Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION LBM 4

BLOK SISTEM REPRODUKSI II


“AKU PERDARAHAN SETELAH BAYIKU LAHIR”

Oleh :

Wiriatul Hasanah (019.06.0092)


SGD 1 / Kelas A

Tutor : dr. Sulatun Hidayati,S. Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021

1 | L B M 4 Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir ”


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah
SGD (Small Group Discussion) LBM 4 yang berjudul “AKU PERDARAHAN
SETELAH BAYIKU LAHIR” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa
(LBM) 4 yang berjudul “AKU PERDARAHAN SETELAH BAYIKU
LAHIR” meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi.
Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. dr.Sulatun Hidayati, S. Ked. sebagai dosen fasilitator SGD 1 yang
senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan
SGD.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan
masukan terkait makalah yang penulis buat.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya, penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 14 Juli 2021

Penyusun

2 | L B M 4 Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir ”


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2


DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
1.1 Skenario ............................................................................................... 4

1.2 Data Kasus ........................................................................................... 4

1.3 Deskripsi Masalah ............................................................................... 5

1.4 Mind Map ............................................................................................ 9

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 10

2.1 Anatomi Jalan Lahir .............................................................................. 10

2.2 Fisiologi Persalinan Normal ................................................................... 15

2.3 Penyulit dalam Persalinan ..................................................................... 17

2.4 Pembahasan Diagnosis Banding ............................................................ 19

2.4.1 Atonia Uteri .................................................................................... 19

2.4.2 Retensio Plasenta.............................................................................. 22

2.4.3 Post Partum Hemoragik (PPH). ...................................................... 24

2.5 Penegakan Dx......................................................................................... 25

2.6 Pembahasan Dx (Epidemiologi, Faktor Resiko, Pemeriksaan,


Tatalaksana, Komplikasi, Prognosis, KIE ............................................ 26

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 32


3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 33

3 | L B M 4 Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir ”


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario

AKU PERDARAHAN SETELAH BAYIKU LAHIR


Seorang perempuan berusia 30 tahun G2P1A0 dibawa oleh suaminya ke
puskesmas dengan keluhan perut kencang-kencang sejak tadi malam dan
keluar darah dari vagina sejak 1 jam yang lalu. Pada saat dilakukan
pemeriksaan leopold, didapatkan pada leopold 1 : TFU 2 jari dibawah
proc.xyphoideus: leopold 2 : abdomen kanan ibu teraba keras membujur,
abdomen kiri ibu teraba bagian-bagian kecil: leopold 3: teraba keras
melenting dan tidak bisa digoyangkan: leopold 4 : tangan pemeriksa divergen
dan kepala teraba 1/5 jari.

Pada pemeriksaan dalam dilatasi serviks 9-10 cm, presentasi kepala teraba
di bidang hodge III-IV. Beberapa saat kemudian bayi lahir spontan
pervaginam dengan BB 2800 gr dan PB 47 cm. Kontraksi uterus tidak baik.
Keadaan umum pasien menjadi lemah. Dokter melakukan tindakan pada
pasien tersebut.

1.2 Data Kasus

Identitas Pasien

Nama :-

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

4 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



Data Dasar

a. Data subyektif
Seorang wanita berusia 30 tahun G2P1A0 dengan keluhan perut kencang-
kencang sejak tadi malam dan keluar darah dari vagina sejak 1 jam yang
lalu. Setelah Beberapa saat kemudian bayi lahir spontan, Kontraksi uterus
tidak baik. Keadaan umum pasien menjadi lemah.

b. Data obyektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sebagai berikut :
Leopold 1 : TFU 2 jari dibawah proc.xyphoideus
Leopold 2 : abdomen kanan ibu teraba keras membujur, abdomen kiri ibu
teraba bagian-bagian kecil
Leopold 3 : teraba keras melenting dan tidak bisa digoyangkan
Leopold 4 : tangan pemeriksa divergen dan kepala teraba 1/5 jari.
Dilatasi serviks : 9-10 cm
presentasi kepala : bidang hodge III-IV
persalinan : Spontan
BB bayi : 2800 gr
PB bayi : 47 cm

1.3 Deskripsi Masalah

Dari data scenario diatas kami dapat mengidentifikasi suatu


permasalahannya yang pertama yakni Ibu mengalami keluhan seperti Perut
kencang –kencang dan kontraksi uterus yang tidak baik serta mengapa
mengalami perdarahan post partum , hal ini dapat dilihat bahwa Pada
scenario disebutkan seorang perempuan mengalami perdarahan setelah
bayinya lahir. Ini menunjukkan bahwa ibu tersebut mengalami perdarahan
postpartum / postpartum hemorrhage (PPH). Keluhan kencang pada perut
ibu yang dirasakan merupakan gejala atau tanda terjadinya PPH tersebut.

5 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



Sedangkan kontraksi uterus tidak baik tersebut merupakan penyebab
terjadinya PPH. (Prawirohardjo S. 2011)
Kontraksi uterus tidak baik pada ibu tersebut dapat terjadi akibat
persalinan yang lama atau persalinan yang tertunda, salah gaya persalinan
atau bisa juga disebabkan factor psikologis seperti kecemasan berlebih,
tidak rileks, dan lain-lain. Kontraksi uterus tidak baik memiliki hubungan
dengan PPH yang dialami ibu tersebut. Perdarahan berlebih juga dapat
disebabkan adanya infeksi bakteri sehingga pembuluh darah pada uterus
tidak bekerja optimal dan menyebabkan terjadinya perdarahan.
(Prawirohardjo S. 2011)
Kemudian kami juga telah mengetahui bahwa Ada beberapa factor-
factor yang menyebabkan perdarahan post partum , diantaranya :
 Tonus/kekuatan otot, keadaan ketika uterus tidak dapat berkontraksi
atau disebut atonia uteri, menyebabkan darah yang keluar dari uterus
tidak dapat berhenti secara alamiah. Hal ini menyebabkan darah yang
keluar semakin banyak dan harus mendapatkan pertolongan.
 Trauma/cedera, adanya robekan jalan lahir karena bayi terlalu besar,
atau karena penggunaan obat pacu persalinan yang tidak sesuai dengan
aturan dapat menyebabkan kontraksi terlalu kuat dan robeknya jalan
lahir.
 Jaringan, sisa jaringan plasenta yang masih menempel pada uterus
dapat menyebabkan sumber perdarahan dari jalan lahir.
 Faktor pembekuan darah, perdarahan yang banyak dapat menyebabkan
hilangnya faktor-faktor yang dibutuhkan darah untuk membantu
penutupan luka. Selain itu, pengidap kelainan hemofilia, yaitu ketika
darah sukar membeku menyebabkan kelainan perdarahan pasca
melahirkan. (Yulaikhah, L. 2009)
Dari hal-hal diatas, timbullah sebuah pertanyaan seperti
sebenarnya apakah ada perbedaan antara Persalinan normal dan
persalinan spontan , dan setelah kita mencari sumber jawaban kami
mendapatkan bahwa Persalinan spontan (eustosia) adalah suatu proses

