Anda di halaman 1dari 33

Tugas Kelompok

Mata kuliah : Fisiologi Dalam Pelayanan Kebidanan


Dosen : Dr. Syamsurianti, S.ST., SKM., M.Kes

ANATOMI DAN FISIOLOGI PLASENTA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK II

1. ARWAENA A1A221209
2. NURMALIZA A1A221095
3. VADILLAH NURAZISAH S.S. ARAH A1A221220
4. NURFITRI KALIOBAS A1A221229
5. MANSRIANI A1A221090
6. SUCIANTI NUR A1A221234
7. NURFAHIMA A1A221174

PROGRAM STUDY S1 KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala,


atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Fisiologi dan mekanisme pembentukan plasenta dengan
tepat waktu.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari
berbagai pihak dan kerjasama kelompok yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah fisiologi
dalam pelayanan kebidanan. Semoga makalah ini dapat digunakan secara
efektif dan dapat menjadi media untuk meningkatkan pemahaman dan
kemampuan untuk memahami fisiologi dan mekanisme pembentukan
plasenta.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 16 November 2021


Tim penyusun

Kelompok II

2
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ............................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Plasenta......................................................................... 6
2.2 Anatomi Plasenta ............................................................................. 6
2.3 Perkembangan Plasenta................................................................ 11
2.4 Fungsi Plasenta ............................................................................. 16
2.5 Pengukuran Plasenta..................................................................... 25
2.6 Tipe-tipe plasenta .......................................................................... 26
2.7 Kelainan pada Plasenta ................................................................. 26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................... 31
3.2 Saran ............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 33

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Plasentasi adalah proses pembentukan stuktur dan jenis plasenta.
Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada
manusia, plasentasi berlangsung antara 12 sampai 18 minggu setelah
fertilisasi. Pada dasarnya, plasenta berasal dari sel trofoblas yang mulai
terbentuk pada stadium morula dan akhirnya berdifferensiasi sehingga
membentuk satu lapisan sel trofoblas yang mengelilingi blastosis.
Sehingga kehamilan menjadi matang, trofoblas memainkan peranan
penting dalam hubungan antara feto-maternal. Trofoblas memamerkan
pelbagai struktur, fungsi, dan bentuk pertumbuhan pada semua
komponen plasenta (Dartiwen, Nurhayati Y, 2019).
Setelah implantasi selesai, trofoblas akan berdiferensiasi
mengikuti dua jalur utama, yang membentuk vili dan ekstravili.
Trofoblas vili akan menjadi vili korion dimana berfungsi untuk membawa
oksigen dan nutrisi diantara fetus dan ibu. Manakala trofoblas ektravili
akan bermigrasi ke dalamdesidua dan miometrium dan juga berfungsi
untuk menginvasi pembuluh darah ibu. Oleh itu, trofoblas ekstravili
dapat diklasifikasikan lagi sebagai trofoblas interstisial dan trofoblas
endovaskular. Trofoblas interstisial akan menginvasi desidua dan
akhirnya tembus ke miometrium untuk membentuk sel giant pada
placental bed. Selain itu, trofoblas ini juga akan bertanggungjawab
untuk menginvasi arteri spiralis (Goltom L, Hutabarat J, 2020).
Janin dalam kandungan membutuhkan makanan dan nutrisi untuk
tumbuh dan berkembang, didalam Rahim ibu, janin memiliki saluran
pengikat yang disebut dengan palasenta. Plasenta memiliki fungsi dan
struktur yang sangat penting dalam perkembangan janin (Goltom L,
Hutabarat J, 2020).

4
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa pengertian plasenta?
B. Bagaimana anatomi plasenta?
C. Bagaimana perkembangan plasenta?
D. Bagaimana fungsi plasenta?
E. Bagaimana cara pengukuran plasenta?
F. Apa tipe-tipe plasenta?
G. Apa kelainan yang dapat terjadi pada plasenta?

1.3 Tujuan Penulisan


A. Untuk mengetahui pengertian plasenta
B. Untuk mengetahui anatomi plasenta
C. Untuk mengetahui perkembangan plasenta
D. Untuk mengetahui fungsi plasenta
E. Untuk mengetahui cara pengukuran plasenta
F. Untuk mengetahui tipe-tipe plasenta
G. Untuk mengetahui kelainan yang dapat terjadi pada plasenta

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Plasenta


Istilah plasenta mulai diperkenalkan pada zaman Renaissance
oleh Realdus Columbus pada tahun 1559. Plasenta diambil dari istilah
Latin yang memberi arti flat “cake”. Plasenta disebut juga dengan ari-
ari merupakan sebuah organ dalam kandungan yang bisa ditemukan
pada masa kehamilan. Plasenta ini merupakan suatu organ yang
berperan sangat penting didalam pertumbuhan dan juga
perkembangan janin. Fungsi utama dari plasenta ini ialah untuk
memberikan nutrisi dan juga pertukaran produk-produk metabolisme
antara janin serta ibu (Dartiwen, Nurhayati Y, 2019).
Pertumbuhan Plasenta makin lama makin besar dan luas,
umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia kehamilan
sekitar 16 minggu. Kondisi janin tergantung plasenta, baik tidaknya
kondisi janin tergantung pada baik buruknya plasenta. Plasenta
merupakan organ sementara yang menghubungkan ibu dengan janin.
Plasenta memproduksi beberapa hormon penting dalam kehamilan
yaitu Human Chorionic Gonatropin (HCG) dan Human Plasenta
Lactagen (PHL) (Goltom L, Hutabarat J, 2020).

