Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH GIZI DALAM KESEHATAN REPRODUKSI

PENTINGNYA GIZI UNTUK IBU BERSALIN

JL

JL

DOSEN PENGAMPU :

Roza Mulyani ,SKM.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

1. Agustina Juwita 2115401001

2. Anggraeni Putri Dwi Husna 2115401002

3. Devi Puspita Sari 2115401005

4. Dina Tamara 2115401007

5. Tiara Dwi Jayanti 2115401019

6. Meylin Silvia Arnida 2115401032

7. Silvia Eka Meyza 2115401035

8. Sella Oktavia 2115401041

9. Agil Saputri 2115401044

10. Ailsa Luthfi Muyasar 2115401045

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TANJUNG KARANG

TAHUN PELAJARAN 2022/ 2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dengan ini
saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Gizi dalam kespro yang berjudul “
Pentingnya Gizi Untuk Ibu Bersalin ”.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini.

Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Akhirnya
penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari Anda kami tunggu
untuk perbaikan makalah saya ini nantinya.

Penulis

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

JUDUL...........................................................................................I

KATA PENGANTAR....................................................................II

DAFTAR ISI..................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN..............................................................4

A. Latar Belakang Masalah.......................................................4

B. Rumusan Masalah.................................................................4

C. Tujuan...................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...............................................................5

1.1. Plasenta.................................................................................5

1.2. Rest Plasenta.........................................................................8

BAB III PENUTUP.......................................................................13

A. Kesimpulan...........................................................................13

B. Saran.....................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Plasenta merupakan struktur yang dibentuk dalam rahim pada kehamilan yang bertugas
untuk menyediakan oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin serta membawa produk sisa dari
janin ke ibu. Plasenta menghubungkan ibu dan janin melalui tali pusat.

Plasenta yang masih tertinggal disebut rest plasenta. Gejala klinis rest plasenta adalah
terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang berkepanjangan, dapat juga
terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti beberapa waktu, perasaan tidak
nyaman di perut bagian bawah (Manuaba, 2010)

Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum dini atau perdarahan post partum lambat yang
biasanya terjadi dalam 6 hari sampai 10 hari pasca persalinan, (Prawirohardjo, 2010).
Retensio sisa plasenta atau rest placenta adalah plasenta tidak lepas sempurna dan
meninggalkan sisa, dapat berupa fragmen plasenta atau selaput ketuban atau
tertinggalnya kotiledon atau lobus suksenturiat di dalam uterus.

Beberapa faktor potensial yang menjadi penyevab terjadinya retensio sisa plasenta yaitu
manajemen aktif kala III yang tidak benar, abnormalitas plasenta, kelahiran bayi yang
terlalu cepat. Sisa plasenta dalam cavum uteri dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
post partum sekunder. Sisa plasenta akan menghalangi kontraksi dan retraksi sempurna
otot uterus sehingga terjadi subinvolusi uteri, menghambat penekanan pembuluh darah
yang terbuka dan mengganggu hemostasis (proses penghentian perdarahan) pada tempat
implantasi. Tanpa disertai kontraksi uterus secara efektif, perdarahan akan berlangsung
dengan cepat, selain hal tersebut faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan post partum adalah umur, paritas, anemia, partus lama, persalinan dengan
tindakan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sisa plasenta?
2. Apa faktor penyebab sisa plasenta?
3. Apa komplikasi yang terjadi jika masih ada sisa plasenta?
4. Bagaimana penatalaksanaan sisa plasenta?
5. Bagaimana cara mencegah sisa plasenta?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sisa plasenta
2. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab sisa plasenta
3. Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang terjadi jika masih ada sisa plasenta
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan sisa plasenta
5. Untuk mengetahui cara mencegah sisa plasenta

4
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Plasenta
A. Pengertian

Plasenta bayi adalah lapisan yang menempel pada rahim selama bayi dalam kandungan
dan berperan menjaga asupan darah dari ibu ke bayi melalui tali pusar. Nutrisi dan
oksigen dialirkan pembuluh darah ke dalam plasenta untuk kemudian diteruskan ke
janin. Sebaliknya, produk buangan seperti karbon dioksida dari janin di dalam
kandungan diteruskan kembali ke plasenta untuk kemudian dihancurkan tubuh. Di
samping itu, plasenta bayi juga memproduksi hormon pendukung kehamilan seperti
progesteron, estrogen, ataupun chorionic gonadotropin (hCG). Menjelang akhir
kehamilan plasenta juga melepaskan antibodi atau zat kekebalan tubuh kepada janin.

