Anda di halaman 1dari 147

GANGGUAN PADA

KOLON
Made Agus Suanjaya, MD, General Surgeon
MATERI PEMBAHASAN

a. Intussusepsi/invaginasi Definisi, etiologi, patofisiologi,


manifestasi klinis,

b. Divertikulosis
c. Proktitis
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan
d. Hemoroid penunjang, diagnosis,

e. Prolaps rektum dan anus


Diagnosis banding dan penanganan,
f. Abses Perianal komplikasi, dan prognosis.
INTUSSUSEPSI

Step Step Step


1 2 3
Pemeriksaan
fisik, Diagnosis
pemeriksaan banding dan
Definisi, etiologi, penanganan,
patofisiologi, penunjang,
diagnosis, komplikasi,
manifestasi klinis, dan prognosis
INTUSSUSEPSI
01 02 03
Intususepsi melibatkan tiga
Intususepsi adalah invaginasi dinding silinder usus.
suatu bagian dari usus halus Dinding silinder dalam
ke bagian dan tengah merupakan
lainnya. bagian yang berinvaginasi,
dan silinder luar
Intususepsi adalah suatu merupakan
proses dimana segmen usus resipien dari usus yang
bervaginasi atau masuk ke terinvaginasi tersebut
dalam usus distal yang
berdekatan
Epidemiologi

Intususepsi merupakan penyebab paling umum dari obstruksi intestinal


pada usia antara 5 bulan hingga 3 tahun dan merupakan kegawatdaruratan
abdomen paling umum pada anak usia dibawah 2 tahun. 60% pasien intususepsi
berusia dibawah 1 tahun, dan 80% kasus terjadi dibawah 2 tahun; sedangkan
kasus ini jarang terjadi dineonatus.

Insiden intususepsi berkisar antara 1 hingga 4


per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan rasio laki – laki dan perempuan adalah 3 : 1.
Beberapa intususepsi yang terjadi pada usus halus dan kolon dapat kembali secara
spontan. Namun, jika tidak diobati, intususepsi pada ileosekal ini dapat
menyebabkan iskemia dan infark intestinal, perforasi, peritonitis, dan kematia
Etiologi

Pada dewasa, sekitar 90% Penyebab utama intususepsi


kasus intususepsi pada dewasa adalah
Intususepsi pada dewasa
disebabkan oleh kondisi neoplasma, adhesi, diare kronik,
dan anak mempunyai
patologi organik dan gangguan motilitas seperti
etiologi yang berbeda. penyakit
dan hanya 10% yang
bersifat idiopatik. Hirschsprung.

Sementara pada anak, keadaan


patologis yang menyebabkan
Neoplasma merupakan intususepsi adalah
infeksi, polip, limfoma, sindrom
penyebab dari 65% kasus malabsorpsi, divertikulum Meckel,
intususepsi pada dewasa fibrosis kistik,
duplikasi, hematoma intramural, dan
adhesi
Mayoritas kasus intususepsi bersifat idiopatik pada Pada orang dewasa, poin utama ini
anak – anak (90%). hadir sebanyak 90%. Intususepsi
Pada pasien ini, hiperplasia limfoid dihipotetiskan pada
sebagai penyebab utama (leading point). postoperatif biasanya terjadi pada
operasi abdomen terutama pada
bagian ileosekal.

Suatu penelitian menunjukkan bahwa 85% kasus intususepsi


pada anak disebabkan oleh infeksi virus. Di antara kasus-
kasus tersebut, 47% disebabkan oleh adenovirus, 45%
disebabkan oleh HHV-6, 23% disebabkan oleh rhinovirus, 13% Dalam 2 – 8% pasien, poin utama
disebabkan oleh CMV, 8% disebabkan oleh enterovirus, dan
6% disebabkan oleh rotavirus
(leading point) dari intususepsi
adalah divertikulum Meckel, polip
usus, neurofibroma, kista,
appendiks yang terbalik,
leiomioma, hamartoma, jaringan
ektopik pankreas, jahitan yang
Anggapan baru menunjukkan bahwa infeksi pada sistem anastomosis, penyakit
gastrointestinal ataupun pengenalan makanan dengan kadar
protein tinggi menghasilkan pembengkakan pada peyer limpoproliferatif, hemangioma,
patches pada ileum terminal. Hiperplasia limfoid nodular
merupakan faktor risiko lainnya.
atau kondisi ganas seperti
Penonjolan dari jaringan limfatik akan menyebabkan prolaps
limfoma, atau sarkoma kaposi.
mukosa ileum ke dalam usus besar, sehingga menyebabkan Umumnya terjadi pada anak
intususepsi.
diatas usia 2 tahun.
Patofisiologi

Ketidakseimbangan gaya longitudinal sepanjang


dinding usus diyakini sebagai penyebab intususepsi.
Minimnya homogenitas gaya longitudinal sepanjang Bagian usus yang masuk bertindak sebagai apeks
dinding intestinal dapat disebabkan massa yang intususepsi, intususeptum, dan dengan komplit
bertindak sebagai lead point atau dapat berinvaginasi ke bagian distal dari usus yang
menyebabkan pola peristaltik yang tidak menerimanya, intususipien .intususeptum menarik
terorganisasi. mesenteri dan dapat berlanjut sampai ke rektum.
Seiring dengan intususeptum berlanjut, aliran balik
Ketidakseimbangan kontraksi otot sirkular yang tegak limfatik akan terhambat dan akhirnya drainase vena
lurus dengan aksis gaya longitudinal menyebabkan juga terganggu sebagai peningkatan tekanan pada
bagian usus membelit sehingga membentuk suatu titik dinding usus halus menyebabkan kongesti dan
edema pada intususeptum
tumpu lipatan dan mengakibatkan invaginasi ke usus
distal
Patofisiologi

Pada lumen akan terjadi blokade (oklusi) 


menekan mesenterika sehingga terjadi
strangulasi dan mayoritas intususepsi tidak
berstrangulasi pada 24 jam pertama Suplai
Jika pembengkakan, edema, dan iskemia
darah arteri pada segmen usus ini akan
terhambat. Pada awalnya, membran mukosa, tidak segera diatasi, lumen usus menjadi
yang sangat sensitif terhadap iskemia, menjadi terhambat sepenuhnya, dan nekrosis
terkelupas dan dikeluarkan sebagai feses transmural pada intususeptum akan terjadi
berlendir. Mukosa iskemik akan berdarah Ketika dan mengakibatkan sekuesterasi cairan,
mukosa terkelupas semakin dalam dan darah translokasi bakteri intestinal ke kavitas
akan bercampur dengan mukus yang peritoneum, perforasi usus, dan
menghasilkan gejala klasik "red currant jelly kemungkinan terjadinya peritonitis
stools"
Patologi

Secara mikroskopis, tampak mass eksofitik polipoid dengan ulserasi yang


ekstensif. Pada bagian superfisial polip tampak gambaran piogenik seperti
granuloma dan pada bagian lebih dalam tampak proliferasi pembuluh darah kecil
dengan ukuran kapiler yang berkumpul dan permbuhan infiltratif dan perluasan ke
musculus propria. Sel endothelial terdapat nuklei ovoid dan menunjukkan nukleus
atipia minimal tanpa multilayering

Gambaran hiperplasia limfoid berhubungan dengan nekrosis dan


perdarahan pada intususepsi. Temuan histologis yang paling sering
adalah hiperplasi limfoid lokal pada leading edge, dengan formasi
germinal sentral yang jelas, terbatas pada mukosa dan submukosa
yang terlibat
Manifestasi Klinis

Dalam kasus yang khas, gejala yang tampak adalah anak tiba – tiba terjadi serangan mendadak, dimana anak yang
sebelumnya sehat, sekarang mengeluh nyeri kolik berat yang berulang dengan interval yang sering dan disertai upaya
kaki tegang dan lutut tertekuk dan menangis keras. Bayi mungkin awalnya merasa nyaman dan masih bisa bermain
normal diantara fluktuasi rasa nyeri; tetapi jika intususepsi ini tidak berkurang, lama kelamaan bayi akan menjadi
semakin lemah dan lesu.

