Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
segala limpahan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“Post SC dengan LMR dan letak sungsang”.
Dalam penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini, saya menyampaikan ucapan terima
kasih kepada dosen yang telah memberi arahan dan penjelasan tentang tata cara
penulisan laporan ini.
Saya menyadari, penulisan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Al-Azhar Mataram yang sedang menjalani kepanitraan klinik di
RSUD Klungkung.

Klungkung, 26 Mei 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i


DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................5
2.1 Definisi Sectio Saesaria.......................................................................5
2.2 Tipe-tipe Sectio Saesaria.....................................................................5
2.3 Indikasi Sectio Saesaria.......................................................................6
2.4 Involusi uterus setelah sectio Saesaria.................................................9
2.4.1 Proses penyembuhan luka bekas Sectio Saesaria.....................9
2.4.2 Perubahan uterus pasca SC pada masa nifas............................11
2.4.3 Perubahan ukuran bekas luka SC selama kehamilan................12
2.5 Tatalaksan pada kehamilan bekas SC...................................................14
2.6 Komplikasi kehamilan dan persalinan bekas SC..................................14
2.7 Batasan Letak Sungsang.......................................................................18
2.8 Diagnosis Letak Sungsang....................................................................18
2.9 Tatalaksana Letak Sungsang.................................................................19
BAB III LAPORAN KASUS...........................................................................23
3.1 Identitas pasien ....................................................................................23
3.2 Anamnesis ............................................................................................23
3.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................25
3.4 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................28
3.5 Diagnosis ..............................................................................................29
3.6 Penatalaksanaan ...................................................................................29
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................39
4.1 Pembahasan kasus..................................................................................39
BAB V PENUTUP...........................................................................................40

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari tahun ke tahun angka kejadian seksio sesarea terus meningkat. Seksio
sesarea merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh dan berat janin lebih dari
500 gram. Di Inggris, pada tahun 2008 – 2009 angka seksio sesarea menjadi 24,6% yang
pada tahun 1980 hanya sekitar 9%. Selain itu angka kejadian seksio sesaria di Australia
pada tahun 1998 sekitar 21% dan pada tahun 2007 telah mencapai sekitar 31%. Di
Indonesia angka kejadian seksio sesarea pada tahun 2009 telah mencapai 29,6%.

Dengan makin meningkatnya frekuensi seksio sesarea ini, maka dapat meningkat
pula angka kejadian ibu hamil dengan riwayat pernah melahirkan dengan seksio sesarea
serta penyulit yang dialami saat persalinan. Di Inggris, frekuensi seksio sesarea ulangan
pada ibu yang pernah seksio sesarea sebelumnya sekitar 28% dari kelahiran yang ada.
Selain itu, di Australia sekitar 56,6% seksio sesarea elektif dan 13,9% seksio sesarea
emergensi dialami oleh ibu yang pernah seksio sesarea sebelumnya. Kehamilan dan
persalinan dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya akan mendapat risiko terjadinya
morbiditas dan mortalitas yang meningkat terutama berhubungan dengan parut uterus,
ruptur uteri dan abnormalitas plasenta.

Kelainan letak dalam kehamilan merupakan keadaan patologis yang erat


kaitannya dengan kematian ibu atau janin. Kelainan letak dapat berupa letak lintang atau
letak sungsang. Letak sungsang adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Kehamilan letak sungsang
disebabkan karena plasenta previa, prematuritas, bentuk Rahim yang abnormal, panggul
sempit dan kelainan bentuk kepala. WHO memperkirakan di seluruh dunia lebih dari
585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin pada letak sungsang. Artinya,
setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Menurut WHO, sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan terjadi di negara-negara berkembang.

3
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan , penulis tertarik untuk melaporkan
kasus yang terkait dengan post sc dengan riwayat bekas sc disertai adanya letak sungsang
pada janin di RSUD Klungkung beserta tinjauan pustaka dan analisisnya. Laporan kasus
ini diharapkan bermanfaat bagi praktisi kesehatan yang ingin mengkaji mengenai
persalinan dengan seksio cesarean yang disertai LMR dan letak sungsang.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Seksio sesarea


Istilah seksio sesarea berasal dari perkataan Latin Caedere yang
artinya memotong. Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
vagina. Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi
untuk melahirkan janin dari dalam rahim. 1
2.2 Jenis Seksio sesarea
Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu : 1
2
a. Sayatan melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan
melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di
atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntunganya
adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita
rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa
nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga
luka operasi dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sayatan memanjang (bedah sesar klasik) 3
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang
memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi.
Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan
terhadap komplikasi.

5
2.3 Indikasi
Para ahli kandungan menganjurkan seksio sesarea apabila kelahiran melalui
vagina mungkin membawa risiko pada ibu dan janin. Indikasi untuk seksio
sesarea antara lain meliputi:
a. Indikasi Medis 3
Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :
1) Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi sesar, misalnya daya
mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain
yang mempengaruhi tenaga.
2) Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak lintang,
primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan
terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress
syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).
3) Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada
jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga
bisa menular ke anak, seperti herpes kelamin (herpes genitalis),
condyloma lota (kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma
acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang
kol di kulit luar kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C.
b. Indikasi Ibu2
1) Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun ,
memiliki risiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita
dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang
memiliki penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung,

6
kencing manis, dan preeklampsia. Eklampsia dapat menyebabkan ibu
kejang shingga dokter memutuskan persalinan dengan seksio sesarea.
2) Tulang Panggul
Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak melahirkan secara alami. Tulang panggul
sangat menentukan mulus tidaknya proses persalinan.
3) Persalinan Sebelumnya dengan seksio sesarea
Sebenarnya, persalinan melalui bedah sesar tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.
Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukanya
tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu
sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja
dilakukan.
4) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit
bernafas.
5) Kelainan Kontraksi Rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine
action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar
pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong,
tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar.
6) Ketuban Pecah Dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan
bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban
merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban
(amnion) adalah cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.

