Pengertian
1. Intususepsi atau invaginasi adalah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus
berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. ( Arifin,
2007 )
2. Intususepsi atau invaginasi adalah bagian usus masuk ke dalam usus di bagian belakangnya,
terjadi jepitan usus, menyebabkan hambatan aliran usus dan mengganggu aliran darah yang
melalui bagian usus yang mengalmi intususepsi. ( Hanifah, 2007 )
3. Intususepsi terjadi bila salah satu bagian usus masuk kebagian usus lain yang mengakibatkan
obstruksi di bagian atas defek (telescoping). (Dons L. Wong, 2004)
4. Melipatnya bagian suatu alat ke dalam bagian yang lain alat itu. (Kamus kedokteran Edisi
Revisi, 2002)
5. Invaginasi adalah keadaan masuknya segmen usus ke segmen bagian distalnya yang umumnya
akan berakhir dengan obstruksi usus. ( Mansjoer, 2000 )
6. Invaginasi terjadi bila segmen usus masuk ke bagian distal. ( staff pengajar ilmu kesehatan
anak FKUI, 2000 )
7. Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk ke bagian
segmen usus yang lebih distal dan pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus.
(Markum, 1999)
Penyumbatan dapat terjadi di mana saja di sepanjang usus. Bagian usus di sebelah atas
penyumbatan tetap berfungsi. Pengisisan dengan makanan, cairan, sekresi enzim pencernaan dan
gas, akan menyebabkan pembengkakan, peradangan dan berkurangnya aliran darah pada bagian
usus yang terlibat. Bila penyumbatan yang terjadi memutuskan aliran darah ke usus, disebut
strangulasi. Lalu timbul kematian jaringan, biasanya menyebabkan perforasi dan peritonitis serta
infeksi. Invaginasi sering ditemukan pada anak berumur 3 bulan sampai 2 tahun, paling banyak 5
sampai 9 bulan. Anak laki-laki lebih banyak resikonya daripada perempuan dengan
perbandingan 3:1.
B. Klasifikasi
Bagian usus yang masuk disebut intussusceptum dan bagian yang menerima intussusceptum
dinamakan intussuscipiens. Pemberian nama invaginasi tergantung hubungan antara
intussusceptum dan intussuscipiens, klasifikasinya adalah
1. Ileocaecal : ileum berinvaginasi ke dalam kolon asenden pada katup ileocaecal.
2. Ileo-colic : ileum berinvaginasi ke dalam kolon.
3. colo-colic : kolon berinvaginasi ke dalam kolon.
4. ileo-ileo : usus kecil berinvaginasi ke dalam usus kecil.
Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileocolica dan appendical-colica. Kasus yang paling
banyak ditemukan adalah ileo-colica (75%).
C. Etiologi
Penyebab dari invaginasi belum diketahui secara pasti. Tapi banyak yang menyebutkan terkait
dengan hal berikut ini:
1. Pembesaran limfoid usus ( peyer patches ), akibat peningkatan paparan terhadap antigen baru.
2. Cacat lahir.
3. Massa yang keras dari isi usus ( mekonium ).
4. Usus yang melintir ( volvulus ).
5. Divertikel kelenjar Meckel ( suatu duktus yang timbul dari ileum yang menutup pada ujung
tali pusat tetapi tetap terbuka pada ujung usus ).
6. Infeksi saluran napas atas, karena umumnya intususepsi terjadi pada musim dingin atau hujan
ketika banyak terjadi infeksi saluran napas atas.
7. Infeksi saluran cerna ( diare ), karena pada pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium,
terdapat adenovirus bersama-sama invaginasi.
8. Pada umur 2 tahun ke atas, biasanya disebabkan polip usus, hemangioma dan limfosarkoma.
Pada orang dewasa, penyumbatan usus dua belas jari mungkin disebabkan oleh :
1. Kanker pankreas.
2. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit Crohn.