Nyeri perut intermiten yang parah terjadi pada 15 – 20 menit pada bayi dan balita adalah ciri
intususepsi dan tercatat 95% anak dengan diagnosis ini. Anak biasanya akan tenang diantara
episode kolik.

Pada beberapa keadaan, lesunya pasien tidak menunjukkan tanda perut yang nyeri. Namun, jika pada
keadaan anak terjadi syok, dengan demam dan peritonitis, bisa terjadi. Denyut nadi menjadi lemah dan
halus, laju pernafasan menjadi cepat dan dangkal, dan
anak merintih
Muntah merupakan gejala yang terjadi pada sebagian
besar kasus dan biasanya lebih sering terjadi pada fase
awal. Pada fase selanjutnya, muntah akan berwarna
seperti cairan empedu.
Kotoran pada awalnya juga masih tampak
normal dalam beberapa jam setelah gejala timbul.
Setelah 1 – 2 hari, anak akan mengeluarkan feses yang
bercampur dengan lendir dan darah (red currant jelly
stool).
Trias intususepsi yaitu adanya massa abdomen berbentuk sosis, feses
dengan lendir dan darah, dan nyeri abdomen. Gejala-gejala ini ditemukan pada <
30% pasien intususepsi dan kejadian muntah biasanya akan memberikan prediksi
nilai positif > 90%, dan meningkat dengan adanya perdarahan anus
Palpasi abdomen massa abdomen yang
teraba lunak dan berbentuk sosis, yang biasanya dapat teraba
jelas ketika anak nyeri sekali.

Pada kasus anak dibawah 2 tahun biasanya gejala kurang khas,


dan bahkan bisa membaik atau hilang tanpa pengobatan.
Kejadian ini dapat rekuren sebanyak 5-8% setelah reduksi
hidrosatatik.

Intususepsi yang bersifat kronis, dengan gejala yang lebih ringan


lebih sering terjadi setelah enteritis akut dan
dapat terjadi pada usia yang lebih tua
Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik  diagnosis intususepsi, maka


pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mempertegas diagnosis.

Foto polos abdomen mungkin akan menunjukkan densitas lebih tinggi


pada area intususepsi.

USG  gambaran massa tubular dan gambaran sandwich atau pseudokidney pada potongan
longitudinal dan gambaran donat atau target sign pada potongan transversal. USG memiliki
sensitivitas 98-10% dan spesifisitas 98% dalam mendiagnosis intususepsi.

Udara, salin hidrostatik, atau kontras enema telah menggatikan pemeriksaan dengan menggunakan barium.
Kontras enema biasanya akan menunjukkan gambaran filling defect atau cupping yang terhambat karena
adanya intususepsi ini. Dengan menggunakan reduksi udara, akan mengurangi komplikasi dan paparan
radiasi yang lebih rendah daripada paparan Teknik hidrostatik kontras lama
Pemeriksaan radiologis sangat penting dalam mengevaluasi intususepsi. Foto polos abdomen
dapat dilakukan 2 posisi yaitu posisi telentang (supine) dan posisi left lateral decubitus. Pola
gas pada usus dalam perjalanan penyakit ini awalnya dapat normal, namun dapat terjadi
obstruksi jika gejala klinis menetap.
Temuan yang ada biasanya adalah kurangnya gas pada usus di daerah fossa iliaka kanan.
Temuan lainnya seperti adanya massa lunak pada kuadran kanan atas abdomen. Jika dari
gambaran foto polos abdomen mendukung suatu intususepsi, maka harus dilanjutkan kepada
pemeriksaan barium enema dengan memanfaatkan reduksi hidrostatik untuk konfirmasi
diagnosis

CT Scan tidak memiiki peran dalam evaluasi diagnostik intususepsi.

Meskipun modalitas ini mampu menunjukkan intususepsi secara


jelas, namun tidak dipilih sebagai pilihan karena berpotensi
membahayakan dari paparan radiasi yang timbulkan
Akan menjadi sulit dalam mendiagnosis intususepsi pada anak – anak
yang telah menderita gastroenteritis; yaitu dalam perubahan pola
penyakit,
karakteristik nyeri, atau proses muntah dan perdarahan anus. Feses
lendir berdarah dan kram perut pada enterokolitis biasanya dapat
dibedakan dengan intususepsi karena nyeri pada enterokolitis akan
Diagnosis Banding lebih ringan dan tidak sering terjadi, dan disertai diare, dan bayi akan
lebih lesu diantara rasa nyeri yang timbul.

Perdarahan dari divertikulum Meckel biasanya tidak nyeri. Gejala pada


sendi, purpura, atau hematuria biasanya terjadi pada perdarahan usus
yang disebabkan oleh Henoch – Schonlein purpura. Karena intususepsi
merupakan komplikasi dari setiap penyakit ini, pemeriksaan USG
diharapkan dapat meniadakan diagnosis banding ini untuk menemukan
diagnosis utamanya
Terapi

Non
Operatif
operatif
PROGNOSIS

Prognosis intususepsi Komplikasi yang dapat terjadi berupa perforasi


dipengaruhi oleh
keadaan umum dan
Komplikasi intususepsi sebenarnya usus, infeksi pada luka operasi, hernia, adhesi
internal yang dapat menyebabkan obstruksi
bisa dihindari dengan diagnosis usus, syok sepsis akibat peritonitis yang tidak
durasi gejala. Komplikasi Komplikasi dini, resusitasi cairan dan
meliputi perforasi dan terdeteksi, dan perdarahan saluran cerna yang
adhesi postoperatif. tatalaksana adekuat. bisa menyebabkan hipovolemia.

Mortalitas akibat intususepsi


dilaporkan < 1%. Rekurensi Keadaan umum yang buruk merupakan faktor
setelah reduksi nonoperatif prediktor dari intususepsi gangrenosa. Prediktor
Prognosis dilaporkan pada 5% kasus, lain adalah durasi gejala > 48 jam, intususepsi pada
dan setelah reduksi operatif area ileoileokolik, dan penurunan aliran darah yang
dilaporkan 1-4%. dideteksi melalui Doppler. 
Divertikulosis

 Timbulnya kantung bernama divertikula dalam usus besar (kolon). Divertikulum (satu) biasanya
tidak menyebabkan gejala apapun  infeksi  menyebabkan komplikasi  divertikular atau 
pendarahan rektum dan diverticulitis

 Kantung kecil yang menonjol di dinding bagian dalam usus


 Divertikulosis sangat sering dijumpai pada masyarakat Amerika dan Eropa.
 Diperkirakan sekitar separuh populasi dengan umur lebih dari 50 tahun memiliki divertikula kolon.
Kejadian divertikulosis pada wanita sedikit lebih banyak dengan perbandingan antara pria : wanita
adalah 1 : 1,5
 Kolon sigmoid adalah tempat yang paling sering terjadinya divertikulosis. Diverticulosis colon
merupakan penyebab yang paling umum dari perdarahan saluran cerna bagian bawah, berperan hingga
40% sampai 55% dari semua kasus perdarahan.
 Divertikulosis diperkirakan sebagai kelainan yang didapat, tetapi etiologinya tidak terlalu dipahami.
 Teori yang paling banyak diterima adalah tentang kurangnya dietary fiber yang menghasilkan volume
feses yang kecil, sehingga membutuhkan tekanan intraluminal yang tinggi dan regangan dinding colon
yang tinggi untuk propulsi
Pertambahan Usia Konstipasi
• Pada usia lanjut terjadi penurunan • Konstipasi menyebabkan otot-otot
tekanan mekanik/ daya regang menjadi tegang karena tinja yang
Faktor Resiko Divertikulosis dinding kolon sebagai akibat terdapat di dalam usus besar.
perubahan struktur jaringan kolagen Tekanan yang berlebihan
dinding usus. menyebabkan titik-titik lemah pada
usus besar menonjol dan
membentuk divertikula.