7
7) Rasa Takut Kesakitan
Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan
mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit
di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan “menggigit”.
Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru melahirkan
merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal ini bisa
karena alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan sakit.
Kecemasan yang berlebihan juga akan mengambat proses persalinan
alami yang berlangsung.
c. Indikasi Janin2
a) Ancaman Gawat Janin (fetal distress)
Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin
berkisar 120- 160. Namun dengan CTG (cardiotography) detak
jantung janin melemah, lakukan segera seksio sesarea untuk
menyelematkan janin.
b) Bayi Besar (makrosomia)
c) Letak Sungsang
Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai
dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi
yang satu dan bokong pada posisi yang lain.
d) Faktor Plasenta
 Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian
atau seluruh jalan lahir.
 Plasenta lepas (solusio plasenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat
dari dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi

8
dilakukan untuk menolong janin segera lahir sebelum ia
mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.
 Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada
umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang berulang
kali, ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu
yang pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang
menyebabkan menempelnya plasenta).
e) Kelainan Tali Pusat
 Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada
keadaan ini, tali pusat berada di depan atau di samping atau tali
pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi.
 Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama
tali pusat tidak terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan
nutrisi dari plasenta ke tubuh janin tetap aman
2.4 Involusi uterus setelah sc
a. Proses Penyembuhan Luka Bekas SC
Tindakan pembedahan biasanya membawa konsekuensi
terbentuknya jaringan parut di uterus karena proses penyembuhan luka
yang terjadi. Namun pada persalinan abdominal, yaitu pengeluaran janin
melalui insisi dinding perut dan dinding rahim dengan berat badan janin di
atas 500gr, tidak ditemukan pembentukan tersebut. Penyembuhan luka
pada uterus adalah unik. Uterus mengalami proses regenerasi serabut-
serabut otot. Hal ini dibuktikan pada pemeriksaan secara kasat mata
sebelum uterus di insisi, seringkali tidak ditemukan parut atau hanya
ditemukan garis yang hampir tak terlihat. Pendapat lain menyebutkan

9
bahwa penyembuhan luka pada uterus terjadi dengan pembentukan
jaringan ikat. Proses ini berjalan setelah luka dibuat akan menimbulkan
eksudat yang berisikan pembentukan serta deposit fibrin, lalu terjadi
proliferasi dan infiltrasi fibroblast, kemudian jaringan yang terbentuk
tersebut akan menyatu dengan otot. 4
Pada proses penyembuhan luka ini terdapat faktor mekanik yang
berperan berupa kontraksi dan retraksi. Uterus akan mengecil dan sayatan
longitudinal sepanjang 10 cm dapat mengecil membentuk bekas sepanjang
2 cm. Namun, sayatan pada segmen bawah rahim (SBR) mengecil lebih
lambat karena memiliki konsistensi otot yang lebih sedikit dari corpus.
Pada kehamilan berikutnya serabut-serabut otot mengalami pemanjangan
dan perubahan konsistensi. Daerah jaringan parut relatif statis, konsistensi
jaringan parut mengalami perubahan ringan menjadi lebih lunak mirip
dengan perubahan yang dialami jaringan fibromuskular pada serviks di
kala I saat awal persalinan . 4
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya
melalui sayatan horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang
disebut insisi kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke
uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing yaitu SBR,
hampir 90 % insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan
horizontal (seperti potongan bikini). Cara pemotongan uterus seperti ini
disebut "Low Transverse Cesarean Section". Insisi uterus ini ditutup/jahit
akan sembuh dalam 2 – 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan
potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini
dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin
tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang
kehamilan atau persalinan berikutnya. 5
Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu
dapat mengetahui ketebalan SBR. Ketebalan SBR 4,5 mm pada usia

10
kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut
yang tidak sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR < 3,5 mm. Oleh
sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat
skrining dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea. 4 Dasar dari
keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di
daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada
prinsipnya :
a) Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan
sikatrik pada uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan.
b) Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik
atau hanya ditemukan uatu garis tipis pada permukaan luar dan
dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik diantaranya. 6
Kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik
adalah lebih kuat dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah
dibuktikannya dengan memberikan regangan yang ditingkatkan
dengan penambahan beban pada uterus bekas seksio sesarea
(hewan percobaan). Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid
bekas seksio sesarea yang mengalami ruptura selalu terjadi pada
jaringan otot miometrium sedangkan sikatriknya utuh. Yang mana
hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik yang terbentuk relatif
lebih kuat dari jaringan miometrium itu sendiri. 7

b. Perubahan Uterus Setelah SC Pada Masa Nifas


a. Perubahan tinggi uterus 8
Pada kasus kelahiran pervaginam, tinggi fundus postpartum pada hari
pertama berkisar 12-13 cm dan kisaran 7 cm pada hari keenam. Pada
kelahiran per-abdominam atau SC, tinggi fundus post partum pada hari
pertama 17 cm dan 13,8 cm pada hari keenam. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan perubahan pada uterus pasca melahirkan

