Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

“ Atonia Uteri Dan Robekan Jalan Lahir ”

DOSEN PENGAMPU :
Meily Nirnasari,S.Kep,Ns,M.Biomed

DISUSUN OLEH
Kelompok 12

1. Maharani 142011014
2. Maulina Husna 142011015

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HANGTUAH TANJUGPINANG
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah

tentang “Atonia Uteri Dan Robekan Jalan Lahir”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas . Kami

menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi

kesempurnaan makalah yang akan kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini dapat

menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Tanjungpinang, 22 November 2021

Kelompok 12

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................2

DAFTAR ISI .................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................4


B. Rumusan Masalah ............................................................................4
C. Tujuan Penulis ..................................................................................5
D. Manfaat Penulis ................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Antonia Uetri .......................................................................6


B. Pemeriksaan Fisik .............................................................................8
C. Diagnose Keperawatan......................................................................11
D. Diagnose Rencana Tindakan Keperawatan.......................................12
E. Penyebab Antonia Uteri.....................................................................12

A. Definisi Robekan Jalan Napas...........................................................16


B. Klasifikasi Perineum..........................................................................17
C. Etiologi...............................................................................................17
D. Patofisiologi.......................................................................................25
E. Penanganan........................................................................................27

CONTOH KASUS ANTONIA UTERI.........................................................31


CONTOH KASUS ROBEKAN JALAN LAHIR..........................................47

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................59
B. Saran .................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................60

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam
setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post
partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca
persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999).

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta
menjadi tidak terkendali. (Apri, 2009). Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah
dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu


persalinan (Mochtar, 1998). Robekan pada jalan lahir merupakan salah satu penyebab
dari perdarahan post  partum. Laserasi jalan lahir dapat dilakukan pada perineum,
vagina, cervik, dan rupture uteri. Robekan pada jalan lahir sendiri dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah Kepala janin terlalu cepat lahir, persalinan tidak
dipimpin sebagaimana mestinya, sebelumnya  pada perineum terdapat banyak jaringan
parut, pada persalinan dengan distosia bahu, dll. Dengan  penatalaksanaan yang tepat
dari penolong diharapkan bisa mengurangi terjadinya perdarahan yang bisa
mengakibtkan kematian pada ibu.

B. Rumusan Masalah

1. Rumusan masalah pada makalah ini yaitu, “Atonia Uteri Dan Robekan Jalan
Lahir?”

4
C. Tujuan Penulisan
1. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memahami tentang Atonia Uteri
Dan Robekan Jalan Lahir

D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai tamabahan referensi dan bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan mengenai Atonia Uteri Dan Robekan Jalan Lahir

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Atonia Uteri

Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002). Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu
kondisi kegagalan uterus dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan,
sedangkan atonia uteri juga didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus
segera setelah plasenta lahir.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya
atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa
kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu
tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan
darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter
saja.

a. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu


 Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus,
retensi plasenta.

6
 Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat
bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat
badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
 Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup
atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi

b. Riwayat Kehamilan sekarang


 Hamil muda, keluhan selama hamil muda
 Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan,
suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual,
keluhan lain
 Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali,
perawatan serta pengobatannya yang didapat

c. Pola aktifitas sehari-hari.


 Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum
dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas
harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein,
banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
 Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi.
Adanyanperubahan pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post
partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam
Mukthar, 1995 )
 Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan
melaporkan kelelahan yang berlebihan.
 Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi,
keramas,baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan
atau handuk.

7
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
 Mulut : bibir pucat
 Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
 Abdomen : terdapat pembesaran abdomen
 Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
 Ekstremitas : dingin

2. Palpasi
 Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri tekan,
perut teraba tegang, messa pada adnexa.
 Genetalia : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.

3. Auskultasi
 Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)

4. Perkusi
 Ekstremitas : reflek patella + / +

Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1. Rambut dan kulit
 Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
 Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
 Laju pertumbuhan rambut berkurang.

2. Mata : pucat, anemis

3. Hidung

4. Gigi dan mulut

8
5. Leher
6. Buah dada / payudara
 Peningkatan pigmentasi areola putting susu
 Bertambahnya ukuran dan noduler

7. Jantung dan paru


 Volume darah meningkat
 Peningkatan frekuensi nadi

 Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah


pulmonal.

 Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.

 Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.

 Diafragma meninggi.

 Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.

8. Abdomen

 Menentukan letak janin

 Menentukan tinggi fundus uteri

9. Vagina

 Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan(tanda


Chandwick)

 Hipertropi epithelium

10. System musculoskeletal

 Persendian tulang pinggul yang mengendur

 Gaya berjalan yang canggung

 Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis

9
rectal

Pemeriksaan Khusus

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi


dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :

1. Nyeri/ketidaknyamananNyeri tekan uterus (fragmen fragmen plasenta


tertahan) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
2. Sistem vaskuler

 Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam


berikutnya

 Tensi diawasi tiap 8 jam

 Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah

 Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan

 Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek


koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem Reproduksi

 Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum,


kemudian tiap 8jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan
posisinya serta konsistensinya

 Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak


dan bau

 Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka


jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas

 Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak

10
 Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum

 Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi)

4. Traktus urinarius

Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau
tidak, spontan dan lain-lain

5. Traktur gastro intestinal

Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi

6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah :

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang


berlebihan

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia

3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status


kesehatan atau kematian, respon fisiologis

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis


cairan tubuh, penurunan Hb

5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak


mengenal sumber informasi

11
D. Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler


yang berlebihan

Intervensi :

 Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran,perhatikan


faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya
laserasi,fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli
cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih dari 5 minggu).

E. Penyebab Atonia Uteri


Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun
demikian ada beberapa faktor predisposisi yang biasa dikenal. Antara lain:

1. Distensi rahim yang berlebihan


Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:
 kehamilan ganda
 poli hidramnion
 makrosomia janin (janin besar)
Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan
mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.

2. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit


Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot
rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.

3. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih)

12
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan Berulang kali
teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah
plasenta lahir.

4. Kehamilan dengan mioma uterus


Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah
mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan
menghalangi uterus berkontraksi.

5. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)


Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera
mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah
dan lemah untuk berkontraksi.

6. Persalinan lewat waktu


Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun
juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan
lemah untuk berkontraksi.

7. Infeksi intrapartum
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan
menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk
melakukan kontraksi.

8. Persalinan yang cepat


Persalainan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan
buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk
berkontraksi.

9. Kelainan plasenta

13
Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas premature mengakibatkan
gangguan uterus untuk berkontraksi.Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang
baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.

10. Anastesi atau analgesik yang kuat


Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam
kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi
menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang
digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi
sebagai sedativa atau penenang.

11. Induksi atau augmentasi persalinan


Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi
saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.

12. Penyakit sekunder maternal


Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata
merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus
terhambat untuk berkontraksi.

Beberapa faktor Predisposisi yang lainnya yang terkait dengan perdarahan pasca
persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :
1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan,
diantaranya :
 Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
 Kehamilan gemelli
 Janin besar (makrosomia)

2. Kala satu atau kala 2 memanjang


3. Persalinan cepat (partus presipitatus)

14
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre eklamsi /
eklamsia.

Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

 Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit. Kompresi uterus ini akan
memberikan tekanan langsung pada pembuluh terbuka di dinding dalam uterus
dan merangsang myometrium untuk berkontraksi;
 Anjurkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal. Keluarga
dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda
melakukan langkah-langkah selanjutnya.
 Keluarkan tangan perlahan-lahan.
 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika hipertensi). Ergometrin
akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus.
 Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc ringer
laktat + 20 umit oksitosin.
 Ulangi kompresi bimanual internal. KBI yang digunakan bersama dengan
ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh terbuka dinding uterus dan
merangsang myometrium untuk berkontraksi.
 Lanjutkan infuse ringer laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan dengan
laju 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan. Ringer laktat akan membantu
memulihkan volume cairan yang hilang selama peredarahan. (APN 2007).

15
A. Pengertian Robekan Pada Jalan Lahir

a. Robekan adalah terputusnya kontinyuitas jaringan. (Kamus Lengkap Kedokteran


: 109)  
b. Jalan lahir terdiri atas jalan lahir bagia keras dan jalan lahir bagian lunak yang
harus di lewati oleh janin dalam proses persalinan pervaginam. (Ilmu Bedah
Kebidanan :
c. Robekan jalan lahir adalah robekan yang selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyaknya yang berasal dari perineum, vagina serviks,
dan uterus. (Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, & KB untuk pendidikan bidan
: 308)
d. Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan (Mochtar, 1998).