3. Perlekatan, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.
4. Penonjolan bagian usus melalui lubang yang abnormal ( hernia ), dan usus menjadi terjepit di
dalamnya.
5. Batu empedu.
6. Massa makanan yang tidak tercena.
7. Sekumpulan cacing.
Pada usus besar, penyebab penyumbatannya adalah :
1. Kanker.
2. Usus yang melintir.
3. Tinja yang keras.
D. Patofisiologi
Kebanyakan intususepsi adalah ileo-kolik dan jarang suatu intususepsi apendiks membentuk
puncak dari lesi tersebut. Bagian intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya,
intususipiens sambil menarik mesenterium bersamanya ke dalam usus pembungkusnya. Pada
mulanya terdapat suatu kontriksi mesenterium sehingga menghalangi aliran darah balik.
Penyumbatan intususeptum terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan
tinja berdarah, kadang mengandung lendir. Puncak dari intususepsi dapat terbentang hingga
kolon tranversum, desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus-kasu yang terlantar.
Setelah suatu intususepsi idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang membentuk puncaknya
tampak edema dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang
menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan intususepsi tidak menimbulkan
strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya dapat mengakibatkan gangren usus
dan syok.
E. Pathway Keperawatan
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang dapat timbul adalah
1. Nyeri kolik hebat yang timbul mendadak, hilang timbul, serangan tiap 15-30 menit dan
lamanya 1-2 menit.
2. Anak merasa tersiksa, gelisah dan menangis keras.
3. Anak menjadi rewel, letargi intermiten atau progresif.
4. Dehidrasi, nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut ).
5. Kembung, perut berbentuk scaphoid.
6. Muntah, kadang ada cairan empedu.
7. Pucat, lemas, berkeringat dan lesu.
8. Nadi lemah dan cepat.
9. Pernafasan dangkal dan cepat.
10. Kentut jarang atau tidak ada.
11. Diare, karena penyumbatan sebagian ( sedikit ).
12. Sembelit, karena penyumbatan total.
13. Palpasi abdomen teraba massa berbentuk sosis.
14. Anoreksia, penurunan berat badan ( bila lebih lanjut ).
15. Demam, terutama bila usus mengalami perforasi.
16. Bila defekasi bercampur darah dan lendir ( curant jelly stool ).
17. Kemudian berangsur-angsur defekasi bercampur jaringan nekrosis ( terry stool ).
F. Komplikasi
Bila intususepsi tidak segera ditangani, maka dapat terjadi komplikasi seperti :
1. Perforasi usus
Apabila kondisi usus semakin memburuk dari obstruksi usus sampai nekrosis jaringan segmen
usus. Awalnya aliran darah yang melewati usus mengalmi penurunan sehingga menyebabkan
adanya pembengkakan dan peradangan. Pembengkakan dapat menyebabkan perforasi.
2. Syok
Sebagai akibat dari kemajuan penyakit dengan gejala yang meliputi kelesuan, denyut jantung
cepat, denyut nadi lemah, tekanan darah rendah, dan nafas cepat.
G. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan perut dapat teraba sausage shape pada 24 % penderita. Suatu massa dengan
lekukan dan posisinya mengikuti garis usus colon ascendens sampai ke sigmoid dan rektum.
Massa tumor sukar teraba bila berada di belakang hati atau pada dinding yang tegang. Perkusi
pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong. Bising usus terdengar meninggi selama
serangan kolik, menjadi normal kembali di luar serangan. Colok dubur memprlihatkan darah
lendir dan kadang-kadang teraba pseudo-portio bila invaginasi sudah mencapai recto-sigmoid.
Foto polos perut dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral dekubitus kiri. Posisi lateral
dekubitus kiri ialah posis penderita yang dibaringkan dengan bagian kiri di atas meja dan sinar
dari arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi juga dapat mendeteksi
adanya perforasi. Pada foto abdomen tampak bagian proksimal invaginasi banyak darah
sedangkan bagian kanan kosong.