11
secara pervaginam dan perabdominal dengan perubahan yang cukup
lama terjadi pada kelahiran perabdominal.
Selain tinggi fundus, penundaan kemampuan untuk berjalan pada
pasien dan dilatasi serviks yang tidak memadai mengganggu
pengeluaran lokia dan berhubungan dengan penundaan kembalinya
uterus pada posisi anteversi. Pada masa nifas setelah SC, tinggi fundus
akan menyusut 11 cm setiap hari dari hari pertama nifas hingga hari
kedua dan beberapa millimeter pada hari berikutnya. Sedangkan pada
kelahiran pervaginam, uterus menyusut pada kisaran 1 cm setiap
harinya.
b. Perubahan warna lokia 8
Warna merah pada lokia adalah warna normal hingga hari keempat
pada masa nifas and akan berubah menjadi warna coklat hingga hari
kedelapan. Pada kasus setelah SC, warna lokia akan tetap berwarna
merah hingga hari keenam pada masa nifas. Hal ini berkaitan dengan
perubahan tinggi uterus yang perlahan menyusut.
c. Perubahan Ukuran Bekas Luka SC Selama Kehamilan 8
Sejumlah penelitian telah menggunakan USG untuk menggambarkan
bagian bekas SC. Bekas luka SC adala biasanya terdiri dari dua
komponen: bagian hypoechoic pada bekas luka dan jaringan parut
pada miometrium residual yang dinilai sebagai ketebalan miometrium
residual (KMR). ketebalan seluruh SBR diukur dengan menggunakan
transabdominal sonografi, sementara lapisan otot diukur dengan
menggunakan transvaginal sonografi (TVS). Ketebalan SBR
dievaluasi karena berperan penting sebagai prediktor dari rupture uteri.

12
Gambar 2. Ilustrasi yang menggambarkan bekas lukas SC pada dimensi
sagittal (a) dan transversal (b). A, lebar bagian hypoechoic dari bekas luka
pada potongan sagittal. B, kedalaman bagian hypoechoic dari bekas luka. C,
panjang bagian hypoechoic dari bekas luka. D, ketebalan myometrium
residual pada potongan sagittal.
Dari waktu ke waktu, terdapat perubahan bekas luka yang
menunjukkan peningkatan lebar rata-rata 1,8 mm pada bagian
hypoechoic dari bekas luka per-trimester. Sedangkan kedalaman dan
panjang bagian hypoechoic mengalami penurunan dengan rata-rata 1,8
mm dan perpanjangan 1,9 mm per trimester. Ketebalan myometrium
residual menurun rata-rata 1,1 mm per trimester. Dalam dua kasus
yang dilaporkan ruptur bekas luka, penurunan KMR antara pertama
dan kedua trimester adalah 2,7 dan 2,5 mm, masing-masing. 4

13
2.5 Tatalaksana Kehamilan dan Persalinan Bekas SC,PROTAP
Pada kehamilan dengan riwayat seksio sesarea, perlu diperhatikan
apakah akan dilaksanakan persalinan per vaginam atau per abdominam. Pada
ibu dengan riwayat tersebut, tidak harus selalu dilakukan seksio sesarea lagi,
terutama bila penyebab seksio sesarea sebelumnya bukan merupakan indikasi
yang menetap. Jika tidak ada kontraindikasi, dicoba untuk melahirkan per
vaginam.

2.6 Komplikasi pada kehamilan dan persalinan bekas SC


a. Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan
atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum viserale.
Ruptur uteri dapat terjadi pada uterus yang utuh (ruptur uteri spontan),
pada bekas luka dinding rahim, misalnya bekas SC atau operasi pada otot
rahim, maupun ruptur uteri akibat tindakan pada pertolongan persalinan
atau ruptur uteri violenta. Secara klinis ruptur uteri dapat menyebabkan
adanya hubungan langsung antara kavum uteri dengan rongga peritoneum

14
(ruptur uteri kompleta) atau tetap terpisah oleh peritoneum viseral yang
menutupi uterus atau uptura uteri inkomplet 10
Penting untuk membedakan antara ruptur pada parut SC dan
terbukanya (dehiscence) parut pada bekas SC. Ruptur uteri merujuk pada
terpisahnya insisi lama pada uterus hampir sepanjang seluruh jaringan
parut tersebut, diikuti dengan robeknya selaput fetal sehingga kavum uteri
berhubungan langsung dengan rongga peritoneum. Pada keadaan ini
seluruh atau sebagian dari janin berada di rongga peritoneum. Sebagai
tambahan, biasanya terdapat perdarahan yang signifikan dari pinggiran
luka ke arah uterus. Sebaliknya pada dehisens selaput fetal tidak robek dan
janin tidak masuk ke rongga peritoneum. Biasanya pada dehisens jaringan
yang terpisah tidak meliputi seluruh lapisan parut, peritoneum yang
melapisi defek tersebut tetap intak dan tidak ditemukan adanya perdarahan
atau minimal. 11
Dehiscence terjadi perlahan-lahan, sedangkan ruptur sangat
simptomatik dan kadang- kadang fatal. Dengan timbulnya persalinan atau
manipulasi intrauterine, suatu dehiscence dapat terjadi ruptur. Ruptur uteri
semacam ini lebih sering terjadi pada luka bekas SC klasik dibandingkan
dengan luka bekas SC profunda. Ruptur bekas SC klasik sudah dapat
terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan luka bekas SC profunda biasanya
baru terjadi dalam persalinan, karena itu semua pasien bekas SC yang
hamil lagi harus diawasi oleh seorang dokter ahli, baik sewaktu kehamilan
maupun persalinan. Adapun gejala dari ruptur uteri, antara lain : 6
1. Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai rasa nyeri perut bagian
bawah terus menerus, juga pada waktu diraba, terutama di luar his.
2. Pernafasan dan denyut nadi cepat dari biasanya.
3. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama, yaitu mulut kering,
lidah kering dan haus, badan panas.
4. Pada abdomen dijumpai :

