Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN BBL

HIS HIPOTONIK(INERSIA UTERI)

Dosen Pembimbing : SRI HANDAYANI BAKRI, S.ST., M.KEB

KELOMPOK 1

1.FEBRIANA WAHAB (105121100220)

2.NURUL IFANA (105121101320)

PRODI DIII KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan ridho-Nya sehingga
Makalah ‘’ His Hipotonik(Inersia Uteri)” ini dapat penulis selesaikan.

Makalah ini dibuat untuk mencapai tingkat ke dalam memadai sebagai sumber belajar
walaupun dalam wujudnya yang belum sempurna, makalah ini diharapkan dapat menjadi
sumber belajar bagi yang memerlukan.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah, oleh karena itu kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan.

Akhirnya, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua dan Allah Swt.
berkenan menerima amal bakti yang diabadikan pada kita semua. Amin.

Makassar, 02 januari 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

SAMPUL ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................................1

A. Latar Belakang ......................................................................................1


B. Rumusan Masalah .................................................................................3

BAB II : TINJAUAN TEORI .......................................................................... 4

BAB III : TINJAUAN KASUS.........................................................................8

BAB IV : PEMBAHASAN..................................... .........................................14

BAB V : PENUTUP ........................................................................................ 21

Kesimpulan....................................................................................................... 21

Saran ................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya  sebagai
ujung tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui kemampuannya
untuk melakukan pengawasan kehamilan, pertolongan persalinan, pengawasan neonatus
dan pada ibu postpartum
Distosia kelainan tenaga (his) adalah his tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan
persalinan macet. Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Sifatnya lebih lemah, lebih
singkat dan lebih jarang jika dibandingkan dengan his yang normal.ineris auteri dibagi
menjadi 2 macam yaitu inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian inersia uteri
2. Penyebab inersia uteri
3. Pembagian inersia uteri
4. Komplikasi yang dapat terjadi pada inersia uteri
5. Cara mendiagnosa inersia uteri
6. Penanganan inersia uteri
BAB II

TINJAUAN TEORI

A.    Definisi inersia uteri


Inersia uteri merupakan perpanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya
dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang belum
matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Pemanjangan fase deselerasi
ditemukan pada disproporsi sefalopelvik atau kelainan anak. Perlu disadari bahwa
pemanjangan fase laten maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal.
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan
frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik
seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan
kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan
keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase
aktif maupun pada kala pengeluaran
B.     Penyebab inersia uteri
Penggunaan analgetik terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi,
regangan dinding rahim (hidramnion, kehamilan ganda ) dan perasaan takut dari ibu.
Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia uteri adalah :
1. Kelainan his sering dijumpai pada primipara
2. Faktor herediter, emosi dan ketakutan
3. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang
4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim,
ini  dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik
5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis
6. Kehamilan postmatur (postdatism)
7. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
8. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar atau
Makrosomia.

C.     Pembagian inersia uteri


Dulu inersia uteri dibagi dalam :
1.      Inersia uteri primer : jika His lemah dari awal persalinan
2.      Inersia uteri sekunder : jika mula-mula His baik, tetapi kemudian menjadi lemah karena
otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia karena kelelahan )   
Pembagian inersia yang sekarang berlaku ialah :
1.      Inersia uteri hipotonis : kontraksi terkoordinasi, tetapi lemah.
Dengan CTG, terlihat tekanan yang kurang dari 15 mmHg, dengan palpasi, His jarang dan
pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan kedalam.
2.      Inersia uteri hipertonis : kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah
lebih kuat dari segmen atas. Inersia uteri ini sifatnya hifertonis, sering disebut inersia
spastis.
Garis besar perbedaan antara inersia uteri hipotonis dan hipertonis

D.    Komplikasi yang mungkin terjadi


Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibat
terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi, dll)
1)      Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
2)      Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal.
3)      Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi naik, suhu meninggi,
asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor berkurang
E. Diagnosis
Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti
terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat
diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan
kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih
sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka diagnosis
inersia uteri sekunder akan lebih mudah.