2.2 Anatomi Plasenta


Plasenta adalah struktur yang berfungsi sebagai media
penyambung atau penghubung antara organ fetus dan jaringan
maternal agar pertukaran fisiologi dapat terjadi. Secara umum, plasenta
normal memiliki diameter 15 - 25 cm, ketebalan 2-3 cm, dan berat 500-
600 gram (Dartiwen, Nurhayati Y, 2019).
Plasenta mempunyai dua permukaan, yaitu bagian maternal dan
fetal. Pada bagian maternal terdiri dari desidua kompakta yang terdiri
dari beberapa lobus dan kotiledon, sisi dimana plasenta berwarna
merah gelap dan terbagi-bagi dalam lobula dan kotiledon yang

6
berjumlah antara 15-20, permukaan plasenta lebih kasar dan agak
lunak, dan mempunyai struktur poligonal yang disebut sebagai
kotiledon. Setiap kotiledon terbentuk berdasarkan penyebaran cabang
dari pembuluh darah fetal yang akan menvaskularisasi stem vili dan
cabang-cabangnya. Sedangkan sisi fetal yaitu bagian permukaan yang
mengkilap, berwarna keabu-abuan dan seperti tembus cahaya
sehingga nampak jaringan pada sisi maternal, terdiri dari korion
frotundum dan villi. Darah ibu mengalir di seluruh plasenta diperkirakan
meningkat dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai
600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu (Goltom L, Hutabarat J,
2020).

Bagian Fetal

Bagian Maternal

(Gambar 2.1)

7
Plasenta ini berbentuk bundaran yang merupakan kumpulan
jaringan dengan lebih dari 200 pembuluh darah. Letak plasenta didalam
rahim normalnya pada bagian korpus uterus. Plasenta ini dikelilingi oleh
lapisan amnion, plasenta ini berisi pembuluh darah lanjutan dari tali
pusat. Plasenta ini terdiri dari 3 bagian utama, adalah:
1. Bagian fetal
Bagian janin ini terdiri dari struktur yang disebut dengan
sebutan korion frondosum dan vili. Korion frondosum ini merupakan
membran yang melindungi janin yang terdiri dari tropoblas. Selaput
korion akan tersebar menjadi lapisan luar untuk 2 membran, yaitu
yang menutupi plat korion pada plasenta bagian fetal dan cairan
amnion. Untuk vili ari plasenta yang matang terdiri dari Vili koriali,
ruang-ruang Interviler dan amnion yang merupakan lapisan
membran yang tipis dan avaskuler yang membungkus fetus, dapat
dipisahkan dari korion setelah lahir. Di bawah lapisan amnion,
pembuluh darah korion bersambungan dengan pembuluh darah
fetus membentuk struktur yang dinamakan tali pusat.
2. Bagian Maternal
Bagian maternal merupakan permukaan yang menghadap ke
dinding rahim, berwarna merah serta juga terbagi oleh celah-celah
yang berasal dari jaringan ibu. Pada bagian tersebut terdapat
desidua kompakta yang terbentuk dari 15-20 struktur berupa
bulatan yang disebut dengan sebutan kotiledon. Juga terdapat
struktur yang disebut dengan desidua basalis pada bagian maternal,
desidua basalis pada plasenta matang disebut dengan lempeng
korion.
3. Tali pusat
Tali pusat ini merentang dari pusat janin ke plasenta bagian
permukaan janin. Biasanya panjang tali pusat dapat mencapai 30-
90 sentimeter dan berinsersi pada tengah permukaan plasenta,
tetapi ada juga yang berinsersi di pinggir plasenta. Tali pusat berisi

8
2 arteri, 1 vena umbilikalis dan massa mukopolisakarida yang
disebut jeli Wharton. Vena umbilicalis ini akan membawa darah dari
ibu ke janin, sedangkan untuk arteri umbilicalis membawa darah dari
janin ke ibu. Vena umbilicalis tersebut berfungsi mengalirkan darah
yang mengandung oksigen, tentu juga nutrisi dalam bentuk
sederhana, seperti karbohidrat dalam bentuk glukosa, protein dalam
bentuk asam amino, lemak dalam bentuk asam lemak, vitamin,
mineral dan air. Pembuluh darah tali pusat berkembang dan
berbentuk seperti heliks agar terdapat fleksibilitas (Dartiwen,
Nurhayati Y, 2019).
Struktur plasenta hampir keseluruhannya dibentuk oleh vili korion
yang memanjang dan menyebar didalam rongga intervili yang berisi
darah. Oleh itu plasenta sebagai organ yang mempunyai fungsi
sebenarnya adalah rongga yang beisi darah ibu, yang pada sisi
maternal tertempel pada plat desidua, dan pada sisi fetal ditutupi oleh
plat korion dengan vili-vili korion yang bercabang ke dalam takungan
darah ibu (Dartiwen, Nurhayati Y, 2019).
Rongga intervili adalah kolam yang berisi takungan darah ibu yang
keluar dari pembuluh darah yang ada pada lapisan desidua. Terdapat
sinus-sinus arteri dan vena yang tersebar pada plat desidua yang
berfungsi untuk mensuplai dan aliran keluar darah dari rongga ini.
Sebelum plasenta terbentuk dengan sempurna dan sanggup
untuk memelihara janin, fungsinya dilakukan oleh korpus luteum
gravidarum yang dikonversi dari korpus luteum normal akibat pengaruh
hormon korionik gonadotropin (HCG) yang dihasilkan setelah beberapa
jam berlakunya proses implantasi (Goltom L, Hutabarat J, 2020).

9
(Gambar 2.2)
Keterangan:
a) Plasenta manusia berbentuk discoidal
b) Kapilari yang menghubungkan feto-maternal tersusun dalam
bentuk pohonan vili yang terapung di dalam bendungan darah ibu.
c) Barier feto-maternal pada plasenta tipe hemokorion terdiri dari vili
dari trofoblas yang berkontak langsung dengan bendungan darah
ibu.
d) Peredaran darah feto dan maternal terdiri dari peredaran multivilus.