15
 Lingkaran Bandle meningkat sampai setinggi pusat
 Bagian bawah terasa nyeri
 Ligamentum rotundum teraba tegang
 Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus
 Bunyi jantung janin tidak ada atau tidak baik karena anak
mengalami asfiksia disebabkan oleh kontraksi dan retraksi
rahim yang berlebihan.
5. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan :
 Bagian terendah janin terfiksir
 Mungkin dijumpai edema serviks
Ruptur uteri pada bekas SC sering sukar sekali didiagnosa,
karena tidak ada gejala- gejala khas seperti pada rahim yang utuh.
Mungkin hanya ada perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan
atau ada perasaan nyeri pada daerah bekas luka. Ruptur semacam ini
disebut silent rupture, di mana gambaran klinisnya sangat berbeda
dengan gambaran klinis ruptur uteri pada uterus yang utuh. Hal ini
dikarenakan biasanya ruptur pada bekas luka SC terjadi sedikit demi
sedikit dan lagi pula perdarahan pada ruptur bekas luka SC profunda
terjadi retroperitoneal hingga tidak menyebabkan gejala perangsangan
pada peritoneum. Maka sebaiknya pada semua penderita bekas SC
yang bersalin pervaginam dilakukan eksplorasi kavum uteri. Ruptur
uteri merupakan keadaan gawat darurat obstetrik yang berbahaya
karena angka kematiannya tinggi. Penyebab kematian ruptur uteri
terutama adalah perdarahan dan infeksi. Pertolongan pertama pada
ruptur uteri terutama adalah transfusi darah dan antibiotika yang
adekuat. Setelah keadaan umum penderita baik, segera dilakukan
histerektomi 12

16
b. Plasenta Akreta dan Plasenta Previa 13
Morfologi, biokimia, perubahan molekul, dan imunologi yang
terlihat pada rahim manusia yang berubah dari inaktif menjadi aktif
saat persalinan dikarenakan kontraksi yang kuat dan sering.
Miometrium menjadi responsif terhadap prostaglandin yang
memfasilitasi terjadinya persalinan. Sedangkan pad kondisi pasien
yang dilakukan SC terjadi ketiadaan aktivasi dari uterus. Hal ini
menjadi awal dari hipotesis bahwa SC salah satu faktor risiko untuk
terjadinya plasentasi yang tidak sesuai.
Pada nyatanya, uterus pada dua orang yang berbeda dapat
memberikan repson yang berbeda juga terhadap bekas luka SC
terutama respon terhadap sitokin dan mediator inflamasi, kejadian
stress oksidatif. Hal ini dapat berdampak pada pertumbuhan dan
rekonstruksi desidua basalis dan kemampuan desidua untuk
menampung dan memodulasi infiltrasi trofoblas. Hal ini terbukti pada
penelitian melalui ultrasound transabdominal yang memberikan kesan
bahwa ketebalan dinding uterus wanita bekas SC lebih tipis daripada
uterus wanita dengan persalinan pervaginam. Ketebalan dinding uterus
yang tipis setelah SC ini dapat menyebabkan terjadinya plasenta akreta
ataupun perkreta
Selain dari kelainan perlekatan plasenta, remodelisasi kondisi
uterus pasca SC dapat menyebabkan kelainan pada letak plasenta,
yaitu plasenta previa. Hal ini dapat terjadi pasca SC dengan insisi
segmen bawah rahim yang membuat modulasi dari SBR menipis
sehingga menyebabkan plasentosis menyebar hingga ke permukaan
rendah uterus. Ligasi pembuluh rahim pada saat SC dapat lebih
meningkatkan risiko kerusakan pada lapisan rahim endometrium dan
miometrium, atau keduanya, yang dapat mempengaruhi ke implantasi
rendah plasenta di rahim. Selain itu, bagian otot rahim selama

17
persalinan perabdomina mengganggu fisiologis peregangan dari otot,
dan membatasi pergerakan pertumbuhan plasenta sehingga menjauh
dari segmen atas uterus pada kehamilan berikutnya. Bahaya plasenta
previa ini dapat menyebabkan perdarahan antepartum dan menjadi
indikasi untuk dilakukan kembali persalinan perabdomina pada
kehamilan selanjutnya. Tingkat plasenta previa meningkat dengan
peningkatan jumlah operasi caesar sebelumnya. Dalam 153 kasus
plasenta previa dengan operasi caesar sebelumnya, terjadi peningkatan
risiko sebesar 3,5% pada satu kali SC, 22,5% pada dua kali SC
sebelumnya, 28% pada tiga kali SC, dan 50% pada empat kali SC
sebelumnya.

2.7 Batasan Letak Sungsang9


Disebut letak sungsang apabila janin membujur dalam uterus dengan
bokong/kaki pada bagian bawah.
Tergantung dari bagian mana yang terendah, dapat dibedakan menjadi :
1) Presentasi bokong muni (frank breech)
2) Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech)
3) Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incomplete breech) termasuk
disini :
• presentasi lutut (kneeling)
• presentasi kaki (footling)
2.8 Diagnosis Letak Sungsang 12
Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi
 Leopold I : teraba bagian bulat, keras dan balotemen
 Leopold II : Teraba punggung disatu sisi dan bagian
kecil disisi lain.

18
 Leopold III-IV : Bokong teraba di bagian bawah uterus
b. Auskultasi : denyut jantung janin biasanya diatas umbilikus
c. Pemeriksaan dalam.
Frank breech : teraba sakrum, tuberositas ischiadika, anus,
dan
apabila penurunan sudah dibawah bisa teraba
genitalia
Complete breech : kaki teraba sejajar dengan bokong
Footling : satu atau kedua kaki lebih rendah dari bokong
Kneeling : satu atau kedua lutut lebih rendah dari bokong
2) Pemeriksaan Penunjang:
a. Ultrasonografi, diperlukan untuk :
 Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas.
 Menentukan letak plasenta.
 Menentukan kemungkinan cacat bawaan.
b. Foto Rontgen (bila perlu saja dan pada kasus yang direncanakan
persalinan pervaginam), untuk :
 Menentukan posisi tungkai bawah.
 Konfirmasi letak janin serta fleksi kepala.
 Menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan
2.9 Tatalaksana letak sungsang 12
A. Waktu Hamil (Antenatal)
1.Pada umur kehamilan 28-30 minggu, mencari kausa.
a.USG:
• Plasenta previa.
• Kelainan kongenital.
• Kehamilan ganda.
• Kelainan uterus.