6 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang sudah cukup
bulan, melalui jalan lahir (pervaginam), dengan kekuatan ibu sendiri
atau tanpa bantuan Sedangkan, Persalinan normal adalah proses
pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui
vagina ke dunia luar dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai
alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi,
dan pada umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
(Manuaba, 1998).
Pada scenario didapatkan pemeriksaan Leopold, Interpretasinya
sebagai berikut :
- Leopold 1, TFU 2 jari dibawah proc. xyphoideus ini berarti usia
janin 36-38 minggu.
- Leopold 2, bagian abdomen kanan ibu terasa keras membujur
yang berarti teraba bagian punggung janin dan bagian kiri ibu
teraba bagian kecil yang berarti ekstremitas dari janin.
- Leopold 3, teraba keras melenting dan tidak bisa digoyangkan
berarti kepala janin sudah masuk PAP.
- Leopold 4, didapatkan tangan pemeriksa divergen dan kepala
teraba 1/5 jari menunjukkan bahwa kepala janin sudah memasuki
PAP
Pemeriksaan dalam : adanya dilatasi 9-10 cm yang berarti sudah
berada pada kala II. Presentasi kepala teraba pada bidang III dan IV,
dimana Hodge III , yaitu bidang yang sejajar dengan Hodge II dan
terletak setinggi spina ischiadicae, dan Hodge IV, yaitu bidang yang
sejajar dengan Hodge III melalui ujung Os. coccygeus.Bayi lahir
dengan berat 2800gr, Berat badan bayi normal karena masih berkisar
2500-4000gr, dan PB bayi juga masih normal yaitu 47 cm. (Hadijanto,
2014)
Pada seknario hanya dijelaskan bahwa pasien mengalami
pendarahan setelah melahirkan dan kondisi pasien lemah hingga dokter
melakukan tindakan. Scenario tidak menjelaskan detail kondisi pasien

7 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



24 jam, jadi kelompok kami mengambil DD yaitu: Peendarahan Post
Partum Hemoragghe (PPH), Atonia uteri dan Retensio plasenta.
Sebelum kita membahas tentang dd lebih baiknya kita harus
mengetahui anatomi dari jalan lahir serta fisiologi persalinan itu
sendiri.

8 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



1.4 Mind Map

Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir

30 Tahun G2P1A0

Anamnesis Leo Pold VT


 Perut Kencang- 1. TFU 2 Jari dibawah  Dilatasi serviks 9-10
kencang pro.xyphoideus  Kepala Hodge lll-Lv
 Perdarahan Vagina 2. Abdomen kanan = punggung  Bayi lahir spontan
abdomen kiri = exkremitas
3. Kepala melenting = masuk – PAP
4. Divergen dan kepala teraba 1/5
jari

 Atoniauteri
 Retensio plasenta post
partum-nemorragi

Definisi Etiologi Manifestasi Klinis

Dx

9 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”


Pembahasan DX

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Jalan Lahir


Untuk memahami mekanisme persalinan, terlebih dahuluku dibicarakan
panggul wanita yang memegang peranan penting dalam proses kehamilan,
persalionan, dan kala nifas. Jalan lahir diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
jalan lahir lunak dan jalan lahir keras.
a. Jalan Lahir Lunak
Jalan lahir lunak terdiri dari serviks, vagina, dan otot Rahim :
1) Serviks
Serviks akan makin matang mendekati waktu persalinan. Selama masa
hamil, serviks dalam keadaan menutup, panjang serta lunak; dan pada saat
mendekati persalinan, serviks masih lunak dengan konsistensi seperti
puding, mengalami sedikit penipisan (effacement), dan kemungkinan
sedikit dilatasi. Evaluasi kematangan serviks akan tergantung pada
individu wanita dan paritasnya. Adanya peningkatan intensitas Braxton
Hicks mengakibatkan perubahan serviks yang terjadi.Kematangan serviks
memiliki periode yang berbeda-beda sebelum persalinan.Hal ini
mengindikasikan kesiapannya untuk persalinan. Serviks pada ibu
primigravida umumnya akan mengalami penipisan sebesar 50-60% dan
membuka selebar ujung jari sampai 1 cm sebelum mencapai persalinan.
Pembukaan ini terjadi akibat kontraksi Braxton Hicks sebelum proses
persalinan dimulai. Peristiwa awal pembukaan dan penipisan inilah yang
merupakan ciri-ciri dari kematangan serviks.
2) Vagina
Vagina bersifat elastis dan berfungsi sebagai jalan lahir dalam
persalinan normal.
3) Otot Rahim
Otot rahim tersusun dari tiga lapis, yang berasal dari kedua tanduk
rahim, yaitu longitudinal (memanjang), melingkar, dan miring. Segera
setelah persalinan, susunan otot rahim tersebut sedemikian rupa akan
10 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”