Diet rendah serat


• Pada mereka yang kurang mengkonsumsi
makanan berserat, akan menyebabkan
penurunan massa feses menjadi kecil-kecil dan
keras, waktu transit kolon yang lebih lambat
sehingga absorpsi air lebih banyak dan output
yang menurun menyebabkan tekanan dalam
kolon meningkat untuk mendorong massa feses Gangguan jaringan ikat
keluar mengakibatkan segmentasi kolon yang seperti pada sindrom Marfan
berlebihan. Segmentasi kolon yang berlebihan
akibat kontraksi otot sirkuler dinding kolon Gangguan jaringan ikat dan Ehlers Danlos dapat
untuk mendorong isi lumen dan menahan menyebabkan kelemahan
pasase dari material dalam kolon merupakan pada dinding kolon
salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit
divertikular. Pada segmentasi yang meningkat
secara berlebihan terjadi herniasi
mukosa/submukosa dan terbentuk divertikel.
PATOFISIOLOGIS

 Divertikel saluran cerna paling sering ditemukan di kolon, khususnya di sigmoid. Divertikel kolon adalan divertikel palsu karena
terdiri dari mukosa yang menonjol melalui mukosa otot seperti hernia kecil. Divertikel sejati jarang ditemukan di kolon. Divertikel ini
disebut divertikel pulsi karena disebabkan oleh tekanan tinggi di usus bagian distal ini. Besarnya dapat beberapa millimeter hinga dua
sentimeter; leher divertikel atau pintunya biasanya sempit, tetapi mungkin lebar. Kadang terbentuk fekolit (batu feses) didalamnya

 Divertikulosis sigmoid sering disertai obstipasi yang dipengaruhi oleh diet, terutama makanan kurang berserat. Patogenesis
dipengaruhi tekanan intralumen dan defek dinding sigmoid. Tekanan intralumen bergantung pada kepadatan feses yang meningkat bila
kekurangan serat

 Dikenal 3 gambaran anatomi penyakit divertikular yang khas :


- Penyakit Predivertikular :
 Menunjukkan hipertrofi dari kedua otot sirkular dan longitudinal (taenia coli) dengan tanpa disertai dengan penonjolan
kantong yang dapat diperlihatkan. Menebalnya taenia sering menyebabkan pemendekan dan pengerutan dinding kolon yang
bersangkutan.
- Divertikulosis :

 Adanya penonjolan kantung dengan diameter 1mm sampai dengan beberapa sentimeter yang menonjol ke dalam jaringan
lemak perikolik atau appendices
 epiploicae. Kelainan ini khususnya terdapat di antara taenia mesenterika dan antimesenterika, jarang di taenia
antimesenterium.

 Secara histologist, dinding kantong hanya terdiri dari mukosa dan submukosa dan biasanya tanpa lapisan otot sama sekali
dan tanpa disertai dengan inflamasi. Sering kantong berisi feses yang mungkin tidak dapat segera dikeluarkan sebab leher
divertikel lebih sempit dari kantongnya

- Divertikulitis :

 Merupakan peradangan sekunder dari satu atau lebih divertikel yang terjadi bila feses yang ada di
dalam kantong mengalami pemadatan dan kemudian disertai dengan infeksi sekunder e. coli dan
organism enteric lainnya. Sering terjadi perforasi kecil pada kantong
 Sebuah divertikulum merupakan penonjolan pada titik-titik yang lemah,
biasanya pada titik dimana pembuluh nadi (arteri) masuk ke dalam lapisan otot
dari usus besar. Kejang (spasme) diduga menyebabkan bertambahnya tekanan
dalam usus besar, sehingga akan menyebabkan terjadinya lebih banyak
divertikula dan memperbesar divertikula yang sudah ada

 Divertikulosis terbentuk bila mukosa dan lapisan submukosa kolon mengalami


herniasi sepanjang dinding muskuler yang mengalami kelemahan yaitu pada
titik tempat masuknya arteri ke dalam usus akibat tekanan intraluminal yang
tinggi, volume kolon yang rendah (isi kurang mengandung serat), dan
penurunan kekuatan otot dalam dinding kolon (hipertrofi muskuler akibat
massa fekal yang mengeras). Divertikulum menjadi tersumbat dan kemudian
terinflamasi bila obstruksi terus berlanjut. Inflamasi cenderung menyebar ke
dinding usus sekitar, mengakibatkan timbulnya kepekaan dan spastisitas kolon.

 Abses dapat terjadi, menimbullkan peritonitis, sedangkan erosi pembuluh darah


(arterial) dapat menimbulkan perdarahan. Divertikulanya sendiri tidak
berbahaya, tetapi tinja yang terperangkap di dalamnya bukan saja bisa
menyebabkan perdarahan, tetapi juga menyebabkan peradangan dan infeksi
sehingga timbul diverticulitis
Manifestasi klinis

Beberapa mengalami nyeri kram,


Kebanyakan penderita diare, dan gangguan pencernaan
divertikulosis tidak lainnya, yang tidak diketahui
menunjukkan gejala. penyebabnya, bisa dipastikan
penyebabnya adalah divertikulosis.

Gejala klinis yang bisa ditemukan :


• Sebagian besar asimptomatik
• Divertikulosis yang nyeri :
• Nyeri pada fossa iliaka kiri
• Konstipasi
• Diare.
Manifestasi klinis

- Divertikulosis akut :
a. Malaise
b. Demam
c. Nyeri dan nyeri tekan pada fossa iliaka kiri dengan atau tanpa
teraba massa.
d. Distensi abdomen

- Perforasi : Peritonitis + gambaran diverticulitis


- Obstruksi usus besar :
a. Konstipasi absolute
b. Distensi
c. Nyeri kolik abdomen
d. Muntah
- Fistula : ke kandung kemih, vagina, atau usus halus
DIAGNOSIS

Anamnesis  ditanyakan tentang perubahan pola defekasi, frekuensi, dan konsistensi


feses.

Anamnesis nyeri perut perlu dibedakan antara nyeri kolik dan nyeri menetap, serta
hubungannya dengan makan dan dengan defekasi. Perlu pula ditanyakan warna tinja, terang
atau gelap, bercampur lender atau darah, dan warna darah segar atau tidak. Juga perlu
ditanyakan apakah terdapat rasa tidak puas setelah defekasi, bagaimana nafsu makan,
adakah penurunan nafsu makan, dan rasa lelah.

Gejalan dan tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah dyspepsia,
hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi karena radang dan keganasan.
Pada divertikulosis 80% penderita tidak bergejala (asimptomatik). Keluhan
lain yang  nyeri, obstipasi, dan diare oleh karena adanya gangguan
motilitas dari sigmoid.

Pada pemeriksaan fisis  nyeri tekan lokal ringan dan sigmoid sering dapat
diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam maupun leukositosis bila
tidak ada radang. Bisa teraba tegang pada kuadran kiri bawah, dapat
teraba massa seperti sosis yang tegang pada sigmoid yang terkena.

Pada foto roentgen, barium tampak divertikel dengan spasme lokal dan
penebalan dinding yang menyebabkan penyempitan lumen
DIAGNOSA

Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnesa
fisik penunjang
Gejala Klinis Diverticulosis Gejala Klinis Diverticulitis
Konstipasi Nyeri akut pada kuadran kri bawah (93-100%)

Nyeri Abdomen : akibat kontraksi segmental yang berlebihan dari kolon Demam (57-100%)

Tanda-tanda divertikulosis akut : Iregularitas usus dan interval diare, Nausea, Vomiting
nyeri dangkal dan kram pada kuadran kiri bawah dari abdomen dan
demam ringan

Pada inflamasi local diverticula berulang, usus besar menyempit pada Teraba Massa
striktur fibrotic, yang menimbulkan kram, feses berukuran kecil-kecil, dan
peningkatan konstipasi.