19
b.Ukuran dan evaluasi panggul dilakukan dengan pelvimetri klinik. Bila tidak
ditemukan kelainan, dilakukan perawatan konservatif, dan rencana persalinan
lebih agresif.
2. Bila hasil pemeriksaan USG tidak menemukan kelainan, maka dilakukan :
- Knee chest position.
- Versi luar (bila tidak ada kontra indikasi), dilakukan pada umur kehamilan
lebih atau sama dengan 36 minggu
3. Bila versi luar berhasil, kontrol 1 minggu lagi, dan dikelola sebagai
presentasi kepala.
4. Bila versi luar gagal, dilakukan konseling cara persalinan.
B. Waktu Persalinan
1. Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sumgsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada.
2. Persalinan pervaginam diberi kesempatan asal tidak ada hambatan pada
pembukaan.
Urutan cara persalinan :
a. Usahakan spontan Bracht.
b. Manual aid/Lovset-Mauriceau.
c. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).

Cara persalinan berdasarkan perkiraan berat badan janin dan umur


kehamilan :

a. Berat janin kurang 1000 gram (extremely low birth weight) : konseling
keluarga
b. Berat janin 1000 – kurang 1500 gram : tawarkan seksio sesaria
c. Berat janin 1500 – 2500 gram : tawarkan persalinan pervaginam
d. Berat janin 2500 – 4000 gram direkomendasikan persalinan
pervaginam
e. Berat janin lebih 4000 gram direkomendasikan seksio sesaria

20
Pedoman persalinan pervaginam pada letak sungsang :

1. Pemeriksaan panggul harus dilakukan untuk memastikan tidak ada


kesempitan panggul.
2. Kemajuan persalinan adalah cara terbaik untuk mengetahui ada
tidaknya disproporsi
3. Bila ketuban pecah harus dilakukan evaluasi untuk menentukan
adanya tali pusat menumbung
4. Bila persalinan tidak maju / macet dianjurkan dilakukan seksio sesaria
5. Induksi persalinan tidak dilakukan. Augmentasi persalinan bisa
dilakukan bila distosia disebabkan karena inertia uteri
6. Bila satu jam kala II belum lahir dilakukan seksio searia
7. Persalinan harus didampingi petugas yang berpengalaman dalam
resusitasi neonatus
3. Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi
feto pelvik atau Skor Zachtuchni Andros kurang dari 3).

b. Tali pusat terkemuka


c. Panggul sempit
d. Kepala hiperekstensi
e. Incomplete breech (presentasi lutut atau presentasi kaki)

21
f. Bayi besar (> 4000 gram)
g. Didapatkan distosia persalinan
h. Pertumbuhan janin terhambat
i. Umur kehamilan:
a. Prematur (EFBW 1000 – kurang 1500 gr)
b. Post date (umur kehamilan lebih dari: 42 minggu)
j. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan). Riwayat persalinan yang
lalu -BOH.
-HSVB.
k. Komplikasi kehamilan dan persalinan dimana ada indikasi dilahirkan /
induksi tetapi belum inpartu spontan:
a. Hipertensi dalam kehamilan.
b. Ketuban Pecah Dini.
l. Riwayat kematian janin karena trauma persalinan

22
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. NNM
Umur : 22-08-1985 (36 tahun)
Alamat : Jumpai
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Sudah Menikah
No. RM : 264092
3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Rencana Sc elektif
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dalam keadaan sadar diantar keluarga dan bidan ke VK Bersalin
RSUD Klungkung pada tanggal 19 Mei 2021 pukul 12.30 WITA dengan
rencana sc elektif pada tanggal 20 Mei 2021. Sebelumnya, pada tanggal 11 Mei
2021 pasien mengeluhkan nyeri perut bagian bawah hilang timbul yang
berlangsung sekitar 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan pasien semakin
memberat pada saat melakukan aktivitas. Pasien kemudian memeriksakan
perihal kondisinya ke rusd klungkung. Dari hasil pemeriksaan menunjukan
bahwa janin pasien dalam kondisi letak sungsang sehingga berdasarkan anjuran
dari dokter kandungan menyarankan pasien untuk dilakukan SC elektif pada

23
tanggal 20 Mei dan melakukan pemeriksaan lab dan swab terlebih dahulu pada
tanggal 17 mei 2021. Keluhan lainnya seperti keluar darah bercampur lendir,
pusing, penglihatan kabur dan nyeri ulu hati disangkal oleh pasien. Pasien
sebelumnya tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Gerak janin dirasakan
aktif oleh pasien. BAB (+), BAK (+) seperti biasa.
c. Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 12 tahun. Siklus
menstruasi sebelum kehamilan dikatakan teratur setiap 28 hari dan lama
menstruasi dalam satu siklus 4-5 hari. Pasien mengatakan mengganti pembalut
sebanyak 2-3 kali dalam sehari tidak terdapat keluhan saat haid seperti kram
perut. Hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien adalah 11 agustus 2020,
dengan taksiran persalinan pada tanggal 18 Mei 2021
d. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali sejak tahun 2006 sampai sekarang. Pasien menikah
pada usia 20 tahun.
e. Riwayat Kontrasepsi
Pasien menikah satu kali sejak tahun 2006 sampai sekarang. Pasien menikah
pada usia 20 tahun.
f. Riwayat Kehamilan
Pasien pernah hamil sebanyak 5 kali terhitung saat ini dengan anak pertama
dilahirkan normal , anak kedua dilakukan kuretase pada usia kehamilan tiga
bulan , anak ketiga dilakukan SC karena letak lintang dan anak ke-4 dilakukan
kuretase pada usia 3 bulan
g. Riwayat ANC
Pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 1 kali setiap bulan.
Pasien pernah melakukan USG sebanyak 1 kali di dokter kandungan. Pasien
tidak pernah memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan perdarahan
sebelumnya. Berat badan pasien sebelum hamil yakni 63 kg, selama hamil
bertambah menjadi 75 kg (ditimbang saat kontrol terakhir) dengan tinggi badan