F. Penanganan
Penanganan inersia uteri dengan :
1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan
2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang   kemungkinan-
kemungkinan yang ada.
3. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan, evaluasi
kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang
dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, berikan sedativa
sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam
berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his
tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus
pitosin, perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah
ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik.
4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan pelvimentri klinik atau
radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea
b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus
c. Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada kemajuan,
persalinan diakhiri dengan sectio cesarea
d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam dipenuhi,
maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.Hampir 50%
kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya
disebabkan oleh faktor lain seperti kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau
relaksan terhadap otot uterus dan sebagainya.

PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “H”


PERSALINAN KALA I FASE AKTIF DENGAN INERSIA UTERI HIPOTONIK
DI PUSKESMAS SULTAN DAENG RAJA
TANGGAL 8 FEBRUARI 2020

Register                       :
Tanggal masuk            :           8 februari 2020, pukul 18.45 wita
Tanggal pengkajian     :           8 februari 2020, pukul 18.50 wita
Tanggal persalinan      :           9 februari 2020, pukul 00.50 wita

IDENTITAS KLIEN / SUAMI


Nama                           :           Ny”H”/ Tn.”A”
Umur                           :           32 Thn / 38 thn
Suku                            :           Makassar / makassar
Agama                         :           islam /islam
Pendidikan                  :           SD / SD
Pekerjaan                     :           IRT / Buruh harian 
Status pernikahan        :           1 x / ± 1 thn
Alamat                         :           Jl. Bulusaraung no 21

KALA  I
DATA SUBYEKTIF
1. G I PO AO
2. HPHT Tanggal 9 mei 2019
3. HTP Tanggal 18 Februari 2020
4. Pemeriksaan ANC sebanyak 4 kali
5. Imunisasi TT 2 kali
6. Tidak ada riwayat penyakit jantung, DM, Hipertensi, Asma, dan PMS
7. Nyeri perut tembus ke belakang dirasakan ibu sejak tanggal 8 februari 2020 pukul
    10.45 wita disertai pelepasan lendir dan darah sejak pukul 17.45 wita

DATA OBYEKTIF
1. Keadaan umum baik
2. Kesadaran composmentis
3. Tanda – Tanda Vital
     Tekanan darah  :  110/70
      Nadi                 :   84x/i
      Suhu                 :   36,5 c
      Pernafasan        :   18x/i
4. Pemeriksaan Abdomen :
    Tidak ada bekas luka operasi
    Palpasi leopold
       Leopold I    :        TFU 3 jrbpx  ( 32 cm )
       Leopold II   :        PUKA
       Leopold III  :        Kepala
       Leopold IV  :        BDP     
   5. Penurunan kepala 4/5
   6. Lingkar perut   91 cm
   7. TBJ  =  Lingkar perut x TFU
             =   91  X  32 cm
             =   2912       
   8. DJJ  120 x/menit terdengar kuat dan teratur pada kuadran kanan bawah perut ibu
   9. Pemantauan HIS  :
1) Pukul 18.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
2) Pukul 19.20 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
3) Pukul 19.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
4) Pukul 20.20 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
5) Pukul 20.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
6) Pukul 21.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
7) Pukul 21.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
8) Pukul 22.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
9) Pukul 22.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
10) Pukul 23.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
11) Pukul 23.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
12) Pukul 00.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
13) Pukul 00.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik

10. Pemeriksaan dalam Pukul 18. 50 Wita


a) a)      Vulva dan Vagina    :    Tidak ada kelainan
b) b)      Portio                        :    Lunak dan tipis
c) c)      Pembukaan                :    6 cm
d) d)     Ketuban                    :    Utuh
e) e)      Presentase                 :    Kepala, UUK depan
f) f)       Molase                       :    Tidak ada
g) g)      Penurunan Kepala    :     H1- H II
h) h)      Kesan panggul          :     Normal
i) i)        Pelepasan                  :     Lendir dan darah
11. Ekstremitas   :  Tidak ada oedema dan varices