mengondisikan pembuluh darah menutup untuk menghindari terjadinya
perdarahan dari tempat implantasi plasenta. Selain menyebabkan mulut
rahim membuka secara pasif, kontraksi dominan yang terjadi pada bagian
fundus (bagian atas rahim) pada kala 1 persalinan juga mendorong bagian
terendah janin maju menuju jalan lahir sehingga ikut aktif dalam membuka
mulut rahim. Bila terdapat keadaan panggul dan janin yang normal serta
kerjasama antara tiga kekuatan his dan mengejan, passenger dan passage,
hal ini berarti telah terdapat keserasian untuk melahirkan janin secara
spontan (dengan kekuatan sendiri) (Saifuddin, 2010).
b. Jalan Lahir Keras
Panggul merupakan salah satu jalan lahir keras yang memiliki fungsi
lebih dominan daripada jalan lahir lunak.Oleh karena itu, janin harus berhasil
menyesuaikan diri terhadap jalan lahir yang relatif kaku (Saifuddin, 2010).
c. Tulang Tulang Panggul
Tulang-tulang panggul terdiri atas 3 buah tulang yaitu os coxae, os sacrum,
dan os coccyges (Saifuddin, 2010).
1) Os Coxae (Tulang Innominata)
Terdiri atas dua buah tulang, yaitu kiri dan kanan.Os coxae merupakan fusi
dari os ilium, os ischium, dan os pubis.
2) Os Sacrum
Os sacrum berbentuk segitiga dengan lebar di bagian atas dan mengecil
dibagian bawahnya. Tulang ini terletak diantara kedua tulang pangkal paha
yang memiliki karakteristik:
a) Terdiri dari 5 ruas tulang yang berhubungan erat
b) Permukaan depan licin dengan lengkungan dari atas ke bawah dan dari
kanan maupun kiri
c) Di kanan dan kiri, pada garis tengah terdapat lubang yang akan dilalui
oleh saraf foramina sacralia anterior.
d) Tulang kelangkang berhubungan dengan tulang pinggang ruas kelima
e) Bagian tulang kelangkang paling atas mempunyai tonjolan besar ke
depan disebut promontorium

11 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



f) Ke samping, tulang kelangkang berhubungan dengan tulang pangkal
paha melalui articulatio sacroiliaca
g) Ke bawah tulang kelangkang berhubungan dengan tulang tungging (os
coccygis) (Sofyan,2009).
3) Os Coccygis
a) Os coccygis berbentuk segitiga dengan ruas 3-5 buah dan bersatu
b) Pada saat persalinan, tulang tungging dapat didorong ke belakang
sehingga memperluas jalan lahir (Sofyan,2009).
d. Ukuran panggul
Ukuran-ukuran panggul dapat diperoleh melalui beberapa cara, yaitu
pengukuran secara klinis, pemeriksaan dengan Rontgen dan pelvis, serta
pemeriksaan ultrasonografi (Sofyan,2009)
e. Ciri Khas Jalan Lahir
Jalan lahir terdiri dari empat bidang yaitu pintu atas panggul, bidang
terluas panggul, bidang tersempit panggul, dan pintu bawah panggul
(Sofyan,2009).
1) Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul berbentuk seperti bulatan oval dengan panjang ke
samping dan dibatasi oleh:
a) Promontorium
b) Sayap os sacrum
c) Linea terminalis kanan dan kiri
d) Ramus superior os pubis kanan dan kiri
e) Pinggir atas simpisis pubis (Sofyan,2009).
2) Pada pintu atas panggul terdapat tiga ukuran penting yaitu:
a) Conjugata vera: panjang sekitar 11 cm, pengukurannya tidak bisa
secara langsung. Pengukurannya diperhitungkan melalui pengukuran
conjugata diagonalis (CD). Conjugata vera (CV)= CD-1,5 cm.
Conjugata obstetrika: ukuran antara promontorium dengan tonjolan
simpisis pubis.
b) Ukuran melintang: jarak antara kedua linea terminalis (12,5 cm)

12 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



c) Ukuran oblik: jarak antara articulatio menuju tuberculum pubicum
yang bertentangan. Kedua ukuran ini tidak dapat diukur pada wanita
yang masih hidup (Sofyan,2009).
3) Bidan Terluas Panggul
Ukuran muka belakangnya 12,75 cm dan ukuran melintang 12,5 cm.
4) Bidang Tersempit Panggul
Ukuran muka belakangnya 11,5 cm dan ukuran melintang 10 cm.
5) Pintu Bawah Panggul
Terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama, yaitu:
a) Segitiga depan dasarnya tuber ischiadicum dengan dibatasi arcus pubis.
b) Segitiga belakang dasarnya tuber ischiadicum dengan dibatasi
ligamentum sacrotuberosum kanan dan kiri (Sofyan,2009).
c) Ukuran muka belakang dari tepi bawah simpisis menuju ujung tulang
belakang 11,5 cm
d) Ukuran melintang adalah jarak tuber ischiadicum kanan dan kiri
sebesar 10,5 cm
e) Diameter sagitalis posterior dari ujung tulang kelangkang ke
pertengahan ukuran melintang sebesar 7,5 cm (Sofyan,2009).
6) Bentuk Panggul
a) Panggul Ginekoid
Panggul ginekoid adalah jenis yang paling banyak.Dilihat dari
bidang pintu atas panggul tampak berbentuk bulat atau agak
lonjong/elips.Diameter transversal dari bidang pintu atas panggul
hanya sedikit lebih panjang dari diameter antero-posterior dan hampir
seluruh daerah inlet merupakan ruangan yang terpakai untuk kepala
janin.Arkus pubis lebar dan memungkinkan penempatan dua jari yang
berdampingan tepat di bawah simpisis.Dinding samping sejajar.Dilihat
dari bidang pintu atas panggul, panggul menyerupai silinder tanpa
penyempitan dari bidang pintu atas panggul sampai bidang pintu
bawah panggul (Sofyan,2009).
b) Panggul Android