Perdarahan samar dapat terjadi, menimbulkan anemia defisiensi besi Konstipasi

Malaise Diare
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan penunjang pada divertikulosis adalah Barium Enema dan Kolonoskopi. Sensitivitas barium
enema sangat tinggi, bahkan polip kecil saja dapat terdeteksi. Pemeriksaan barium enema dapat menilai
kolon secara keseluruhan terutama jika terdapat suatu patologi di kolon bagian distal yang menghalangi
masuknya kolonoskop retrograde. Sedangkan manfaat utama kolonoskopi  pemeriksaan maupun
intervensi kolon secara menyeluruh, dan biopsy

 Barium Enema adanya spasme segmental dan penebalan otot yang mempersempit lumen dan
memberikan gambaran saw-toothed appearance. Namun pemeriksaan barium enema kontraindikasi
dilakukan pada fase akut diverticulitis. Selain itu USG Abdomen memiliki sensitivitas sekitar 69-89% dan
spesifisitas sekitar 75-100% dimana pada pemeriksaan USG Abdomen dapat ditemukan gambaran
penebalan dinding kolon dan massa kistik.
 CT-Scan gambaran yang lebih definitive
dengan evaluasi keadaan usus dan
mesenterium yang lebih baik
dibandingkan pemeriksaan lainnya.
Pada pemeriksaan CT scan dapat
ditemukan penebalan kolon, streaky
mesenteric fat dan tanda
abses/phlegmon.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS

 Sindrom Usus Iritatif (Irritable bowel syndrome


Penyakit Inflamasi Usus (Inflamatory Bowel disease)
Merupakan penyakit inflamasi yang melibatkan saluran
cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum
diketahui. Secara garis besar, IBD terdiri dari 3 jenis:
- Kolitis ulseratif
- Penyakit Crohn (Crohn's Disease)
- Indeterminate colitis

 c. Karsinoma Kolorektal
PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa
a. Nyeri dan Asimptomatik
 Diet tinggi serat (buah, sayuran, roti gandum, kulit padi)
 Tingkatkan asupan cairan
a. Divertikulitis akut
 Antibiotik dan istirahatkan usus
 Drainase yang dipandu radiologi untuk abses local
 Pada kasus divertikulosis asimptomatik diberikan modifikasi diet berupa makanan atau suplemen
tinggi serat untuk mencegah konstipasi dan diberikan intake cairan yang cukup. Pemberian tambahan
serat sekitar 30-40 gram/hari atau pemberian laktulosa yang dapat meningkatkan massa feses (sebagai
osmotic laksatif pada divertikulosis simptomatik yaitu 2x15ml/hari.
 Pada kasus diverticulitis, usus diistirahatkan dengan menunda asupan oral, memberikan cairan intravena, dan
melakukan pemasangan NGT bila ada muntah atau distensi abdomen, memperbanyak makan sayur dan buah-
buahan, mengurangi makan daging dan lemak, antispasmodic seperti propantelin bromide (Pro-Banthine) dan
oksifensiklimin (daricon) dapat diberikan, dan antibiotic spectrum luas diberikan selama 7-10 hari.
2. Pembedahan

 Operasi segera  menunjukkan tanda-tanda peritonitis atau obstruksi loop tertutup. Dilakukan
dengan cara reseksi segmen usus yang sakit, biasanya kolon sigmoid, dan pengangkatan kolon
(kolostomi) tepat di sebelah proksimal titik reseksi. Rektum biasanya ditutup dengan stapler.

 Operasi elektif kolon sebelah kiri tanpa peritonitis : reseksi segmen yang sakit. Pembedahan
darurat kolon sebelah kiri dengan peritonitis difus : reseksi segmen yang terlibat, tutup usus distal
(yaitu rectum bagian atas) dan keluarkan usus proksimal sebagai ujung kolostomi (prosedur
Hartmann). Pada pembedahan darurat pada kasus divertikulosis dengan komplikasi seperti abses yang
luas, peritonitis, obstruksi komplit, dan perdarahan berat. Pada kasus ini dilakukan pembedahan 2 kali
dimana pada operasi pertama dilakukan pembersihan cavum peritoneum, reseksi segmen kolon yang
terkena, dan dilakukan kolostomi temporer kemudian beberapa bulan dilakukan operasi kedua dan
pada operasi ini dilakukan penyambungan kembali kolon (re-anastomosis).
Pada kasus divertikulosis raksasa, dilakukan
reseksi divertikula yang dilanjutkan dengan
reseksi segmen kolon yang terlibat Pada
Pembedahan darurat kolon sebelah kiri beberapa kasus dapat dilakukan reseksi
dengan peritonitis minimal atau tanpa divertikula saja yang disebut
peritonitis: Reseksi segmen yang terlibat dan diverticulectomy. Namun tindakan ini tidak
sambungkan ujung-ujungnya (anastomosis dianjurkan karena jika terdapat suatu massa
primer). pada kolon, akan memicu suatu reaksi
inflamasi dan pengangkatan seluruhnya dari
sumber inflamasi yang akan menyebabkan
komplikasi adalah hal yang terpenting.
Perdarahan merupakan komplikasi yang jarang terjadi, dilaporkan sekitar 3-5% penderita
dengan divertikulosis mengalami perdarahan rektum Jika sebuah divertikula mengalami
perdarahan hematokezia. Perdarahan bisa bersifat berat, tetapi juga bisa berhenti
dengan sendirinya dan tidak memerlukan penanganan khusus. Perdarahan terjadi karena
sebuah pembuluh darah yang kecil di dalam sebuah divertikula menjadi lcmah dan
akhirnya pecah

Abses, Perforasi, dan Peritonitis

KOMPLIKASI
Fistula

Obstruksi Usus
PROGNOSIS

Penyakit divertikular merupakan keadaan jinak,


tetapi memiliki mortalitas dan morbiditas yang
signifikan akibat komplikasi.
Sekitar 10-20% pasien dengan divertikulosis dapat
berkembang menjadi divertikulitis atau perdarahan
dalam beberapa tahun.
Perforasi dan peritonitis dapat menyebabkan angka
kematian hingga 35% dan memerlukan tindakan
bedah segera
PROKTITIS

Proctitis peradangan pada dinding  rektum.
PROKTITIS

.Proktitis dapat menyebabkan nyeri pada dubur, diare, pendarahan dan


keluarnya cairan pada anus, serta perasaan ingin buang air besar yang terus
menerus. (tenesmus)

Gejala proktitis  akut atau kronis..

Proktitis sering terjadi pada orang yang memiliki penyakit radang usus
(penyakit Crohn atau kolitis ulserativa). Infeksi menular seksual adalah
penyebab lain yang sering terjadi. Proktitis  efek samping dari terapi radiasi
untuk kanker tertentu.
ETIOLOGI

Several diseases and conditions can cause inflammation of the rectal lining.

They include:

Inflammatory bowel disease. About 30% of people with inflammatory bowel disease (Crohn's disease or
ulcerative colitis) have inflammation of the rectum.

Infections. Sexually transmitted infections, spread particularly by people who engage in anal intercourse, can
result in proctitis. Sexually transmitted infections that can cause proctitis include gonorrhea, genital herpes
and chlamydia. Infections associated with foodborne illness, such as salmonella, shigella and campylobacter
infections, also can cause proctitis.
ETIOLOGI

Radiation therapy for cancer. Radiation therapy directed


rectum or nearby areas, such as the prostate, can cause
rectal inflammation.
Antibiotics. Sometimes antibiotics used to treat an
infection can kill helpful bacteria in the bowels, allowing
the harmful Clostridium difficile bacteria to grow in the
rectum.
ETIOLOGI

Diversion proctitis. Proctitis can occur in people following some


types of colon surgery in which the passage of stool is diverted
from the rectum to a surgically created opening (stoma).
Food protein-induced proctitis. This can occur in infants who
drink either cow's milk- or soy-based formula. Infants breast-
fed by mothers who eat dairy products also may develop
proctitis.
Eosinophilic proctitis. This condition occurs when a type of
white blood cell (eosinophil) builds up in the lining of the
rectum. Eosinophilic proctitis affects only children younger than
2.
PATOFISIOLOGI

 Patofisiologi proktitis tergantung etiologi yang mendasarinya. Proktitis paling sering berkaitan
dengan inflammatory bowel disease (IBD), tetapi juga bisa disebabkan oleh radiasi dan
penyakit menular seksual.
 Gangguan Sistem Imun

Disregulasi sistem imun yang sering berkaitan dengan proktitis adalah Crohn’s disease, 
kolitis ulseratif, dan penyakit Celiac. Kondisi-kondisi tersebut memicu inflamasi yang
merusak dinding saluran pencernaan, termasuk mukosa rektum.
 Infeksi
Proktitis yang disebabkan oleh infeksi sering kali didapat oleh infeksi menular seksual,
seperti gonorrhea dan klamidia, terutama pada kelompok dengan perilaku seksual
melalui anus. Bakteri atau virus yang terbawa dari luar akan berinokulasi melalui mukosa
rektum, menyebar, dan menimbulkan gejala.
PATOFISIOLOGI

Proktitis juga bisa terjadi pada pasien yang sedang


atau telah menjalani terapi radiasi untuk tumor
ginekologi, prostat, vesika urinaria, dan rektum.
Radiasi terionisasi dapat menyebabkan kerusakan
Radiasi sel dalam awitan akut dan kronik. Pada awitan
akut, gejala yang timbul antara lain diare,
tenesmus, nyeri perut, atau defekasi berdarah.
Pada awitan kronik, terjadi kerusakan sel yang
masif, menyebabkan kerusakan pembuluh darah,
penebalan mukosa, dan iskemia.