Pemeriksaan dengan barium enema didapatkan gambaran cuping dari intususepsi. ( kontra
indikasi bila sudah terdapat tanda-tanda peritonitis ).
Pada pemeriksaan ultrasonografi, intususepsi sering terlihat seperti mata sapi atau bull eye yang
mencerminkan potongan transversal dari segmen usus yang terkena.
H. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan dan managemen perawatan
1. Tekanan hidrostatik barium enema.
Penurunan intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke dalam kolon
yang hasilnya dilihat dengan X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk
cupping pada tempat invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar ¾ meter air, barium
didorong ke arah proksimal. Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum
terminalis. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring
appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium sepanjang bekas invaginasi.
Tindakan ini boleh dilakukan bila belum ada dehidrasi, peritonitis, distensi abdomen yang
berlebih, invaginasi lebih dari 48 jam dan invaginasi rekuren. Bila barium enema tidak berhasil
dan dijumpai tanda di atas, maka diperlukan reposisi operatif.
2. Reduksi bedah:
a. Perawatan pra bedah:
1) Rutin
2) Tuba nasogastrik
3) Koreksi dehidrasi
b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin hangat.
Ini juga membantu penurunan edema.
c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
3. Penatalaksanaan pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotik
f. Jika dilakukan suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga
kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital
h. Perawatan luka dan drain.
4. Perawatan rutin
a. Pemberian makanan harus diberikan kembali sesegera mungkin, yaitu jika muntah hilang dan
aktivitas peristaltik memuaskan
b. Mandi dan penanganan.
5. Dukungan bagi orang tua.
Banyak dukungan yang diperlukan tergantung pada status umum dari anak dan tindakan
pembedahan yang diambil. Kondisi anak harus dijelaskan secara lengkap dan diberikan
keyakinan. Sekali kondisi umum anak mengalami perbaikan, orangtua dapat berpartisipasi dalam
perawatan anak.
6. Persiapan untuk pulang ke rumah.
Bila reduksi intususepsi berhasil dan luka sembuh, anak dapat pulang ke rumah. Harus ada masa
tindak lanjut jika kasus intususepsi mengalami keadaan rekuren.
A. Pengkajian
1. lakukan pengkajian jisik secara rutin
2. dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga tentang gejala
3. Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi
4. Observasi perilaku anak
5. Observasi adanya manifestai intususepsi:
a) Nyeri abdomen akut tiba-tiba
1) Anak berteriak dan menarik lutut ke dada
2) Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode nyeri
b) Muntah
c) Letargi
d) Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses bercampur darah dan mucus )
e) Abdomen lunak ( pada awal penyakit )
f) Nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut )
g) Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas
h) Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance )
i) Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis
6. observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis:
a) diare
b) anoreksia
c) penurunan berat badan
d) muntah (kadang-kadang )
e) nyeri periodik
f) nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang lebih besar )
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
6. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.
8. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
9. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.
10. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan.
Post operasi
11. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
12. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
13. Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis
situasional.
14. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
15. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
C. Intervensi
Pre Operasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
NOC : Tingkat nyeri
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen nyeri
Intervensi :
1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunkung).
2. Berikan analgesia sesuai ketentuan
3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK
5. Kompreskan air hangat pada dahi
Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
NOC : Sleep
Tujuan : Kebutuhan tidur pasien adekuat (10 jam / hari).
Kriteria hasil :
a. Jam tidur
b. Pola tidur
c. Kualitas tidur
d. Tidur tidak terganggu
e. Kebiasaan tidur
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada sama sekali
NIC : Sleep Enhancement
Intervensi :
1. Kaji pola tidur pasien.
2. Kaji pengaruh tindakan pengobatan terhadap pola tidur.
3. Seiakan barang-barang milik pasien yang dapat mendukung pasien untuk tidur (guling,
boneka, dll).
4. Ajarkan teknik relaksasi.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Post Operasi
Dx 11 : Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.