24
158 cm. Saat hamil ibu tidak pernah menderita tekanan darah tinggi, pandangan
mata kabur, kaki bengkak serta denyut jantung janin selama kehamilan
dikatakan normal. Pasien mengaku belum mendapatkan imunisasi tetanus
toksoid dan pasien mengatakan mendapat suplemen tablet besi. Pasien
mengatakan belum pernah melakukan pemeriksaan laboratorium, berupa
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urin lengkap, HIV, HBsAg.
h. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan
penyakit jantung disangkal oleh pasien. Pasien juga menyangkal adanya riwayat
alergi baik terhadap obat maupun makanan. Riwayat kejang disangkal pasien.
i. Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam diluar
menstruasi disangkal.
j. Riwayat Pengobatan dan Operasi
Pasien mengatakan tidak pernah mengonsumsi obat-obatan selain vitamin yang
didapatkan dari pusksesmas saat kontrol kehamilan. Pasien mengatakan ada
riwayat operasi kuretase sebanyak dua kali dan SC 1 kali pada tahun 2013 di
RSU Permata hati.
k. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik pada keluarga seperti
hipertensi, diabetes melitus, asma, dan penyakit jantung.
l. Riwayat Sosial dan Lingkungan
Pasien tinggal bersama suaminya. Pasien merupakan ibu rumah tangga yang
sehari-hari beraktivitas di rumah. Selama hamil, pasien tidak pernah melakukan
aktivitas berat dan lebih banyak istirahat. Pasien mengatakan tidak memiliki
riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum : tampak sakit ringan

25
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tinggi badan : 156 cm
d. Berat badan : 75 kg
e. Index Masa Tubuh : 30,8 kg/m²
f. Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Respiration Rate : 18 x/menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Saturasi oksigen : 98%
Status Generalis
a) Kepala : normocephali, rambut berwarna hitam dan
tidak mudah rontok
b) Mata : simetris, anemis -/-, ikterik -/-
c) Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
d) Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
e) Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies (-) gusi
berdarah (-)
f) Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
g) Thorak : Pulmo : VBS +/+ Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I = BJ II reguler, M(-), G(-)
h) Abdomen : striae gravidarum (-), luka bekas operasi
(-)Bising usus (+), timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri tekan (-),
i) Ekstremitas : akral hangat (+), , edema generalisata (-),
CRT < 2 detik, edema (-/-)

26
Status Obstetri
a. Pemeriksaan Abdomen :
 TFU : 3 jari dibawah processus xipoideus
 MCD : 32 cm
 DJJ : 144 x/menit
 His : His (-).
 Tafsiran berat badan janin :
(TFU-11) x 155 = (32-11) x 155 = 3255 gram
 Palpasi :
- Leopold I : TFU 3 jari dibawah processus xipoideus (32
cm), teraba bagian bulat dan keras melenting (kesan kepala)
- Leopold II : teraba tahanan keras, datar di kanan (kesan
punggung), teraba bagian kecil-kecil di kiri (kesan ekstremitas).
- Leopold III : teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
- Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk PAP
(divergen)
b. Pemeriksaan Vagina :
 Inspeksi : v/v normal, perdarahan aktif (-), lendir (-), keputihan
(-), masa (-), jaringan parut (-), perineum utuh (+)
VT : v/v normal, dinding vagina licin, portio tebal lunak, ø
2 cm, ketuban (+), presentasi bokong, bloodslym (-).

27
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (17-05-2021)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah Lengkap
Hemoglobin *9,1 g/dl 10,8-16,5
Lekosit *11,31 ribu/ uL 3,5-10
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil 72 % 39,3-73,7
Limfosit 18,6 % 18,0-48,3
Monosit 5,3 % 4,4-12,7
Eosinofil 3,35 % 0,60-7,30
Basofil 0,65 % 0,00-1,70
Eritrosit 3.5 juta/uL 3,5-5,5
Hematokrit 29.4 % 35-55
Indeks eritrosit
MCV 84.2 fL 81,1-96
MCH 25.9 pg 27,0-31,2
MCHC 30.8 % 31,5-35,0
RDW-CV 11.4 % 11,5-14,5
Trombosit 273 Ribu/uL 145-450
MPV 6.71 fL 6,90-10,6
Hemostasis
Massa Pendarahan (BT) 1’30” menit 1-5
Massa Pembekuan (CT) 11’00” menit 6-15
Kimia Klinik
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 67 Mg/dL 80-200

b. Rapid Antigen SarsCoV-2 ( 19-05-2021)


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Rapid Antigen Negatif Negatif
SarsCov 2

28
3.5 DIAGNOSIS
Ny. NNM umur 36 tahun G5P2022 usia kehamilan 38-39 minggu TIH
+LMR+LETSU.
3.6 TATALAKSANA
1. MRS, tirah baring
2. Puasa 8 jam preop
3. IVFD RL 20 tpm
4. Observasi KU, TTV, his, DJJ
3.7 PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
3.8 FOLLOW UP PASIEN
 19 Mei 2021
S O A P
Gerak bayi (+), KU baik G5P2022 UK - MRS, tirah
sakit perut (-), St Present 38-39 minggu baring
TD 110/70 TIH + LMR + -Puasa 8 jam
mmHg, N Letsu preop
84x/mnt,RR 20 -IVFD RL 20
x/mnt, T tpm
36,5oC,saturasi -Observasi KU,
oksigen 99%, DJJ TTV, his, DJJ
150x/menit
St. General
Mata : anemis -/-
Thorax :
cor/pulmo dbn
Ekstremitas :