Pada kasus dimana diperlukan kolostomi, dapat


terjadi defisiensi Short Chain Fatty Acid (SCFA) pada
bagian yang tidak dilalui tinja. Hal ini dapat
Operasi Kolon menyebabkan resistensi arteriol, sehingga mempersulit
perfusi jaringan dan memicu timbulnya proktitis
FAKTOR RESIKO

Risk factors for proctitis include:

Unsafe sex. Practices that increase risk of a sexually transmitted infection


(STI) can increase risk of proctitis.

Inflammatory bowel diseases. Having an inflammatory bowel disease


(Crohn's disease or ulcerative colitis ) increases risk of proctitis.

Radiation therapy for cancer. Radiation therapy directed at or near rectum


(such as for rectal, ovarian or prostate cancer) increases risk of proctitis.
FAKTOR RESIKO

Proctitis signs and symptoms may include:


A frequent or continuous feeling to have a bowel movement
(tenesmus)
Rectal bleeding
Passing mucus through your rectum
Rectal pain
Pain on the left side of your abdomen
A feeling of fullness in your rectum
Diarrhea
Pain with bowel movements
DIAGNOSIS

Anamnesa

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis proktitis mencakup keluhan sekret darah atau purulen dan nyeri saat defekasi, digital
rectal examination, ataupun hubungan seksual melalui anus. Pada pemeriksaan fisik akan
didapatkan tanda inflamasi pada rektum.

Pada proktitis limfogranuloma venereum, pasien bisa asimptomatik. Tetapi, bisa juga
didapatkan sekret rektum mukoid atau hemoragik, nyeri anal, konstipasi, demam, dan
tenesmus. Proktitis yang berkaitan dengan radiasi atau inflammatory bowel disease, dapat
menunjukkan abses perianal, fisura anal, atau fistula anal. Sementara itu, kasus yang berkaitan
dengan infeksi menular seksual dapat disertai ulkus perianal atau rektal, chancres, kondiloma,
atau limfadenopati inguinal
DIAGNOSIS

Tests and procedures used to diagnose proctitis include:

Blood tests. These can detect blood loss or infections.

Stool test. You may be asked to collect a stool sample for testing. A stool test may help
determine if your proctitis is caused by a bacterial infection.

Sigmoidoscopy + biopsi

Colonoscopy + biopsi
TERAPI

Penatalaksanaan proktitis bergantung dari etiologi yang mendasarinya. Proktitis dapat


disebabkan oleh inflammatory bowel disease (IBD), infeksi menular seksual, ataupun radiasi.

Proktitis Akibat Gonorrhea

Proktitis akibat gonorrhea dapat diobati dengan antibiotik. Antibiotik pilihan pada infeksi  N.


gonorrhoeae adalah ceftriaxone 250 mg intramuskular dosis tunggal; ditambah 
azithromycin 1 gram per oral dosis tunggal. Regimen alternatif adalah cefixime 400 mg per
oral dosis tunggal dengan doxycycline 100 mg per oral 2 kali sehari selama 7 hari
TERAPI

Treatment for proctitis depends on the underlying cause of the inflammation.

Treatment for proctitis caused by an infection

medications to treat your infection. Options may include:

Antibiotics. For proctitis caused by bacterial infections  doxycycline (Oracea, Vibramycin,


others).

Antivirals. For proctitis caused by viral infections, such as the sexually transmitted virus herpes
 antiviral medication, such as acyclovir (Sitavig, Zovirax, others).

Treatment for proctitis caused by radiation therapy

Mild cases of radiation proctitis may not require treatment.

In other cases, radiation proctitis can cause severe pain and bleeding that requires
treatment.
Proctitis caused by inflammatory bowel disease

Treatment of proctitis related to Crohn's disease or ulcerative colitis is aimed at reducing the
inflammation in your rectum. Treatment may include:

Medications to control rectal inflammation  anti-inflammatory medications, either by mouth or


as a suppository or enema, such as mesalamine (Asacol HD, Canasa, others) — or
corticosteroids — such as prednisone (Rayos) or budesonide (Entocort EC, Uceris). Inflammation
in people with Crohn's disease often requires treatment with a medication that suppresses the
immune system, such as azathioprine (Azasan, Imuran) or infliximab (Remicade).

Surgery. If drug therapy doesn't relieve your signs and symptoms  surgery to remove a
damaged portion of digestive tract.
KOMPLIKASI

Proctitis that isn't treated or that doesn't respond to treatment may lead to complications, including:

Anemia. Chronic bleeding from your rectum can cause anemia.

Ulcers. Chronic inflammation in the rectum can lead to open sores (ulcers) on the inside lining of the
rectum.

Fistulas. Sometimes ulcers extend completely through the intestinal wall, creating a fistula, an
abnormal connection that can occur between different parts of intestine, between intestine and skin,
or between and other organs, such as the bladder and vagina.
PROGNOSIS

Prognosis proktitis tergantung penyebab yang mendasari.


Secara umum, etiologi noninfeksi memiliki risiko kegagalan
terapi dan rekurensi lebih tinggi.
ABSES PERIANAL

Abses adalah kumpulan nanah yang diliputi oleh jaringan.

Abses anorektal merupakan abses yang terdapat dalam jaringan anorektum.

Abses perianal merupakan abses anorektal superficial tepat dibawah kulit


sekitar anus.
Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal,
dengan pembentukan rongga abses.

Abses anorektal disebabkan oleh radang ruang pararektum akibat infeksi


kuman usus
Insiden tertinggi dari pembentukan abses terjadi pada musim semi dan
musim panas. Sementara demografi menunjukkan disparitas yang jelas
dalam terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin,
tidak ada pola yang jelas diberbagai negara atau wilayah di dunia.

Hubungan langsung antara pembentukan abses anorektal dan kebiasaan


buang air besar, diare sering, dan kebersihan pribadi yang buruk tetap
tidak terbukti
ETIOLOGI

Blocked glands in the anal area


Common causes
of anorectal Infection of an anal fissure
abscess include:

Sexually transmitted infection


(STD)
Trauma
Organisme tersering  abses termasuk Escherichia coli, spesies
Enterococcus, dan spesies Bacteroides, namun, tetapi, belum ada bakterium
spesifik yang diidentifikasi sebagai penyebab tunggal terjadinya abses

Penyebab kurang umum dari abses perianal yang harus dipertimbangkan


dalam diagnosis diferensial meliputi TBC, karsinoma sel skuamosa,
adenokarsinoma, actinomycosis, venereum limfogranuloma, penyakit Crohn,
trauma, leukemia, dan limfoma.
Seiring membesarnya abses, abses dapat menyebar ke beberapa arah.
Abses perianal adalah manifestasi paling umum dan muncul sebagai
pembengkakan yang nyeri di ambang analis.

Menyebar melalui sphincter exsternal di bawah tingkat puborectalis


menghasilkan abses iskiorektalis Abses ini dapat menjadi sangat besar
dan mungkin tidak terlihat di daerah perianal.