NOC : Tingkat Nyeri
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri).
2. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunkung).
3. Berikan analgesia sesuai ketentuan
4. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
5. Ajarkan teknik relaksasi
Dx 13 : Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis
situasional.
NOC: Family Coping
Tujuan: Diharapkan koping keluarga menguat.
Kriteria Hasil:
a. Mendemonstrasikan fleksibilitas peran
b. Menyelesaikan permasalahan yang ada
c. Percaya dapat memenej masalah
d. Melibatkan anggota keluarga dalam mengambil keputusan
e. Mengekspresikan perasan
f. Menggunakan strategi menurunkan stress (devence mecanism)
Skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Family Support
1. Yakinkan keluarga akan memberikan perawatan terbaik pada pasien
2. Hargai reaksi emosional keluarga terhadap kondisi pasien
3. Selesaikan prognosis beban psikologis keluarga
4. Berikan harapan yang realistik
5. Dengarkan kecemasan keluarga, perasaan dan pertanyaan keluarga
6. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga pasien.
DAFTAR PUSTAKA
B. Etiologi
Penyebab dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat hubungan dengan infeksi –
infeksi virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak – bercak
peyeri yang banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut,
bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltic usus
dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi. Pada
puncak insidens penyakit ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan bermacam
bahan baru. Pada sekitar 5% penderita dapat ditemukan penyebab – penyebab yang dikenali,
seperti divertikulum meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Secara
jarang, keadaan ini akan mempersulit purpura Henoch – Schonlein dengan sutau hematom
intramural yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca pembedahan
jarang dapat didiagnosis, intususepsi – intususepsi ini bersifat iloileal.
D. Manifestasi Klinik
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Pada tahap awal muncul gejala strangulasi
berupa nyeri perut hebat yang tiba – tiba. Bayi menangis kesakitan saat serangan dan kembali
normal di antara serangan. Terdapat muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan keluarnya
darah bercampur lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen dapat teraba massa
yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris). Dalam keadaan lanjut muncul tanda
obstruksi usus, yaitu distensi abdomen dan muntah hijau fekal, sedangkan massa intraabdomen
sulit teraba lagi. Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum, pada pemeriksaan colok
dubur mungkin teraba ujung invaginat seperti porsio uterus, disebut pseudoporsio. Pada sarung
tangan terdapat lendir dan darah.
E. Pemeriksaan Penunjang
Rutin
Tuba naso gastrik
Koreksi dehidrasi (jika ada)
b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin hangat.
Ini juga membantu penurunan edema.
c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian fisik secara umum
b. Riwayat kesehatan
c. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi
d. Observasi tingkah laku anak/bayi
e. Observasi manifestasi terjadi intususepsi:
Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri
Muntah
Letargi
Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif.
Feses tidak ada meningkat
Distensi abdomen dan nyeri tekan
Massa terpalpasi yang seperti sosis di abdomen
Anus yang terlihat tidak biasa, dapat tampak seperti prolaps rectal.
Dehidrasi dan demam sampai kenaikan 410C
Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak
Diare
Anoreksia
Kehilangan berat badan
Kadang – kadang muntah
Nyeri yang periodic
Nyeri tanpa gejala lain
g. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium
enema dan ultrasonogram
2. Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
2. Syok hipolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit
dalam lumen.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
4. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
3. Perencanaan
a. Preoperasi
1. Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi yang dirasakan anak.
Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang
minimum.
Intervensi:
Observasi perilaku bayi sebagai indikator nyeri, dapat peka rangsang dan sangat
sensitif untuk perawatan atau letargi atau tidak responsive.
Perlakuan bayi dengan sangat lembut.
Jelaskan penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang tujuan tes diagnostik dan
pengobatan.
Yakinkan anak bahwa analgesik yang diberikan akan mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan.
Jelaskan tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik usus yang dapat mengurangi
intususepsi.
Jelaskan resiko terjadinya nyeri yang berulang.