10
2.3 Perkembangan Plasenta atau Mekanisme Pembentukan Plasenta
A. Perkembangan Trofoblas
Setelah nidasi, trofoblas terdiri atas 2 lapis, yaitu sitotrofoblas
dan sinsiotrofblas. Endometrium atau sel desidua di mana terjadi
nidasi menjadi pucat dan besar disebut sebagai reaksi desidua
yang berfungsi sebagai pasokan makanan. Sebagian lapisan
desidua mengalami fagositosis oleh sel trofoblas.
B. Stadium Pre- Lakuna
Pada hari ke 7-8 setelah konsepsi, blastosis tertanam
sepenuhnya di dalam endometrium. Embrio yang terbentuk telah
dikelilingi oleh plasenta yang sedang berkembang, dimana pada
stadium ini terdiri daripada dua subtipe asas trofoblas, yaitu
sinsiotrofoblas yang berhubungan langsung dengan jaringan tisu ibu
serta sitotrofoblas yang akan berkembang menjadi vili.
C. Stadium Lakuna
Pada hari ke 8-9 pasca-konsepsi, vakuola kecil berisi cairan
muncul dalam lapisan sinsitiotrofoblas, dan merupakan awal lacunar
stage. Vakuola tumbuh dengan cepat dan bergabung membentuk
satu lakuna, yang merupakan prekursor pembentukan ruang
intervillosa. Lakuna dipisahkan oleh pita trabekula, dimana dari
trabekula inilah nantinya villi berkembang. Pembentukan lakuna
membagi trofoblas kedalam 3 lapisan, yaitu:
1. Plat korion primer (sebelah dalam).
2. Sistem lakuna yang akan membentuk ruang intervillosa
bersama trabekula yang akan menjadi anchoring villi serta
perkembangan cabang yang akan membentuk floating villi.
3. Plasenta bagian maternal yang terdiri dari trofoblas yang akan
membentuk plat basal.
Aktifitas invasif lapisan sinsitiotrofoblas menyebabkan
disintegrasi pembuluh darah endometrium (kapiler, arteriole dan
arteria spiralis). Kalau invasi terus berlanjut maka pembuluh-

11
pembuluh darah ini dilubangi, sehingga lakuna segera dipenuhi oleh
darah ibu. Pada perkembangan selanjutnya lakuna yang baru
terbentuk bergabung dengan lakuna yang telah ada dan dengan
demikian terjadi sirkulasi intervillosa primitif. Peristiwa ini menandai
terbentuknya “hemochorial” placenta, dimana darah ibu secara
langsung meliputi trofoblas (Wundari C, dkk, 2021).
D. Stadium Villi
Stadium ini bermula dari hari ke-12 setelah konsepsi dan
merupakan stadium pembentukan vili yang telah diterangkan
dengan jelas pada pendahuluan referat ini.
E. Invasi ateri spiralis
Pada awalnya, trofoblas endovaskular memasuki lumen arteri
spiralis membentuk plak. Kemudian, ia merusakkan endotelium
vaskular secara mekanisme apoptosis, menginvasi dan melakukan
modifikasi pada media pembuluh darah. Akhirnya, menyebabkan
fibrin menggantikan otot polos dan jaringan tisu melapisi vaskular.
Proses invasi ini melibatkan dua fase, pertama berlaku sebelum
minggu ke-12 setelah fertilisasi yang hanya melibatkan setinggi
batas desidua dan miometrium, dan fase kedua berlaku diantara
minggu ke 12-16 dan melibatkan invasi segmen intramiometrium
arteri spiralis. Proses ini mengubah lumen ateri yang sempit, dan
berotot kepada pembuluh darah utero-plasenta yang lebih
berdilatasi dan kurang resistensi.

12
(Gambar 2.3) Perubahan fisiologi yang berakibat dilatasi arteri
maternal 1/3 bagian dalam miometrium. Perubahan ini berakibat
konversi pasokan darah uteroplasenta kedalam vaskularisasi yang
bersifat “low resistance – high flow vascular bed” yang
diperlukan untuk tumbuh kembang janin intra uterin.

F. Pembentukan Sirkulasi Utero-fetoplasental


Pada akhir trimester pertama, plak trofoblas menjadi lama dan
darah ibu masuk ke rongga intervili membentuk aliran darah arteri
pertama ke plasenta. Aliran masuk bermula pada bagian atas
plasenta yaitu bagian yang lebih dekat dengan epitelium
endometrium. Disebabkan bagian ini berkembang paling akhir
berbanding bagian bawah yang mulai berkembang sejak awal
setelah implantasi, maka plak yang terbentuk lebih senang untuk
dipenetrasi oleh sel darah. Pada stadium ini, vili plasenta akan
berdegenerasi menjadi lebih luas dan krion menjadi lebih licin.
Regresi ini kemudian menyebabkan pembentukan membran fetus
atau korion leave dan bagian selebihnya menjadi korion frondosum
yaitu bentuk definit cakera plasenta.

13
Gambar 2.4 Skema yang menunjukkan embrio yang sedang
berkembang. Aliran masuk bermula pada bagian atas plasenta
yaitu bagian yang lebih dekat dengan epitelium endometrium

G. Pematangan plasenta
Setelah mencapai batas usia tertentu, plasenta mengalami
penuaan, ditandai dengan terjadinya proses degeneratif pada
plasenta. Proses ini meliputi komponen ibu maupun janin.
Perubahan pada villi meliputi:
1. Pengurangan ketebalan sinsitium dan munculnya simpul
sinsitium (agregasi sinsitium pada daerah kecil pada sisi villi
2. Hilangnya sebagian sel-sel Langhan’s
3. Berkurangnya jaringan stroma termasuk sel Hofbauer
4. Obliterasi beberapa pembuluh darah dan dilatasi kapiler
5. Penebalan membrana basalis endotel janin dan sitotrofoblas
6. Deposit fibrin pada permukaan villi.
Perubahan pada desidua berupa deposit fibrinoid yang
disebut lapisan Nitabuch pada bagian luar sinsitiotrofoblas, sehingga
menghalangi invasi desidua selanjutnya oleh trofoblas. Pada ruang
intervillus juga terjadi degenerasi fibrinoid dan membentuk suatu

14
massa yang melibatkan sejumlah villi disebut dengan white infarct,
berukuran dari beberapa milimeter sampai satu sentimeter atau
lebih. Klasifikasi atau bahkan pembentukan kista dapat terjadi
daerah ini. Dapat juga terjadi deposit fibrin yang tidak menetap yang
disebut Rohr’s stria pada dasar ruang intervillus dan disekitar villi
(Dartiwen, Nurhayati Y, 2019).
Table 2.1 Ringkasan Perkembangan Plasenta
Hari setelah Korelasi antara morfologi-fungsi
ovulasi
6-7 Implantasi blastosis
7-8 Proliferasi dan invasi blastosis. Terbentuknya
sintiotrofoblas
9-11 Periode Lakunar. Pembuluh darah endomertrium
diinvasi.
13-18 Pembentukan vili pimer dan sekunder, body stalk,
dan amnion
18-21 Vili tertier terbentuk. Mesoblas menginvasi vili
membentuk dasar. Pembentukan sirkulasi
fetoplasenta.
21-40 Korion frondosum, pembentukan plat korion
40-50 Pembentukan kotiledon
80-225 Plasenta terus berkembang sehingga matur.
Kotiledon yang terbentuk sekitar 10-12 biji, dengan
tekanan darah maternal pada ruang intervli
mencapai 40-60 mmHg. Plat basal ditaik oleh vili
ankor untuk membentuk septa
225-267 Proliferasi seluler berkurang, tetapi hipertrofi
(aterm) seluler tetap lanjut.