Pemeriksaan digital rektal dapat ditemukan pembengkakan yang nyeri


dilateral fossa iskiorektalis
Patofisiologi Abses Perianal

 Kebanyakan abses anorektal bersifat sekunder terhadap proses supuratif


yang dimulai pada kelenjar anal. Teori ini menunjukan bahwa obstruksi dari
saluran kelenjar tersebut oleh tinja, corpus alienum atau trauma akan
menghasilkan stasis dan infeksi sekunder yang terletak di ruang intersfingterik.

 Dari sini proses infeksi dapat menyebar secara distal sepanjang otot longitudinal
dan kemudian muncul di subkutis sebagai abses perianal, atau dapat menyebar
secara lateral melewati otot longitudinal dan sfingter eksternal sehingga menjadi
abses ischiorektal.

 Kebanyakan abses yang berasal dari kelenjar anal adalah perianal dan
ischiorektal, ruang lain dapat terinfeksi. Pergerakan infeksi ke atas dapat
menyebabkan abses intersfingterik letak tinggi. Ini kemudian dapat menerobos
otot longitudinal ke ruang supralevator sehingga menyebabkan sebuah
abses supralevator. Setelah abses terdrainase, secara spontan maupun secara
bedah, terjadi komunikasi abnormal antara lubang anus dan kulit perianal maka
disebut fistula ani
 Selain pergerakan ke atas, ke bawah, dan lateral, proses supuratif
dapat menyebar melingkari anus. Jenis penyebaran dapat terjadi
pada tiga lapangan;
ruang ischiorektal, ruang intersfingterik, dan ruang supralevator
 Penyebaran ini dikenal sebagai Horseshoeing
GEJALA KLINIS

Awalnya, pasien merasakan nyeri berdenyut yang semakin lama semakin


nyeri sesaat, kemudian sebelum defekasi nyerinya membaik tetapi pasien tetap
tidak merasa nyaman. Rasa nyeri diperburuk oleh pergerakan dan pada saat
duduk.

Nyeri timbul bila abses terletak pada anus, disekitar anus atau pada kulit
perianal. Gejala peradangan bisa sistemik dengan tanda yang cukup jelas seperti demam,
leukositosis, dan bisa tampak toksik. Tanda dan gejala lokal tergantung pada letaknya
abses. Pada colok dubur atau pemeriksaan vaginal, bisa didapatkan gejala abses
iskiorektal atau pelvirektal.

Pada umumnya, tidak ada gangguan defekasi


GEJALA KLINIS

Abses perianal biasanya jelas karena tampak pembengkakan pada anus yang mungkin berwarna biru,
nyeri, panas, dan akhirnya berfluktuasi. Penderita menjadi demam dan tidak dapat duduk pada sisi
abses gluteus. Komplikasi karena
terjadi perluasan abses ke rongga lain dan bisa perforasi anorektum, atau ke luar melalui kulit perianal

Pasien dengan abses perianal biasanya mengeluhkan rasa tidak nyaman disertai pruritus didaerah
perianal. Nyeri perianal sering diperburuk oleh Gerakan dan tekanan perineum pada saat duduk atau
buang air besar.

Pemeriksaan fisik  menunjukkan adanya eritematosa, benjolan kecil, berfluktuasi dan adanya massa
subkutan di dekat lubang anus.
GEJALA KLINIS

Abses perianal mudah diraba pada batas anus dengan kulit perianal, sebaliknya abses anorektal yang
terletak lebih dalam dapat diraba melewati dinding rectum atau lebih ke lateral yaitu di gluteus

Abses perianal biasanya tidak disertai demam, lekositosis atau sepsis pada pasien dengan imunitas yang
baik.

Pada abses yang besar bisa disertai demam dan abses tersebut bisa menembus sampai ke permukaan kulit
disertai nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat pada saat mengedan, batuk atau bersin, biasanya adalah abses
intersfingter. Dengan berjalannya abses dan nyeri dapat mengganggu aktivitas untuk berjalan atau duduk
Diagnosis Abses Perianal

 Anamnesa
 Pemeriksaan fisik inspeksi, palpasi, RT
 Pemeriksaan penunjang  USG, CT – scan/ MRI
 Laboratory testing will usually reveal an elevated white blood cell count. However,
an absence of a leukocytosis should not deter the physician from appropriate
treatment of an abscess.
Terapi
 Prinsip terapi abses perianal:
 Menghilangkan abses dan keluhan
 Mencegah kekambuhan
 Mempertahankan otot spincter
Abses harus dibedakan dengan selulitis, dalam perjalanannya berbeda
antara keduanya. Perbedaan dengan abses adalah selulitis merupakan infeksi
dengan suplai darah jaringan yang masih utuh Infeksi biasanya pada jaringan
yang lebih dangkal. Selulitis dapat diatasi dengan pengobatan antibiotik yang
tepat jika pengobatan dimulai sebelum nekrosis jaringan. Abses bisa keliru
diagnosanya dan didiagosis sebagai selulitis karena tidak terdapat fluktuasi
 Pengobatan abses adalah dilakukan drainase, infeksi akan tetap terjadi
kecuali nanah sudah tidak ada. Abses adalah nanah dalam rongga avaskular dan
diliputi jaringan. Pengobatan bukan karena antibiotik saja. Jika tidak diobati,
Abses dapat berkembang keseluruh jaringan yang lebih dalam dan memiliki
potensi untuk berkembang menjadi infeksi yang mengancam jiwa, infeksi
sistemik
Setelah drainase abses Luka akan sembuh dalam
berhasil, nyeri biasanya segera beberapa minggu. Tindak
hilang. Pasien harus lanjut pembedahan dianjurkan
menggunakan Sitz bath , karena kekambuhan abses
minum laxatif, dan analgesik. akut terjadi pada 10%, dan
Pendarahan dan drainase perkembangan fistula-in-ano
biasanya mereda dalam kronis terjadi pada 50%
beberapa hari. pasien.
KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering terjadi pada


kasus abses perianal adalah terjadinya fistula perirektal. Fistula
perirektal adalah terbentuknya semacam saluran antara kulit dan
anus.
Jika terjadi fistula perianal, bakteri di saluran pencernaan (usus)
dapat terperangkap di dalam saluran ini dan menyebabkan infeksi
berulang.

Fistula perirektal dapat diterapi dengan metode pembedahan yang


disebut fistulektomi untuk menghilangkan keberadaan saluran/fistula
tersebut.
PROGNOSIS

Sekitar dua pertiga pasien dengan abses anorektal yang diobati dengan
insisi dan drainase atau dengan drainase spontan akan mendapat
komplikasi
sebuah fistula anorektalkronis.

Pada abses perianal sendiri dapat terjadi kembali


bila hiegene tidak diperhatikan. Setelah dilakukan tindakan incise
drainase
kekambuhan abses perianal dapat tetap terjadi pada 10% populasi dan
abses
perianal dapat berkembang menjadi fistula anorektal pada > 50% pasien
HEMORRHOID
PENDAHULUAN
• SERING DIJUMPAI DI MASYARAKAT : 5% PENDUDUK
50% PADA USIA > 50 thn
• BUKAN SEKEDAR PELEBARAN VENA HEMMOROIDALIS SAJA, TETAPI
LEBIH KOMPLEX KRN MELIBATKAN VASKULER – SOFT TISSUE
& MUSKULER DI ANAL CANAL.
• ISTILAH :
• HAEMORRHOIDES (Yunani) : DARAH MENGALIR
• PILES (Latin) : BOLA / BENJOLAN
• PRO FLUVIO DI SANGUE (Italia) : DARAH MENGALIR BERLEBIHAN
• FLUX D’OR / FLOW OF GOLD (Perancis)
• GOLDENE ADER (Jerman)
• AMBEIJEN (Belanda) : BENJOLAN SERUPA BUAH ARBEI
• INDONESIA : WASIR (AWAM : BERAK DARAH)
•BERAK DARAH TIDAK SAMA DENGAN HAEMORROID ! !
•Daerah Canalis Anus : kaya
akan plexus vaskuler yang
menghubungkan arteriole –
venulae LANGSUNG tanpa
melewati kapiler.
• Vena yg membentuk
Hemmoroid :
• >> V.hemoroidalis Sup
• >H. Interna
(diliputi mucosa)
• >> V.hemoroidalis Inf
• >H. Externa
(diliputi kulit)
•Terdapat Anal Cushion
(Bantalan Anus) yang
dipertahankan oleh Treitz
muscle supaya bantalan
vaskuler tetap pada posisinya (
3 tempat) : lateral kiri,
ANATOMI ANORECTUM lateroposterior kanan & latero
anterior kanan. (jam 3 – 7 -11)
Proses defekasi