Kolaborasi: berikan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
b. Post operasi
5. Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi pada anak.
Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang
minimum.
Intervensi:
Hindarkan palpasi area operasi jika tidak diperlukan.
Masukkan selang rektal jika diindikasikan, untuk membebaskan udara.
Dorong untuk buang air untuk mencegah distensi vesika urinaria.
Berikan perawatan mulut untuk memberikan rasa nyaman.
Lubrikasi lubang hidung untuk mengurangi iritasi.
Berikan posisi yang nyaman pada anak jika tidak ada kontraindikasi.
Kolaborasi:
Berikan analgesi untuk mengatasi rasa nyeri.
Berikan antiemetik sesuai pesanan untuk rasa mual dan muntah.
7. Evaluasi
a. Nyeri pada abdomen dapat berkurang
b. Syok hipovolemik dapat teratasi dengan segera melakukan koreksi terhadap keseimbangan
cairan dan elektrolit.
c. Obstrusi usus dapat teratasi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar Ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UI, 1985
Pilliteri, Adele. Child health nursing, care of the child and family, Los Angeles California,
Lippincott, 1999
Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan,dkk. Jakarta, 2001
Wong, Donna L. Wong and Whaley’s clinical Manual Of Pediatric Nursing. St. Louis Nissori:
Mosby, 1996
Lebih lengkap disini: Askep Anak dengan Intususepsi | kumpulan askep askeb | download KTI
Skripsi | asuhan keperawatan kebidanan
http://terselubung.cz.cc/
PENGERTIAN
• Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang
berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak
bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
• Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi,
2001:196).
• Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup
atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan
satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
• Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan,
pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
• Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang
tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita
konsumsi.
• Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan
metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi
tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
ETIOLOGI
• Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang
tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak
terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
• Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang
tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan
juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya
tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera
diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh
dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan
sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan
longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif
normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat
kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi
mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan
hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan,
dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
2. Lethargi
3. Irritable
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya
baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa,
sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan
payah jantung.
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya
cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral
atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam
kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75
dan F-100.
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan
jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau
rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan
protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan
menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari
lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada
wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot
rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak
adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji
anak untuk makan mereka
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
Tujuan :
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervesi :
d. Alih baring
Tujuan :
Kriteria hasil:
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik
sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat
malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Lebih lengkap disini: Askep anak dengan Marasmus | kumpulan askep askeb | download KTI
Skripsi | asuhan keperawatan kebidanan
http://terselubung.cz.cc/
TEORI
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang
berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak
bawah kulit dan otot. (Dorland)
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup
atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan
satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan,
pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral dan air. (Arisman,).
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang
tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita
konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan
metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi
tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.
Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang
tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak
terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak
mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan
saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan
juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin).
Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya
tidak tercukupi oleh diet. (Arisman). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha
untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan
tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein
terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak,
gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan
diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
(Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada).
Manifestasi klinis
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan
sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan
longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif
normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat
kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi
mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan
hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan,
dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson).
PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya
baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan,
kaji tanda-tanda vital.
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan IV.
o cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat
Dextrose 5%.
o Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
o Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
o Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
o Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg
BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/
hari.
o Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/
hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
o Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
o Mengukur TB dan BB
o Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB
(dalam meter)
o Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur,
biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm
pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
o Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan
jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak
berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
PATHWAYS
ANALISA DATA
TGL /
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
JAM
masalah yang sedang Etiologi
Berisi data subjektif
Diisi pada dialami pasien seperti berisi
dan data objektif
saat gangguan pola nafas, tentang
1 yang didapat dari
tanggal gangguan keseimbangan penyakit
pengkajian
pengkajian suhu tubuh, gangguan pola yang diderita
keperawatan
aktiviatas,dll pasien
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong,)
Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito)
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
(Doengoes).
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes)
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan
kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito).