Walau tidak melindungi bayi dari virus, efek minuman keras, nikotin, atau pun obat
berbahaya yang dikonsumsi sang ibu, tetapi plasenta bayi menjaganya dari bakteri.
Lapisan ini kemudian dikeluarkan dari rahim setelah proses persalinan.

B. Struktur Plasenta

Plasenta manusia memiliki diameter rata-rata 22 cm, berat rata-rata 470 gram, dan rata-
rata tebal (pada bagian tengah plasenta) 2,5 cm.[4][5] Plasenta mempunyai dua
komponen yaitu bagian ibu yang dibentuk oleh desidua basalis dan bagian janin yang
dibentuk oleh korion frondosum.

5
● Struktur Bagian Plasenta
a. Bagian Pada Janin (Fetal Portion)
Bagian janin ini terdiri dari struktur yang dinamakan korion frondosum dan vili. Korion
frondosum adalah membran yang melindungi janin yang terdiri dari tropoblas. Sementara
vili dari plasenta yang matang terdiri dari :
● Vili koriali.
a) Ruang-ruang Interviler.
b) Amnion yang melapisi dinding permukaan plasenta Pada bagian bawah lapisan
amnion tersebut ada cabang-cabang pembuluh darah tali pusar.

b. Bagian Pada Ibu (Maternal Portion)


Prmukaan yang menghadap ke dinding rahim, berwarna merah serta terbagi oleh celah-
celah yang berasal dari jaringan ibu. Pada bagian ini ada desidua kompakta yang
terbentuk dari 15-20 struktur berupa bulatan yang disebut kotiledon. Dan ada struktur
yang disebut desidua basalis pada bagian maternal, desidua basalis pada plasenta matang
dinamakan lempeng korion.

c. Tali Pusar
Tali pusar memanjang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin. Tali pusar
mempunyai panjang sekitar 50-55 cm, diameter sekitar 1-2,5 cm (sebesar jari). Tali pusar
terdiri atas 2 arteri dan 1 vena. Fungsi utama dari tali pusar ialah guna menghubungkan
plasenta dengan bagian tubuh janin sehingga bisa menyalurkan oksigen, antibodi serta
komponen lain yang diperlukan janin. Tali pusar terdiri dari 2 arteri dan satu vena. Vena
umbilicalis akan membawa darah dari ibu ke janin, sementara arteri umbilicalis
membawa darah dari janin ke ibu.
Vena umbilicalis tersebut berfungsi mengalirkan darah yang mengandung oksigen, pun
nutrisi dalam bentuk sederhana, contohnya :
● Karbohidrat dalam bentuk glukosa.
● Protein dalam bentuk asam amino.
● Lemak dalam bentuk asam lemak.
● Vitamin.
● Mineral.
● Air.

C. Fungsi Plasenta
Fungsi Plasenta adalah pertukaran produk-produk metabolisme dan produk gas antara
peredaran darah ibu dan janin, serta produksi hormon. Hormon steroid paling penting
yang diproduksi plasenta adalah estrogen dan progesteron yang konsentrasinya
meningkat selama kehamilan.

1. Pemeriksaan Plasenta

Setelah plasenta dilahirkan, segera lakukan masase uterus selama 15 detik untuk
memastikan uterus berkontraksi dengan baik untuk mencegah terjadinya perdarahan
partum.Adanya sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal di dalam uterus dapat
menimbulkan terjadinya perdarahan post partum. Selaput ketuban merupakan bagian
yang sulit diperiksa karena mengalami robekan selama persalinan dan permukaannya
mungkin menjadi tidak rata. Pemeriksaan selaput lebih mudah dilakukan jika plasenta

6
dipegang melalui tali pusatnya sehingga selaput ketuban menggantung. Lubang pada
selaput yang dilewati bayi saat lahir biasanya dapat diidentifikasi. Masukkan satu tangan
yang direntangkan ke dalam lubang tersebut untuk membantu melakukan
inspeksi.Plasenta kemudian diletakkan pada tempat yang rata dan kedua permukaan
plasenta diperiksa secara teliti. Selaput amnion harus dilepaskan dari korion sampai ke
tali pusat sehingga korion dapat dilihat sepenuhnya. Selanjutnya bekuan darah pada
permukaan maternal plasenta perlu dibersihkan untuk mengetahui lengkap tidaknya
bagian kotiledon.Kalsifikasi plasenta dapat dilihat sebagai plak putih yang teraba seperti
pasir. Pada permukaan plasenta yang menempel pada janin, perlu diperhatikan insersi tali
pusat (sentralis, lateralis, dan marginalis). Hal lain yang kadang diperiksa berupa berat
dan ukuran plasenta (diameter dan tebalnya).

