Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEGAWATDARURATAN DALAM

KEBIDANAN DAN NEONATAL


(RUPTURE UTERI)

OLEH :
RADHIYATAN MARDHIYAH (720200053)

DOSEN PEMBIMBING:
Prof. Dr. dr. Yusrawati, SpOG(K)

PROGRAM MATRIKULASI S2 ILMU KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul “Rupture Uteri”. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari
mata kuliah Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal.
Makalah ini disusun sedemikian rupa agar mudah dibaca dan dipahami
oleh mahasiswa. Dalam penyelesaian makalah ini banyak pihak yang telah
membantu, dengan ini saya mengucapkan terima kasih .
Saya mengetahui adanya kekurangan baik dalam isi ataupun penjelasan
dalam makalah ini. Dengan demikian, kritik dan saran diharapkan agar
kesempurnaan makalah ini dapat terwujud.
Terima kasih kepada dosen dan mahasiswa yang telah membaca dan
mempelajari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat .

Padang, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................
BAB II KAJIAN TEORITIS
A Definisi Rupture Uteri..................................................................................
B. Etiologi Rupture Uteri..................................................................................
C. Klasifikasi Rupture Uteri.............................................................................
D. Tanda dan Gejala Rupture Uteri..................................................................
F. Patofisiologi Rupture Uteri ………………………………………………..
G. Penatalaksanaan Rupture Uteri....................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Ibu bersalin merupakan
seorang yang sedang berjuang, bila karena suatu hal tidak bisa ditangani, maka si ibu bisa
meninggal selama proses persalinan berlangsung. Lebih dari separuh jumlah kematian ibu terjadi
dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan
darah. Perdarahan hebat adalah penyebab yang paling utama dari kematian ibu di seluruh dunia.
Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan
postpartum, namun akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan
akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.Perdarahan postpartum primer adalah
perdarahan yang terjadi 24 jam pertama, penyebab utama perdarahan post partum primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir terbanyak dalam 2
jam post partum. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah
perdarahan primer yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain
pasien mengeluh lemah, limbung berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah
sistolik <90mmHg, denyut nadi>100x/menit, kadar Hb<8g/dL(Sarwono,2011).
Perdarahan post partum primer apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan
perdarahan sekunder yang terjadi setelah 24 jam anak lahir dan pasien dapat mengalami anemia
berkepanjangan. Selain itu juga akan mengakibatkan syok hipovelemik atau syok hemorrhagic
serta mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat dari trauma jalan lahir. Beberapa
pencegahan dapat dilakukan dengan deteksi secara dini komplikasi dan penyulit persalinan dan
nifas (fadlun,2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu rupture uteri?
2. Apa etiologi dari rupture uteri?
3. Apa klasifikasi rupture uteri?
4. Apa tanda dan gejala rupture uteri?
5. Apa patofisiologi rupture uteri?
6. Bagaimana penatalaksanaan rupture uteri?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian rupture uteri
2. Untuk mengetahui etiologi dari rupture uteri
3. Untuk mengetahui klasifikasi rupture uteri
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala rupture uteri
5. Untuk mengetahui patofisiologi rupture uteri
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan rupture uteri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Haemorragic Post Partum (HPP) atau Perdarahan Post Partum adalah perdarahan setelah
bayi lahir yang volumenya melebihi 500 ml. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan
menentukan jumlah perdarahan yang terjadi karena bercampur dengan air ketuban dan serapan
pakaian atau kain alas tempat tidur.
Oleh sebab itu maka batasan operasional untuk periode pasca persalinan adalah setelah
bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang lebih
dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital (Sarwono; 2001) seperti:

1. Pasien mengeluh lemah


2. Berkeringat dingin
3. Menggigil
4. Hipernea
5. Sistolik < 90 mm Hg
6. Nadi > 100 x/menit
7. Kadar Hb < 8 gr %

Pembagian Perdarahan Post Partum:


1. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi selama 24 jam setelah anak lahir. Penyebab utama post partu primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir.
Terbanyak dalam dua jam pertama.
2. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang
terjadi setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.
Penyebab utama perdarahan adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta
atau membran (Manuaba,2010).