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani,


Saswita dan Marisah, 2011):

16
a. Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
b. Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum
c. Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum,
dan otot sfingter ani eksternal.
d. Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
B. Klasifikasi Perineum
Pengertian Perineum adalah bagian terendah badan yaitu sabuah garis yang
menyambung kedua tuberositas iskhil, membaginya menjadi daerah depan garis ini
yaitusegitiga urogenital dan belakangnya ialah segitiga anal.
Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan panjang kira-
kira 4 cm (Maimunah, 2005). Sedangkan menurut kamus Dorland perineum adalah
daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan anus. Perineum terletak  antara vulva
dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm (Saifuddin, 2007). Laserasi  perineum adalah
robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998).
C. Etiologi
1. Secara umum
 Kepala janin terlalu cepat lahir
 Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
 Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
 Pada persalinan dengan distosia bahu

2. Faktor maternal
a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak di tolong
Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak
ada relaksasi rahim.Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat
menyebabkan persalinan di atas kendaraan, di kamar mandi, dan tidak sempat dilakukan
pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada serviks, vagina
dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intrakranial.
Pada presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir tiba-tiba
dan cepat (Mochtar, 1998).Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi
saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan

17
terlalu cepat dan tidak terkendali (JNPK-KR, 2007). Akibat dari partus presipitatus
antara lain terjadinya robekan perineum bahkan robekan serviks yang dapat
mengakibatkan perdarahan pasca persalinan, cedera kepala bayi dan depresi bayi
(Stenchever & Sorensen, 1995, Saifuddin, 2008).
b. Pasien tidak mampu berenti mengejan atau Mengejan terlalu kuat
Pada saat persalinan diperlukan tenaga/power dari ibu bentuk dorongan
meneran. Dorongan meneran tersebut muncul bersamaan dengan munculnya his atau
kontraksi rahim. His yang bagus dapat memebuka jalan lahir dengan cepat, namun hal
ini dipengaruhi cara ibu mengejan, artinya jika hisnya bagus tetapi ibu menerannya
tidak kuat maka tidak akan terjadi pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika ibu mengejan
terlalu kuat saat melahirkan kepala yang merupakan diameter terbesar janin maka akan
menyebabkan laserasi perineum. Bila kepala telah mulai lahir, ibu diminta bernafas
panjang, untuk menghindarkan tenaga mengejan karena sinciput, muka dan dagu yang
mempunyai ukuran panjang akan mempengaruhi perineum. Kepala lahir hendaknya
pada akhir kontraksi agar kekuatan tidak terlalu kuat (Ibrahim, 1996).

c. Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang


berlebihan

d. Edema dan kerapuhan pada perineum


Pada proses persalinan jika terjadi oedema pada perineum maka perlu dihindarkan
persalinan pervaginam karena dapat dipastikan akan terjadi laserasi perineum
(Manuaba, 1998).

e. Perluasan perineum

f. Primipara
Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut
kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai teregang. Perineum mulai
lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus yang pada mulanya berbentuk
bulat, kemudian berbentuk “D”. Yang tampak dalam anus adalah dinding depan rektum.
Perineum bila tidak ditahan, akan robek (= rupture perinei), terutama pada

18
primigravida.Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya dengan kain kasa steril
(Saifuddin, 2007). Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Saifuddin, 2007).

g. Kesempitan pintu bawah panggul


Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas segi
tiga depan dan segi tiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia
tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arcus
pubis mengecil (kurang dari 800). Agar supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir,
diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian. belakang pintu bawah panggul.
Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan pervaginam dapat
dilaksanakan,walaupun dengan perlukaan luas pada perineum (Saifuddin, 2007).

h. Varises Vulva
Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah,yang terjadi
pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain kelihatan kurang baik, pelebaran
pembuluh darah ini dapat merupakan sumber perdarahan potensial pada waktu hamil
maupun saat persalinan. Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah saat persalinan
dengan varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi dapat terjadi perdarahan
(Manuaba, 1998).

i. Kelenturan jalan lahir


Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam proses
persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala tidak
mengalami kesukaran. Biasanya perineum robek dan paling sering terjadi ruptura
perinei tingkat II dan tingkat III (Saifuddin, 2007). Perineum yang kaku menghambat
persalinan kala II yang meningkatkan risiko kematian bagi janin, dan menyebabkan
kerusakan-kerusakan jalan lahir yang luas.Keadaan demikian dapat dijumpai pada
primigravida yang umumnya lebih dari 35 tahun, yang lazim disebut primi tua
(Saifuddin, 2007).Jalan lahir akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau
rajin bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan jalan lahir

19
dan otot-otot sekitarnya (Sinsin, 2008). Senam kegel yang dilakukan pada saat hamil
memiliki manfaat yaitu dapat membuat elastisitas perineum (Nursalam, 2010). Selain
itu dapat memudahkan kelahiran bayi tanpa banya merobek jalan lahir (tanpa atau
sedikit “jahitan”) (Widianti & Proverawati, 2010).

3. Faktor janin
a. Janin yang besar
proses tergantung dari kemampuan penolong dalam menghadapi proses persalinan
(Sujiyatmi, dkk., 2011)

1. Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala


Mencegah laserasi yaitu dengan kerjasama yang baik antara penolong terutama
saat kepala crowning ( pembukaan 5-6 cm di vulva) serta kelahiran kepala yang
terkendali dan perlahan memberikan waktu pada vagina dan perineum untuk
mengadakan penyesuaian untuk mengurangi robekan (Hidayat & Sujiyatini, 2010).Saat
kepala janin sampai di dasar panggul, vulva mulai terbuka,rambut kepala kelihatan.
Setiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum meregang. Penolong harus
menahan perineum dengan tangankanan beralaskan kain kasa atau kain doek steril,
supaya tidak terjadirobekan perineum (Mochtar, 1998).

2. Anjuran posisi meneran


Penolong persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi
meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi yang dipilih ibu
tidak efektif (Sumarah, Widyastuti & Wiyati,2009). Adapun macam-macam posisi
meneran adalah :
 Duduk atau setengah duduk
Dengan posisi ini penolong persalinan lebih leluasa dalam membentu kelahiran
kepala janin serta lebih leluasa untuk dapat memperhatikan perineum.
 Merangkak
Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada
punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada
perineum berkurang.

20
 Jongkok atau berdiri
Posisi jongkok atau berdidi memudahkan penurunan kepala janin, memperluas
panggul sebesar dua puluh delapan persen lebih besar pada pintu bawah
panggul, memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko terjadinya
laserasi (perlukaan jalan lahir).
 Berbaring miring kekiri
Posisi berbaring miring kekiri dapat mengurangi penekanan pada vena cava
inferior sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia, karena
suplay oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang
mengalami kecapekan dan dapat mencegah terjadinya laserasi / robekan jalan
lahir.
 Hindari posisi terlentang
Pada posisi terlentang dapat menyebabkan :
 Hipotensi dapat beresiko terjadinya syok dan berkurangnya
 suplay oksigen dalam sirkulasi uteroplacenta sehingga dapat
 menyebabkan hipoksia bagi janin.
 Rasa nyeri yang bertambah.
 Kemajuan persalinan bertambah lama.
 Ibu mengalami gangguan untuk bernafas.
 Buang air kecil terganggu.
 Mobilisasi ibu kurang bebas.
 Ibu kurang semangat.
 Resiko laserasi jalan lahir bertambah.
 Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung

b. Episiotomi
Penyembuhan luka pada perineum akan lebih sempurna bila pinggirnya lurus dan
otot-otot mudah dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi robekan perineum yang
merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan menghambat
penyembuhan perineum sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk
melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi pada perineum pada saat kepala
janin tampak dari luar dan mulai meregangkan perineum (Saifuddin, 2007). Tindakan

21
episiotomi pada masa lalu dilakukan secara rutin terutama pada primipara. Tindakan ini
bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin. mencegah kerusakan pada sfingter
ani serta lebih mudah untuk menjahitnya.
Kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah
kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka perineum, meningkatkan kerusakan pada
spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada hari pertama
postpartum (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009).
a) Indikasi episiotomi
Menurut Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009, indikasi episiotomi adalah
 Gawat janin.
 Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong, distosia
bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.
 Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina.
 Perineum kaku dan pendek.
 Adanya ruptur yang membakat pada perineum.
 Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin.
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada pada primigravida atau pada
wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah
menipis dan kepala janin tidak masuk kembali kedalam vagina (Saifuddin, 2007).
Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin tidak masuk lagi
dala vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting perineum. Ada tiga arah
irisan diantaranya medialis, medio-lateralis dan lateralis. Tujuan episiotomi adalah
supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak teratur (Mochtar, 1998).

