Anda di halaman 1dari 23

INTUSUSEPSI

Definisi Intususepsi

Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam lumen usus

bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir dengan strangulasi.

Umumnya bagian yang proksimal atau disebut intususeptum masuk ke bagian distal atau disebut

intussussipien.

Epidemiologi

Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara berkembang,

demikian juga di banyak negara maju. Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens

dari intususepsi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan

berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup.

Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena intususepsi

per tahun. Di Indonesia, angka kejadian intususepsi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan

angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun, menyebutkan insiden intususepsi

adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup. Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di

bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak(12). Di Asia, insiden

puncak antara usia 4-8 bulan.

Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya di

Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio perbandingannya adalah

9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai 4:1.

Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan hasil penelitian yang

bervariasi di masing-masing wilayah di dunia. Intususepsi dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman

dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan pertengahan musim dingin. Periode ini

berhubungan dengan puncak munculnya gastroenteritis musiman dan infeksi saluran napas atas. Di

1
Asia, salah satunya Thailand insidens intususepsi meningkat antara bulan September dan Januari dan

kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin dan panas yang merupakan puncak

dari insidens infeksi saluran napas atas dan gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan adanya

perbedaan musim terkait dengan intususepsi.

Etiologi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal

1. Idiopatik

Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun tidak

dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai infantile idiophatic

intussusceptions. Kepustakaan lain menyebutkan di Asia, etiologi idiopatik dari intususepsi

berkisar antara 42-100%.

Definisi dari istilah intususepsi idiopatik bervariasi di antara penelitian terkait

intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah idiopatik untuk menggambarkan

kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan

intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat pembedahan.

Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk

menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena

Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering

didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi

tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening

sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang membesar

adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas(1).

2
2. Kausal

Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan usus

dapat menjadi penyebab intususepsi seperti : inverted Meckels diverticulum, polip usus,

leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus.

Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-

jeghers syndrom, dan duplikasi intestinal. Lead point lain diantaranya lymphangiectasias,

perdarahan submukosa dengan Henoch-Schnlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel

syndrome, caseating granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal.

Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua

minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi

usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

Patogenesis

Patogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada dorongan

longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh

adanya massa yang bertindak sebagai pencetus atau oleh pola yang tidak teratur dari

peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan

berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal,

dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang

menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat,

menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal.

Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu

dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi.

3
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam

lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan

mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi

obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana

ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa

intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan

dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan

gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi

mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi

yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool.

4
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya intususepsi

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi perubahan diet makanan

dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi intususepsi.

Intususepsi kadang-kadang terjadi setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan

peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus

menjadi agen penyebabnya, dimana pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan virus ini dalam

feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus

dalam feses penderita intususepsi

Jenis Intususepsi

Jenis intususepsi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat, pada ileum

dikenal sebagai jenis ileo-ileal.Pada kolon dikenal dengan jenis colo-colica dan sekitar ileo-caecal

disebut ileocaecal, jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan intususepsi tunggal dimana

dindingnya terdiri dari tiga lapisan.

Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut

disebut jenis intususepsi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileo-colica atau colo-colica. Suwandi

J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981-1983) pada pengamatannya mendapatkan jenis

intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal 25%, ileo-colica 22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica

22,5%.

5
6
Klinis

Secara klasik perjalanan suatu intususepsi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :

Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba menangis

kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat

menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Di luar serangan,

anak/bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses intususepsi.

Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit dengan lama

serangan 2-3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi

cairan dan makanan yang ada di lambung.

Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si

penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses intususepsi

pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa

feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa

darah segar bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan lendir (red currant jelly stool) baru

dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang-kadang sesudah 12 jam. BAB

darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saat

melakukan colok dubur.

7
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan

demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa tumor

berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau

kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut

bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign. Hal ini akibat caecum dan

kolon naik ke atas, ikut proses intususepsi

8
Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial

berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga

pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran

peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi.

Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi

hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah

feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri.

Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, gangren, perforasi, peritonitis umum,

shock dan kematian.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak

khas. Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak

jelas tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami

prolaps melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus

yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,

laboratorium dan radiologi.

Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri

menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.

2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan atas, kanan

bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.

3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly stool.

9
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor,

oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias intususepsi.

Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan

penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan mulai bermain

sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat

kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar

campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi(13).

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah

diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini

membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk

membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi(2).

Kriteria Mayor

1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti dengan

distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama sekali.

2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal berikut ini:

massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto

abdomen, USG maupun CT Scan.

3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan rectum atau

gambaran feses red currant jelly pada pemeriksaan Rectal Toucher.

10
Kriteria Minor

1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun

2. Nyeri abdomen

3. Muntah

4. Lethargy

5. Pucat

6. Syok hipovolemi

7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :

Level 1 Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

- Kriteria Pembedahan Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan

- Kriteria Radiologi Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan invaginasi dengan

manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.

- Kriteria Autopsi Invagination dari usus

11
Level 2 Probable (salah satu kriteria di bawah)

- Dua kriteria mayor

- Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

Level 3 Possible

- Empat atau lebih kriteria minor

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi, sebagai proses

dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi,

anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos abdomen, Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri

atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran air fluid level. Dapat

terlihat free air bila terjadi perforasi.

12
Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik 45%

untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak diindikasikan jika ada

fasilitas USG. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008

dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan

posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis atau menyingkirkan

intususepsi.

13
Barium enema

Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-gejala

klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring

appearance.

14
Ultrasonografi Abdomen

Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk target atau donat yang terdiri

dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada

donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan

perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul

sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik.

Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk membantu

mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al melaporkan bahwa intususepsi transien dari usus

kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region periumbilikal, memiliki diameter

anteroposterior yang lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs

0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding terbalik dengan intususepsi

ileocolic.

Sebuah studi oleh Munden et al mendukung penemuan ini, dengan diameter anteroposterior rata-rata

adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi ileocolic dan panjang rata-

ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif.

15
CT Scan

Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG

yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana

sebagian besar kasus ini secara klinis tidak signifikan.

16
Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan

rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi,

bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.

4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada

colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada

intususepsi didapati adanya celah.

Penatalaksanaan

Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan

lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang

lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan

distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan

yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter

untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat

dilakukan

Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun

terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk

meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa

panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi

ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar

kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut.

17
Tindakan Non Operatif

A. Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak dideskripsikan

pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan

barium di bawah panduan fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak

pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline

(isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi

intestinal. Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya :

1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara

pertengahan bokong.

2. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan

dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup.

3. Pelaksanaannya memperhatikan Rule of three yang terdiri atas: (1) reduksi hidrostatik

dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3)

tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.

4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan

dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.

5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup

ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa

komplikasi.

18
Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan

air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG.

Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG

dari pelakunya.

Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan reduksi

secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan

di rumah sakit.

B. Pneumatic Reduction

Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum.

Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg

untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat,

lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat

dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Berikut ini

adalah langkah-langkah pemeriksaannya:

1. Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan dengan

kuat.

2. Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter, dan udara

dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan

diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan

dilakukan sebuah foto polos.

3. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati usus

kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan

duluan sebelum kateter dilepas.

19
4. Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan decubitus/upright views) harus

dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.

5. Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg)

untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin

dikerjakan.

Operatif

Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami kegagalan dengan

terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan peritonitis difusa,

maka penanganan operatif harus segera dilakukan. Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil,

terpaksa diadakan reposisi operatif. Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan

peningkatan suhu, angka leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan

sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sisterna

usus yang berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk

suatu operasi. Tindakan selama operasi tergantung dari penemuan keadaan usus, reposisi

manual harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada keterampilan

operator dan pengalaman operator. Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual dengan

mendorong invaginasi dari oral kearah sudut ileosekal:dorongan dilakukan dengan hati-

hati tanpa tarikan dari bagian proksimal. Reseksi usus dilakukan pada kasus yang tidak

berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan

kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.

20
Komplikasi

Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain yang dapat terjadi

adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat

menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan

komplikasi yang berhubungan dengan short bowel syndrome. Meskipun diterapi dengan

reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang

terlibat.

Prognosis

Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak sekarang jarang di

negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan intususepsi tetap tinggi di beberapa negara

berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk datang ke pusat kesehatan terlambat,

yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat intervensi bedah, reseksi

usus dan mortalitas lebih tinggi.Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali

lipat dalam kebanyakan studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada

bayi yang ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama(8). Angka rekurensi dari

intususepsi untuk reduksi nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan 13 [disitasi tanggal

2013 Des 25]; dapat diakses pada : URL: http://emedicine.medscape.com/article/930708-

overview#showall

2. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference [serial online] 2011 Apr 14

[disitasi pada 2013 Des 25]; dapat diakses pada :

URL: http://emedicine.medscape.com/article/937730-overview#showall

3. Wyllie R. Ileus, adhesi, insusepsi dan obstruksi lingkar tertutup in Nelson Ilmu Kesehatan

Anak. Behrmen, Kliegmen, Arvin editors. 15th ed. Vol 2. EGC: Jakarta. 1999. p.1319.

4. Ramachandran P. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and management. Puri P,

Hollwarth M editors. Spinger: Dordrecht Heidelberg. 2009.

5. Kartono D. Invaginasi dalam Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD,

et al. Binarupa Aksara: Tangerang. 2005.

6. Pendergast LA & Wilson M. Intussusception: a sonographers perspective. JDMS 19:231-

238. Jul-Aug. 2003.

7. Fallan ME. Intussusception in Pediatric Surgery, Ashcraft KW, Holder TM (eds). 4th ed.

Philadelphia: WB Saunders Company, 2005.

8. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence, Clinical

Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva, Switzerland: World Health

Organization, 2002.

9. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al. The epidemiology

of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004. Ann Acad Med Singapore

2006;35:674-9.e

22
10. Ekenze SO, Mgbor SO. Childhood intussusception: The implications of delayed presentation.

Afr J Paediatr Surg 2011;8:15-8.

11. Van Heek NT, Aronson DC, Halimun EM, Soewarno R, Molenaar JC, Vos A.

Intussusception in a tropical country: comparison among patient populations in Jakarta,

Jogyakarta, and Amsterdam. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1999;29:402-5.

12. http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/006/6710-05500475.jpg

13. Santoso MIJ, Yosodiharjo A, Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya gejala klinis awal

hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada penderita invaginasi yang dirawat di

RSUP. H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011.

14. http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/CAP/Case05/Images/Case05.01.jpg

15. http://dynamic.psu.ac.th/kidsurgery.psu.ac.th/Pediatric%20surgery/KID/Atlas/Images/E/E5/D

SC01002.jpg

16. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW. III, Murphy JM, eds. Ashcrafts

Pediatric Surgery. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.p.508.

17. Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang, Kan JH. Radiographic evaluation of intussusception:

utility of left side down decubitus view. RSNA 2008;248:3.

18. http://onradiology.blogspot.com/2011_02_01_archive.html

19. http://www.erpocketbooks.com/er-ultrasounds/other-ultrasounds/

20. Chung DH. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques. Townsend CM &

Evers. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.

23

Anda mungkin juga menyukai