13 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



Panggul android atau “mirip laki-laki” lebih jarang dijumpai
dibanding bentuk ginekoid. Suatu panggul android ditandai oleh
daerah segmen posterior yang sempit dengan ujung sacrum menonjol
ke depan dan segmen anterior relatif panjang. Bila dilihat dari suatu
titik di atas panggul, bidang pintu atas panggul tampak seperti bentuk
jantung.Konfigurasi segmen anterior dan posterior ini membatasi
volume panggul yang terpakai.Tulang-tulang dari panggul android
umumnya berat sehingga ruangan untuk penurunan kepala juga
terbatas (Sofyan,2009).
c) Panggul Antropoid
Panggul antropoid memiliki suatu bentuk oval yang jelas pada
bidang pintu atas panggul dengan diameter terpanjang adalah antero-
posterior.Oleh karena itu segmen posterior panjang dan
sempit.“Engagement” harus terjadi dengan sumbu panjang kepala
janin tegak lurus terhadap diameter transversal dari pintu atas panggul
(Sofyan,2009).
d) Panggul Platipeloid
Suatu panggul platipeloid berbentuk datar dengan tulang-tulang
yang lembut.Jenis panggul ini paling jarang dijumpai dari jumlahnya
kurang dari 3% diantara pasien-pasien.Konfigurasi panggul platipeloid
pada pintu atas panggul lebih menyolok dimana menunjukkan
pemendekka yang mencolok dari diameter antero-posterior, sebaliknya
diameter transversalnya lebar.Dalam pemeriksaan ditemukan suatu
konjugata yang pendek, segmen posterior yang luas dan bila dilihat
dari atas tampak mendatar dan elips/lonjong (Sofyan,2009).
e) Bidang Hodge
Bidang Hodge dipelajari untuk menentukan sampai dimana
bagian terendah janin turun dalam panggul dalam persalinan.
Bidang Hodge I :Bidang datar yang melalui bagian atas simpisis dan
promontorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul
Bidang Hodge II :Bidang yang sejajar dengan bidang hodge I terletak

14 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



setinggi bagian bawah simpisis
Bidang Hodge III :Bidang yang sejajar dengan bidang hodge I dan II,
terletak setinggi spina ischiadica kanan dan kiri. Pada referensi lain,
bidang hodge III ini disebut juga bidang O. Kepala yang berada di atas
1 cm, disebut (-1) atau sebaliknya.
Bidang Hodge IV :Bidang yang sejajar dengan bidang hodge I, II, III,
terletak setinggi os coccyges (Sofyan,2009).

2.2 Fisiologi Persalinan Normal

1. Kala I
Partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir
yang bersemu darah (Bloody Show).Lendir yang bersemu darah ini berasal
dari lendir canalis servicalis karena serviks mulai membuka atau
mendatar.Sedangkan darahnya berasal darah dari pembuluh-pembuluh
kapiler yang berada disekitar canalis servicalis itu pecah karena pergeseran-
pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai
akibat his dibagi dalam 2 fase, pertama Fase Laten: berlangsung selama 8
jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3
cm dan, kedua, Fase Aktif: dibagi dalam 3 fase, yaitu: 1) Fase Akselerasi:
dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm; 2) Fase Dilatasi
Maximal: dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm
menjadi 9 cm; dan 3) Fase Deselerasi: pembukaan menjadi lambat sekali
dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap (Prawirohardjo,2009).

2. Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira- kira 2-3 menit
sekali.Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masukdi ruang
panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.Wanita merasa
pula tekanan kepala rectum dan hendak buang besar.Kemudian perineum
mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai
membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada
waktu his (Prawirohardjo,2009).

15 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk
lagi diluar his, dan dengan his dan kekuatan mengejan maksimal kepala janin
dilahirkan dengan sub oksiput dibawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu
melewati perineum.Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi mengeluarkan
badan anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam
dan pada multipara rata-rata 0,5 jam (Prawirohardjo,2009).

3. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10
menit.Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda dibawah ini :

a. Uterus menjadi bundar

b. Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah


Rahim

c. Tali pusat bertambah panjang

d. Terjadi semburan darah

e. Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara crede


pada fundus uteri (Prawirohardjo,2009).

4. Kala IV

Masa 1 jam setelah plasenta lahir. Walaupun sebenarnya masa ini merupakan
1 jam pertama dari masa nifas, tetapi dari segi praktis masa ini sebaiknya
dimasukkan dalam persalinan karena pada masa ini sering timbul perdarahan
oleh karena itu penderita harus tetap dikamar bersalin tidak boleh
dipindahkan ke ruangan, supaya dapat diawasi dengan baik.Kala IV
dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum
paling sering terjadi pada masa ini (Prawirohardjo,2009)

16 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



2.3 Penyulit Penyulit Persalinan
Yang bisa mempersulit Persalinan yaitu kelainan bentuk pada janin:
kelainan bentuk, kelainan presentasi, kelainan letak dan kelainan posisi.

1. Kelainan bentuk

a) Hidrosefalus

Hidrosefalus adalah salah satu kelainan bentuk yang terjadi pada


kepala janin yang disebabkan adanya penimbunan cairan serebrospinal
dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi besar, serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun.

b) Pertumbuhan janin yang berlebihan (Makrosemia).

Kelainan bentuk berupa makrosemia, yaitu bila berat badannya


melebihi dari 4000 gram.

c) Janin kembar melekat (Double Monster).

Janin kembar melekat adalah keadaan perlekatan antara dua janin pada
kehamilan kembar (Notoatmodjo, 2010).

2. Kelainan presentasi

a) Presentasi muka

Presentasi muka merupakan merupakan salah satu kelainan presentasi


dimana kepala dengan defleksi maksimal hingga oksiput mengenai
punggungdan muka terarah kebawah (kaudal) terhadap ibu.Punggung
terdapat dalam lordosis dan biasanya terdapat di belakang (Notoatmodjo,
2010).

b) Presentasi dahi

Presentasi dahi adalah presentasi dimana kedudukan kepala janin


berada diantara fleksi maksimal, sehingga dahi janin merupakan bagian
terendah. Pada umumnya, presentasi dahi ini merupakan kedudukan janin
yang bersifat sementara, sebagian besar presentasi tersebut akan berubah
menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala (Notoatmodjo,

17 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



2010).

c) Presentasi puncak kepala

Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir, kepala janin berada
dalam keadaan fleksi. Pada umumnya, presentasi puncak kepala
merupakan kedudukan sementara, yang nantinya akan berubah menjadi
presentasi belakang kepala (Notoatmodjo, 2010).