ASSASEMENT
Inpartu kala I fase aktif dengan inersia uteri hipotonik

PLANNING
Pukul 19.20 wita
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan pada ibu
2. Menjelaskan penyebab dan manfaat nyeri persalinan pada ibu dan keluarga
3. Mengobservasi kemajuan persalinan
4. Memberi hidrasi dan intake yang cukyp
5. Mengajarkan ibu pengaturan nafas saat ada kontraksi
6. Mendokumentasikan hasil pemantauan ke dalam partograf
KALA II
DATA SUBYEKTIF
1. Ibu mengeluh nyeri perut bertambah dan semakin kuat
2. Ibu mempunyai dorongan yang kuat saat timbul kontraksi
3. Ibu merasa ingin BAB
DATA OBYEKTIF
1) Vt pukul  :  00.50 wita
   1. Vulva dan vagina tak ada kelainan
   2. Portio tak teraba
   3. Pembukaan lengkap
   4. Ketuban (-)
   5. Presentase kepala, UUK depan
   6. Molse tidak ada
   7. Penurunan kepala H IV     
               8. Kesan panggul normal
               9. Pelepasan lendir dan darah
             2) Vulva dan vagina terbuka
             3) Anus terbuka
             4) Perineum menonjol
ASASSEMENT
          Inpartu kala II
PLANNING
          1. Melihat tanda dan gejala kala II yakni dorongan untuk meneran, Tekanan
              pada anus, Perineum menonjol, vulva dan vagina membuka.
          2. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap
          3. Menyiapkan Ibu, Menyipkan diri penolong, dan Menyiapkan alat
          4. Menyipkan posisi ibu
          5. Meminta ibu untuk meneran saat ada HIS
          6. Menyokong perineum dan menahan puncak kepala
          7. Melahirkan badan bayi dengan sangga susur,  pukul 01.20 wita lahir seorang
               bayi laki-laki, PBK, BBL, berat 3100 gram, PBL 49 cm, AS 8/10, bayi
               menagis spontan, warna kulit kemerahan  dan pergerakan aktif.
         8. Melakukan penanganan bayi baru lahir

KALA III
DATA SUBYEKTIF
1. Nyeri perut bagian bawah masih terasa
DATA OBYEKTIF
   1. TFU setinggi pusat
   2. Kontraksi uterus teraba keras dan bundar
   3. Tampak semburan darah  dari jalan lahir
   4. Tali pusat bertambah panjang
ASASEMENT
   Inpartu kala III
   PLANNING
   Pukul 01.22 wita
1. Memeriksa fundus uteri
2. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik
3. Menyuntikkan oksitosin 10 u secara IM pada paha bagian luar
4. Melakukan peregangan tali pusat terkendali
5. Melahirkan placenta dan selaput ketuban pukul 01.28 wita
6. Meakukan sekaligus mengajarkan ibu untuk massse fundus uuteri
KALA  IV
 DATA SUBYEKTIF
     1. Nyeri perut bagian bawah masih terasa
     2. Ibu merasa lelah
  DATA OBYEKTIF
     1. Kontraksi uetrus baik, Teraba keras dan bundar
     2. TFU 2 Jrbpst
     3. Perdarahan ± 50 cc
     4. TTV  :  Tekanan darah   110/70 mmhg
                       Nadi                   90x/i
                       Suhu                   37 c
                       Pernafasan          20x/i
ASASEMENT
Inpartu kala IV
PLANNING
Pukul 01.32
1. Memeriksa laserasi jalan lahir, terdapat rupture perineum tk.II
2. Menjahit rupture jalan lahir
3. Memeriksa kontraksi uterus, teraba keras dan bundar
4. Mengobservasi perdarahan, kontraksi, dan TTV dalam partograf
5. Mengajarkan ibu dan keluarga cara massase fundus dan menilai kontraksi
6. Membersihkan ibu dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang bersih
7. Merendam semua alat bekas pakai dalam larutan clorin 0,5 % dan membuang bahan-
bahan
    yang terkontaminasi
8. Menyerahkan bayi pada ibu untuk disusui
9. Melengkapi partograf.
BAB IV
PEMBAHASAN