Derajat Laserasi perineum


Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan, yaitu sebagai berikut :
a. Derajat I : luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura posterior
tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
posisi luka baik.
 ketidakbeerhasilan perbaikan pada laserasi laserasi derajat ketiga
 ketidaksembuhan dari penjahitan (Ilmu bedah kebidanan : 175-182)
b. Penanganan

22
 Perbaikan operatif (Ilmu Bedah Kebidanan : 177-182)

Cervix
a. Pengertian Cervix adalah leher rahim atau sesuatu yang berhubungan dengan
leher. (Kamus Kedokteran :51)

b. Etiologi
Robekan servix dapat terjadi pada :
 Partus presipitatus
 Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam, perforator, vakum
ekstraktor)
 Melahirkan kepala janin pada letak sungsang secara paksa karena pembukaan
servix belum lengkap
 Partus lama

c. Diagnosa robekan cervix


Perdarahan PP pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa kita untuk
memeriksa servix inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan
yang sulit menjadi indikasi untuk memeriksakan inspekulo.

d. Komplikasi
 perdarahan
 syok
 inkompetensi servix atau infertilitas sekunder

e. Penanganan menjahit robekan servix


 Pertama-tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan di jepit dengan
klemsehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti
 Kemudian sevix di tarik sedikit, sehingga lebih jelaskelihatan dari luar

23
 Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum di jahit pinggir
tersebutdiratakan dulu dengan jalan menggunting pinggir yang bergerigi
tersebut.
 Setelah itu robeka dijahit dengan cutgut cromik, jahitan dimulai dari
ujungrobekan dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka delapan
 Pada robekan yang dalam, jahitan harus di lakukan lapis demi lapis.
Inidilanjutkan untuk menghindari terjadinya hematoma dalam rongga di
bawahjahitan

Ruptura Uteri
a. Pengertian
 Ruptura uteri adalah distrupsi dinding uterus yang merupakan salah satu
kedaruratan obstetri. (Kedaruratan obsttrik : 169)
 Ruptura uteri adalh robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampaui
daya regang miometrium. (Pely. Kesh maternal neonatal : 169)

b. Faktor predisposisi
 Multiparitas atau grandemulti
 Pemakaian oksitosin persalinan yang tidak tepat
 Kelainan letak dan implantasi plasenta
 Kelainan bentuk uterus
 Hidramnion

c. Gejala ruptur uteri


 Sewaktu konsentrasi yang kuat, pasien tiba-tiba merasa nyeri yang mengiris di
perut bagian bawah
 SBR nyeri sekali kalau di palpasi
 HIS berhenti
 Ada perdarahan pervagina, walaupun biasanya tidakbanyak
 Bagian-bagian anak mudah diraba, kalau anak masuk ke dalam rongga perut
 Kadang-kadang disamping anak teraba tumor ialah rahim yang telah mengecil

24
 Pada toucher ternyata bagian depan mudah di tolak ke atas malahan
kadangkadang tidak teraba lagi karena masuk ke dalam rongga perut
 Biasanya pasien jatuh dalam shock
 Kalau ruptura sudah lama terjadi maka seluruh perut nyei dan gembung
 Adanya kencing berdarah dapat membantu kita menentukan diagnosa kalau
gejala-gejala kurang jelas
d. Etiologi
1. Parut uterus (SC, Miometrium, reaksi kornua, abortus sebelumnya)
2. Trauma
 Kelahiran operatif (versi, ekstraksi bokong, forsep)
 Perangsangan oksitosin yang berlebihan
 Kecelakaan mobil

3. Ruptura spontan uterus yang tidak berpaut (kontraksi uterus persisten pada kasus
obstruksi pelvis)
 Disproporsi chepalo pelvic
 Malperentasi janin
 Anomali janin (hidrosefalus)
 Multiparitas tanpa penyebab lain
 Lelomioma uteri
4. Faktor-faktor lain
 Placenta akreta atau perkreta
 Kehamilan kornua
 Penyakit trofoblasik invasif
e. Diagnosa banding ruptur uteri
 Solusio placenta
 Placenta previa
 Ruptura uteri

f. Klasifikasi ruptura uteri


1. Menurut waktu terjadinya

25
 Ruptura uteri gravidarumTerjadinya sewaktu hamil dan berlokasi pada korpus.

D. Patofisiologi
Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang lama:
gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif
dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis sempit).
Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat
menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana
ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan Resti
konstipasi.Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan
resiko defisit volume cairan. Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi apabila
tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin besar
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh
semakin semakin besar resiko terjadi infeksi. besar resiko terjadi infeksi.
Ibu dengan Ibu dengan persalinan dengan episioto linan dengan episiotomi
setelah 6 minggu persal minggu persalinan ibu inan ibu berada dalam masa nifas. Pada
saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. psikologis.
Perubahan Perubahan fisiologis fisiologis pada ibu akan terjadi terjadi uterus
kontraksi.Dimana kontraksi.Dimana kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat.
Dikatakan adekuat apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan
involusi yaitu proses pengembalian pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang
dapat menyebabkan menyebabkan nyeri/mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf
pada uterus.
Dimana setelah melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur
dari sisa plasenta sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah
berkembang.Dikatakan berkembang.Dikatakan tidak adekuat adekuat dikarenakan
dikarenakan kontraksi kontraksi uterus lemah akibatnya terjadi perdarahan dan atonia
uteri.Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana setelah melahirkan
terjadi penurunan hormon progesteron progesteron dan estrogen estrogen sehingga
sehingga terjadi terjadi peningkatan peningkatan hormon prolaktin prolaktin yang
menghas menghasilkan pembentuk ilkan pembentukan ASI dimana ASI dimana ASI
keluar untuk ASI keluar untuk pemenuhan gizi han gizi pada bayi, apabila apabila bayi

26
mampu menerima menerima asupan ASI dari ibu maka reflek bayi baik berarti proses
berarti proses laktasi efektif.sedangkan laktasi efektif. sedangkan jika ASI jika ASI
tidak keluar tidak keluar disebabkan kelainan disebabkan kelainan pada bayi dan ibu
yaitu bayi menolak, menolak, bibir sumbing, sumbing, puting lecet, suplai tidakadekuat
berarti proses laktasi tidak efektif. Pada perubahan psikologos terjadi perubahan
psikologos terjadi Taking In, Taking Hold, dan Letting Go.
Pada fase Taking In kondisi ibu lemah maka terfokus pada diri sendiri sehingga
butuh pelayanan dan perlindungan yang mengaki mengakibatkan defisit perawatan
diri.Pad batkan defisit perawatan diri.Pada fase Taking fase Taking Hold ibu Hold ibu
belajar tentang hal baru dan mengalami perubahan yang signifikan dimana ibu butuh
informasi lebih karena ibu kurang pengetahuan.Pada fase Letting Go ibu mampu
memnyesuaikan diri dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima
tanggung jawab dan peran baru sebagai orang tua.

E. Penanganan
1) Persiapan alat
 Wadah DTT ber isi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit
 Cairan antiseptik (alkohol, betadin)
 Anastesi : lidokain 1%

2) Persiapan pasien
 Ibu posisi litot isi litotomi, pasang kain bersih di bawah bokong, atur ong, atur
lampu kearah vulva atau perineum bersihkan dengan cairan antiseptik

3) Persiapan petugas
 Lepas perhiasan dan cuci tangan, pakai sarung tangan DTT untuk memasukkan
lidokain 1% kedalam spuit kemudian pakai sarung tangan lain.