3. Kelainan letak
a) Letak dahi

Letak dahi merupakan salah satu kelainan letak janin dimana letak
kepala janin berada dalam defleksi yang sedang, sehingga dahi menjadi
bagian yang terendah. Pada umumnya, kelainan letak ini bersifat
sementara dan seiring dengan majunya persalinan, akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.

b) Letak sungsang

Letak sungsang merupakan letak janin yang memanjang dengan


bokong sebagai bagian yanf terendah (presentasi bokong). Angka
kejadiannya adalah ± 3% dari kehamilan

c) Letak lintang

Kelainan letak ini adalah dimana sumbu panjang janin tegak lurus atau
hampir tegak lurus pada sumbu panjang ibu. Pada letak lintang, bahu janin
akan menjadi bagian terenda, yang disebut presentasi bahu atau presentasi
akromion. Jika punggung janin terdapat didepan disebut dorsoanterior dan
jika dibelakang disebut dorsoposterior.

d) Letak majemuk

Letak majemuk adalah letak dimana samping bagian terendah teraba


anggota badan.Letak yang tidak termasuk letak majemuk adalah tangan
yang menumbung pada letak bahu atau adanya kaki disamping bokong
pada letak sungsang.Pada letak kepala dapat terjadi tangan, lengan atau kai
yang menumbung (Notoatmodjo, 2010).
18 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”

4. Kelainan posisi
Posisi oksipitalis posterior persisten.

Pada janin letak kepala, umumnya ubun-ubun kecil akan memutar


kedepan dengan sendirinya dan janin dapat lahir secara spontan. Akan tetapi,
terkadang ubun-ubun kecil tidak berputar kedepan, namun tetap berada
dibelakang.Untuk menghadapi persalinan dengan ubun-ubun kecil terdapat
dibelakang, penolong harus sabar karena rotasi kedepan kadang-kadang baru
terjadi saat berada didasar panggul (Notoatmodjo, 2010).

2.4 Pembahasan Diagnosis Banding


Jadi, dari hasil anamesa, tanda, gejala, serta pemeriksaan fisik pada kasus
diskenario diatas diagnosis banding yang disepakati oleh kelompok kami adalah
Pengambilan diagnosis banding pada scenario berdasarkan keluhan utama pasien
yaitu pendarahan setelah melahirkan atau dalam bahasa medis biasa disebut Post
Partum Hemoragik (PPH). PPH diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadian
yaitu PPH primer dan sekunder. PPH Primer yaitu pendarahan yang terjadi dalam
24 jam pertama setelah persalinan, sedangkan PPH Sekunder yaitu pendarahan
yang terjadi antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan. Pada seknario
hanya dijelaskan bahwa pasien mengalami pendarahan setelah melahirkan dan
kondisi pasien lemah hingga dokter melakukan tindakan. Scenario tidak
menjelaskan detail kondisi pasien 24 jam, jadi kelompok kami mengambil DD
yaitu: Atonia uteri, Retensio plasenta, dan Post Partum Hemoragik (PPH).

2.4.1 Atonia Uteri


Definisi
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. ( Sylvi Wafda,
2019)
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontrakti dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
19 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”

melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Manuaba, 2012).
Etiologi

Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan


karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila
mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari
inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obatobatan, seperti agen anestesi
terhalogenisasi, nitrat, obat- obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium
sulfat, beta simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta
letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis,
septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada
abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru
menyebutkan bahwa grandemultiparitas merupakan faktor resiko
independen untuk terjadinya perdarahan post partum (Subagyo, 2009).

Faktor–faktor predisposisi Atonia uteri meliputi :

a) Regangan rahim yang berlebihan dikarenakan Polihidramnion,


kehamilan kembar, makrosemia atau janin besar.

b) Persalinan yang lama

Persalinan yang lama dimaksud merupakan persalinan yang


memanjang pada kala satu dan kala dua yang terlalu lama
(Prawirahardjo, 2010).

c) Persalinan yang terlalu cepat atau persalinan spontan.

d) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin.

e) Multiparitas yang sangat tinggi.

f) Ibu dengan usia yang terlalu muda dan terlalu tua serta keadaan umum
ibu yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Terjadinya
peningkatan kejadian atonia uteri sejalan dengan meningkatnya umur
ibu yang diatas 35 tahun dan usia yang seharusnya belum siap untuk
dibuahi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin

20 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



tinggi frekuensi perdarahan yang terjadi (Prawirihardjo, 2010).

g) Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).

h) Bekas operasi Caesar.

i) Pernah abortus (keguguran) sebelumnya. Bila terjadi riwayat


persalinan kurang baik, ibu sebaiknya melahirkan dirumah sakit, dan
jangan di rumah sendiri.

j) Dapat terjadi akibat melahirkan plasenta dengan memijat dan


mendorong uterus kebawah sementara uterus belum terlepas dari
tempat implannya atau uterus

Manifestasi Klinis

a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia uteri dan yang


membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

b) Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer).

Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan
tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai
gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi sebagai
anti beku darah.

c) Fundus uteri naik

Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan


menggumpal.

d) Terdapat tanda-tanda syok

Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,
gelisah, mual, apatis, dll.

21 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



Patofisiologi

Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol


perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan
mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah
yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

2.4.2 Retensio Plasenta


Definisi
Perlengketan plasenta (retensio placenta) adalah terlambatnya
kelahiran plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanpa
perdarahan yang berlebihan. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan dan infeksi (Manuaba, Manuaba, &
Manuaba, 2010).