29
Hangat (+),
edema (-) pada
keempat
ekstremitas
St. Obstetrik
-Leopold I :
TFU 3 jari
dibawahprocessus
xipoideus (32 cm),
teraba bagian bulat
dan keras
melenting (kesan
kepala)
-Leopold II :
teraba tahanan
keras, datar di
kanan (kesan
punggung), teraba
bagian kecil-kecil
di kiri (kesan
ekstremitas).
-Leopold III :
teraba bagian bulat
dan lunak (kesan
bokong)
-Leopold IV :
bagian terbawah
janin sudah masuk

30
PAP (divergen)
TFU 3 jari
dibawah processus
xiphoideus ,
kontraksi uterus
(+) baik
Distensi (-),
Bising usus (+)
Vagina :
Inspeksi:
v/v normal,
perdarahan aktif
(-), lendir (-),
keputihan (-),
masa (-), jaringan
parut (-), perineum
utuh (+)
VT :
v/v normal,
dinding vagina
licin, portio tebal
lunak, ø 2 cm,
ketuban (+),
presentasi bokong,
bloodslym (-).

31
 20 Mei 2021
 S O A P
Gerak bayi (+), KU baik G5P2022 UK SC elektif
sakit perut (-), St Present 38-39 minggu
TD 110/80 TIH + LMR +
mmHg, N Letsu
80x/mnt,RR 20
x/mnt, T
36,7oC,saturasi
oksigen 98%, DJJ
140x/menit
St. General
Mata : anemis -/-
Thorax :
cor/pulmo dbn
Ekstremitas :
Hangat (+),
edema (-) pada
keempat
ekstremitas
St. Obstetrik
Leopold I :
TFU 3 jari
dibawahprocessus
xipoideus (32 cm),
teraba bagian bulat
dan keras
melenting (kesan
kepala)

32
-Leopold II :
teraba tahanan
keras, datar di
kanan (kesan
punggung), teraba
bagian kecil-kecil
di kiri (kesan
ekstremitas).
-Leopold III :
teraba bagian bulat
dan lunak (kesan
bokong)
-Leopold IV :
bagian terbawah
janin sudah masuk
PAP (divergen)
TFU 3 jari
dibawah processus
xiphoideus ,
kontraksi uterus
(+) baik
Distensi (-),
Bising usus (+)
Vagina :
Inspeksi:
v/v normal,
perdarahan aktif
(-), lendir (-),

33
keputihan (-),
masa (-), jaringan
parut (-), perineum
utuh (+)
VT :
v/v normal,
dinding vagina
licin, portio tebal
lunak, ø 2 cm,
ketuban (+),
presentasi bokong,
bloodslym (-).

 21 Mei 2021
 S O A P
Nyeri luka post KU baik P3023 post SC IVFD RL 20 tpm
op (+) , flatus (-), St Present H-1 - Cefotaxime 3
mobilisasi TD 110/70 x 1 gr
terbatas, makan mmHg, N - Vit. A 1 x1
minum (-), ASI 84x/mnt,RR 20 Monitoring:
(-/-), BAK (+), x/mnt, T Keluhan,
BAB (-) 36,5oC,saturasi Pendarahan
oksigen 99% KIE :

34
St. General - KB post partum
Mata : anemis - Mobilisasi dini
-/- - Pemberian ASI
Thorax : esklusif
cor/pulmo dbn -Kebersihan
Ekstremitas : daerah bekas
Hangat (+), luka operasi
edema (-) pada
keempat
ekstremitas
St. Obstetrik
Abdomen :
TFU 2 jari
dibawah pusat ,
kontraksi uterus
(+) baik
Distensi (-),
Bising usus (+)
Vagina

: perdarahan aktif
(-), lochia (+)
rubra

 22 Mei 2021
S O A P
Nyeri luka post KU baik P3023 post SC IVFD RL 20 tpm

35
op (+) , flatus St Present H-1 - Cefotaxime 3
(+), mobilisasi TD 110/70 x 1 gr
terbatas (-), mmHg, N - Vit. A 1 x1
makan minum 84x/mnt,RR 20 Monitoring:
(+), ASI (+/+), x/mnt, T Keluhan,
BAK (+), BAB 36,5oC,saturasi Pendarahan
(-) oksigen 99% KIE :
St. General - KB post partum
Mata : anemis - Mobilisasi dini
-/- - Pemberian ASI
Thorax : esklusif
cor/pulmo dbn -Kebersihan
Ekstremitas : daerah bekas luka
Hangat (+), operasi
edema (-) pada - BPL
keempat
ekstremitas
St. Obstetrik
Abdomen :
TFU 2 jari
dibawah pusat ,
kontraksi uterus
(+) baik
Distensi (-),
Bising usus (+)
Vagina :
perdarahan aktif
(-), lochia (+)

36
rubra

BAB V
PEMBAHASAN

Ny.NNM Usia 36 tahun dengan diagnosis G5P2022 usia


kehamilan 38-39 minggu TIH +LMR+LETSU diantar keluarga dan bidan
ke VK Bersalin RSUD Klungkung pada tanggal 19 Mei 2021 pukul 12.30
WITA dengan rencana sc elektif pada tanggal 20 Mei 2021. Berdasarkan
pemaparan pasien, pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah
sekitar 1 minggu yang lalu dan bersifat hilang timbul. Pasien kemudian
memeriksakan perihal kondisinya sesuai dengan jadwal pemeriksaan dan
dari hasil pemeriksaan letak janin pasien dalam keadaan sungsang. Dokter

37
kemudian menyarankan pasien untuk dilakukan tindakan sc pada tanggal
20 mei 2021. Kehamilan saat ini merupakan kehamilan yang ke 5 dengan
kehamilan pertama dilahirkan secara normal , kedua dilakukan kuretase
pada usia 3 bulan , kehamilan ke 3 dilakukan sc dengan indikasi janin
letak lintang, dan kehamilan ke 4 dilakukan kuretase pada usia kehamilan
3 bulan. Keluhan lainnya seperti keluar darah bercampur lendir, pusing,
penglihatan kabur dan nyeri ulu hati disangkal oleh pasien. Pasien
sebelumnya tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Gerak janin
dirasakan aktif oleh pasien. BAB (+), BAK (+) seperti biasa. Pasien
menyangkal memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan menjalani
operasi sebelumnya. Pasien mengaku bahwa menstruasinya lancar dan
pertama kali mendapatkannya yaitu usia 12 tahun dengan siklus yg teratur
setiap 28 hari dan lama menstruasi dalam satu siklus 4-5 hari. Pasien
dapat mengganti pembalut 2-3 kali dalam sehari. Riwayat ANC dilakukan
rutin, imunisasi TT belum pernah didapatkan. Pasien juga mengaku sudah
menikah selama 15 tahun pada usia 20 tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit ringan ,
kesadaran composmentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit,
respirasi 18 x/menit, suhu 36,6°C dan saturasi oksigen 98%. Pada
pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
obstetrik abdomen didapatkan TFU 3 jari dibawah processus xipoideus
(32 cm), DJJ 144 x/menit, his (-). Pada pemeriksaan leopold I teraba
bagian bulat dan keras melenting (kesan kepala), leopold II teraba
tahanan keras, datar di kanan (kesan punggung), teraba bagian kecil-kecil
di kiri (kesan ekstremitas), Leopold III teraba bagian bulat dan lunak
(kesan bokong) dan Leopold IV bagian terbawah janin sudah masuk PAP
(divergen). Pada pemeriksaan VT ditemukan v/v normal, dinding vagina
licin, portio tebal lunak, ø 1 cm, ketuban (+), presentasi bokong, bokong
di H I, bloodslym (-).

38
Pada riwayat kehamilan bekas SC ada dua cara untuk melakukan
terminasi pada kehamilan berikutnya yaitu secara perabdominal atau
pervaginam. Untuk mengetahui apakah kehamilan pasien ini bisa
diterminasi secara pervaginam atau tidak, maka dihitung skor VBAC.
Menurut Flam Geiger, Ibu ini berusia kurang dari 40 tahun skor 2, ada
riwayat persalinan pervaginam sebelumnya skor 1, Indikasi seksio sesarea
pertama selain kemajuan skor 1, pendataran dan penipisan serviks saat
tiba di RS dalam keadaan inpartu <25% skor 2, pembukaan skor 1,
taksiran berat janin lebih besar dari dulu skor 0. Maka didapatkan skor
VBAC menurut Flamm dan Geiger yaitu, 6 dengan angka keberhasilan
sebesar 77%. Pada pasien ini ditemukan penyulit persalinan pervaginam
yaitu adanya letak sungsang yang merupakan kontraindikasi VBAC,
sehingga jenis persalinan untuk kasus ini adalah persalinan sectio cesarea

BAB VI
KESIMPULAN

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan


membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi
untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Selama bertahun – tahun uterus yang memiliki jaringan parut dianggap
merupakan kontra indikasi untuk melahirkan karena kekhawatiran terjadinya
ruptur uteri. Pemakaian oksitosin untuk menginduksi atau augentasi persalinan
juga dilaporkan menjadi penyebab ruptur uteri pada wanita dengan riwayat
seksio sesarea.

39
Riwayat kelahiran pervaginam sesudah sectio saesarea secara bermakna
meningkatkan prognosis keberhasilan. Apabila direncanakan seksio sesarea
berulang, perlu dipastikan bahwa janin sudah matur sebelum persalinan efektif
tersebut. Pada keadaan lain harus dibuktikan tercapainya kematangan paru janin
dengan analisis cairan amnion sebelum dilakukannya seksio sesarea elektif.
Alternatifnya, kita menunggu awitan persalinan spontan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rustam, mochtar.1998. Sinopsis Obstetri; obstetri fisiologi, obstetri
patologi edisi ke 2. Jakarta: EGC.
2. Hidayat ST. 2000. Persalinan Pasien Pasca Bedah Caesar. Thesis.
Universitas Diponegoro: Program pendidikan dokter spesialis -1 FK
Undip.
3. Naji O, Daemen A, Smith A, Abdallah Y, Saso S, Stalder C, et al. 2013.
Changes in Cesarean section scar dimension during pregnancy: a
prospective longitudinal study. Ultrasound Obstet Gynecol. 41:556-62
4. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE). 2011.
Caesarean section. NICE clinical guideline 132. Manchester: NICE

40
5. Cunningham D, MacDonald P, Grant. 2010. Seksio Sesarea dan
Histerektomi Sesarea, Obstetri. Williams, edisi 21, cetakan pertama,
Jakarta: EGC.
6. Srinivas SK, Stamilio DM, Stevens EJ, Odibo AO, Peipert JF, Macones
GA. 2007. Predicting failure of a vaginal birth attempt after cesarean
delivery. Obstet Gynecol. 109:800–5.
7. Shitami C, Takenaka K. 2016. Early puerperium involution of the uterus
after Caesarian section: Basic data for use in an assessment index. J Jpn
Acad Midwif. Japan. 30(2):333-41
8. Association of Scientific Medical Societies (ASMS). 2015. Absolute and
Relative Indication of Cesarean Section. Germany: Association of
Scientific Medical Societies.
9. Royal College of Obstetrician and Gynaecologist (RCOG). 2015. Birth
after Previous Caesarian Birth: Greentop Guideline No.45. London:
RCOG Obstet Gynecol
10. Wiknojosastro. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
11. Yang Q, Wen SW, Oppenheimer L, Chen XK, Black D, et al. 2007.
Association of caesarean delivery for first birth with placenta praevia and
placenta abruption in second pregnancy. BJOG. 606-613.
12. Prawirohardjo, S. 2016. Ilmu Kebidanan. Edisi 4 Cetakan 5. Jakarta. Pt
Bina Pustaka.

41
.

42

Anda mungkin juga menyukai