• Mengedan saat defekasi : prolaps & terbendungnya anal cushion sebelum


kembali ke posisi normal.
•Pada akhir defekasi : secara volunteer m. spincter ani akan mengembalikan
anal cushion ke posisi semula, sehingga anus tertutup sempurna (tidak ada
kebocoran gas / cairan rectum)
Etiologi
1. Obstruksi vena
> congesti & hipertrophy anal cushion akibat dari :
a. kegagalan pengosongan vena pada anal cushion secara cepat
saat defekasi.
b. bantalan anus yang terlalu mobile
c. “trapped” (terperangkapnya) anal cushion oleh sphincter yang ketat

2. Prolaps Anal Cushion


> anal cushion dipertahankan oleh Lig. Parks / Treitz
> saat defekasi , terjadi rotasi anal cushion ke luar
> jika terjadi gangguan rotasi maka akan terjadi hemmoroid
> ggn rotasi terjadi akibat : endokrin, usia & konstipasi serta mengedan kuat.
kehamilan.
3. Keturunan
> Merupakan predisposisi yang dihubungkan dengan kebiasaan
keluarga dalam hal diet & defekasi.

4. Diet & Geografis


> Burkitt (1972) : insiden hemoroid jarang pada suku pedalaman di
Afrika & komunitas primitive, tapi sering dijumpai pada pendatang Afrika
yang tinggal di AS.
> Insiden rendah pada : diet kaya serat, defekasi dgn jongkok,
tidak adanya pengaturan waktu & tempat saat defekasi.

5.Kebiasaan Defekasi yang lama

6. Tonus Sphincter Ani yang lebih tinggi


daripada Normal.
FAKTOR RESIKO

1. Keturunan: dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.


2. Anatomi: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya.
3. Pekerjaan: orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk
hemorrhoid.
4. Umur: pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin: misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas
anus (sekresi hormone relaksin).
6. Mekanis: semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan
meninggi dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi
prostate.
7. Fisiologis: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
derita dekompensasio kordis atau sirosis hepatic.
8. Radang adalah factor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan
di daerah berkurang.
KLASIFIKASI
HEMOROID INTERNA

Pelebaran dan penonjolan pleksus vena hemoroidalis superior di atas


garis mukokutan atau linea pektinata dan ditutupi oleh mukosa
Merupakan bantalan vas­kuler di dalam jaringan submukosa pada
rektum bagian bawah.
HEMOROID EKSTERNA

Pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior


yang terdapat di sebelah distal garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus
GEJALA
1. Bleeding
2. Anal Swelling :
Prolapse &
Lumps
3. Pain &
Discomfort
4. Discharge,
Hygiene
Problems and
Pruritus
PATOFISIOLOGI & KOMPLIKASI

1. Thrombosis and
Infections of
Internal Vascular
Cushions
2. Anemia
3. Thrombosis of
External Vascular
Channels
4. Perianal
Dermatitis
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan

aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi

yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan,

pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum.

Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan


hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem
portal. Selain itu system portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi
aliran balik
DIAGNOSIS
HISTORY :- Colour & Character of the Bleeding
- Discomfort to Defecation, (CHANGE OF BOWEL HABITS ?)
- Unequivocal History of Relief from Reduction of the Prolapse into
the Anal Canal
INSPECTION : - Relaxed in the left lateral position - Good
light
- Careful inspection and palpation
PALPATION : - Gentleness
- Slowly with adequate lubrication
- Local anesthesia
- JANGAN RT JIKA NYERI & THROMBOSIS PERIANAL.
dd. /: fissure in ano, abscess, anal carcinoma, solitary rectal ulcer
Endoscopy
o Proctoscopy : - the presence of internal vascular cushions
( bleeding ?)
- dd/ of causes of rectal or anal bleeding
o Sigmoidoscopy ( to 60 cm ):
- rectal mucosa, exclude :
* inflammatory bowel disease
* solitary rectal ulcer
* mucosal polyp
* carcinoma of the rectum
- If there is any doubt :
colonoscopy or barium enema
Anal Pressure Measurements
GRADING HEMMOROID
• Four degrees of HD, depending on the extend of
prolapse ( term “piles” )
1. First degree piles : are cushions that do not descend below the
dentate line on straining. Symptoms, usually bleeding
2. Second degree piles : are cushions that protrude below the
dentate line on straining and can be seen at the exterior, only to
disappear again immediately straining stops.
3. Third degree piles : are cushions that descend to the exterior
on straining or defecation and remain outside until they are
digitally replaced into the anal canal
4. Fourth degree piles : is the term sometimes used to describe
mucosal covered internal cushions that are permanently
outside the anal verge & return at once outside when they are
replaced
( Keighley & Williams, 1993 )
POSISI SAAT PEMERIKSAAN
TERAPI
- Ancient History
> Edwin Smith Papyrus ( 1700 BC ) : infusion of acacia
leaves or alum as an astringent
> Hippocrates ( 400 BC ) : cautery with a hot iron &
simple excision of prolapsing piles
> Ancient Greeks ( 2000 BC ) : practised forcible anal
dilatation & giving radish
> Celcus ( 25 BC – AD 14 ) : - ligature of piles with a
flax thread
- incise mucosa above
the knot
(Keighley & Williams, 1993)
MANAGEMENT : CONSERVATIVE /
MEDICAL THREAPY
• Advice : incorrect diet or hygiene habits
• Changing defecation Habits
• Diet Manipulation : a high fibre diet
• Vasotopic Drugs : * Hidroxyethylrutosides
* Diosmin
* Vaspan
• Topical Application : topical anaesthetic,
steroids and antiseptics
KONSERVATIVE TERAPI
MANAGEMENT : INVASIVE THERAPY

Three Principles are :


Prevention of prolapse by fixation
Prevention of congestion or
impedance of venous return by
stretching or by dividing the internal
sphincter
Excision of the engorged internal
vascular cushions
FIXATION
Mucosal and Submucosal Fixation of Vascular
Cushions :
 To the underlying muscle coat by creating
submucosal fibrosis or scarring or full thickness
ulceration
 Method of fixation include :
1. Ligation or suture
2. Injection of any irritant sclerosant
3. Creating an ulcer by strangulation, burning,
freezing
Injection of an irritant sclerosant :

Phenol in oil : Gabriel Syringe 2 – 5nd (5%


phenol in almond)  is commonly used in UK
Quinuride solution (2.4% of anhydrous quinine
– urea)  is commonly used in USA
Varigloban 4 %  1%
Aethoxysklerol 3%  1%
Produces :
Submucosal fibrosis rather than obliteration of bloods vessels
INJECTION SCLEROTHERAPY
OPERATIVE

1.RUBBER BAND LIGATION


2.HAEMMOROIDECTOMY
3.PPH (PROCEDURE FOR PROLAPSE &
HEMMOROIDS) USING STAPLER
KOMPLIKASI

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,


dan strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah dihalangi oleh sfingter ani

Komplikasi hemoroid antara lain :


