………………………………… 6
2.2 ANATOMI USUS…………………………………………………………… 8
2.2.1 VASKULARISASI…………………………………………………….. 8
2.2.2 PEMBULUH LIMFE………………………………………………….. 9
2.2.3 PERSARAFAN………………………………………………………... 9
2.3 HISTOLOGI…………………………………….…………………………… 10
2.4 FISIOLOGI………………..………………………….……………………… 11
2.5 ILEUS ……………...……………………………………….……………….. 14
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………. 34
3.1 KESIMPULAN…………………………………………………………... 34
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang yang dapat disebabkan oleh karena obstruksi
atau paralitik. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata,
sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis.
Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 60-70% dari
seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki mortalitas tinggi
jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia di diagnosa ileus. Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat
ada 7.059 kasus ileusparalitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien
rawat jalan pada tahun 2004.

Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini
biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus pasca operasi bergantung pada
lamanya operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan
udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah,
dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan peritoneal seperti hematoma
retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik
yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah,
empiema dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektolit terutama
hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering.

Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat,dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang tepat.
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama. Maingot
melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya
memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus
halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia,

4
nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan
pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.
Obstruksi usus besar sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti
volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih
kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup
sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang
penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya
berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut.
Hal ini yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada
obstruksi usus halus.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan terdiri dari saluran cerna (atau traktus digestivus) dan organ
pencernaan tambahan termasuk kelenjar liur, pancreas ensokrin, dan sistem empedu, yang terdiri
dari hati dan kandung empedu. Organ-organ eksokrin ini terletak di luar saluran cerna dan
mengalirkan sekresinya melalui duktus ke dalam lumen saluran cerna.

Saluran cerna pada hakikatnya adalah suatu tabung/selang dengan panjang sekitar 4,5 m
(15 kaki) dalam keadaan berkontraksi normal. Saluran cerna yang berjalan di bagian tengah
tubuh, mencakup organ-organ berikut: mulut, faring (teggorokan), esophagus, lambung, usus
halus (terdiri dari duodenum, jejenum, dan ileum), usus besar (sekum, apendiks, kolon dan
rectum) dan anus.

2.2 Anatomi Usus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.

Gambar 1. Sistem saluran pencernaan.

6
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepat
dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan
perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada
jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio
pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga
perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region abdominalis media sebelah kiri,
sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada
junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.

Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus
halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis
kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang
memgbentuk messenterium.

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar
1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih
besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus
semakin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon
ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio
iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen
pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon
transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli

7
sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di
depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan
oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus
dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.

2.2.1 Vaskularisasi

Gambar 2. Vaskularisasi Usus

Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri
seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas duodenum
adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan
separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang

arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum
ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang
terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messentericus
superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.

Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2)
kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri

8
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior.

2.2.2 Pembuluh Limfe

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas melalui
nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke
nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi
lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.

Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar
pangkal arteri mesentericus superior.

Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan
akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior.

Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di
sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon
transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan
yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi
limphatici mesentericus inferior.

2.2.3 Persarafan Usus

Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus
mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal
dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior.
Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan
nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan
muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter
eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens
dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf

9
mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior
dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon
transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan
pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus
inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan
perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

2.3 Histologi

Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:

1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum, hampir
lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada sebagian kecil, tempat lembaran
visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.

2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis usus
halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya
stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir membentuk massa
dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua

lapisan otot.

3. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara
tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah mukosa.
Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, di
sini ditemukan neuroplexus meissner.

4. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam
lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini
ditutup dengan tonjolan, villi..

Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan
membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:

1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan valvula
koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-
10
lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya
lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.

2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4 atau 5
juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat
dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.

3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada permukaan
luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush
border pada mikroskop cahaya.

Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar
2.00 cm². Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan
absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali lipat.

Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan
tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus
besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia
bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal
yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan
berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di
sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus
dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih
dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.

2.4 Fisiologi Usus

Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi
dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida,
dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja
enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan
memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi
kerja lipase pankreas.

11
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan
zat-zat makanan sambil diabsorpsi.

