Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021
Penyusun
1.1 Skenario
Pada pemeriksaan dalam dilatasi serviks 9-10 cm, presentasi kepala teraba
di bidang hodge III-IV. Beberapa saat kemudian bayi lahir spontan
pervaginam dengan BB 2800 gr dan PB 47 cm. Kontraksi uterus tidak baik.
Keadaan umum pasien menjadi lemah. Dokter melakukan tindakan pada
pasien tersebut.
Identitas Pasien
Nama :-
Umur : 30 tahun
a. Data subyektif
Seorang wanita berusia 30 tahun G2P1A0 dengan keluhan perut kencang-
kencang sejak tadi malam dan keluar darah dari vagina sejak 1 jam yang
lalu. Setelah Beberapa saat kemudian bayi lahir spontan, Kontraksi uterus
tidak baik. Keadaan umum pasien menjadi lemah.
b. Data obyektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sebagai berikut :
Leopold 1 : TFU 2 jari dibawah proc.xyphoideus
Leopold 2 : abdomen kanan ibu teraba keras membujur, abdomen kiri ibu
teraba bagian-bagian kecil
Leopold 3 : teraba keras melenting dan tidak bisa digoyangkan
Leopold 4 : tangan pemeriksa divergen dan kepala teraba 1/5 jari.
Dilatasi serviks : 9-10 cm
presentasi kepala : bidang hodge III-IV
persalinan : Spontan
BB bayi : 2800 gr
PB bayi : 47 cm
30 Tahun G2P1A0
Atoniauteri
Retensio plasenta post
partum-nemorragi
Dx
PEMBAHASAN
1. Kala I
Partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir
yang bersemu darah (Bloody Show).Lendir yang bersemu darah ini berasal
dari lendir canalis servicalis karena serviks mulai membuka atau
mendatar.Sedangkan darahnya berasal darah dari pembuluh-pembuluh
kapiler yang berada disekitar canalis servicalis itu pecah karena pergeseran-
pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai
akibat his dibagi dalam 2 fase, pertama Fase Laten: berlangsung selama 8
jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3
cm dan, kedua, Fase Aktif: dibagi dalam 3 fase, yaitu: 1) Fase Akselerasi:
dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm; 2) Fase Dilatasi
Maximal: dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm
menjadi 9 cm; dan 3) Fase Deselerasi: pembukaan menjadi lambat sekali
dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap (Prawirohardjo,2009).
2. Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira- kira 2-3 menit
sekali.Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masukdi ruang
panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.Wanita merasa
pula tekanan kepala rectum dan hendak buang besar.Kemudian perineum
mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai
membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada
waktu his (Prawirohardjo,2009).
3. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10
menit.Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda dibawah ini :
4. Kala IV
Masa 1 jam setelah plasenta lahir. Walaupun sebenarnya masa ini merupakan
1 jam pertama dari masa nifas, tetapi dari segi praktis masa ini sebaiknya
dimasukkan dalam persalinan karena pada masa ini sering timbul perdarahan
oleh karena itu penderita harus tetap dikamar bersalin tidak boleh
dipindahkan ke ruangan, supaya dapat diawasi dengan baik.Kala IV
dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum
paling sering terjadi pada masa ini (Prawirohardjo,2009)
1. Kelainan bentuk
a) Hidrosefalus
Janin kembar melekat adalah keadaan perlekatan antara dua janin pada
kehamilan kembar (Notoatmodjo, 2010).
2. Kelainan presentasi
a) Presentasi muka
b) Presentasi dahi
Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir, kepala janin berada
dalam keadaan fleksi. Pada umumnya, presentasi puncak kepala
merupakan kedudukan sementara, yang nantinya akan berubah menjadi
presentasi belakang kepala (Notoatmodjo, 2010).
3. Kelainan letak
a) Letak dahi
Letak dahi merupakan salah satu kelainan letak janin dimana letak
kepala janin berada dalam defleksi yang sedang, sehingga dahi menjadi
bagian yang terendah. Pada umumnya, kelainan letak ini bersifat
sementara dan seiring dengan majunya persalinan, akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.
b) Letak sungsang
c) Letak lintang
Kelainan letak ini adalah dimana sumbu panjang janin tegak lurus atau
hampir tegak lurus pada sumbu panjang ibu. Pada letak lintang, bahu janin
akan menjadi bagian terenda, yang disebut presentasi bahu atau presentasi
akromion. Jika punggung janin terdapat didepan disebut dorsoanterior dan
jika dibelakang disebut dorsoposterior.
d) Letak majemuk
f) Ibu dengan usia yang terlalu muda dan terlalu tua serta keadaan umum
ibu yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Terjadinya
peningkatan kejadian atonia uteri sejalan dengan meningkatnya umur
ibu yang diatas 35 tahun dan usia yang seharusnya belum siap untuk
dibuahi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin
Manifestasi Klinis
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan
tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai
gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi sebagai
anti beku darah.
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,
gelisah, mual, apatis, dll.