Perawatan pasca persalinan


a) Apabila terjadi robekan tingkat IV berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal :
 Ampicilin 500 m n 500 mg/oral
 DHN metronidazol 500 mg/oral

27
b) Observasi tanda-tanda infeksi Observasi tanda-tanda infeksi
c) Jangan lakukan pemer n pemeriksaan rec aan rectal atau enem au enema 2 mgg a
2 mgg
d) Berikan pelembut feses selama 1 mg ama 1 mg/oral
Teknik menjahit robekan perineum
a. Tingkat I :
 Dapat di laku di lakukan hanya menggunakan cutgut yang di ut yang di jahitkan
secara jelujur (continous sutare) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)
b. Tingkat II :
 Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata adalah bergerigi maka pinggir
yang bergerigi harus di rapikan lebih dulu
 Pinggir Pinggir robekan robekan kanan, kiri masing-masing masing-masing di
klem kemudian kemudian di gunting gunting dan di lakukan penjahitan
 Mula-mula otot dijahit catgut, selaput lendir vagina di jahit de jahit dengan cat
ngan catgut secara terputus atau jelujur
 Penjahitan selaput lendir vagina di m na di mulai dari puncak robekan
 Terakhir kul hir kulit perineum d ineum di jahit dengan bena gan benang sutera
secara terputus

c. Tingkat II C. Tingkat III:


 Dinding depan rektum yang robek di jahit dulu
 Fasia perifektal perifektal dan fasia septm rekto vaginal vaginal di jahit dengan
catgut kromik sehingga bertemu kembali
 Ujung-ujung otot sfingter ani yang ani yang terpisah di klem dengan klemplen
lurus kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan lurus kemudian dijahit dengan 2-3
jahitan catgut
 Robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II

Pengertian Vagina
a) Vagina adalah saluran potensial yang terbentang dari vulva ke uterus yang
berjalan berjalan ke atas dan ke belakang belakang sejajar sejajar dengan pintu
masuk pelvis dan dikelilingi serta di topang oleh otot-otot dasar pelvis.

28
b) Vagina adalah tabung berotot yang dilapisi membran dari jenis epitelium
bergaris bergaris yang khusus, khusus, di aliri pembuluh pembuluh darah dan
serabut serabut saraf secara berlimpah.

Klasifikasi robekan jalan lahir pada vagina


a. Kolporeksi
 Kolporeksi adalah Kolporeksi adalah suatu keadaan di suatu keadaan di mana
terjadi mana terjadi robekan di robekan di pada vagina baian atas sehingga
sebagian serviks uteri dan vagina terlepas yang dapat memanjang atau
melintang.
b. Etiologi
 Pada persalinan dengan EPD sehingga terjadi regangan segmen bahwa uttrus
dengan servix uteri tidak terjepit antara kepala janin dan tulang panggul.
 Trauma sewaktu mengeluarkan placenta manual Trauma sewaktu mengeluarkan
placenta manual
 Pada saat coitus yang kasar di sertai kekerasan
 Kesalahan dala han dalam memas m memasukkan tanga an tangan oleh penol
oleh penolong ke dalam ong ke dalam uterus.

c. Komplikasi
 Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih mengenai pembuluh
darah
 Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan Infeksi, jika robekan tidak ditangani
dengan semestinya bahkan inya bahkan dapat timbul septikemi.
 Robekan dinding vagina

a. Pengertian Robekan dinding vagina


adalah robekan pada dinding vagina yang mengenai pembuluh darah.

b. Etiologi
 Melahirkan janin dengan cunam
 Ekstraksi bokong

29
 Ekstraksi vakum
 Reposisi presentasi kepa si kepala jani la janin misal n misal letak oksipi k
oksipito post to posterior
 Akibat lepasnya tul nya tulang simfisis pubis (Simfisiolisis)
c. Komplikasi
 Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih mengenai pembuluh
darah
 Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan sengan semestinya bahkan dapat
timbul septikemi
d. Penanganan
 robekan kecil →superfisial tidak per dak perlu penangana nanganan khusus
 robekan lebar dan dalam, lakukan penjahitan secara teratur putus-putus atau
jelujur
 pada puncak vagina sesuai dengan kolporeksi yang penangan penanganan sesuai
dengan ruptur uteri.

30
CONTOH KASUS ATONIA UTERI

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. D.W.B.
Umur : 20 tahun
Suku/ bangsa : belu/ Indonesia
Agama : Kristen
Pendidikan : SMP
Pekerjaan :-
Alamat : kelapa lima
Status perkawinan : Tidak menikah
Riwayat Obstetr I : G1P1A0H1
Status Pasien : menikah

B. RIWAYAT KESEHATAN
a. Tempat pemeriksaan kehamilan : Pustu kelapa lima
b. Frekuensi : 3 kali
c. Imunisasi :
d. Keluhan selama kehamilan : -
e. Pendidikan kesehatan yang sudah diperoleh : Perawatan payudara dan teknik

C. RIWAYAT PERSALINAN
a. Tempat persalinan : ( ) RS ( ) Klinik Bersalin ( ) Rumah
( ) Lain; lain,
Sebutkan : Pasien mengatakan melahirkan di klinik bersalin.
b. Penolong : Dokter, Bidan, dan perawat.
c. Jalanya Persalinan

31
D. PEMERIKSAAN FISIK IBU

a. TTV :
 TD : 140/90 mmHg
 N : 82 x/menit
 S : 36,5⁰C
 RR : 20x/menit

b. Pemeriksaan Umum :
 Keadaan Umum : Pasien tampak lemah
 GCS : (E4V5M6)
 Kesadaran : Composmentis
 Kelainan bentuk dada : tidak ada

c. Kepala / Muka
 kulit kepala : Bersih
 Mata : Normal
 Telingga : Normal
 Hidung : Normal
 Mukosa Mulut/gigi : Bersih

d. Leher
 JVP : Normal
 Kelenjar Tyroid : Normal
 Kelenjar : Limfe

e. Dada
 Bentuk Payudara : Normal
 Putting Susu : Ada
 Pigmentasi : Tidak ada
 Kolostrum : Ada

32
 Kebersihan Payudara : Payudara tampak kotor

f. Perut
 Tinggi Fundus Uteri :-
 Kekenyalan :-
 Diastatis Rectus Abdominalis : -
 Panjang :-
 Lebar :-

g. Vulva
 Lochea : Alba / Coklat Kehitaman
 Jumlah :-
 Bau : Tidak Bau
 Kebersihan : Bersih

h. Perinium : Episitomi
i. Heamoroid : Tidak ada
j. EKstremitas : Oedem

E. KEBUTUHAN DASAR
a. Nutrisi
 Pola Makan : Baik
 Frekuensi : 3-4 kali sehari
 Jenis makanan : Apa saja
 Intake Cairan / 24 Jam : Kebutuhan Cairan pasien diatur yaitu 1,5 liter /24
 Pengetahuan Ibu Tentang Nutrisi : -
 Makanan Pantangan : Tidak Aada

b. Eliminasi
 BAB : Belum Pernah BAB selam Masuk RS
 Frekuensi :-

33
 Nyeri Saat BAB :-
 BAK : Pasien terpasang kateter
 Frekuensi : 200 cc
 Nyeri Saat BAK : Ya
c. Aktivitas
 Mulai Ambulasi Jam :-
 Senam Nifas :-

d. Personal Hygiene :Pasien Mengatakan Hanya di Lap


 Frekuensi Mandi : 1 Kali / hari
 Frekuensi gosok Gigi : 1 Kali / Hari
 Frekuensi Ganti Pakaian : 1 kali / hari

e. Istirahat Dan Tidur : pasien mengatakan susah Tidur


 Tidur Siang : 1-2 jam
 Tidur Malam : 6- 7 Jam
 Ganguan Tidur : Ada Saat nyeri Pasien Sering Terbangun

f. Kenyamanan
 Nyeri : Ya
 Lokasi : Bagian perut hasil opersai dan juga luka
episitomi pada jalan lahir
 Durasi : 15-30 menit
 Skala ; 6-7 ( Nyeri Sedang )
 Lain – lain : pasien mengatakan bahwa pasien mersa nyeri
saat banyak bergerak dan juga saat batuk.

g. Psikososial
 Respon Ibu Terhadap Kelahiran Bayi ; Menerima
 Respon Keluarga Terhadap Kelahiran Bayi : Menerima