Terdapat empat proses pencernaan dasar: motilitas, sekresi, pencernaan, dan penyerapan.

Motilitas

Kata motilitas merujuk pada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi
saluran cerna, otot polos di saluran cerna mempertahankan suatu kontraksi tingkat rendah yang
menetap yang dikenal sebagai tonus. Tonus penting untuk mempertahankan tekanan tetap pada
isi saluran cerna untuk mencegah dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi.

Pada aktivitas tonus yang tetap ini terdapat 2 tipe dasar motilitas saluran cerna: gerakan
mendorong (propulsive) dan gerakan mencampur. Gerakan propulsive mendorong maju isi
saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan
oleh berbagai bagian saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada
fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna. Sebagai contoh, transit makanan
melalui esophagus berlangsung cepat, yang sesuai karena struktur ini hanya berfungsi sebagai
saluran dari mulut ke lambung. Sebagai perbandingan, di usus halus, tempat utama pencernaan
dan penyerapan, isi bergerak maju dengan lambat, menyediakan waktu untuk penguraian dan
penyerapan makanan.

Gerakan mencampur mempunyai fungsi ganda. Pertama, dengan mencampur makanan


dengan getah pencernaan, gerakan ini mempermudah penyerapan dengan memajankan semua
bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna.

Pergerakan bahan melalui sebagian besar saluran cerna terjadi berkat kontraksi otot polos
di dinding organ-organ pencernaan. Pengecualiannya adalah di ujung-ujung saluran mulut di
bagian pangkal esophagus di awal dan sfringter ani eksternus di akhir, dimana motilitas lebih
melibatkan otot rangka daripada aktivitas otot polos. Karena itu, tindakan mengunyah, menelan,
dan defekasi memiliki komponen volunteer karena otot rangka berada dibawah control sadar.
Sebaliknya, motilitas di seluruh saluran lainnya dilaksanakan oleh otot polos yang dikontrol oleh
mekanisme involunter kompleks.

Sekresi

12
Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran cerna oleh kelenjar
eksokrin di sepanjang perjalanan, masing-masing dengan produk sekretorik spesifik. Setiap
sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit , dan konstituen organic spesifik yang penting dalam
proses pencernaan, misalnya enzim, garam empedu, atau mucus. Sel-sel sekretorik
mengekstraksi dari plasma sejumlah besar air dan bahan mentah yang diperlukan untuk
menghasilkan sekresi tertentu tersebut. Sekresi semua getah pencernaan memerlukan energy,
baik untuk transport aktif sebagian bahan mentah ke dalam sel (yang lain berdifusi secara pasif)
maupun sintesis produk sekretorik oleh reticulum endoplasma. Pada rangsangan saraf atau
hormon yang sesuai, sekresi dibebaskan ke dalam lumen saluran cerna. Dalam keadaan normal,
sekresi pencernaan direabsorbsi dalam suatu bentuk kembali ke darah setelah ikut serta dalam
proses pencernaan. Kegagalan reabsorbsi ini (misalnya karena muntah atau diare) menyebabkan
hilang cairan yang “dipinjam” dari plasma ini.

Selain itu, sel-sel endokrin yang terletak di dinding saluran cerna mensekresikan hormone
pencernaan ke dalam darah yang membantu pengontrolan motilitas pencernaan dan sekresi
kelenjar eksokrin.

Pencernaan

Manusia mengkonsumsi tiga kategori biokimiawu bahan makanan kaya energy:


karbohidrat, protein, lemak. Molekul molekul besar ini tidak dapat melewati membrane plasma
utuh untuk dierap dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe. Kata pencernaan
(digestion) merujuk kepada penguraian biokimiawi struktur kompleks makanan menjadi satuan-
satuan yang lebih kecil dan dapat diserap, oleh enzim enzim yang diproduksi di dalam sistem
pencernaan.

Pencernaan dilaksanakan oleh proses hidrolisis (“penguraian oleh air”) enzimatik.