1. His Hipotonik
a. Definisi
Adalah his yang sifatnya lebih lama, lebih singkat dan lebih jarangdibandingkan
dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi 2 keadaan primer dan sekunder. Pada
fase laten diagnosis akan lebih sulit tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his)
yang kuat dan lama maka diagnosis ini akan lebih mudah ditegakkan.
b. Etiologi
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.
Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Faktor
herediter mungkin memegang peranan pula dalam kelainan his. Sampai seberapa
jauh faktor emosi (ketakutakan dan lain-lain) mempengaruhi kelainan his, belum
ada persesuaian paham antara para ahli. Satu sebab yang penting dalam kelainan
his, khusunya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan
rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya kelainan letak janin atau pada
disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda
maupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri yang murni.
Akhirnya gangguan pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya uterus
bikornus unikollis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi pada
sebagian besar kasus, kurang lebih separuhnya, penyebab inersia uteri ini tidak
diketahui. Pengaruh hormonal karena kekurangan hormon oksitosin dan
prostaglandin, Pada kehamilan dg kelainan letak janin atau pada CPD, 50%
penyebab kelainan his tdk diketahui penyebabnya.
c. Faktor Predisposisi
Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik
seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada
penderita dengan keadaan emosi kurang baik.

d. Tanda dan Gejala


Pada disfungsi uterus hipotonik, kontraksi lebih jarang terjadi dan uterus tidak
mudah diraba meskipun pada puncak kontraksi.
1)    waktu persalinan memanjang
2)    dilatasi serviks lambat
3)    membran biasanya masih utuh
4)    berdasarkan tokografi : gelombang kontraksi kurang dari normal dengan
amplitudo pendek.
e. Komplikasi
Kelambatan tindakan yang tidak semestinya terjadi, sering membawa akibat yang
tidak menguntungkan, sementara intervensi yang terlalu cepat bisa mengakibatkan
persalinan dengan seksio sesaria yang tidak diperlukan. Kematian fetal dan
neonatal akan menyertai infeksi intrauteri yang umumnya terjadi pada persalinan
disfungsional yang lama. Meskipun tindakan proteksi bagi ibu melalui pengobatan
infeksi intrauteri dengan antibiotic merupakan tindakan yang bijaksana, namun
terapi tersebut tidak banyak artinya dalam melindungi janin. Kelelahan ibu dapat
terjadi bila proses persalinan berlangsung terlampau lama. Namun demikian, terapi
suportif dengan pemberian cairan infus  yang memadai harus dimulai dan proses
persalinan harus berlangsung sebelum semua komplikasi di atas terjadi. Persalinan
yang sulit lebih besar kemungkinannya untuk menimbulkan gejala sisa psikologis
pada ibu, sebagaimana di tegaskan baik oleh Jeffcoate (1961), maupun Steer (1950).
f. Patofisiologi
Tidak terdapat hipertonus basal dan kontraksi uterus mempunyai pola gradient yang
normal (sinkron), namun kenaikan tekanan yang sedikit pada saat his tidak cukup
untuk menimbulkan dilatasi serviks dengan kecepatan yang memuaskan. Tipe
disfungsi uterus ini biasanya terjadi selama fase aktif persalinan, yaitu sesudah
serviks mengadakan dilatasi lebih dari 4 cm.
g. Penatalaksanaan
1) Deteksi dini
Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit tetapi bila sebelumnya telah ada
kontraksi (his) yang kuat dan lama maka diagnosis ini akan lebih mudah
ditegakkan.
2) Anamnesa
ibu merasakan hisnya melemah dari sebelumnya.
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memperlihatkan:
Dilakukan observasi pasien yang berhubungan dengankeadaan
umumnya, besarnya rasa nyeri dan derajat kemajuan persalinan.
4) Pengelolaan Kasus
h. Pencegahan :
Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus
diperhatikan. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan
tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada. 