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito,)
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein
(malnutrisi). (Carpenio).
1. Monitor tanda-
tanda vital dan
Tidak terjadi dehidrasi.
tanda-tanda
dehidrasi
Kriteria Hasil :
Defisit volume cairan 2. Monitor jumlah
2 berhubungan dengan dan tipe masukan
Mukosa bibir lembab,
diare. cairan
tidak terjadi
3. Ukur haluaran
peningkatan suhu,
urine dengan
turgor kulit baik.
akurat
1. Monitor
kemerahan,
pucat,ekskoriasi
Tidak terjadi gangguan 2. Dorong mandi
integritas kulit 2xsehari dan
Gangguan integritas gunakan lotion
kulit berhubungan Kriteria Hasil : setelah mandi
3
dengan gangguan 3. Massage kulit
nutrisi/status metabolik. kulit tidak kering, Kriteria
tidak bersisik, hasilususnya
elastisitas normal diatas penonjolan
tulang
4. Alih baring
1. Tentukan tingkat
pengetahuan
orangtua pasien
pengetahuan pasien
2. Mengkaji
dan keluarga
kebutuhan diet
bertambah
dan jawab
pertanyaan sesuai
Kurang pengetahuan Kriteria hasil :
indikasi
5 berhubungan dengan
3. Dorong konsumsi
kurang nya informasi Menyatakan kesadaran
makanan tinggi
dan perubahan pola
serat dan masukan
hidup,mengidentifikasi
cairan adekuat
hubungan tanda dan
4. Berikan informasi
gejala.
tertulis untuk
orangtua pasien
1. Monitor tanda-
tanda vital dan
Tidak terjadi dehidrasi.
tanda-tanda
dehidrasi
Kriteria Hasil :
Defisit volume cairan 2. Monitor jumlah
2 berhubungan dengan dan tipe masukan
Mukosa bibir lembab,
diare. cairan
tidak terjadi
3. Ukur haluaran
peningkatan suhu,
urine dengan
turgor kulit baik.
akurat
1. Monitor
kemerahan,
pucat,ekskoriasi
Tidak terjadi gangguan 2. Dorong mandi
integritas kulit 2xsehari dan
Gangguan integritas gunakan lotion
kulit berhubungan Kriteria Hasil : setelah mandi
3
dengan gangguan 3. Massage kulit
nutrisi/status metabolik. kulit tidak kering, Kriteria
tidak bersisik, hasilususnya
elastisitas normal diatas penonjolan
tulang
4. Alih baring
1. Tentukan tingkat
pengetahuan
orangtua pasien
pengetahuan pasien
2. Mengkaji
dan keluarga
kebutuhan diet
bertambah
dan jawab
pertanyaan sesuai
Kurang pengetahuan Kriteria hasil :
indikasi
5 berhubungan dengan
3. Dorong konsumsi
kurang nya informasi Menyatakan kesadaran
makanan tinggi
dan perubahan pola
serat dan masukan
hidup,mengidentifikasi
cairan adekuat
hubungan tanda dan
4. Berikan informasi
gejala.
tertulis untuk
orangtua pasien
Tidak jarang bayi yang baru lahir mengalami kelainan pada fisik mereka karena ibu yang mengandungnya
kurang mengonsumsi makanan yang bergizi. Kelainan ini dapat mempengaruhi perkembangan mereka. Namun,
kekurangan gizi juga dapat terjadi setelah bayi tersebut lahir akibat kurangnya jumlah maupun keseimbangan
konsumsi gizi yang diberikan.
Kurangnya gizi ini dapat menimbulkan akibat yang serius bila tidak dilakukan perawatan medis, bahkan dapat
terjadi kematian. Sebab kurangnya gizi pada masa perkembangan bayi dapat mengganggu proses metabolismenya.
Namun, hal ini dapat dicegah dengan adanya kesadaran dan peran orang tua dalam memberikan makanan pada
bayinya.