Dengan menambahkan H2O di tempat ikatan, enzim-enzim dalam sekresi pencernaan
menguraikan ikatan-ikatan yang menyatukan hingga terjadi pembebasan molekul-molekul kecil.
Pada proses hidrolisis terjadi pengeluaran H2O di tempat ikatan yang semula menyatukan
subunit-subunit kecil ini untuk membentuk molekul nutrient. Hidrolisis mengganti H2O dan
membebaskan unit-unit kecil molekul makanan yang dapat diserap. Enzim-enzim pencernaan
bersifat spesifik untuk ikatan yang dapat dihidrolisis. Sewaktu bergerak melalui saluran cerna,
makanan menjadi subjek berbagai enzim, yang masing-masing menguraikan molekul makanan

13
lebih besar diubah menjadi nit-unit kecil yang dapat diserap melalui proses bertahap progresif,
seperti jalur perakitan yang berjalan terbalik, seiring dengan terdorong majunya isi saluran cerna.

Penyerapan

Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar penyerapan. Melalui
proses penyerapan, unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang dihasilkan oleh pencernaan,
bersama dengan air, vitamin dan elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah
atau limfe.

2.5 Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)

Definisi

Ileus Obstruktif adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi
lumen usus atau gangguan peristalsis usus.

Klasifikasi

Menurut Lokasi Obstruksi

 Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum

 Letak Tengah : Ileum Terminal

 Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Menurut Sifat Sumbatan

 Simple Obstruction: Penyumbatan mekanis pada lumen usus tanpa gangguan pembuluh
darah

14
 Strangulation Obstruction: Penyumbatan pada lumen usus yang disertai oklusi pembuluh
darah

Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab paling umum dari obstruksi usus termasuk perlengketan, neoplasma, dan herniasi
(Tabel 1). Adhesi yang dihasilkan dari operasi pada abdomen sebelumnya adalah penyebab
dominan obstruksi usus kecil. Operasi abdomen bagian bawah, termasuk usus buntu, operasi
kolorektal, prosedur ginekologi, dan perbaikan hernia, memberi risiko lebih besar
sumbatan usus. Penyebab yang cukup jarang dari obstruksi termasuk intususepsi usus, volvulus,
abses intra-abdominal, batu empedu, dan benda asing

Gambar 3. Penyebab Intestinal Obstruksi

2.4 Patofisiologi

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari
gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran
cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan
dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi
cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia

15
akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul
tepat di proksimal dan menyebabkan muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik melawan
obstruksi dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram
dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang peristaltik lebih sering timbul
setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas
peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran
auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas
peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.

Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan
mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya
lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan
kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi
menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul
lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan
cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan
oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul
azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok.

Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus
mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang mendistensi
lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke
dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke
dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat)
bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling
sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi yang memanjang maka
timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa
masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis.

Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat
menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan kematian.

16
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung
usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus obstruksi yang lainnya,
karena ia berlanjutke strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus
obstruktif. Penyebab ileus obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung
usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung
tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen, yang menyebabkan obstruksi
aliran keluar ke vena.

Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus
obstruksi usus halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar
500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang
cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian sindroma yang berhubungan dengan ileus
obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena distensi. Jika valva
ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi
jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi
kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya di sekum. Hal
didasarkan atas hukum Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular
pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga
karena diameter kolon melebar di dalam sekum, maka area ini yang biasanya pecah pertama.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis.

 Nyeri (Kolik)

Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus

Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.

 Muntah

 Perut Kembung (distensi)

 Konstipasi

Tidak ada defekasi

17
Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan
adanya hernia inkarserata. Selain itu, invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar
berupa lendir dan darah. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus
serta onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset
yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.

1. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :

Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti :

Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya suara usus
local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.

Adanya obstruksi ditandai dengan :

Inspeksi

Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan
skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen
berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.

Auskultasi

Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.

Perkusi

Hipertimpani

Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.

Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

18
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

2. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat
membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap
awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya proses infeksi. Hematokrit yang meningkat
dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Radiologik

Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto
polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada
obstruksi kolon.