B. Etiologi

1. Atonia uteri
Faktor Predisposisi Terjadinya Atonia Uteri adalah :

1) Umur : umur yang terlalu muda atau tua

2) Paritas : sering dijumpai terjadi pada multipara dan


grandemultipara

3) Partus lama

4) Obstetri operatif dan narkosa


5) Uterus terlalu regang dan besar, misalnya

gemelli, hidramnion, atau janin besar

6) Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus

couvelair pada solusio plasenta

7) Faktor sosial ekonomi, yaitu malnutrisi.

2. Sisa plasenta dan selaput ketuban

3. Jalan lahir : robekan perineu, vagina, serviks, forniks dan rahim.

4. Penyakit darah

Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia

atau hipofibrinogenemia yang sering dijumpai:

1. Perdarahan Yang Banyak

2. Solusio Plasenta

3. Kematian Janin Yang Lama Dalam Kandungan

4. Pre Eklamsi Dan Eklamsi

5. Infeksi, Hepatitis Dan Syok Septic.

C. Klasifikasi
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :
1. Menurut waktu terjadinya
a. Ruptur uteri Gravidarum
1) Waktu sedang hamil
2) Sering lokasinya pada korpus
b. Ruptur Uteri Durante Partum
1) Waktu melahirkan anak
2) Ini yang terbanyak
2. Menurut lokasinya
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi  seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi
b. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit
dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan
akhirnya  terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
c. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan  ekstraksi forsipal
atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
d. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina
3. Menurut robeknya peritoneum
a. Ruptur uteri Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut
peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini  terjadi hubungan langsung
antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
b. Ruptur uteri Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek
peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke
lig.latum
4. Menurut etiologinya
a. Ruptur uteri spontanea
Menurut etiologinya dibagi 2 :
1) Karena dinding rahim yang lemah dan cacar
a) bekas seksio sesarea
b) bekas miomectomia
c) bekas perforasi waktu keratase
d) bekas histerorafia
e) bekas pelepasan plasenta secara manual
f) pada gravida dikornu yang rudimenter dan graviditas interstitialis
g) kelainan kongenital dari uteruspenyakit pada rahim
h) dinding rahim tipis dan regang ( gemelli & hidramnion )
2) Karena peregangan yang luarbiasa dari rahim
a) pada panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul
b) janin yang besar
c) kelainan kongenital dari janin
d) kelainan letak janin
e) malposisi dari kepala
f) adanya tumor pada jalan lahir
g) rigid cervik
h) retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi
i) grandemultipara dengan perut gantung ( pendulum )
j) pimpinan partus salah
b. Ruptur uteri violent
Karena tindakan dan trauma lain :
1) Ekstraksi forsipal
2) Versi dan ekstraksi
3) Embriotomi
4) Braxton hicks version
5) Sindroma tolakan
6) Manual plasenta
7) Kuretase
8) Ekspresi kristeller atau crede
9) Trauma tumpul dan tajam dari luar
10) Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan
5. Menurut simtoma klinik
a. Ruptur uteri Imminens ( membakat = mengancam
b. Ruptur Uteri ( sebenarnya )

D. Tanda dan Gejala


Menurut buku kapita selekta tanda-tanda ruptur uteri yaitu:
1. Nyeri abdomen
Dapat terjadi tiba-tiba, tajam dan seperti di sayat pisau. Apabila tejadi ruptur
saat persalinan, kontraksi uterus yang intermiten dan kuat akan berhenti
secara tiba-tiba, dan pasien akan mengeluh nyeri uterus yang menetap.
2. Pendarahan pervaginan
Dapat simptomatik karena karena pendarahan aktif dari pembuluh darah yang
robek.
Sebelum mendiagnosa pasien terkena ruptura uteri maka, petugas kesehatan
harus mengenal tanda-tanda dari gejala ruptura uteri mengancam. Hal ini
dimakksudkan agar petugas kesehatan seperti bidan dapat mencegah ruptura uteri
yang sebenarnya.
Tanda-tanda gejala ruptura uteri yang mengancam adalah:
1. Dalam anamnesa, pasien mengatakan telah ditolong/dibantu oleh
dukun/bidan, dan partus sudah lama berlangsung atau partus macet.
2. Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
3. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang
kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
4. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
5. Ada tanda dehidrasi karena parvtus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut
kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
6. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
7. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan
keras terutama sebelah kiri atau keduanya.
8. Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
9. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan
teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka
pada kateterisasi ada hematuri.
10. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
11. Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti
oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Jika ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan terjadi gejala
ruptur uteri yang sebenarnya yaitu:
1. Gejala yang terlihat saat anamnesis dan inspeksi:
a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,
pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps
b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
c. Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
d. Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-
lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat
jalan lahir.
f. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan
dibahu.
g. Kontraksi uterus biasanya hilang.
h. Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung
dan meteoristis (paralisis usus).
2. Gejala yang teraba saat palpasi:
a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema
subkutan.
b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas
panggul.
c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka
teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga
perut.
4. Pemeriksaan dalam
a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah
dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang
agak banyak
b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding
rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka
dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan
kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti
dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat
diraba fundus uteri.
5. Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin
setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi,
ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.