1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan
dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat
luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat nekrosis
PROLAPS RECTI / ANINI
PROLAPS RECTI DAN ANI
 Prolaps rektum adalah keadaan dinding rektum terlepas dari tempat perlekatannya menuju ke arah
bawah, sehingga terlihat dari lubang anus. Etiologi prolaps rektum tidak diketahui secara pasti, namun
umumnya dapat terjadi pada orang yang sering mengejan, misalnya pasien konstipasi, diare kronik,
sering batuk, atau pada usia lanjut, dan wanita multipara. Faktor risiko lainnya adalah riwayat trauma
atau operasi pada daerah pelvis, serta gangguan neurologis yang menyebabkan otot rektum tidak mampu
berkontraksi atau relaksasi
PROLAP RECTI DIBAGI MENJADI

a. Occult Prolaps Rekti. Prolap mukosa rekti melalui


anus  Hemoroid.

b. Prolaps rekti parsial ( intusussepsi ). Bila lapisan


mukosa dinding rectum yang keluar melalui anus yang
secara umum di proyeksikan 2-4 cm.

c. Prolaps rekti complit ( Prosidensia ). Bila seluruh


lapisan dinding rectum mengalami protrusi melalui anus
sepanjang 12 cm
ETIOLOGI

 Etiologi prolaps rektum belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa kondisi patologis yang
mendasari terjadinya prolaps rektum, seperti kerusakan sistem saraf, penurunan tonus sfingter,
kelemahan otot-otot pelvis, mengendurnya jaringan ikat yang melekat pada mukosa rektum, panjang
kolon sigmoid yang berlebih (redundant colon), defek pada fascia pelvis dan intususepsi rektum
PATOFISIOLOGI

Patofisiologi prolaps rektum adalah jaringan ikat pada mukosa rektum yang mengendur disertai sistem saraf
dan otot pelvis yang melemah, serta tonus sfingter yang menurun. Kerja otot dan sfingter yang mengalami
kemunduran tersebut menyebabkan gerakan rektum menjadi tidak terkoordinasi, pada kondisi kronis bisa
mengakibatkan rektum jatuh ke bawah keluar dari lubang anus.

Selain itu, ada pula beberapa teori yang menjelaskan terjadinya prolaps rektum. Teori yang pertama adalah
prolaps rektum terjadi akibat sliding hernia melalui defek pada fascia pelvis. Teori yang kedua menjelaskan
prolaps rektum dimulai dari intususepsi internal sirkumferensial rektum sebesar 6-8 cm proksimal menuju ke
kanalis analis.
Pada keadaan normal, sistem saraf, otot, sfingter, dan jaringan ikat pada pelvis bekerja secara sinergis ketika
seseorang berubah posisi, mengejan, atau batuk. Pada keadaan defekasi atau mengejan, terjadi gerakan
volunter yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal disertai dengan kontraksi otot-otot pelvis.
Pada saat yang sama, sfingter akan berelaksasi dan jaringan ikat akan mengendur supaya feses dapat turun
dari rektum ke anus.

Peningkatan tekanan intraabdominal yang terjadi akibat asites, masa intraperitoneal, obstipasi, organomegali,
dan batuk kronis .
DIAGNOSIS

Diagnosis prolaps rektum diawali dengan anamnesis keluhan yang


dirasakan pasien berupa massa / benjolan yang yang keluar melalui
anus, dan keluhan lain seperti nyeri, perdarahan, atau gatal di sekitar
anus serta faktor pencetus. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik
untuk menilai ukuran, bentuk, dan grading prolaps serta menilai tonus
sfingter ani.

Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengeliminasi


diagnosis banding lainnya, atau mengevaluasi penyebab gangguan
fungsional defekasi
DIAGNOSA

Anamnesa

Nyeri/rasa tidak enak saat defekasi, panggul


terasa penuh, selalu ingin defekasi, kadang juga
sulit, sekresi lendir dan darah banyak, kadang
diare berkepanjangan, massa keluar dari anus,
adanya sulkus antara rektum dan anus,
inkontinensia alvi.
DIAGNOSA

Pemeriksaan Fisik.

Penonjolan rektum dgn lipatan mukosa konsentrik, massa


dapat direposisi, inkarserasi atau strangulasi, ulkus mukosa
dengan perdarahan, tampak posisi anus normal (tidak eversi)
Colok dubur : pinggir anus beralur, tonus sfingter lemah
DIAGNOSA

Pemeriksaan Penunjang.

Laboratorium. Tidak ada gambaran laboratorium yang spesifik pada prolaps rekti. Kadang
peningkatan kadar leukosit, penurunan hemoglobin.

Barium Enema. Evaluasi kolon untuk menyingkirkan kelainan primer pada kolon yang dapat
menyebabkan prolaps.

Video Defecography ( Colonic Transit Study ) Untuk menentukan prolap internal atau prolap
mukosa (parsial/ intusussepsi) bila tidak ada keluhan atau gejala yang jelas.
Material/kontras radiopaque/barium dimasukkan ke dalam rectum, perhatikan keluarnya
kontras saat defekasi.
DIAGNOSA

Pemeriksaan Penunjang
DIFFRENSIAL DIAGNOSIS

The following conditions should be included in the


differential diagnosis:
Hemorrhoids

Intussusception

Proctitis
Prolaps recti vs hemorrhoids
TERAPI
Pembedahan
if you have Questions please contact us
agsramakrisna@yahoo.com
087864400591
KELUHAN UTAMA
Berak Berdarah

ANAMNESA KHUSUS
 Berak berdarah sejak dua bulan, berak berisi darah
segar, berwarna merah terang, konsistensi keras, frekuensi
1x/hari. Awalnya penderita sering mengalami kesulitan
BAB sejak 1 tahun yll. Rata-rata BAB tiap 2 hari sekali
tanpa adanya BAB berdarah. Sejak 3 hari belakangan
keluhan dirasakan memberat, terutama jika BAB keras,
faktor memperingan (-). Nyeri sewaktu BAB (+). Benjolan
keluar dari lubang pantat saat BAB (+), namun benjolan
dapat masuk dengan sendirinya.
BAK normal 5-6 kali per hari , volume ± ½
gelas, warna kuning jernih, nyeri waktu
kencing dan kencing berwarna merah (-),
aliran kencing lancar.
Panas badan, mual/muntah tidak
dikeluhkan. Sering merasa lemah, letih atau
lesu tidak ada.
 Panas badan, mual/muntah tidak
dikeluhkan. Nyeri saat BAB tidak dikeluhkan.
 Keluar benjolan dari pantat saat BAB, BAB
disertai darah berwarna hitam , terdapat
benjolan di perut kanan tidak pernah.
 Sering merasa lemah, letih atau lesu tidak
ada.
 Penurunan berat badan tidak dikeluhkan.
 RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :
›keluhan yang sama sebelumnya (-).
› Riwayat darah tinggi, kencing manis disangkal.
 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
›keluhan yang sama (-)
 RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL :
›Penderita tidak suka makan sayur dan jarang
mengkonsumsi buah-buahan. BAB sering keras dan
sering mengedan.
›Pasien sebelumnya bekerja sebagai pegawai bagian
keuangan yang lebih banyak bekerja duduk.
PEMERIKSAAN FISIK

Status present :
Vital Sign: TD = 110/70 mmHg
N = 84 x /menit
R = 20 x /menit
Status general
Kepala : normocephali
Mata : Anemia -/-, Ikterus -/-, Refleks pupil +/+ isokor
THT : kesan tenang
Leher : Pembesaran KGB tidak ada
Thorax : Cor : S1 S2 tunggal,reguler,murmur-
Po : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Abdomen : I Distensi tidak ada, massa tidak ada
A  Bising usus positif normal
Per  timpani
Pal  massa negative, L/S tidak teraba

Extremitas : Hangat +, Edema tidak ada, Sianosis(-)


RT
Kulit sekitar ani normal
Tonus spingter ani normal
Mukosa : teraba ada massa lunak arah pukul 11
Prostat : konsistensi kenyal sulkus medianus +,
pole atas teraba
HS: feces (+) warna kuning, darah (-), nanah (-)

Usulan Pemeriksaan Penunjang :


Rectoscopy
Diagnosis :
Hemoroid interna grade II

Th/ :
Medikamentosa : ardium 3 x 2 tablet slm 3 hari
dilanjutkan 2 x 2 tablet slm 6 minggu
KIE tentang pola diet tinggi serat dan hindari untuk
mengedan

Anda mungkin juga menyukai