Etiologi
Perlengketan plasenta (retensio placenta) disebabkan karena
plasenta belum lepas dari dinding uterus, atau placenta sudah lepas akan
tetapi belum dilahirkan (Wiknjosastro, 2010). Jika placenta belum lepas
sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Namun, jika lepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Peristiwa
ini dapat terjadi karena plasenta belum lepas dari dinding uterus akibat
kontraksi uterus yang kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesive). Selain itu, plasenta melekat erat pada dinding uterus
disebabkan oleh vili korialis menembus desidua sampai miometrium,
sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta). Plasenta yang
sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkannya atau karena salah dalam
penanganan kala III, sehingga plasenta tertangkap dalam rongga rahim
dan terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang
22 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”
”
menghalangi keluarnya plasenta (inkarseratio placenta), (Wiknjosastro,
2010).
Manifestasi Klinis
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera,kontraksi uterus baik Gejala yang kadang-kadang
timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat
tarikan, perdarahan lanjutan
Faktor resiko
Berikut ini merupakan beberapa faktor risiko yang telah ditemukan
berhubungan dengan terjadinya retensio plasenta:
Fatofisiologi
Definisi
HPP adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala III
persalinan selesai. (F. Gary Cunningham, 2006: 704). PPH
diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadian yaitu PPH primer dan
sekunder. PPH Primer yaitu pendarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama setelah persalinan, sedangkan PPH Sekunder yaitu pendarahan
yang terjadi antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan. (POGI,
2016)
Klasifikasi
Etiologi
Manifestasi Klinis
2.5 Penegakan Dx
Berdasarkan diagnosis banding yang telah kami tentukan, kami
menduga bahwa pasien wanita yang berusia 30 tahun G2P1A0 dalam skenario
mengalami HPP primer ad causa atonia uteri. Hal ini dikarenakan tanda dan
gejala yang ada dalam skenario sesuai dengan tanda dan gejala pada diagnosis
differential khususnya pada Postpartum Hemorrhage (PPH) Primer ad
causa uteri.
Perdarahan Post Partum Hemorrhage
Keadaan pasien
Atonia uteri Retensio plasenta
Perut kencang sejak tadi malam + +
Keluar darah dari vagina sejak 1
+ +
jam yang lalu
Pemeriksaan dalam 9-10 cm + +
Epidemiologi
Patofisiologi
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada atonia uteri penting untuk memantau
keadaan umum dan mewaspadai terjadinya syok dan komplikasi lainnya
(Krisnadi, Mose, & Effendi, 2005):
Pemeriksaan golongan darah dapat dilakukan untuk pencocokan silang
bila sewaktu-waktu pasien memerlukan transfusi darah. Pemeriksaan
darah lengkap dilakukan untuk mengetahui bila ada penurunan
hemoglobin ataupun hematokrit, juga bila terjadi peningkatan jumlah sel
darah putih.
Waktu pembekuan darah dan waktu perdarahan penting untuk
menyingkirkan diagnosis faktor trombin sebagai penyebab timbulnya
perdarahan pascasalin. Pemeriksaan ini dapat juga digunakan untuk
melihat adanya komplikasi koagulopati intravaskular diseminata.
28 | L B M 4 “ Aku Perdarahan Setelah Bayiku Lahir”
”
Hal ini juga dapat dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap
faktor koagulasi seperti trombosit dan fibrinogen. Klinisi perlu berhati-
hati bila ditemukan peningkatan degradasi produk fibrin (d-Dimer).
Penurunan kadar fibrinogen dapat menunjukkan masa tromboplastin
parsial diaktivasi
Tatalaksana
Menurut Depkes RI (2010), langkah-langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri
pasca persalinan yaitu:
No Langkah Keterangan
3 Mulai KBI. Jika uterus Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
berkontraksi keluarkan tangan dengan tindakan ini. Jika kompresi
setelah 1-2 menit. Jika tidak bimanual tidak berhasil setelah 5 menit,
teruskan KBI hingga 5 menit. diperlukan tindakan lain.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin, dalam hal ini
tergantung proses dari kemampuan, keahlian dan kesiapan penolong dalam
proses persalinan. Hal yang sering terjadi akibat kesalahan masase uteri oleh
penolong menyebabkan terjadinya inversio uteri baik inversion uteri
kompleks, inversion uteri inkompleks dan inversion prolapse. Selain itu,
atonia uteri dapat menyebabkan Hipotensi ortostatik, dengan gejala pusing
karena rendahnya tekanan darah, anemia dan peningkatan resiko perdarahan
pasca-melahirkan pada kehamilan berikutnya.
Prognosis
Prognosis umum pada kasus ini adalah dubia ad bonam, tergantung
dari jumlah perdarahan dan kecepatan penatalaksanaan yang dilakukan.
Namun, jika penangan tidak segera dilakukan hingga terjadi komplikasi atau
voleme perdarahan yang bertambah dan tidak berhenti maka akan
menyebabkan kematian pada ibu.
KIE
Edukasi yang dapat diberikan kepada ibu untuk mencegah terjadinya
perdarahan pasca salin ialah dengan cara sebagai berikut :
PENUTUP
3.1 Kesimpulan