i. Tindakan :
a)    Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,
evaluasi kemajuan persalinan 12 jam kemudian dengan periksa dalam. Jika
pembukaan kurang dari 3 cm, porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan,
diberikan sedativa sehingga dapat tidur. Mungkin masih dalam "false labor". Jika
setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban
dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin. Perlu diingat bahwa persalinan
harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah, agar prognosis janin
tetap baik.
b)   Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
1. penilaian cermat apakah ada disproporsi sefalopelvik dengan pelvimetri klinik
atau radiologi. Bila ada CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea.
2. bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus.
3. nilai kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada
kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarean
4. pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam
dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.

j. Stimulasi
salinan dengan oksitosin, kita harus yakin bahwa jalan lahir kemungkinan besar
memadai untuk ukuran kepala janin, dan bahwa kepala janin sudah engaged dengan
baik dalam panggul, yang berarti menggunakan diameter terkecil untuk penyesuaian
dengan jalan lahir (diameter biparietalis dan suboksipitobregmatika). Panggul yang
sempit paling kecil kemungkinannya kalau semua criteria berikut terpenuhi:
 Konjugata diagonalis normal
 Dinding samping pelvis hampir sejajar
 Spina iskiandika tidak menonjol
 Sacrum tidak rata
 Angulus subpubikum tidak sempit
 Presentasi janin adalah presentasi oksiput Kepala janin sudah engaged atau turun
lewat pintu atas panggul dengan tenaga fundus.
Jika semua criteria ini tidak terpenuhi, pilihan alternatifnya adalah persalinan dengan seksio
sesarea atau mungkin dengan stimulasi oksitosin. Jika digunakan oksitosin, maka kecepatan
denyut jantung janin harus diamati dengan ketat. Apabila tidak bisa dipantau secara terus-
menerus, kerja jantung janin harus diperiksa segera setelah kontraksi rahim dan jangan
menunggu satu menit atau lebih sesudahnya.

BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan
frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik
seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan
kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan
keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase
aktif maupun pada kala pengeluaran

B.     SARAN
Pada saat ibu sudah dalam keadaan inpartu sebagai seorang bidan harus mengawasi
secara intensif proses persalinan tersebut. Karena tidak dapat di punggkiri dalam proses
persalinan terjadi inersia uteri. Dengan adanya pengawasan maka seorang bidan bisa
dengan cepat mengambil keputusan untuk merujuk dan kolaborasi dengan dokter jika
terjadi inersia uteri.

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, MPH, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri jilid 1. Jakarta : EGC.


Varney, Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Oxorn, Harry and Forte, William R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta: penerbit Andi.
Yulianti, Lia, dkk.2010. Asuhan Kebidanan IV. Jakarta : Trans Info Media.

https://id.scribd.com/doc/128211350/Inersia-Uteri.

KATA-KATA MEDIS :

1. Hidramnion( kelainan cairan ketuban)

2. Postdatism ( Kehamilan lewat waktu

3. Makrosomia ( bayi yang lahir dengan berat badan di atas rata rata)

4. His ( Kontraksi )
5. Hipertonis (larutan yang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi daripada cairan di
dalam sel)

6. spastis ( Tegang otot )

7. Asetonuria ( Mengalami dehidrasi )

8. Meteorismus ( Perut kembung )

9. false labour ( Akibat kontraksi uterus )

10. Pitocin ( bentuk sintetis dari oxytocin)

11. prognosis ( Peranakan )

12. disproporsi sevalopelvik ( kepala bayi tidak mampu melewati panggul ibu )

13. pelvimentri ( pengukuran panggul )

14. ekstraksi vakum ( Membantu proses persalinan normal )

15. Hipertensi ( Tekanan darah tinggi )

16. composmentis ( kesadaran normal )

17. Primigravida ( mengalami masa kehamilan untuk pertama kalinya )

18. primigravida ( seorang ibu pertama kali hamil )

19. herediter ( Pewarisan )

20. disproporsi sefalopelvik ( ketidaksesuaian antara ukuran panggul dan ukuran kepala
janin )
21.prostaglandin( zat dengan struktur kimia menyerupai hormon. )

Anda mungkin juga menyukai