Gizi Buruk
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi esensial, yang bisa
disebabkan oleh asupan yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus
(malabsorbsi) (Nurcahyo, n.d.).
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Secara
garis besar, penyebab penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak
sering sakit / terkena infeksi (Yetty Nency dan Muhamad Thohar Arifin, n.d.).
Metabolisme Zat Gizi
Semua bahan makanan akan diabsorbsi tubuh dalam bentuk senyawa sederhana, karbohidrat akan dipecah
menjadi glukosa sebelum diabsorbsi, lemak akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, dan protein akan
dipecah menjadi asam amino (Fried, 1999). Ketiga-tiganya akan digunakan untuk menghasilkan energi (karbohidrat
dan lemak), mengatur aktivitas sel (protein), dan menjaga ketegaran sel (protein). Pada kasus yang sering dijumpai
adalah kasus Kekurangan Energi Protein (KKP), protein merupakan diet paling vital yang tidak dapat ditinggalkan
manusia. Ribuan protein yang terdapat dalam tubuh manusia melakukan berbagai fungsi yang begitu banyak untuk
dilukiskan. Fungsi ini mencakup pekerjaan sebagai pembawa vitamin, oksigen, dan karbondioksida, ditambah
peranan struktural, kinetik, katalitik, serta pengiriman sinyal (Murray et al, 2003). Secara teori memang antara
glukosa, lemak, dan protein dapat terjadi hubungan kesinambungan. Jika tubuh kekurangan protein, glukosa akan
membantu suplai asam amino melewati metabolisme intermediet, namun jika diet hanya mengandung glukosa saja
maka tidak mampu mencukupi kebutuhan akan protein dalam tubuh (Scanlon, 2000).
Glukosa dirubah menjadi piruvat dalam glikolisis. Dalam keadaan normal piruvat akan dijadikan asetil ko-A
agar dapat masuk ke dalam siklus asam sitrat untuk membuat ATP. Namun yang terjadi ketika tubuh kekurangan
protein, maka akan terbentuk jalur metabolisme intermediet sehingga piruvat tadi akan diubah menjadi asam amino
sebagai bahan dasar membuat protein (Murray et al, 2003). Proses pembentukan asam amino dari piruvat
memerlukan energi yang sangat besar sehingga tidak mungkin menghabiskan sebagian besar energi sel hanya untuk
memenuhi kebutuhan protein.
Marasmus dan Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan suatu istilah untuk menyebutk an gangguan gizi akibat
kekurangan protein. Sedangkan marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering
ditemui pada balita, penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan
lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan (wikipedia).
Manifestasi klinis dari kwashiorkor adalah edema (umumnya seluruh tubuh danterutama pada kaki), wajah
membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis (kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rsa sakit, rontok), perubahan status mental (cengeng, rewel, kadang apatis), pembesaran hati, otot mengecil,
kelainan kulit, sering disertai infeksi, anemia dan diare (Arief Mansjoer et.al, 2000).
Sedangkan marasmus memiliki manifestasi klinis sebagai berikut: tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua,
cengeng, rewel, kulit keriput, perut cekung, sering disertai: penyakit kronik, diare kronik (Arief Mansjoer et.al,
2000).
Bentuk intermidiet dari keduanya disebut dengan marasmik-kwashiorkor, dengan manifestasi klinis berupa
campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus.
Contoh Kasus
Daftar Pustaka
Corwin, J. E 1997, Buku saku patofisiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Fried G. H, et al 2002, Biologi schaum’s outlines, edisi 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Mansjoer, Arif et.al., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, cet. 1, Media Aesculapius, Jakarta.
Murray R. K, et al 2003, Biokimia harper, edisi 25, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Nency, Yetty dan Muhamad Thohar Arifin, 2005, Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang, dilihat tanggal 7 Desember 2008, .
Wikipedia, Kwashiorkor, dilihat tanggal 10 Desember 2008, .
_________, Marasmus, dilihat tanggal 10 Desember 2008, .