15
2.4 Fungsi Plasenta

(Gambar 2.5 Susunan lapisan utero-plasenta)

Plasenta merupakan struktur utama yang menjadi penghubung


antara fetus dan sekelilingnya. Umumnya, lapisan trofoblas dan lapisan
endotel pembuluh darah fetus berfungsi sebagai membran semi
permeabel. dimana molekul air dan molekul yang mempunyai berat
molekul yang rendah dapat melepasi membran mengikuti hukum
osmotik. Selain tu, ada juga mekanisme difusi aktif supaya proses difusi
dapat dipercepatkan dan molekul besar seperti protein dapat melewati
plasenta. Fungsi plasenta antara lain adalah untuk respirasi, nutrisi,
obat serta sebagai organ endokrin. Secara garis besar, fungsi plasenta
melibatkan proses transfer molekul dari ibu ke anak, dan proses ini
adalah proses difusi, yaitu pepindahan molekul dari larutan yang
berkosentrasi tinggi ke larutan yang berkosentrasi rendah melalui
membran semi-permeabel. Proses difusi yang telibat adalah difusi
pasif, yaitu difusi sederhana dan difusi terfasilitasi, dan difusi aktif,
tansfer yang menggunakan ATP sebagai sumber tenaga (Goltom L,
Hutabarat J, 2020).
A. Respirasi
Vaskularisasi yang luas di dalam vili dan perjalanan darah ibu
dalam ruang intervilus yang relatif pelan memungkinkan pertukaran
oksigen dan CO2 antara darah ibu dan janin melalui difusi pasif.
Pertukaran diperkuat dengan saturasi dalam ruang intervilus

16
sebesar 90-100% dan PO2 sebesar 90-100 mmHg. Setelah
kebutuhan plasenta terpenuhi, eritrosit janin mengambil oksigen
dengan saturasi 70% dan PO2 30-40 mmHg, sudah memadai untuk
memenuhi kebutuhan janin.

(Gambar 2.6 Perbedaan kosentrasi oksigen dan karbon dioksida


pada pembuluh darah ibu dan fetus)

CO2 melewati plasenta dengan difusi pasif. Ion Hidrogen,


bicarbonate dan asam laktat dapat menembus plasenta melalui
difusi sederhana sehingga status keseimbangan asam-basa antara
ibu dan anak sangat berkaitan erat. Oleh karena transfer
berlangsung perlahan, janin dapat melakukan “buffer” pada
kejadian penurunan pH, kecuali bila asidosis maternal diperberat
dengan dehidrasi atau ketoasidosis sebagaimana yang terjadi pada
partus lama dimana janin dapat mengalami asidosis. Efisiensi
pertukaran ini tergantung pada pasokan darah ibu melalui arteri
spiralis dan fungsi plasenta. Bila pasokan darah ibu terbatas seperti
yang terjadi pada penyakit hipertensi dalam kehamilan, penuaan
plasenta sebelum saatnya, kehamilan postmatur, hiperaktivitas

17
uterus atau tekanan talipusat, maka ketoasidosis pada janin dapat
terjadi secara terpisah dari asidosis maternal.
B. Transfer Nutrien
Sebagian besar nutrien mengalami transfer dari ibu ke janin
melalui metode transfer aktif yang melibatkan proses enzimatik.
Nutrien yang kompleks akan dipecah menjadi komponen
sederhana sebelum di transfer dan mengalami rekonstruksi ulang
pada villi chorialis janin. Glukosa sebagai sumber energi utama bagi
pertumbuhan janin (90%), 10% sisanya diperoleh dari asam amino.
Jumlah glukosa yang mengalami transfer meningkat setelah
minggu ke 30. Sampai akhir kehamilan, kebutuhan glukosa kira-kira
10 gram per kilogram berat janin, kelebihan glukosa dikonversi
menjadi glikogen dan lemak. Glikogen disimpan di hepar dan lemak
ditimbun disekitar jantung, belakang skapula. Pada trimester akhir,
terjadi sintesa lemak 2 gram perhari sehingga pada kehamilan 40
minggu 15% dari berat janin berupa lemak. Hal ini menyebabkan
adanya cadangan energi sebesar 21.000 KJ dan diperlukan untuk
fungsi metabolisme dalam regulasi suhu tubuh janin pada hari-hari
pertama setelah lahir. Pada bayi preterm atau dismatur, cadangan
energi lebih rendah sehingga akan menimbulkan permasalahan.
Lemak dalam bentuk asam lemak bebas sulit untuk di transfer.
Lemak yang mengalami proses transfer di resintesa kedalam
bentuk fosfat dan lemak lain dan disimpan dalam jaringan lemak
sampai minggu ke 30. Setelah itu, hepar janin memiliki kemampuan
untuk sintesa lemak dan mengambil alih fungsi metabolism.
C. Transfer Obat
Membran pada plasenta bertindak sebagai ‘barrier’ untuk
transfer bahan ke fetus termasuklah tranfer obat. Bahan yang dapat
melewati membran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kelarutan dalam Lemak: sama seperti membran yang lain, obat
lipofilik mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk

18
melewati sawar plasenta. Misalnya adalah teofental, obat yang
umumnya digunakan untuk cesarean section, dapat melewati
plasenta dengan cepat dan menyebabkan efek sedasi atau
apnea pada fetus.
2. Besar ukuran molekul: berat molekul juga turut menyumbang
dalam transfer obat melalui plasenta. Obat dengan berat molekul
200-500 dapat menembusi sawar plasenta dengan mudah;
tergantung juga kepada keterlautan dalam lemak dan tingkat
ionisasi obat, 500-1000 masih dapat melewati sawar plasenta
tetapi agak susah, dan obat yang memiliki berat molekul lebih
dari 1000 tidak dapat melewati sawar plasenta. Misalnya jelas
dapat dilihat pada pemilihan antikoagulan pada wanita hamil.
Heparin mempunyai berat molekul yang sangat besar (dan
polar), oleh itu tidak boleh melewati plasenta berbanding warfarin
yang teratogenik.
3. Protein transpor: dalam beberapa dekade terakhir ini, jumlah
transpor protein untuk obat semakin banyak diidentifikasi.
Contohnya seperti P-glikoprotein yang diencode oleh gen MDR1.
Inhibisi transporter ini bisa menyebabkan akumulasi obat di
dalam fetus.
4. Pengikat protein: tingkat obat mengikat pada protein plasma
(terutama albumin) juga menyumbang pada kadar serta jumlah
obat yang melewati plasenta. Akan tetapi, jika obat itu sangat
larut dalam lemak, ia tidak akan dipengaruhi oleh faktor
pengikatan protein ini seperti gas-gas anestesi.
D. Fungsi Endokrin Plasenta
Plasenta adalah tempat pembuatan hormon-hormon,
khususnya korionik gonadotropin, korionik somato-mammotropin
(placental lactogen), estrogen, dan progesteron. Korionik tirotopin
dan relaksin juga dapat diisolasi dari jaringan plasenta

19
(Grafik 2.1 diatas menunjukkan level hormon yang dihasilkan
plasenta mengikut usia gestasi)

1. Gonadotropin Korion
Penanda pertama diferensiasi trofoblas dan produk
plasenta pertama yang dapat terukur adalah gonadotropin korion
(hCG). Pada minggu-minggu pertama kehamilan, memuncak
pada kehamilan sepuluh minggu dan kemudian lahan-lahan
menurun pada trimester ketiga hingga satu minggu postpartum
hCG tidak ditemukan lagi di dalam serum dan air kencing. Fungsi
hCG adalah untuk mempertahankan korpus luteum yang
membuat estrogen dan progesteron sampai saat plasenta
terbentuk sepenuhnya dan dapat membuat sendiri cukup
estrogen dan progesterone.
2. Laktogen Plasenta
Hormon polipeptida plasenta kedua, yang juga homolog
dengan suatu protein hipofisis, disebut laktogen plasenta (hPL)
atau somatomamotropin korion (hCS). hPL terdeteksi pada
trofoblas muda, namun kadar serum yang dapat dideteksi belum

20
tercapai hingga minggu kehamilan ke-4-5. hPL adalah suatu
protein yang serupa dengan hormon pertumbuhan (GH) dan
memiliki ciri-ciri struktural yang mirip dengan prolaktin (PRL).
Meskipun tidak jelas terbukti sebagai agen mamotropik, hPL ikut
berperan dalam perubahan metabolisme glukosa dan mobilisasi
asam lemak bebas; menyebabkan respons hiperinsulinemik
terhadap beban glukosa; dan berperan dalam terjadinya
resistensi insulin perifer yang khas pada kehamilan.
3. Hormon-Hormon Steroid Plasenta
Sangat berbeda dengan kemampuan sintesis yang
mengagumkan dalam produksi protein plasenta, maka plasenta
tidak terlihat memiliki kemampuan mensintesis steroid secara
mandiri. Semua steroid yang dihasilkan plasenta berasal dari
prekursor steroid ibu atau janin. Namun begitu, tidak ada jaringan
yang dapat menyerupai sinsitiotrofoblas dalam kapasitasnya
mengubah steroid secara efisien. Aktivitas ini dapat terlihat
bahkan pada blastokista muda, dan pada minggu ketujuh
kehamilan, yaitu saat korpus luteum mengalami penuaan relatif,
maka plasenta menjadi sumber hormon-hormon steroid yang
dominan.
a. Progesteron
Plasenta bergantung pada kolesterol ibu sebagai
substratnya untuk produksi progesteron. Enzim-enzim
plasenta memisahkan rantai samping kolesterol,
menghasilkan pregnenolon yang selanjutnya mengalami
isomerisasi parsial menjadi progesteron; 250-350 mg
progesteron diproduksi setiap harinya sebelum trimester
ketiga dan sebagian besar akan masuk ke dalam sirkulasi ibu.
Kadar progesteron plasma ibu meningkat progresif selama
kehamilan dan tampaknya tidak tergantung pada faktor-faktor
yang normalnya mengatur sintesis dan sekresi steroid. Jika

21
hCG eksogen meningkatkan produksi progesteron pada
kehamilan, maka hipofisektomi tidak memiliki efek. Pemberian
ACTH atau kortisol tidak mempengaruhi kadar progesteron,
demikian juga adrenalektomi atau ooforektomi setelah minggu
ketujuh. Progesteron perlu untuk pemeliharaan kehamilan.
Produksi progesteron dari korpus luteum yang tidak
mencukupi turut berperan dalam kegagalan implantasi, dan
defisiensi fase luteal telah dikaitkan dengan beberapa kasus
infertilitas dan keguguran berulang. Lebih jauh, progesteron
juga berperanan dalam mempertahankan keadaan
miometrium yang relatif tenang. Progesteron juga dapat
berperan sebagai obat imunosupresif pada beberapa sistem
dan menghambat penolakan jaringan perantara sel T. Jadi
kadar progesteron lokal yang tinggi dapat membantu toleransi
imunologik uterus terhadap jaringan trofoblas embrio yang
menginvasinya.
b. Estrogen

(Gambar 2.7 Skema pembentukan hormon estogen oleh plasenta)