34
 Fase Taking In/ketergantungan : pasien merasa tidak nyaman pada
dirinya, pasien mersa nyeri, pada luka jahitan
 Fase Taking Hold/ rasa kuatir : pasien merasa kalau ia tidak dapat
mengurus bayinya
 Fase Letting Go/menerima tanggung jawab : -
 Post Partum Blues :-
h. Komplikasi Post Partum
 Infeksi : Ya
 Ganguan Laktasi :-
 Perdarahan Post Partum : Ya

i. Bagaimana Pengetahuan Ibu Tentang


 Perawatan Payudara : pasien tidak mengerti
 Cara Menyusui : Mengerti
 Perawatan Tali Pusat : Mengerti
 Cara Memandikan Bayi : Mengerti
 Nutrisi Bayi : Tidak Tau
 Nutrisi Ibu Menyusui : Tidak mengerti
 KB :-
 Imunisasi : Mengerti
 Lain-lain :

j. Pendidikan kesehatan yang dibutuhkan : Nutrisi Bayi


k. Data Spiritual
 Agama : Kristen Protestan
 Kegiatan Agama : Gereja Dan Sering Mengikuti Ibadah
 Apakah Pasien Yakin Agama Yang Dianutnya : Yakin

F. Data Penunjang
 Laboratorium : -
 Darah : -

35
 USG : -

G. TERAPI

H. DATA TAMBAHAN

Analisa Data

Data data Etiologi Masalah


DS: Pasien mengatakan Kehilangan volume tubuh kekurangan volume
mengalami perdrahan secara,aktifakibat cairan
setelah melahirkan. perdarahan
DO : 1. Pasien tampak
pucat, turgor kulit kering,
bibir kering, dan kedua
kaki pasien tampak
oedem. 2. pasien
terpasang infus RL,

DS: pasien menagatakan penekanan/kerusakan ganguan rasa aman


nyeri pada bagian jaringan , infiltrasi nyaman : nyeri
abdomen yaitu luka
operasi,dan juga
perineum saat pasien
bergerak dan juga pada
pasien,batuk.
DO :Wajah pasien
tampak meringgis
kesakitan ketika batuk
dan membalikan badan.
skala nyeri 4-6 yaitu

36
nyeri sedang

DS : pasien mengatakan Cedera fisik Resiko infeksi


luka belum diganti kasa
dan terasa sakit. DO:
Terdapat luka operasi
pada bagian perut pasien
dan keadaan luka tersebut
bernanah, selain itu juga
terdapat luka episiotomy
pada jalan lahir pasien.

DS: pasien mengatakan Cedera fisik hambatan mobilisasi fisik


tidak bisa mengerakan
tubuh dan juga duduk
karena terasa sakit pada
luka operasi, dan juga
luka episetomy.selain itu
pasien juga mengeluh
pusing.
DO: Pasien terbaring
ditempat tidur, dengan
semua kebutuhan dibantu
oleh perawat dan juga
keluarga.

I. Diagnosa keperwatan
Diagnosa yang muncul yaitu :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume secara aktif
akibat perdarahan.

37
2. Ganguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan cedera fisik
(penekanan/kerusakan jaringan , infiltrasi)
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis
cairan tubuh, penurunan Hb,
4. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan cedera fisik.

J. Intervensi Keperwatan
Diagnosa Goal dan objektif Intervensi Rasional
keperawatan
Defisit volume Tujuan : Awasi masukan Untuk membantu
cairan Setelah dilakukan dan haluaran, ukur perkiraan
berhubungan tindakan,kepera volume darah keseimbangan
dengan kehilangan watan yang keluar cairan pasien
volume secara pasienmampu melalui untuk menghindari
aktif akibat mempertahank an perdarahan perdarahan yang
perdarahan. volume cairan Hindari trauma berlebihan agar
selama dalam dan pemberian dapat
perawatan Kriteria tekanan berlebihan mengindikasikan
hasil : 1. Turgor pada daerah yang devisit volume
kulit baik (elastis) mengalami cairan untuk
2. Intake dan perdarahan Pantau mengetahui tanda
output dalam TTV Evaluasi dehidrasi untuk
rentang normal nadi perifer, dan mengetahui
3. TTVdalam pengisian kapiler, perubahan status
rentang normal kaji turgor kulit cairan atau
dan kelembaban elektrolit untuk
membran mukosa mengembalikan
perhatikan kehilangan darah
keluhan haus pada
pasien Kolaborasi

38
berikan transfusi
darah (Hb, Hct)
dan trombosit
sesuai indikasi

Gangguan rasa Tujuan : Dalam untuk mengetahui


nyaman : nyeri perawatan 1 x 24 Lakukan lokasi,
berhubungan jam, nyeri klien pengkajian nyeri karakteristik,
dengan cedera dapat berkurang secarakomprehens durasi, frekuensi,
fisisk atau hilang i f : termasuk kualitas nyeri
Kriteria hasil : 1 lokasi, untuk mengetahui
Klien tidak karakteristik, reaksi non verbal
meringis kesakitan durasi, frekuensi, pasien untuk
2 Klien menyataka kualitas nyeri mengurangi nyeri
n nyerinya Observasi reaksi untuk mengurangi
berkuran non verbal dari nyeri untuk
3 Ekspresi muka ketidaknyamanan mengetahui
dan tubuh rileks Ajarkan teknik perubahan
non farmakologi : tandatvital
napas dalam, sebelum dan
distraksi dan sesudah
kompres hangat pemberian
Kolaborasi analgetik
pemberian obat
analgetik sesuai
indikasi Monitor
vital sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgetik
Resiko tinggi Tujuan yang akan
infeksi,berhubu dicapai yaitu untuk mencegah

39
ngan tidak setelah dilakukan Cucitangan terjadinya infeksi
adekuatnya tindakan sebelum silang untuk
pertahanan keperawatan melakukan menurunkan atau
tubuh/sistem imun selama 3x24 jam tindakan. mengurangi
dan penurunan Hb diharapkan infeksi Pengunjung juga adanya organisme
tidak terjadi. dianjurkan untuk hidup. untuk
Kriteria hasil: melakukan hal meningkatan suhu
Klien mampu yang sama. Jaga merupakan tanda
mengidentifika si personal hygine terjadinya infeksi
dan berpartisipasi klien dengan baik untuk
dalam pencegahan Monitor mencegah/mengur
infeksi. Tidak temperatur atau a ngi terjadinya
menunjukkan suhu tubuh pasien resiko infeksi,
tanda-tanda Kaji semua system
infeksi dan tubuh untuk
penyembuhan luka melihat tandatanda
berlangsung infeksi.
normal Kolaborasi
pemberian
antibiotik bila
diindikasikan
Hambatan Tujuan : setelah
mobilisasi fisik dilakukan
berhubungan tindakan mengetahui
dengan cedera keperawatan Kaji TTV dan tingkat
fisik selama 2x24 jam derajat mobilisasi kemampuan klien
di harapkan pasien. Bantu dalam melakukan
pasiendapat klien mulai latihan aktivitas untuk
meningkatkan gerak dari posisi meningkatkan
kemampuan duduk. mobilisasi pasien
mobilisasi Anjurkan klien secara bertahap
fisik,sesuai untuk tidur mencegah

40
kemampuan. kembali jika saat terjadinya
Kriteria hasil duduk terasa nyeri redressing. Agar
yaitu: Klien dapat . Anjurkan klien luka pasien tidak
melakukan untuk merubah terinfeksi dan
aktifitas ditempat posisi 2 jam mencegah,terjadin
tidur Klien sekali. y a komplikasi
mengerti tujuan
dan peningkatan
mobilisasi fisik.
Klien mampu
mengungkapka n
perasaan dalam
meningkatkan
kemampuan
berpindah.

K. Implementasi Keperawatan
Implementasi ke 2
NO Hari/tanggal Jam Tindakan Paraf
1. Senin, 27 mei 07.15 Observasi keadaan umum pasien
2019 melakukan pengukurang TTV
melayani pemberian cairan yaitu cairan
RL , memberi minum pada pasien
melakukan pengukuran TTV
2. Senin 27 mei 07.00 Melakukan pengkajian nyeri secara
2019 komperehenif yang meliputi lokasi,
durasi, karakteristik, freekuensi observasi
adanya petunjuknonverbal,mengenai
ketidaknyamanan, ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi (misalnya

41
relaksasi dan
distraksi).melayanipemberian obat
analgetik yaitu ketorolaks anjurkan
pasien untuk beristirahat yang cukup,
bantu pasien untuk mendapatkan posisi
yang nyaman, gunakan bantal untuk
menopang area nyeri pada melaukan
perawatan payudara pada pasien.
3. Senin 27 mei 07.35 monitor adanya tanda dan gejala infeksi
2019 kemerahan, nanah, bengkak secara
sistemik dan lokal, monitor kerentanan
terhadap infeksi batasi jumlah
pengunjung yang sesuai, ajarkan
tindakan aseptik untuk pasien beresiko
observasi keadaan luka, melakukan
perawatan luka anjurkan tingkatan
asupan nutrisi yang cukup, kolaborasi
pemberian obat antibiotik, ajarkan pasien
dan keluarga tentang pencegahan infeksi.
4. Senin 27 mei menganjurkan kepada pasien agar
2019 membalikan badan kekiri dan kanan,
membantu pasien duduk.