Etiologi
Perlengketan plasenta (retensio placenta) disebabkan karena
plasenta belum lepas dari dinding uterus, atau placenta sudah lepas akan
tetapi belum dilahirkan (Wiknjosastro, 2010). Jika placenta belum lepas
sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Namun, jika lepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Peristiwa
ini dapat terjadi karena plasenta belum lepas dari dinding uterus akibat
kontraksi uterus yang kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesive). Selain itu, plasenta melekat erat pada dinding uterus
disebabkan oleh vili korialis menembus desidua sampai miometrium,
sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta). Plasenta yang
sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkannya atau karena salah dalam
penanganan kala III, sehingga plasenta tertangkap dalam rongga rahim
dan terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
22 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”

menghalangi keluarnya plasenta (inkarseratio placenta), (Wiknjosastro,
2010).

Manifestasi Klinis
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera,kontraksi uterus baik Gejala yang kadang-kadang
timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan

Faktor resiko
Berikut ini merupakan beberapa faktor risiko yang telah ditemukan
berhubungan dengan terjadinya retensio plasenta:

a) Riwayat obstetri : riwayat retensio plasenta, riwayat tindakan sectio


caesarea, riwayat abortus
b) Penyulit kehamilan : preeklampsia, kelahiran mati, kecil masa

kehamilan (KMK), usia gestasional premature, persalinan kala satu


atau dua memanjang
c) Faktor ibu : umur maternal ≥ 30 tahun, paritas rendah
d) Lainnya : penggunaan ergometrin, abnormalitas uterus, insersi korda

velamentous, persalinan di rumah sakit Pendidikan

Fatofisiologi

Patofisiologi retensio plasenta dapat dibagi menjadi tiga


mekanisme, yaitu plasentasi invasif, hipoperfusi plasenta, dan
kontraktilitas inadekuat. Plasentasi invasif abnormal umumnya terjadi
akibat trauma pada endometrium. Tindakan operasi pada uterus (seperti
sectio caesarea) dapat menyebabkan gangguan integritas endometrium
uterus dan lapisan miometrium. Serabut miometriuetrium setelah
dilakukannya tindakan operasi.m di sekitar luka operasi sering kali
mengalami perubahan degeneratif dengan peningkatan jaringan fibrosa
disertai infiltrasi sel inflamasi. Hubungan antara hipoperfusi plasenta

23 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



dengan retensio plasenta adalah adanya oxidative stress, yang diakibatkan
oleh remodelling arteri spiral yang tidak lengkap dan plasentasi yang
dangkal, hal ini umum pada hipoperfusi plasenta dengan retensio
plasenta. Pada model kedua ini terdapat pada hipoperfusi plasenta,
berkaitan dengan komplikasi kehamilan terkait plasenta. Kontraktilitas
yang tidak Adekuat yakni kontraksi pada retro-placental myometrium
adalah mekanisme ke tiga yang menyebabkan retensio plasenta. Pada
model ketiga berkaitan dengan persalinan itu sendiri.

2.4.3 Postpartum Hemorrhage (PPH)

Definisi
HPP adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala III
persalinan selesai. (F. Gary Cunningham, 2006: 704). PPH
diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadian yaitu PPH primer dan
sekunder. PPH Primer yaitu pendarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama setelah persalinan, sedangkan PPH Sekunder yaitu pendarahan
yang terjadi antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan. (POGI,
2016)

Klasifikasi

Peredarahan post partum dibagi dalam:

1) Hemorargi Post Partum Primer Adalah mencakup semua kejadian


perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran (Suherni, 2009: 128)
2) Hemorargi Post Partum Sekunder Adalah mencakup semua kejadian
PPH yang terjadi antara 24 jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu
masa post partum. (F. Gary Cunningham, 2006)

Etiologi

Penyebab primer perdarahan post partum (PPH) beberapa tahun


terakhir banyak disingkat dengan empat T yaitu:
24 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”

a) Tone/tonus – atonia uteri
b) Trauma – perlukaan jalan lahir, inversi uteri
c) Tissue/jaringan – retensi plasenta, plasenta akreta
d) Trombin – gangguan koagulasi

Manifestasi Klinis

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak


10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik yang nyata.
Gejala klinik baru tampak apabila kehilangan darah telah mencapai 20%
Perdarahan tidak hanya terjadi pada mereka yang memiliki faktor risiko
tapi pada setiap persalinan kemungkinan terjadi perdarahan selalu ada.
Jika perdarahan terus berlanjut akan menimbulkan tanda-tanda syok
dengan gambaran klinisnya berupa perdarahan terus-menerus dan
keadaan pasien secara berangsur-angsur menjadi jelek. Denyut nadi
menjadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien berubah pucat
dan ekstrimita dingin, serta nafas menjadi sesak dan terengah-engah

2.5 Penegakan Dx
Berdasarkan diagnosis banding yang telah kami tentukan, kami
menduga bahwa pasien wanita yang berusia 30 tahun G2P1A0 dalam skenario
mengalami HPP primer ad causa atonia uteri. Hal ini dikarenakan tanda dan
gejala yang ada dalam skenario sesuai dengan tanda dan gejala pada diagnosis
differential khususnya pada Postpartum Hemorrhage (PPH) Primer ad
causa uteri.
Perdarahan Post Partum Hemorrhage
Keadaan pasien
Atonia uteri Retensio plasenta
Perut kencang sejak tadi malam + +
Keluar darah dari vagina sejak 1
+ +
jam yang lalu
Pemeriksaan dalam 9-10 cm + +

25 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



Kontraksi uterus tidak baik + +/-
Pendarahan post partum + +
Keadaan umum pasien lemah + +
Plasenta belum lahir + +

2.6 Pembahasan DX (Epidemiologi, Patofisiologi, Faktor Resiko, Pemeriksaan,


Tatalaksana, Komplikasi, Prognosis, KIE)

Epidemiologi

Perdarahan pasca-salin merupakan penyebab kematian maternal yang


penting meliputi hampir ¼ dari seluruh kematian maternal di seluruh dunia.
Selain itu, PPS merupakan bentuk perdarahan obstetri yang paling sering dan
sebagai penyebab utama morbiditas serta mortalitas maternal. Perdarahan obstetri
merupakan penyebab kematian utama maternal baik di negara berkembang
maupun negara maju.