Produksi estrogen oleh plasenta juga bergantung pada


prekursor-prekursor dalam sirkulasi, namun pada keadaan ini

22
baik steroid janin ataupun ibu merupakan sumber-sumber
yang penting. Kebanyakan estrogen berasal dari androgen
janin, terutama dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA sulfat).
DHEA sulfat janin terutama dihasilkan oleh adrenal janin,
kemudian diubah oleh sulfatase plasenta menjadi
dehidroepiandrosteron bebas (DHEA), dan selanjutnya
melalui jalur-jalur enzimatik yang lazim untuk jaringan-
jaringan penghasil steroid, menjadi androstenedion dan
testosteron. Androgen-androgen ini akhirnya mengalami
aromatisasi dalam plasenta menjadi berturut-turut estron dan
estradiol. Sebagian besar DHEA sulfat janin dimetabolisir
membentuk suatu estrogen ketiga: estriol. Langkah kunci
dalam sintesis estriol adalah reaksi 16-α hidroksilasi molekul
steroid. Bahan untuk reaksi ini terutama DHEA sulfat janin dan
sebagian besar produksi 16- α-hidroksi-DHEA sulfat terjadi
dalam hati dan adrenal janin, tidak pada plasenta ataupun
jaringan ibu. Langkah-langkah akhir yaitu desulfasi dan
aromatisasi menjadi estriol berlangsung di plasenta. Tidak
seperti pengukuran kadar progesteron ataupun hPL, maka
pengukuran kadar estriol serum atau kemih mencerminkan
tidak saja fungsi plasenta, namun juga fungsi janin. Dengan
demikian, produksi estriol normal mencerminkan keutuhan
sirkulasi dan metabolisme janin serta plasenta. Kadar estriol
serum atau kemih yang meninggi merupakan petunjuk
biokimia terbaik dari kesejahteraan janin. Jika assay estriol
dilakukan setiap hari, maka suatu penurunan bermakna
(>50%) dapat menjadi suatu petunjuk dini yang peka adanya
gangguan pada janin. Terdapat keadaan-keadaan di mana
perubahan produksi estriol tidak menandai gangguan pada
janin, tetapi merupakan akibat kecacatan kongenital ataupun
intervensi iatrogenik. Estriol ibu tetap rendah pada kehamilan

23
dengan defisiensi sulfatase dan pada kasus-kasus janin
anensefali. Pada kasus pertama, DHEA sulfat tak dapat
dihidrolisis; pada yang kedua, hanya sedikit DHEA yang
diproduksi janin karena tidak adanya rangsang adrenal janin
oleh ACTH.
E. Melindungi bayi dari infeksi
Nutrisi berpindah dari suplai darah ibu melalui membrane
plasenta ke dalam darah janin, mekanisme yang dipakai untuk
memudahkan melekul-molekul besar yang melalui membran
plasenta dengan memindahkan immunoglobulin ibu yang memberi
janin imunitas pasif dini. Plasenta juga berfungsi sebagai barier
protektif terhadap bakteri, namun mikroorganisme seperti virus
masih dapat menembus plasenta dan menginfeksi fetus.
Sebelum lahir, bayi mendapat antibodi melalui plasenta.
Antibodi ini membantu memberikan perlindungan kepada bayi dari
berbagai penyakit, saat setelah lahir hingga beberapa bulan awal
kehidupannya.
Pada beberapa situasi, plasenta dapat membantu melindungi
janin dari infeksi saat berada di dalam rahim. Jika ibu hamil
mengalami infeksi bakteri, plasenta membantu melindungi bayi dari
infeksi bakteri tersebut. Namun, dalam beberapa kasus infeksi virus
yang serius, plasenta mungkin tidak bisa memberikan perlindungan
yang efektif.
F. Menyaring zat berbahaya
Fungsi plasenta lainnya adalah menyaring zat berbahaya
serta membuang limbah atau zat buangan yang sudah tidak
diperlukan. Melalui plasenta, zat-zat ini diteruskan ke aliran darah ibu
untuk kemudian dikeluarkan oleh ibu bersama dengan zat sisa
metabolisme lainnya (Dartiwen, Nurhayati Y, 2019).

24
2.5 Pengukuran Plasenta
Pemeriksaan plasenta diharuskan setelah persalinan secara
makroskopik. Plasenta yang diukur harus memenuhi syarat sebagai
berikut: plasenta lahir secara utuh, dan merupakan plasenta yang
lengkap memiliki tali pusat yang mengandung dua arteri dan satu vena.
Pengukuran plasenta meliputi pengukuran berat plasenta, diameter
plasenta, ketebalan plasenta, luas permukaan plasenta serta panjang
tali pusat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Berat plasenta, ditimbang segera setelah plasenta lahir
menggunakan timbangan yang memiliki ketelitian 1 gram.
2. Diameter plasenta, dihitung diameter maksimal dan diameter
minimal plasenta kemudian diabil rata-rata nilai tengahnya.
3. Ketebalan plasenta, diukur menggunakan jarum pada 5 titik di 3
tempat yang berbeda, yaitu satu jarum pada area pusat plasenta,
dua jarum di area pertengahan antara pusat dan tepi plasenta dan
dua jarum lainnya di daerah tepi plasenta kemudian diambil rata-
rata nilai tengahnya.
4. Panjang tali pusat, diukur mulai dari insersi dari sisi bayi hingga
akhir pada insersi di plasenta.
5. Luas permukaan plasenta, dihitung menggunakan luas area elips,
yaitu
A = 𝜋.𝑑𝐿.𝑑𝑠
4
Keterangan:
A: Luas permukaan elips
𝜋: 3,14
dL: Diameter terluas
dS: Diameter terpendek
Pemeriksaan plasenta diharuskan pada setiap setelah persalinan
secara makroskopik. 28Pemeriksaan plasenta menunjukkan
informasi penting tentang apa yang telah terjadi pada janin. Ukuran

25
plasenta yang besar dapat beresiko menyebabkan terjadiya
tekanan darah tinggi dikemudian hari baik pada bayi laki maupun
perempuan (Putri L, Mudlika S, 2019).