Foto Polos Abdomen

Dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi
bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka
akan terlihat gambaran berupa hilangnya mucosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding
usus.Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-
fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium
enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

19
CT Scan

CT sesuai untuk evaluasi lebih lanjut dari pasien yang dicurigai obstruksi usus di
antaranya pemeriksaan klinis dan radiografi tidak menghasilkan diagnosis definitif. CT sensitif
untuk mendeteksi obstruksi bermutu tinggi (hingga 90 persen di beberapa seri), dan memiliki
manfaat tambahan mendefinisikan penyebab dan tingkat obstruksi pada kebanyakan pasien.
Selain itu, CT dapat mengidentifikasi penyebab muncul dari obstruksi usus, seperti volvulus atau
strangulation. CT usus temuan pada pasien dengan obstruksi usus meliputi dilatasi loop usus
proksimal ke lokasi obstruksi, dengan usus distal didekompresi. (Gambar 4).

CT sangat sensitif dan spesifik untuk obstruksi bermutu tinggi, nilainya berkurang pada
pasien dengan obstruksi parsial. Pada pasien ini, bahan kontras oral dapat dilihat melintasi
panjang usus ke rektum, dengan tidak ada daerah diskrit transisi. Fluoroskopi mungkin nilai yang
lebih besar dalam mengkonfirmasikan diagnosis.

American College of Radiology merekomendasikan non-kontras CT sebagai awal


modalitas pencitraan pilihan. Namun, karena sebagian besar penyebab obstruksi usus kecil akan
memiliki manifestasi sistemik atau gagal untuk menyelesaikan-memerlukan-intervensi nilai
operatif tambahan diagnostik CT dibandingkan dengan radiografi terbatas. paparan radiasi juga
signifikan.

20
Fluoroscopy

Fluoroscopy dapat membantu dalam diagnosis obstruksi usus parsial pada pasien dengan
kecurigaan klinis yang tinggi dan pada pasien secara klinis stabil di antaranya manajemen
konservatif awal tidak efektif. Penggunaan bahan kontras larut air tidak hanya diagnostik, tetapi
juga mungkin terapi pada pasien dengan parsial obstruksi usus kecil. Sebuah uji coba terkontrol
secara acak dari 124 pasien menunjukkan penurunan 74 persen pada kebutuhan untuk intervensi
bedah pada pasien yang menerima fluoroscopy gastrografin dalam waktu 24 jam dari presentasi
awal. Sebaliknya fluoroscopy mungkin juga berguna dalam menentukan kebutuhan untuk
operasi; kehadiran bahan kontras di rektum

Ultrasonograph

Pada pasien dengan obstruksi tingkat tinggi, evaluasi USG abdomen memiliki sensitivitas
tinggi untuk obstruksi usus, mendekati 85 persen. Namun, karena ketersediaan CT,
ultrasonografi telah digantikan sebagai penyelidikan lini pertama pada pasien stabil dengan
dugaan obstruksi usus. Ultrasonography tetap penyelidikan berharga bagi pasien yang tidak
stabil dengan diagnosis ambigu dan pada pasien paparan radiasi merupakan kontraindikasi,
seperti wanita hamil.

21
Magnetic Resonance Imaging

Magnetic resonance imaging (MRI) mungkin lebih sensitif daripada CT dalam evaluasi obstruksi
usus. enteroclysis MRI, yang melibatkan intubasi duodenum dan infus bahan kontras langsung
ke usus kecil, bisa lebih andal menentukan lokasi dan penyebab obstruksi. Namun, karena
kemudahan dan efektivitas biaya CT abdomen, MRI tetap merupakan pencitraan diteliti atau
tambahan untuk obstruksi usus

Diagnosis banding

22
Penatalaksanaan

Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera setelah
keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi
tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit dan dekompresi pipa lambung.
Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata dan
tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif.

1. Persiapan penderita

Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa obstruksi ileus
secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya berkurang
atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :

 Balance Penderita dirawat di rumah sakit.


 Penderita dipuasakan
 Kontrol status airway, breathing and circulation.

23
 Dekompresi dengan nasogastrictube.
 Intravenousfluidsandelectrolyte
 Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.
2. Operatif
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
 Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
 Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
 Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan
oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada
Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi
strangulate dan sebagainya.

Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus
dan anastomosis.