E. Patofisiologi
1. Ruptur uteri spontan.
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut).
Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik
karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang
letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan.
Pad suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan
miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah
multiparitas, stimulus oksitosin, dll.Disini ditengah-tengah miometrium sudah
terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi
kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan
tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah
tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan
terjadinya ruptur uteri.Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi /
indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkab ruptur uteri.
2. Ruptur uteri traumatic.
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh,
kecelakaan.Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang
terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar.Yang
lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta.Disini
karena dystosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal
untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.
Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan
bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain adalah ketika
melakukan embriotomi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri
dengan tangan untuk mengetahui terjadinya ruptur uteri.
3. Ruptur uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio
sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio
sesarea profunda.Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang
menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh
dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pad bekas parut sesarea
klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan tua sebelum persalinan dimulai,
sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesarea profunda umumnya
terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan
gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi
tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi
robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka
menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini
biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga terdapat ruptur uteri
inkompleta.Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul
perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian keluar.Biasanya
janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada.Sementar itu
penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas luka.Jika
arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok, janin dalam uterus
meningggal pula.

F. Penatalaksanaan Ruptur Uteri


Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus
dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan
distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan
lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah
rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada
kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan
perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa
dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan,
karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Jadi, segera perbaiki shok dan kekurangan darah. Perbaikan shok meliputi
pemberian oksigen, cairan intravean, darah pengganti dan antibiotik untuk
pencegahan infeksi.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik dan diagnosa telah ditegakkan,
selanjutnya dilakukan laparotomi (tindakan pembedahan) dengan tindakan jenis
operasi:
1. Histerektomi, baik total maupun subtotal.
2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara
lain:
1. Keadaan umum
2. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
3. Jenis luka robekan
4. Tempat luka
5. Perdarahan dari luka
6. Umur dan jumlah anak hidup
7. Kemampuan dan keterampilan penolong.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ruptur Uteri merupakan suatu robekan atau diskontinuita dinding rahim
akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal ) dimana yang menjadi penyebabnya adalah
riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus, induksi dengan oksitosin
yang sembarangan atau persalinan yang lama serta presentasi abnormal ( terutama
terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ) dengan Tanda dan gejala ruptur
uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara yaitu : Menurut waktu
terjadinya, Menurut lokasinya, Menurut robeknya peritoneum, Menurut
etiologinya, dan Menurut simtoma klinik

B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran mata kuliah
Kegawatdaruratan dalam Kebidanan dan Neonatal sekaligus dapat memahami
materi “Ruptur Uteri”.
DAFTAR PUSTAKA

Benzion T. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta:


EGC

Chunningham, F., Gary., Gant, F., Norman., Leveno, J., Kenneth., et all. 2011.
Obstetri Williams Edisi 21.. Jakarta: EGC

Wiknjosastro. 1989. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

RSUD Dr. Soetomo. 2001. Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil.
Surabaya: FK. UNAIR

Lowdermilk. Perry. Bobak. 1995. Maternity Nuring , Fifth Edition. Philadelpia:


Mosby Year Book

Prawirohardjo, Sarwono, Wiknjosastro H. 2000. Ilmu Kandungan. Jakarta:


Gramedia

Norwitz, Errol dan Schorge, John. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Leveno KJ, Cunningham FG, Norman F. Alexander GJM, Blomm SL, Casey
BM.Dashe JS, Shefield JS, Yost NP. 2003. In: William Manual of
Obstetrics. Edisi. The University of Texas Southwestern Medical Centre at
Dallas.

Anda mungkin juga menyukai