2.6 Tipe-tipe Plasenta


A. Menurut bentuknya, plasenta terbagi menjadi:
1. Plasenta normal
2. Plasenta membranasea (tipis)
3. Plasenta suksenturiati (satu lobus terpisah)
4. Plasenta spuria
5. Plasenta bilobus (2 lobus)
6. Plasenta trilobus 3 lobus)
B. Menurut perlekatan pada dinding rahim, adalah sebagai berikut:
1. Plasenta adhesiva (lebih melekat)
2. Plasenta akreta (lebih melekat)
3. Plasenta inkreta (sampai ke otot polos)
4. Plasenta perkreta (sampai ke serosa) (Putri L, Mudlika S,
2019).

2.7 Kelainan Plasenta


A. Kelainan Bentuk
Ada banyak jenis kelainan bentuk plasenta. Ada yang bentuk
plasenta besar, ada yang memiliki 2 plasenta dan dipisahkan
selaput ketuban, dan ada plasenta yang tipis dan lebar. Kelainan-
kelainan bentuk plasenta bisa disebabkan faktor genetik, riwayat
yang sama sebelumnya dan infeksi. Gejala yang timbul biasanya
mudah terjadi perdarahan pada masa kehamilan, ataupun terjadi
abortus. Namun bukan berarti tidak dapat hamil.
Beberapa kelainan bentuk memungkinkan penderita masih
bisa hamil, namun kelainan plasenta ini dapat mempersulit proses
persalinan, dapat menyebabkan perdarahan sebelum dan sesudah

26
kehamilan (jika plasenta tidak keluar secara sempurna biasanya
pada kasus 2 plasenta).
Namun kelainan plasenta ini biasanya sulit dideteksi.
Penanganan biasanya dilakukan pada pasien yang sudah
terdeteksi, dengan melakukan perawatan rutin untuk mejaga
kesehatan ibu dan janin. Selain itu ibu perlu perawatan Intensif saat
proses kelahiran untuk menghindari perdarahan. Jika terjadi
plasenta masih ada yang tertinggal, biasanya pasien dikuret. Jika
terjadi perdarahan pasien baisanya dilakukan resusitasi cairan.
Pencegahan untuk kelainan bentuk cenderung sulit dihindari, yang
dapat dilakukan adalah dengan menjaga kesehatan vagina untuk
menghindari infeksi, selain itu saat diawal kehamilan pasien perlu
beristrahat untuk menjaga proses implantasi dan pembentukan
janin.
B. Solusio Plasenta
Solusio plasenta merupakan salah satu kelainan plasenta,
dimana plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum terjadinya
proses persalinan. Penyebabnya bisa dari faktor usia, taruma pada
perut, perokok, beban janin lebih berat, dan riwayat pernah
mengalami hal yang sama sebelumnya. Gejala yang dapat
dirasakan berupa perut yang terassa sakit, perdarahan vagina,
kontraksi cepat, nyeri punggung dan pergerakan bayi berkurang
(karena pasokan oksigen terputus).
Penanganan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
solusio yang ringan dan usia janin kurang dari 34 minggu, maka
pasien perlu dirawat hingga kondisi janin cocok untuk lahir. Namun
jika kondisi janin sudah lebih dari 34 minggu dan solusio yang
dialami berat, maka perlu dilakukan operasi sesar untuk menolong
ibu dan janin. Jika terjadi perdarahan, maka dibutuhkan transfusi
segera. Hal yang dapat dilakukan sebagai pencegahan ialah,
mengurangi aktivitas berat di usia kehamilan tua, hindari hamil pada

27
usia diatas 40 tahun dan hindari faktor yang bisa menyebabkan
terjadinya trauma pad perut.
C. Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan kelainan implantasi, atau dengan
kata lain kelainan letak menempelnya plasenta pada rahim. Sifat
plasenta previa bisa menutup seluruh jalan lahir (totalis), sebagian
jalan lahir (parsialis), dan tepat di pinggir jalan lahir (marginalis).
Penyebab pasenta previa belum diketahui, namun diduga sifat
dinding rahim yang belum matang pada bagian atas (fundus)
membuat plasenta harus menempel pada segmen bawah rahim.
Selain itu faktornya sering terjadi pada orang dengan riwayat hamil
usia tua, hamil lebih dari 1 kali, riwayat operasi sesar dan kelainan
janin.
Gejala nya biasa terjadi perdarahan saat kehamilan tanpa
penyebab, tidak ada nyeri berulang, darah berwarna merah segar
dan janin masih belum memasuki pintu bawah panggul.
Penanganan segera yang dilakukan adalah melakukan perawatan
terhatap perdarahan kehamilan, mengontrol keadaan ibu dan janin
hingga kemungkinan perlu dilakukan operasi sesar untuk
mencegah perdarahan berlebih (Putri L, Mudlika S, 2019).
D. Retensio Plasenta
Retensio plasenta merupakan kalinan plasenta dimana
plasenta tidak segera keluar (dilahirkan) 30 menit setelah kelahiran
bayi. Jika plasenta tidak segera keluar, akan menyebabkan
terjadinya perdarahan setelah kelahiran. Penyebab retensio bisa
karena kontraksi rahim yang tidak kuat, plasenta sulit lepas
(implantasi pada tempat yang sulit), implasntasi terlalu dalam
(akreta, inkreta dan perkreta). Gejala yang dapat terjadi adalah
terjadinya perdarahan dan ditemukan bukti bahwa plasenta belum
lahir setelah kelahiran bayi lebih dari 30 menit (Dewi, dkk, 2021).

28
Plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan.
Jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi
untuk mengeluarkannya. Plasenta yang belum lepas sama sekali
dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat
pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua
sampai mimetrium dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta),
plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserio plasenta) (Putri M, Khafifah N, 2021).
Penanganan segera adalah dengan melakukan manual
plasenta (oleh ahlinya), yaitu mengeluarkan plasenta dengan
bantuan dari penolong persalinan, bisa juga dengan menggunakan
tangan cunam untuk menarik plasenta. Untuk penanganan
perdarahan diberikan obat oksitosin, pemberian oksigen dan
antibiotic (Putri M, Khafifah N, 2021).
E. Rest Plasenta
Rest plasenta merupakan kelainan plasenta yang terjadi
akibat tidak sempurnanya plasenta yang keluar (lahir). Rest
plasenta hampir mirip dengan retensio plasenta, hanya saja pada
rest plasenta, plasenta dapat keluar dari rahim namun tidak
seluruhnya atau tidak bersih. Penyebabnya bisa dikarenakan
penolong kelahiran tidak melakukan pengeluaran plasenta secara
hati-hati atau terlalu buru-buru dalam mengeluarkan plasenta (Kala
III). Gajalanya berupa perdarahan setelah persalinan dan
ditemukannya ada bagian plasenta yang tidak keluar atau tertinggal
pada pemeriksaan plasenta (Wundari C, dkk, 2021).
Penanganan yang perlu dilakukan yaitu melakukan kuret atau
dengan manual plasenta yang dilakukan oleh ahlinya. Pasien diberi