Perdarahan pasca-salin (PPS)/postpartum haemorrhage (PPH) merupakan


penyebab terbesar kematian ibu di seluruh dunia. Salah satu target Millenium
Development Goal (MDGs) adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI)
sebesar tiga perempatnya pada tahun 2015. Sayangnya, pada tahun 2012, AKI
mengalami kenaikan menjadi 359 per 100.000 penduduk atau meningkat sekitar
57% dibandingkan dengan tahun 2007 yang hanya 228 per 100.000
penduduk.Pencapaian target MDGs dapat diraih salah satunya melalui penurunan
AKI yang disebabkan oleh PPS. Penyebab dari PPS adalah 4T yang merupakan
singkatan dari Tone,Trauma , Tissue danThrombin.Tone merupakan masalah
pada 70% kasus PPS, yaitu diakibatkan oleh atonia dari uterus. Sedangkan, 20%
kasus PPS disebabkan oleh trauma. (POGI, 2016)

26 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



Faktor Resiko
a) Overdistention uterus
b) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
c) Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d) Malnutrisi
e) Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta
f) Hipertensi dalam kehamilan
g) Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus)
h) Riwayat perdarahan pasca persalinan

Patofisiologi

Patofisiologi Hemorargi PostPartum Primer :

Dengan terlepasnya plasenta, arteri-arteri dan vena-vena uterina yang


mengangkut dari dan ke plasenta terputus secara tiba-tiba. Di bagian tubuh
lain, hemostasis tanpa ligasi bedah bergantung pada vasospasme intrinsik dan
pembentukan bekuan darah lokal. Di tempat implantasi plasenta, yang paling
penting untuk hemostasis adalah kontraksi dan retraksi miometrium untuk
menekan pembuluh dan menutup lumennya. Potongan plasenta atau bekuan
darah besar yang melekat akan menghambat kontraksi dan retraksi
miometrium yang efektif sehingga hemostasis di tempat implantasi terganggu.
Perdarahan postpartum yang fatal dapat terjadi akibat uterus hipotonik
walaupun mekanisme koagulasi ibu cukup normal. Sebaliknya, apabila
miometrium di tempat implantasi atau di dekatnya berkontraksi dan beretraksi
dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan fatal dari tempat
implantasi plasenta walaupun mekanisme pembentukan darah sangat
terganggu. (F. Gary Cunningham, 2006: 704-705) .

Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol


perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan
mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh

27 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah
yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada perdarahan postpartum terbagi menjadi dua yakni
pemeriksaan umum dan khusus atau obstetri.
Pemeriksaan fisik secara umum meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
nadi, laju napas, tekanan darah, hidrasi kulit dan membran mukosa, capillary
refill time (CRT), dan urine output. Pemeriksaan fisik secara umum penting
dilakukan terutama untuk menilai derajat keparahan hipovolemik akibat
perdarahan postpartum
Pada pemeriksaan fisik khusus atau obstetri dicari tahu penyebab dari
perdarahan. Pemeriksaan obstetri meliputi pemeriksaan kontraksi uterus, letak,
konsistensi uterus, pemeriksaan dalam untuk menilai adanya perdarahan atau
sumber perdarahan, melihat keutuhan plasenta, tali pusat, serta mencari
apakah terdapat robekan pada jalan lahir.

b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada atonia uteri penting untuk memantau
keadaan umum dan mewaspadai terjadinya syok dan komplikasi lainnya
(Krisnadi, Mose, & Effendi, 2005):
 Pemeriksaan golongan darah dapat dilakukan untuk pencocokan silang
bila sewaktu-waktu pasien memerlukan transfusi darah. Pemeriksaan
darah lengkap dilakukan untuk mengetahui bila ada penurunan
hemoglobin ataupun hematokrit, juga bila terjadi peningkatan jumlah sel
darah putih.
 Waktu pembekuan darah dan waktu perdarahan penting untuk
menyingkirkan diagnosis faktor trombin sebagai penyebab timbulnya
perdarahan pascasalin. Pemeriksaan ini dapat juga digunakan untuk
melihat adanya komplikasi koagulopati intravaskular diseminata.
28 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”

 Hal ini juga dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap
faktor koagulasi seperti trombosit dan fibrinogen. Klinisi perlu berhati-
hati bila ditemukan peningkatan degradasi produk fibrin (d-Dimer).
Penurunan kadar fibrinogen dapat menunjukkan masa tromboplastin
parsial diaktivasi

Tatalaksana
Menurut Depkes RI (2010), langkah-langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri
pasca persalinan yaitu:

No Langkah Keterangan

1 Lakukan masase fundus uteri Masase merangsang kontraksi uterus.


segera seetelah plasenta Sambil melakukan masase segaligus
dilahirkan. dapat dilakukan penilaian kontraksi
uterus.

2 Bersihkan kavum uteri dari Selaput ketuban atau gumpalan darah


selaput ketuban dan gumpalan dalam kavum uteri akan dapat
darah. menghalangi kontraksi uterus secara
baik.

3 Mulai KBI. Jika uterus Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
berkontraksi keluarkan tangan dengan tindakan ini. Jika kompresi
setelah 1-2 menit. Jika tidak bimanual tidak berhasil setelah 5 menit,
teruskan KBI hingga 5 menit. diperlukan tindakan lain.

4 Minta keluarga untuk Bila penolong hanya seorang diri,


melakukan KBE (kompresi keluarga dapat meneruskan proses
bimanual eksternal). kompresi bimanual secara eksternal
selama anda melakukan langkahlangkah
selanjutnya.

5 Berikan Metil ergometrin 0,2 Metil ergometrin yang diberikan secara


mg intramuscular/ intravena. intramuscular akan mulai bekerja dalam
5-7 menit dan menyebabkan kontraksi
uterus. Pemberikan intravena bila sudah
terpasang infus sebelumnya.