2. Metode Mengetahui Pelepasan Plasenta

Berikut ini metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui plasenta sudah lepas atau
belum.

1. Kustner. Perasat Kustner dilakukan dengan cara tangan kanan menegangkan tali
pusat, tangan kiri menekan suprasimfisis. Jika tali pusat masuk kembali ke dalam
vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Jika tetap dan tidak masuk
kembali ke dalam vagina, berarti plasenta sudah lepas dari dinding uterus. Perasat ini
hendaknya dilakukan dengan hati-hati, apabila hanya sebagian plasenta terlepas,
perdarahan banyak dapat terjadi.

2. Klein. Ibu bersalin diminta mengejan sehingga tali pusat tampak turun ke bawah. Jika
mengedannya dihentikan dan tali pusat tidak masuk kembali ke dalam vagina berarti
plasenta telah lepas dari dinding uterus.

3. Strassman. Metodenya dengan tangan kanan menegangkan tali pusat, sementara


tangan kiri ngetok- ngetok fundus uteri. Jika terasa getaran pada tali pusat yang
ditegangkan (getaran terasa sampai tangan kanan), berarti plasenta belum lepas dari
dinding uterus. Jika tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding
uterus.

7
2.1 Rest Plasenta (Sisa Plasenta)
A. Pengertian

Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam kavum uteri,
(Saifuddin, A.B, 2010). Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam
rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan post partum dini atau perdarahan post
partum lambat yang biasanya terjadi dalam 6 hari sampai 10 hari pasca persalinan,
(Prawirohardjo, 2010).

Selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan segera.
Gejala yang kadang – kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang. Sisa plasenta yang masih tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan. Bagian plasenta yang masih menempel pada dinding uterus
mengakibatkan uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang terbuka pada dinding
uterus tidak dapat berkontraksi/ terjepit dengan sempurna (Maritalia, 2012)

Rest Plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang banyak
dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Jika pada pemeriksaan plasenta
ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan eksplorasi dari cavum
uteri. Potongan – potongan plasenta yang ketinggalan tidak diketahui biasanya
menimbulkan perdarahan post partum (Saleha, 2009).

B. Etiologi
Faktor penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun sekunder adalah grande
multipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan yang dilakukan
tindakan, pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun,
persalinan dengan tindakan paksa, pengeluaran plasenta tidak hati- hati (Rukiyah dan
Yulianti, 2010).

Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomaly dari uterus atau serviks kelemahan dan tidak
efektivitas kontraksi uterus, Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau
plasenta previa, implantasi dari cornu dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen
kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya
pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik
yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plasenta, serta pemberian anastesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus,
(Prawirohardjo, 2010).

C. Patofisiologi

8
Menurut, (Saifudin, A.B, 2010) setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan
berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot - otot uterus menyelesaikan proses ini pada
akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan
menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung continue,
miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga
mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkan
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara
serat - serat otot miometrium yang saling bersilang. Kontraksi serat - serat otot ini
menekan pembuluh darah dan retraksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit
serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan
menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru
tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi dalam empat
fase yaitu :
a) Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b) Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi kurang 2 cm).
c) Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus
dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta
yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang
mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan
spongiosa.
d) Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan
oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga,
89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda- tanda
pelepasan plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi
globuler dan konsistensinya menjadi semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat
yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka
tekanan yang diberikan oleh dinding rahim atau atas vagina. Kadang- kadang,
plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan intra-abdominal. Namun,
wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan
plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk
menyempurnakan persalinan kala tiga.