29
oksitosin, oksigen serta cairan untuk mempertahankan resusitasi.
Untuk mencegah terjadinya rest plasenta, pada saat akan
melahirkan plasenta perlu dilakukan secara hati-hati, jangan terlalu
buru-buru atau menarik plasenta, namun jangan sampai terlambat
melahirkan plasenta (lebih dari 30 menit).
F. Disfungsi Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan kalianan plasenta yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan janin akan nutrisi atau oksigen.
Kejadian ini dapat terjadi pada orang dengan kehamilan resiko
tinggi, misalnya diabetes melitus, hipertensi, hamil ganda (kembar),
penyakit jantung, dan hamil di usia tua. Akibat kurangnya pasokan
nutrisi, maka akan menghambat pertumbuhan janin, sehingga
biasanya janin tampak kecil dari usia kehamilan bahkan dapat
membahayakan nyawa janin (Putri L, Mudlika S, 2019).
Penanganan yang dilakukan adalah memonitor keadaan janin
dengan sering melakukan pemeriksaan. Kurangi aktivitas berat
agar suplai oksigen ke janin bisa berjalan lancar. Selain itu penuhi
selalu nutrisi janin dengan mengkonsumsi berbagai sumber nutrisi.
Pencegahan yang dilakukan bisa berupa mencegah terjadinya
kehamilan usia tua, mencegah terjadinnya pgangguan kesehatan
(hindari faktor memperberat penyakit jantung dan hipertensi) (Putri
L, Mudlika S, 2019).

30
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
A. Plasenta disebut juga dengan ari-ari merupakan sebuah organ
dalam kandungan yang bisa ditemukan pada masa kehamilan.
Plasenta ini merupakan suatu organ yang berperan sangat
penting didalam pertumbuhan dan juga perkembangan janin.
Fungsi utama dari plasenta ini ialah untuk memberikan nutrisi dan
juga pertukaran produk-produk metabolisme antara janin serta
ibu.
B. Plasenta adalah struktur yang berfungsi sebagai media
penyambung atau penghubung antara organ fetus dan jaringan
maternal agar pertukaran fisiologi dapat terjadi. Secara umum,
plasenta normal memiliki diameter 15 - 25 cm, ketebalan 2-3 cm,
dan berat 500-600 gram. Plasenta mempunyai dua permukaan,
yaitu bagian maternal dan fetal.
C. Perkembangan atau pembentukan plasenta melewati beberapa
tahap mulai dari Implantasi blastosis sampai dengan matangnya
plasenta.
D. Fungsi plasenta antara lain adalah untuk respirasi, nutrisi, obat
serta sebagai organ endokrin. Secara garis besar, fungsi plasenta
melibatkan proses transfer molekul dari ibu ke anak, dan proses
ini adalah proses difusi, yaitu pepindahan molekul dari larutan
yang berkosentrasi tinggi ke larutan yang berkosentrasi rendah
melalui membran semi-permeabel. Proses difusi yang telibat
adalah difusi pasif, yaitu difusi sederhana dan difusi terfasilitasi,
dan difusi aktif, tansfer yang menggunakan ATP sebagai sumber
tenaga.
E. Pemeriksaan plasenta diharuskan setelah persalinan secara
makroskopik. Plasenta yang diukur harus memenuhi syarat
sebagai berikut: plasenta lahir secara utuh, dan merupakan

31
plasenta yang lengkap memiliki tali pusat yangmengandung dua
arteri dan satu vena. Pengukuran plasenta meliputi pengukuran
berat plasenta, diameter plasenta, ketebalan plasenta, luas
permukaan plasenta serta panjang tali pusat.
F. Tipe_tipe plasenta yaitu menurut bentuknya plasenta normal,
plasenta membranasea (tipis), plasenta suksenturiati
(satu lobus terpisah), plasenta spuria, plasenta bilobus (2 lobus),
dan plasenta trilobus 3 lobus) sedangkan menurut perlekatan pada
dinding rahim, adalah sebagai berikut Plasenta adhesiva (lebih
melekat), Plasenta akreta (lebih melekat), Plasenta inkreta
(sampai ke otot polos), dan Plasenta perkreta (sampai ke serosa)
G. Kelainan pada plaenta dapat berupa kelainan bentuk, rentensio
plasenta, plasenta previa, solusio plasenta, rest plasenta,dan
disfungsi plasenta.

3.2. Saran
Bidan harus mampu mengetahui anatamo dan fisiologi
plasenta agar dapat mendeteksi jika ada kelainan pada plasenta atau
keluhan yang mengarah kepada kelainan plasenta pada ibu, agar
dapat mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dan janin.
Pembaca secara umum dapat memahami anatami dan
fisiologi plasenta serta membantu dalam menambah pengetahuan
dan menjadi bahan bacaan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Dartiwen, Nurhayati Y. 2019. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan.


AndiOffset; Yogyakarta.

Dewi, dkk. 2021. Keterlambatan deteksi plasenta akreta pada trimester


pertama. 21 (1). 55-56.

Goltom L, Hutabarat J. 2020. Asuhan Kebidanan Kehamilan. Zafatama


Jawara; Sidoarjo.

Putri M, Khafifah N. 2021. Ibu bersalin dengan Retensio plasenta. Initium


variety journal. 1 (1). 2-3

Putri L, Mudlika S. 2019. Buku Ajar Obstetri dan Ginekologi. Guepedia;


Jakarta.

Wundari C, dkk. 2021. ASuhan Kebidanan Kehamilan. Media Sains


Indonesia; Bandung

33

Anda mungkin juga menyukai