29 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



6 Berikan infus cairan larutan Anda telah memberikan oksitosin pada
Ringer Laktat dan Oksitosin waktu penatalaksanaan aktif kala tiga
20 IU/500 cc. dan Metil ergometrin intramuscular.
Oksitosin intravena akan bekerja segera
untuk menyebabkan uterus
berkontraksi. Ringer laktat akan
membantu memulihkan volume cairan
yang hilang selama atoni. Jika uterus
wanita belum berkontraksi selam 6
langkah pertama, sangat mungkin
bahwa ia mengalami perdarahan
postpartum dan memerlukan
penggantian darah yang hilang secara
cepat.

7 Mulai lagi kompresi bimanual Jika atoni tidak teratasi setelah 7


interna atau pasang tampon langkah pertama mungkin ibu
uterovaginal. mengalami masalah serius lainnya.
Tampon uterovagian dapat ilakukan
apabila penolong telah terlatih. Rujuk
segera ke Rumah Sakit.

8 Buat persiapan untuk merujuk Atoni bukan merupakan hal yang


segera. sederhana dan memerlukan perawatan
gawat darurat di fasilitas dimana dapat
dilaksanakan bedah dan pemberian
tranfusi darah.

9 Terukan cairan intracena Berikan infus 500 cc cairan pertama


hingga ibu mencapai tempat dalam waktu 10 menit. Kemudian 500
rujukan. cc/jam pada jam pertama, dan 500
cc/4jam pada jam-jam berikutnya. Jika
tidak mempunyai cukup persediaan
cairan intravena berikan 500 cc yang
ketiga secara perlahan hingga cukup
sampai ditempat rujukan. Berikan
minum untuk tambahan rehidrasi.

10 Laparatomi: pertahankan Pertimbangkan antara lain paritas,


uterus kondisi ibu, dan jumlah persalinan.
(ligasea.uterine/hipogastrika)/

30 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



histerektomi,

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin, dalam hal ini
tergantung proses dari kemampuan, keahlian dan kesiapan penolong dalam
proses persalinan. Hal yang sering terjadi akibat kesalahan masase uteri oleh
penolong menyebabkan terjadinya inversio uteri baik inversion uteri
kompleks, inversion uteri inkompleks dan inversion prolapse. Selain itu,
atonia uteri dapat menyebabkan Hipotensi ortostatik, dengan gejala pusing
karena rendahnya tekanan darah, anemia dan peningkatan resiko perdarahan
pasca-melahirkan pada kehamilan berikutnya.

Prognosis
Prognosis umum pada kasus ini adalah dubia ad bonam, tergantung
dari jumlah perdarahan dan kecepatan penatalaksanaan yang dilakukan.
Namun, jika penangan tidak segera dilakukan hingga terjadi komplikasi atau
voleme perdarahan yang bertambah dan tidak berhenti maka akan
menyebabkan kematian pada ibu.

KIE
Edukasi yang dapat diberikan kepada ibu untuk mencegah terjadinya
perdarahan pasca salin ialah dengan cara sebagai berikut :

- Menjelaskan kedapa ibu factor-faktor resiko yang dapat menyebabkan


PPH
- Memeriksakan janin ke dokter untuk mengetahui perkembangan janin
- Menyarankan ibu untuk menjaga jarak kehamilan

31 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat diambil kesimpulan bahwa dari kondisi pasien, Dari scenario


adanya keluhan, gejala yang muncul kurang lebih mirip dengan diagnosis
banding dan didapatkan diagnose kerja PPH kausa Atonia Uteri. Sehingga,
dapat diambil diagnosis bahwa pasien mengalami Atonia Uteri sehingga
menyebabkan Perdarahan PostPartum Hemoragi. Prognosis umum pada
adalah dubia ad bonam, tergantung dari jumlah perdarahan dan kecepatan
penatalaksanaan yang dilakukan. Komplikasinya diantaranya adalah Syok
hipovolemik, Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan
yang berasal dari trauma jalan lahir, sehingga di sini perlu dilakukan
penanganan yang tepat .

32 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”



DAFTAR PUSTAKA

Annisa, S. A. (2011). Faktor-faktor risiko persalinan seksio sesarea di RSUD Dr.


Adjidarmo Lebak pada bulan Oktober-Desember 2010. Publikasi Skripsi
Sarjana Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Armagustini, Y. (2010). Determinan kejadian komplikasi persalinan di
Indonesia.
Cunningham G. 2013. Obstetri William. Jakarta : EGC.
Endler M. Characterizing Retained Placenta: Epidemiology and Pathophysiology of a
Critical Obstetric Disorder. Vol. 64, Pediatric Research. 2016. hal. 63–7.
Gary, F. 2014. Williams Obstetrics. New York: Mc Graw Hill Education.
Maryunani, Anik, Puspita, Eka. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Trans Info Media. Jakarta
Oxorn, Harry, R.Forte, William. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi
Persalinan. CV Andi Offset. Yogyakarta
Pantikawati,Ika.2010.Asuhan Kebidanan I (Kehamilan).Yogjakarta:Nuha Medika
Patimah, Siti, dkk .2015. Praktik Klinik Kebidanan III. KEMENKES RI. Diakses
pada tanggal 22 april 2020.
Pendidikan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. http://www.
pogi.or.id/pogi/downloads tentang Pendarahan Post Partum.
Prawirohadjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawiirohardjo. Jakarta)
Purwanti, Sugi, Yuli Trisnawati. 2016. EFFECT OF MATERNAL AGE AND SPACING OF
PREGNANCY TO POSTPARTUM HEMORRHAGE BECAUSE OF ATONIC
UTERINE. Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto.
Rifdiani, Izfa. 2013. The Effect of Parity, Birth Weight Babies, Pregnancy Interval
and a History of Hemorrhage with The Incidence of Postpartum
Hemorrhage. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Diakses pada
tanggal 22 april 2020.
Silver RM, Barbour KD. Placenta Accreta Spectrum. Accreta, Increta, and Percreta.
Obstet Gynecol Clin North Am. 2015;42(2):381–402.

33 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”


Anda mungkin juga menyukai