3. Pasca Operasi

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih
ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus

24
tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-
bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus
kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah.
Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam basa
darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut,
apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai
selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis.
Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian
antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

Komplikasi

 Nekrosis usus

 Perforasi usus

 Sepsis

 Syok-dehidrasi

 Abses

 Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

 Pneumonia aspirasi dari proses muntah

 Gangguan elektrolit

Prognosis

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat

25
2.6 Ileus Paralitik

Definisi

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal / tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi
otot polos usus.

Gerakan peristaltic merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan
baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron excitatory dari sistem enteric motor neuron.
Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan dimodulasi oleh berbagai faktor seperti sistim saraf
simpatik –parasimpatik, neurotransmitter (adrenergik, kolinergik, serotonergik,dopaminergik,
hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan sebagainya).

Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan ini
biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus paralitik pasca operasi bergantung
pada lamanya operasi/narkosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan
udara luar. Pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan
urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematoma
retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik yang
berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah,
empiema, dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama
hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia atau hipermagnesemia memberikan gejala paralisis
usus

Etiologi

1. Neurologik
 Pasca operasi
 Kerusakan medulla spinalis
 Keracunan timbal
 Iritasi persarafan splanikus
 Pankreatitis

26
2. Metabolik
 Gangguan keseimbangan elektrolit terutama hypokalemia
 Uremia
 Komplikasi DM
 Penyakit sistemik seperti SLE, sclerosis multiple
3. Obat-obatan
 Narkotik
 Antikolinergik
 Katekolamin
 Fenotiazin
 Antihistamin
4. Infeksi
5. Iskemia Usus

Patofisiologi

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf
simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem
simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui
pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin
pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis
dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa
neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor,
kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

27
28
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur
refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort refleks
terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks
panjang melibatkan sumsum tulang belakang. Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik
endokrin dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.

Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang
tercantum dibawah ini:

 Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.
 Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus
halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan
substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi
pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki
fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari
getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap
asam lemak dan asam amino.
 Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.

29
 Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat
gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos
usus.

Manifestasi Klinik

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan
oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum,
terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil 24
jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention),
anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut
kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus
obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik
abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan
bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi,
pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.

1.5 Diagnosa

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silentabdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar.

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan
dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa
tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.

30
Pemeriksaan fisik

- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,
hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan,
yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.


Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.
Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level
ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada
ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan
pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto abdomen dengan
mempergunakan kontras.

Penatalaksanaan

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa


dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer
dan pemberiaan nutrisi yang adekuat. Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon
dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik
(simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk
dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube).
Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai

31
dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat
dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus
paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena
obat-obatan.

1. Konservatif

 Penderita dirawat di rumah sakit.

 Penderita dipuasakan

 Kontrol status airway, breathing and circulation.

 Dekompresi dengan nasogastrictube.

 Intravenousfluidsandelectrolyte

 Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

 Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

 Analgesik apabila nyeri.

 Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

 Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

 Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonik

3. Operatif

Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.Operasi
dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau
rupture usus.Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

 Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

 Reseksi usus dengan anastomosis

 Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

32
Prognosis

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus hasil
dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam.
Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi
menjadi perlu untuk membuang jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat
tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus lebih
sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Penyebab terbanyak dari Ileus
adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus.

Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu nyeri abdomen (kolik
abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia,
demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada perut, dan distensi perut.Salah satu pemeriksaan
penunjang pada illeus adalah pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan
gas dalam lumen usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran
heering bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri, bila penyebab
primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.Prognosis ileus baik bila
diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

34
DAFTAR PUSTAKA

She rwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta. EGC

Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com. Accessed


August 20 2016
Patrick G Jackson, Manish Raiji. Evaluation and Management of Intestinal Obstruction.

American Academy of Psychisians. 2011.

Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel Obstruction).


EBSCO Publishing, 2005.
American Gastroenterological Association. 2003. Reviews : Postoperatives Ileus : Etiologies and
Interventions. University of California San Fransisco : California.
Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li,
B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com.
Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar Bedah Sabiston’s
essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa: Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor
bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC, 1992.
Nobie BA. Obstruction, small bowel. 2007. Available at: http//www.emedicine.com. Accessed
August 20, 2016.
Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L.,
Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-
192.

35

Anda mungkin juga menyukai