D. Faktor yang berhubungan dengan Rest Plasenta


a. Umur
Usia ibu hamil terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (>35 tahun) mempunyai resiko
yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan pada umur 20
tahun, dari segi biologis fungsi organ reproduksi seorang wanita belum berkembang
dengan sempurna untuk menerima keadaan janin dan segi psikis belum matang dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35

9
tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
kemunduran atau degenerasi dibandingkan fungsi normal sehingga kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan lebih besar. Perdarahan post
partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada
umur dibawah 20 tahun, dua sampai lima kali lebih tinggi dari pada perdarahan post
partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan post partum meningkat kembali
setelah usia 30-35 tahun, (Wiknjosastro, 2010).

b. Paritas
Uterus pada saat persalinan, setelah melahirkan plasenta sukar untuk berkontraksi dan
berekstraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding uterus akan tetap
terbuka. Hal inilah yang dapat menyebabkan meningkatkan perdarahan post partum,
(Wiknjosastro, 2010). Jika kehamilan “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan
terlalu dekat (4 terlalu” dapat meningkatkan resiko berbahaya pada proses reproduksi
karena kehamilan terlalu sering dan terlalu dekat menyebabkan intake (masukan)
makanan atau gizi menjadi lebih rendah. Ketika tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi
mengakibatkan wanita tidak punya waktu untuk mengembalikan kekuatan diri dari
tuntunan gizi, juga anak yang telah dilahirkan perlu mendapat perhatian yang optimal
dari kedua orang tuanya sehingga sangat perlu mengatur kapan sebaiknya waktu yang
tepat untuk hamil.(Saifuddin, 2011).

c. Status Anemia dalam kehamilan


Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr%
pada trimester satu dan tiga atau kadar hemoglobin dibawah 10,5 gr% pada trimester dua
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi hemodilusi,
terutama pada trimester dua, (Saifuddin, 2011). Darah akan bertambah banyak dalam
kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel
darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran
darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut plasma 30%, sel darah 18% dan
hemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan 10
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu,
(Wiknjosastro, 2010). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu
meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

E. Tanda dan gejala

Gejala yang selalu ada : Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik.

Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu ada : Plasenta atau sebagian
selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang
kadang-kadang timbul : Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

F. Komplikasi Rest Plasenta


Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta artinya plasenta masih tumbuh dan dapat
menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten sehingga kurang mendapat perhatian, dan
dapat terjadi degenerasi ganas menuju koriokarsinoma dengan manifestasi klinisnya.
Menurut Manuaba 2008, memudahkan terjadinya :
a) Anemia yang berkelanjutan
b) Infeksi puerperium

10
c) Kematian akibat perdarahan

G. Diagnosa Rest Plasenta


Diagnosis pada rest plasenta dapat ditegakkan berdasarkan :
a) Palpasi Uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
b) Memeriksa plasenta apakah lengkap atau tidak
c) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari sisa plasenta
d) Sisa Plasenta atau selaput ketuban
e) Robekan rahim
f) Plasenta suksenturiata
g) Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah
h) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test) dll

H. Pencegahan Rest Plasenta


Pencegahan terjadi perdarahan post partum merupakan tindakan utama,sehingga dapat
menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya preventif dapat
dilakukan dengan :
b) Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.
c) Peningkatan usaha penerimaan KB.
d) Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami
perdarahan post partum.
e) Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta
dipercepat, (Manuaba, I.B.G, 2007).

Menurut Manuaba (2010) untuk menghindari terjadinya sisa plasenta dapat dilakukan
dengan membersihkan kavum uteri dengan membungkus tangan dengan sarung tangan
sehingga kasar, mengupasnya sehingga mungkin sisa membran dapat sekaligus
dibersihkan, segera setelah plasenta lahir dilakukan kuretase menggunakan kuret post
partum yang besar.

I. Penatalaksanaan
Dengan perlindungan antibiotik sisa plasenta dikeluarkan secara digital atau dengan
kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian
antibiotik dan 3 – 4 hari kemudian rahim dibersihkan, namun jika perdarahan banyak,
maka rahim segera dibersihkan walaupun ada demam (Saleha, 2009). Keluarkan sisa
plasenta dengan cunam ovum atau kuret besar. Jaringan yang melekat dengan kuat
mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk melepas plasenta terlalu kuat
melekatnya dapat mengakibatkan perdarahan hebat atau perforasi uterus yang biasanya
membutuhkan tindakan histerektomi (Prawirohardjo, 2009).
Menurut Morgan & Hamilton (2009) terapi yang biasa digunakan :
a) Pemasangan infus dan pemberian uterotonika untuk mempertahankan keadaan
umum ibu dan merangsang kontraksi uterus.
b) Kosongkan kandung kemih
c) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
d) Antibiotik ampisilin dosis awal 1 gr IV dilanjutkan dengan 3x1 gram per oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1 gram suppositoria dilanjutkan dengan 3x500
mg.
e) Oksitosin
(1) Methergin 0,2 mg per oral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung dengan