Implementasi hari ke 2
Diagnose Tanggal/hari Jam Tindakan Paraf
Keperawatan
1. Selasa 28 mei 08.30 Melayani,pemberian
2019 minum mengantikan
cairan RL dengan cairan
Nacl dan melakukan
transfusi darah.
melakukan TTV

42
2. Selasa 28 mei 09.00 mengatur posisi pasien
2019 dan jugamengajarkan
teknik relaksasi batuk
efektif dan juga nafas
dalam).
3. Selasa 28 mei 10.30 melakukan perawatan
2019 luka episotomi dan juga
vulva hayige.
4. Selasa 28 mei 13.00 menganjurkan pasien
2019 untuk mengerakan badan
kekiri dan kanan dan juga
menganjurkan
pasienuntuk duduk untuk
diagnosa hambatan
mobilisasi fisik yaitu
menganjurkan kepada
pasien untuk berjalan
agar luka operasi pada
bagian abdomen cepat
kering dan tidak infeksi.

L. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi 1
Diagnose Tanggal/hari Jam Catatan perkembangan Paraf
keperawatan
1. Senin 28 mei 09.00 S: Nn. D. B mengatakan masih
2019 perdarahan.
O: TD ; 140/90 mmHg,
S :38,5 N: 96 kali permenit.
A ;Masalah belum teratasi,
karena pasien masih tampak
lemah, mukosa bibir kering dan

43
juga hb, pasien masih rendah
yaitu 6,5 g/dl.
P : Intervensi dilanjutkan.
2. Senin 28 mei 10.30 S:pasien mengatakan masih
2019 terasa nyeri apabila pasien
banyak bergerak dan juga batuk.
O :Pasien tampak meringgis
kesakitan apabila batuk dan
bergerak.
A: masalah belum teratasi.
P : intervensi dilanjutkan
3. Senin 28 mei 11.00 S;pasien mengatakan ia sudah
2019 merasa nyaman karena luka
sudah dibersihkan dan diganti
kasa tetapi luka pada episitomy
masih terasa sakit.
O: luka operasi pada bagian
abdomen tampak bersih, tidak
ada nanah dan mengeluarkan
darah. sedangkan luka pada
perineum masih mengeluarkan
darah.
A; masalah teratasi sebagian.
P: intervensi dilanjutkan yaitu
melakukan perawatan vulva dan
luka episetomy.
4. Senin 28 mei 14.30 S; pasien mengatakan kalau ia
2019 banyak bergerak terasa nyeri.
O; pasien tampak lemah, belum
bisa duduk atupun membalikan
badan, semua aktifitas pasien
masih dibantu oleh perawat dan

44
juga keluarga.
A :Masalah belum teratasi.
P: intervensi dilanjutkan.
Evaluasi 2
Diagnose Tanggal/ Jam Catatan perkembangan Paraf
keperawatan hari
1. 28 mei 08.30 S: Nn. D. B mengatakan tidak
2019 perdarahan lagi dan kateter telah
dibuka.
O: TD ; 130/800 mmHg, S :37,5
N: 85 kali permenit, pasien
tampak pucatn Hemoglobin
pasien 6,9 g/dl,,
A ;Masalah belum teratasi,
karena pasien masih tampak
lemah, mukosa bibir kering dan
juga hb, pasien masih rendah
yaitu 6,9 g/dl.
P : Intervensi dilanjutkan.
2. 28 mei 10.00 S;pasien mengatakan ia sudah
2019 merasa nyaman karena luka
sudah dibersihkan dan diganti
kasha.
O: luka operasi pada bagian
abdomen tampak bersih, tidak
ada nanah dan mengeluarkan
darah.
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan.
3. 28 mei 11.45 S : pasien mengatakan masih
2019 terasa nyeri apabila pasien
banyak bergerak dan juga batuk.

45
O :Pasien Sudah bisa
membalikan badan dan juga
dapat duduk tetapi tampak
meringgis kesakitan apabila
batuk dan bergerak.
A: masalah teratasi sebagian.
P : intervensi dilanjutkan .
4. 28 mei 14.00 S; pasien mengatakan kalau ia
2019 sudah dapat duduk sendiri tetapi
belum bisa kekamar mandi.
O; pasien tampak lemah, sudah
dapat duduk dan juga dapat
miring kiri, dan juga
kanan,tetapi belum bisa kekamar
mandi.
A :Masalah belum teratasi.
P: intervensi dilanjutkan.

46
CONTOH KASUS ASUHAN KEPERAWATAN ROBEKAN JALAN LAHIR

A. Pengkajian
1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab
a. Identitas klien
Nama : Ny.
Umur : 33 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Menoreh Raya XII no. Raya XII no. 21 Diagnosa Medik
: Partus pontan dgn episiotomi hari ke II,PIII A0
Tanggal Masuk : 8 Mei 2007, Jam 13.30 WIB
Tanggal Pengkajian : 9 Mei 2007, jam : 14.30 WIB

b. Identitas Penanggung Jawab Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. G : Tn. G
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta Wiraswasta
Pendidikan : STM
Hubgn dgn Klien : Suami

2. Riwayat Kesehatan Klien

47
Keluhan utama : klien mengeluh nyeri pada perineum akibat episiotomi.
Seperti kesemutan, cekit- cekit dan perih. Skala nyeri 8.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


- Pasien hamil 38 minggu, G Pasien hamil 38 minggu, G III PII A0, III PII A0,
mengeluh kenceng-kenceng, keluar darah berwarna coklat, flek-flek, kemudian
klien pergi ke rumah Bidan dan memeriksakannya, lalu oleh Bidan klien di
sarankan untuk ke Rumah Sakit Dr. Karyadi. Jam 07.10 WIB klien ke Rumah
Sakit Dr. Karyadi (RSDK) di bagian UGD lalu dipindah ke ruang B3-OBS,
tanggal 8 Mei 2007 jam 09.10 WIB di ruang VK klien melahirkan anak laki-
laki, Apgar score: 10, BB: 3,1 kg, PB: 50 cm, LK: 34 cm, LD:32 cm, LL : cm,
Lam 12cm.Lama persalinan 6 jam 25 menit, kala I : jam 25 menit, kala
I :03.00-09.00, kala II : 09.00-09.10, kala III : 09.10 - 09.25.

4. Riwayat Kesehatan Dahulu


- Riwayat asma (-),
- hipertensi (-),
- demam berdarah (-),
- penyakit jantung (-).

5. Riwayat Kesehatan keluarga


- Klien mengatakan keluarganya ada yang menderita asma, hipertensi, demam
berdarah, penyakit jantung, riwayat gamelli tidak dikaji.

6. Riwayat Kehamilan
- G III PII A0, HPHT tanggal 16/08/2006, taksiran persalinan 23 Mei 2007. Klien
mengatakan rajin untuk memeriksakan kehamilannya di Bidan terdekat. Yang
dimulai pada minggu ke-5 dan tiap bulan periksa ke Bidan. Pada waktu
kehamilan klien mengeluh mual-mual (nyidam).

7. Riwayat Persalinan
Klien telah mempunyai 2 orang anak, yaitu :

48
- Laki-laki dengan Berat Badan Lah dan Lahir : 3.000 gr, ater 000 gr, aterm, spon
m, spontan di rumah persalinan Salatiga dan sekarang berusia 13 persalinan
Salatiga dan sekarang berusia 13 tahun, persalinannya.tidak dengan
persalinannya.
- Perempuan Perempuan dengan BBL : 3.500 gr, usia 37 minggu, minggu,
spontan spontan di Bidan terdekat, sekarang berusia 7 tahun, persalinan dengan
episiotomi.
8. Riwayat Haid
- Menarche umur 13 tahun dengan siklus 28 hari dan tidak ada keluhan ketika
haid.
9. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional
- Persepsi Terhadap Kesehatan : Klien menganggap bahwa kesehatan itu sangat
penting untuk klien sehingga selalu memeriksakan kehamilannya di Bidan untuk
mengetahui status kesehatannya. Ketika sakit, klien membeli obat sendiri di
apotik. Bila tidak sembuh, maka Ny. T langsung berangkat periksa ke Bidan
terdekat / dokter.
- Pola Aktivitas dan Latihan Pola Aktivitas dan Latihan : Klien mengatakan
bahwa sebelum kehamilan ke tiga, klien tidak ada keluhan begitu begitu juga
saat kehamilan kehamilan ketiga ini. Klien hanya mengeluh mengeluh perutnya
perutnya terasa penuh sehingga pada trimester akhir klien. Aktivitasnya sedikit.
Dirumah sakit juga tidak leluasa leluasa bergerak bergerak karena merasa nyeri,
klien terlihat terlihat lemas dan sedikit aktivitas.
- Pola Istirahat dan Tidur : Pada waktu hamil klien kurang tidur/ istirahat karena
tidak nyaman dengan posisi tidurnya,sehingga klien hanya tidur malam 21.00 -
04.00 WIB, sedangkan tidur siang klien jarang-jarang. Ketika dirumah sakit
klien susah tidur. Klien tidur malam dari jam 21.00 - 05.00 WIB. Klien sering
terbangun pada malam hari karena adanya luka post episiotomi pada perineum.
- Pola nutrisi dan Metabolik : Sebelum sakit klien makan 1/4 porsi dari makanan
yang disediakan malah kadang-kadang klien lebih sering puasa. Klien nyidam
rujak dan lebih makanmakanan rujak.. Saat dirumah sakit klien makan 1/2 porsi
– 1 porsimakan.Klien minum ± 500 – 600 cc/ hari.

49
- Pola Eliminasi (BAB dan BAK): Sebelum kerumah sakit, klien biasa buang air
besar 1 kali / hari dan ketika dirumah sakit klien belum buang air besar karena
merasakan sedikit nyeri dengan skala 2-3. sebelum masuk Rumah Sakit, klien
buang air kecil ± 4-5 x/ hari, begitu juga saat klien di Rumah Sakit.
- Pola Kognitif : Klien percaya apabila mematuhi therapi pengobatan ia akan
sembuh. Klien mengeluh nyeri, skala nyeri 8. nyeri timbul saat klien bergerak
dan nyeri hilang saat dilakukan teknik relaksas. Nyeri pada bagian perineum,
nyerihilang timbul ± 2-3 menit, cekit-cekit dan perih.
- Pola Konsep Diri : Identitas diri : klien mengatakan tetap percaya diri dan
menyukai bentuk tubuhnya.Peran : klien sebagai seorang Ibu yang mempunyai 3
orang anak.
- Pola Koping : Klien mengatakan bahwa untuk memutuskan sesuatu klien
membicarakannya dengan Suami dan Ora dengan Suami dan Orang tuanya.
Hubungan dengan teman dan tetangganya baik-baik saja.
- Pola Seksual- Reproduksi : Klien mengatakan bahwa kehamilannya
mengganggu pola seksualnya.Sehingga klien jarang melakukan hubungan
seksual dengan Suaminya.
- Pola Hubungan Sosial Pola Hubungan Sosial : Klien mengatakan bahwa
dirumahnya, klien suka mengikuti kegiatan PKK dan pengajian, atau kegiatan
POSYANDU 1 dan pengajian sebulan sekali. Klien mengatakan tidak ada
masalah dengan orang lain.
- Pola Nilai dan Kepercayaan : Klien mengatakan beragama Islam dan ama Islam
dan selama dirumah sakit klien merasa tidak leluasa dan tidak mampu untuk
sholat 5 waktu.

10. Pemeriksaan Fisik Pada Ibu


a. Kepala : Mesochepal
- Rambut : Tidak mudah rontok, cukup bersih, hitam, lurus
- Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil
- Hidung : Bersih, tidak ada sekret, tidak ada cuping hidung
- Telinga : Bersih, simetris, tidak ada sekret
- Mulut : Stomatitis (-), Karies Gigi (-)

50
b. Leher : Tidak ada nyeri tekan, nyeri tekan, tidak ada tidak ada
pembesaran tonsil, pembesaran tonsil, trakhea trakhea ditengah, ditengah, tidak
ada distensi vena jugularis
c. Dada : Mammae simetris, berisi, hangat, areola berpigmentasi, nipple
menonjol, ekspansi paru simetris
d. Abdomen : Ada sedikit, DRA tidak dikaji, TFU : ± 2cm dibawah umbilikus.
e. Perineum : Keluar darah pada , luka ep it ± 40 cc , luka episiotomy masih
basah, kemerahan,tidak ada oedema, ada bintik kebiruan, tidak ada nanah dan
tidak ada perdarahan, jenis jahitan jelujur., jumlah jahitan dalam dan luar tidak
dikaji.
f. Anus : Tidak ada hemoroid
g. Ekstremitas : Tidak ada varises, akral dingin, tidak ada oedem Homan’sign
tidak dikaji.
h. Tanda-TandaVital :
- TD : 120/ 80 mmHg
- S : 36,5ºC
- RR : 24x / menit
- N : 82x / menit

B. Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
- Klien mengatakan nyeri pada perineum akibat episiotomi skala 8, ketika
bergerak nyerinya cekit-cekit dan perih.
- Klien mengatakan tidak tahu cara melakukan perawatan payudara
- Pasien mengatakan masih keluar darah dari jalan lahir seperti menstruasi.

2. Data Objektif
- Klien tampak kesakitan
- Klien sering bertanya bagaimana melakukan perawatan melakukan perawatan
payudara
- Adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum

51
- Terdapat luka episiotomi, keadaan vulva kotor,keluar rubra ± 40 cc.

Analisa Data
No Data Problem Etiologi
1. S : klien tampak klien Gangguan rasa nyeri Terputusnya
mengatakan nyeri pada jaringan sekunder
perineum perineum akibat terhadap luka
episiotomi skala 8, ketika episiotomy
bergerak  nyerinya seperti
cekit-cekit dan  perih.
O : klien tampak meringis
kesakitan
2. S : klien mengatakan masih Resiko infeksi Trauma jaringan /
keluar  darah dari jalan lahir kerusakan fisik
seperti menstruasi.

O:
• adanya kemerahan dan nyeri
tekan pada perineum.
• terdapat terdapat luka
episiotomi, episiotomi,
keadaan vulva kotor, keluar
lochea rubra ± 40 cc,cairan
berwarna merah, Hb:11,80 gr 
%, suhu: 36,5ºC.
3. S : klien mengatakan tidak Kurangnya Minimnya informasi
tahu  bagaimana melakukan pengetahuan tentang tentang  perawatan
perawatan  payudara. “Breast Care”. payudara.
O : Klien sering bertanya
bagaimana melakukan
perawatan  payudara.
C. Diagnosa Keperawatan

52
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
sekunder terhadap luka episiotomi ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada
perineumakibat episiotomi, skala 8 ketika bergerak nyerinya cekit-cekit dan
perih, klien tampak meringis kesakitan.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan kulit ditandai
dengan klien mengatakan masih keluar darah dan jalan seperti menstruasi,
adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum, terdapat luka episiotomi,
keadaan vulva kotor, keluar lochea rubra ± 40 cc.
3. Kurangnya pengetahuan berhubunga hubungan dengan minimnya informasi
tentang Breastcare ditandai dengan klien mengatakan tidak tahu bagaimana cara
melakukan perawatan payudara,klien sering bertanya-tanya bagaimana cara
melakukan melakukan perawatan payudara.

D. Intervensi
- Dx. 1 → Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunga dengan terput dengan
terputusnya jaringa sekunder terhadap luka episiotomi ditandai dengan klien
mengatan nyeri pada perineum akibat episiotomi, skala 8 ketika bergerak
nyerinya cekit-cekit dan perih, klien tampak meringis kesakitan.
1. Tujuan : Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri.
2. Kriteria :-
 Nyeri berkurang atau hilang.
 Ekspresi wajah rileks. Ekspresi wajah rileks.
 Pasien mampu melakukan tindakan dan mengungkapkan intervensi untuk
mengatasi nyeri dengan cepat.
 Tanda-tanda vita da vital norma l normal (teka l (tekanan dar nan darah 120/ 80
mm Hg. Nadi 8088 x/ ah 120/ 80 mm

3. Intervensi
a) Tentukan lokasi dan sifat nyeri.
- Rasional : mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi
yang tepat.

53
b) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi Inspeksi perbaikan perineum dan
episiotomi
- Rasional : dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan atau
terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lebih lanjut.
c) Ajarkan klien untuk duduk dengan mengkonsengkonstraksikan otot gluteal.
- Rasional : penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan strees dan
tekanan langsung pada perineum.
e) Berikan informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan nyeri, misalnya
teknik relaksasi dan distraksi.
- Rasional : membantu memberikan rasa nyaman.
f) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
- Rasional : memberikan kenyamanan sehingga klien dapat memfokuskan pada
perawatan sendiri dan bayinya.

- Dx. 2 → Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan kulit


ditandai dengan klien mengatakan masih keluar darah dan jalan seperti
menstruasi, adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum, terdapat luka
episiotomi, keadaan vulva kotor, keluar lochea rubra ± 40 cc.
1. Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
2. Kriteria :
a) Luka episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tanda-tanda infeksi
(color, tumor, dolor, dan fungsio laesa)
b) Pasien mampu mendemontrasikan mendemontrasikan teknik-teknik teknik-
teknik untuk meningkatkan meningkatkan penyembuhan.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal, terutama suhu (36- uhu (36-37º C)
d) Nutrisi terpenuhi (adekuat)

3. Intervensi :
a. Kaji adanya perubahan suhu.
- Rasional : Peningkatan suhu sampai 38,3º C pada 2-10 hari setelah melahirkan
sangat menandakan infeksi.

54
b. Observasi kondisi seperti episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang
berlebihan.
- Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan parenial dan
atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi intervensi lebih lanjut.
c. Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh
genital.
- Rasional : membantu mencegah/ menghalangi penyebaran infeksi.
d. Catat jumlah dan ba h dan bau lochea atau ea atau perubahan yang han yang
abnormal.
- Rasional : Lochea normal mempunyai bau amis, lochea yang purulen dan bau
busuk menunjukkan adanya infeksi.
e. Anjurkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan menggunakan sabun dari
depan kebelakang dan untuk mengganti pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau
jika pembalut basah.
- Rasional : Membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki vagina atau uretra
f. Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum.
- Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan vulva.
g. Kolaborasi untuk pem tuk pemberian ant ian anti biotik
- Rasional : Mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar.

- Dx. 3 → Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi


tentang perawatan payudara ditandai dengan klien mengatakan tidak tahu
bagaimana cara melakukan perawatan payudara, klien sering bertanya-tanya
bagaimana cara melakukan perawatan payudara.
1. Tujuan : Agar ASI lancar, sekitar areola dan puting tidak kotor payudara tidak
bengkak.
2. Kriteria :
- Klien dapat n dapat mengerti tentang cara perawatan payudara.
- Klien mampu melakukan cara perawatan payudara Klien mampu melakukan
cara perawatan payudara.

55
3. Intervensi :
a) Lakukan Breast care pada klien
- Rasional : menggali seberapa banyak pengetahuan dan pemahaman yang
diterima pasien.
b) Ajarkan breast care pada Ibu. Ajarkan breast care pada Ibu.
- Rasional : agar payudara tidak bengkak dan ASI lancer.
c) Kaji pengetahuan klien tentang perawatan payudara ayudara
- Rasional : Menggali seberapa banyak pengetahuan yang diterima klien
d) Kaji produksi ASI pada klien
- Rasional : Untuk mengetahui seberapa banyak produksi ASI
e) Anjurkan pada Ibu untuk melakukan perawatan payudara tiap pag hari.
- Rasional : Agar ASI keluar dengan lancar

E. Implementasi
No Dianosa keperawatan Implementasi
1. Gangguan rasa nyaman 1. Menentukan lokasi dan sifat nyeri.
nyeri b/d terputusnya 2. Menginspeksi perbaikan perineum dan
jaringan sekunder  terhadap episiotomy
luka episiotomy. 3. Mengajarkan klien untuk duduk dengan
mengkonstraksikan otot gluteal.
4. Memberikan informasi tentang berbagai
startegi untuk menurunkan nyeri, misalnya
teknik relaksasi dan distraksi.
5. Mengkolaborasikan dengan dokter untu
untuk   pemberian analgetic.
2. Resiko infeksi b/d trauma 1. Mengkaji adanya perubahan suhu.
jaringan/kerusakan kulit 2. Mengobservasi kondisi episiotomi
seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang
berlebihan dan eksudat yang  berlebihan.
3. Menganjurkan pada pasien untuk 
mencuci tangan sebelum dan sesudah

56
menyentuh genital.
4.Mencatat jumlah dan bau lochea atau
perubahan yang abnormal.
5. Menganjurkan pada pasien untuk 
mencuci perineum dengan menggunakan
sabun dari depan kebelakang dan untuk
mengganti  pembalut  pembalut sedikitnya
sedikitnya setiap 4 jam atau  jika pembalut
basah.
6.Mengajarkan pada klien tentang cara
perawatan luka perineum.
7. Mengkolaborasikan untuk pemberian
anti biotik
3. Kurangnya pengetahuan b/d 1. Melakukan Breast care pada klien
informasi tentang perawatan 2. Mengajarkan breast care pada Ibu
payudara 3.Mengkaji pengetahuan klien tentang
perawatan payudara
4.Mengkaji produksi ASI pada klien
5. Menganjurkan pada Ibu untuk 
melakukan perawatan payudara tiap  pagi
hari.
F. Evaluasi
No Diagnose Keperawatan Evaluasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d S : Klien mengatakan skala nyeri
terputusnya jaringan sekunder  berkurang yaitu 2.
terhadap luka episiotomy. O : Klien terlihat rileks dan tidak
lemas TD : 120/80 mmHg, S : 36,5
° C, N : 84 x/ menit, RR : 22x/
menit.
A : Masalah Masalah teratasi
teratasi sebagian. sebagian.
P :Lanjutkan intervensi 9 kaji

57
karakteristik  / skala nyeri 9
Anjurkan pasien untuk mobilitas
dini / teknik relaksasi.
2. Resiko infeksi b/d trauma S:–
jaringan/kerusakan kulit. O:
● Tidak ada tanda-tanda infeksi
pada luka jahitan pada perineum.
● TD : 120/80 mmHg, N :
84x/menit, S: 36,5° C, RR : 22 x/
menit
● Tidak ada kemerahan, tidak ada
oedem, tidak ada perdarahan/
nanah  pada luka jahitan.
A : Masalah teratasi.
P : Lanjutkan intervensi 9 Lakukan
perawatan vulva hygiene dengan
teknik steril dan aseptic.
3. Kurangnya pengetahuan b/d S : Klien mengatakan sudah paham
informasi tentang perawatan bagaimana cara melakukan
payudara. perawatan  payudara.
O :Klien belajar
mendemontrasikan  perawatan
payudara.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi Anjurkan
klien melakukan breast care tiap
pagi hari

58
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam
berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga didefinisikan
sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.Atonia uteri
merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan
alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.
Robekan adalah terputusnya kontinyuitas jaringan.(Kamus Lengkap Kedokteran :
109) Jalan lahir terdiri atas jalan lahir bagia keras dan jalan lahir bagian lunak yang
harus di lewati oleh janin dalam proses persalinan pervaginam. (Ilmu Bedah
Kebidanan :Robekan jalan lahir adalah robekan yang selalu memberikan perdarahan
dalam jumlah yang bervariasi banyaknya yang berasal dari perineum, vagina serviks,
dan uterus. (Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, & KB untuk pendidikan bidan : 308)
Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Mochtar, 1998).

B. Saran
Ibu bersalin sebaiknya harus memperhatikan kesehatannya dan bidan uga harus
terus memantau perkembangan ibu bersalin, dan sbaiknya ibu dibemberian oksitosin
rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan
juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.

59
DAFTAR PUSTAKA

docdownloader.com-pdf-askep-robekan-jalan-lahir

dd_33bbb82de6f09b17e2684985a121b85c

https://id.scribd.com/document/336511534/makalah-robekan-jalan-lahir

https://id.scribd.com/document/390021108/makalah-asuhan-keperawatan-atonia-uteri

https://id.scribd.com/document/207679883/makalah-makalah-atonia-uteri

https://id.scribd.com/doc/147341369/laserasi-jalan-lahir-askep-docx

60

Anda mungkin juga menyukai