11
analgesik bila kram.
(2) Mungkin perlu dirujuk ke rumah sakit untuk dilatasi dan kuretase bila terdapat
perdarahan.
a) f. Observasi tanda – tanda vital dan perdarahan
b) g. Bila kadar HB <8 gr % berikan transfusi darah. Bila kadar Hb >8 gr%, berikan
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari.

Sisa plasenta bisa diduga kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum
pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu,
harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/ digital atau kuret dan
pemberian uterotonika.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian Plasenta yang masih tertinggal disebut rest plasenta. Gejala klinis rest
plasenta adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang
berkepanjangan, dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti
beberapa waktu, perasaan tidak nyaman di perut bagian bawah (Manuaba, 2010)
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam kavum uteri,
(Saifuddin, A.B, 2010).
Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum dini atau perdarahan post partum lambat yang
biasanya terjadi dalam 6 hari sampai 10 hari pasca persalinan, (Prawirohardjo, 2010).
Selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan segera.
Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang. Sisa plasenta yang masih tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan. Bagian plasenta yang masih menempel pada dinding uterus
mengakibatkan uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang terbuka pada dinding
uterus tidak dapat berkontraksi/ terjepit dengan sempurna (Maritalia, 2012)

B. Saran
5.2.1. Manfaat Bagi Bidan Diharapkan adanya laporan tugas akhir ini dapat menjadi
bahan masukan bagi bidan pelaksana untuk dapat selalu melakukan penggalian lebih
dalam terkait dengan klien memiliki jarak antar kehamilan yang dekat 1 tahun tergolong
dengan resiko tinggi, dan riwayat retensio plasenta pada persalinan sebelumnya yang
merupakan faktor predisposisi terjadinya sisa plasenta.

5.2.2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan adanya laporan tugas akhir ini dapat
dijadikan tambahan referensi bagi institusi Pendidikan dan mahasiswa dalam belajar dan
menggali ilmu selama proses perkuliahan.

5.2.3. Manfaat Bagi Klien Diharapkan adanya laporan tugas akhir ini dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai kejadian penyakit yang terjadi
khususnya pada kasus sisa plasenta.

5.2.4. Manfaat Bagi Lahan PraktikDiharapkan adanya laporan tugas akhir ini dapat
menjadi bahan masukan bagi bidan di lahan praktik dalam melakukan tindakan asuhan
kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan yang baik khususnya pada
pasien dengan kasus Sisa Plasenta.

13
DAFTAR PUSTAKA

Yuliani, Istri Yuliani Istri. “Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Retensio
Sisa Plasenta Pada Ibu Bersalin Di Praktik Mandiri Bidan.” Prosiding Seminar
Nasional Multidisiplin Ilmu. Vol. 2. No. 1. 2020.

Mastiningsih, Putu. “Rest Placenta Pada Ibu Nifas P1A1 6 Jam Post Partum di Ruang
Bersalin RSUD Wangaya.” Jurnal Dunia Kesehatan 5.2 (2016): 76897.

Wahyuni, dkk. 2022. Penyakit Akibat Kegawatdaruratan Obstetri. Yayasan Kita


Menulis.

Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd dan Muzir, S.Pd., M.A. 2019. Kamus Istilah Ilmiah. Tim CV
Jejak.

Dr. I.A. Chandranita Manuaba, Sp.OG. dr. I.B.G. Fajar Manuaba, Sp.OG. Prof. dr. I.B.G.
Manuaba, Sp.OG(K). . Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi & Obstetri-Ginekologi
Sosial untuk Profesi Bidan. Penerbit Buku Kedokteran.

Siti Tyastuti, S.Kep., Ns., S.ST, M.Kes. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Lilis Lisnawati, S.ST.,M.Keb. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan


Maternal dan Neonatal. Trans Info Media, Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai