Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Gangguan pendengaran merupakan salah satu keluhan terbanyak di dunia, sekitar


466 juta (6,1%) dari jumlah penduduk di dunia yang menderita keluhan tersebut.
Gangguan pendengaran mengenai seluruh kalangan usia, terbanyak terjadi pada orang
dewasa sekitar 432 juta penduduk dengan sepertiga dari itu berusia lebih dari 65
tahun, dan lebih banyak terjadi pada laki-laki sekitar 242 juta dibandingkan
perempuan sekiar 190 juta, menurut WHO (2018) kasus tentang gangguan
pendengaran akan meningkat tiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2030 terdapat
sekitar 630 juta dan tahun 2050 terdapat 900 juta penduduk dunia mengalami
gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran banyak terjadi di Asia Selatan, Asia
Pasifik, Eropa Tengah/Timur dan Asia Tengah.1
Gangguan pendengaran sensorineural atau yang disebut Presbikusis sering
dikaitkan dengan faktor usia dan merupakan penyebab terbanyak gangguan
pendengaran pada orang tua. Presbikusis terdiri dari empat tipe yaitu: tipe sensori,
neural, metabolik atau stria, dan konduksi koklear (Nuryadi et al., 2017).
Presbikusis merupakan penurunan fungsi pendengaran yang sejalan dengan proses
penuaan. Pada audiogram terlihat gambaran penurunan pendengaran bilateral dan
simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan bersifat sensorineural dengan tidak
ada kelainan yang mendasari selain proses penuaan/degeneratif secara umum (Dewi,
2009).
Prevalensi presbikusis bervariasi dan biasanya terjadi pada usia lebih dari 60
tahun. Di seluruh dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas umur 65 tahun
di diagnosis menderita presbikusis dan yang paling banyak penderita laki-laki. Di
Indonesia sekitar 30-35% orang berusia 65- 75 tahun mengalami presbikusis
(Muyassaroh, 2012). Presbikusis dapat terjadi akibat perubahan degenerasi pada
telinga dalam yang mengakibatkan penurunan sel ganglion nukleus kohlea ventral,
genikulatum medial, dan olivari superior kompleks yang mengakibatkan penurunan
fungsi sel. Selain itu juga dapat terjadi akumulasi produk metabolisme dan penurunan
aktifitas enzim yang berperan dalam penurunan fungsi sel (Lee et al., 2006; Suwento
& Hendarmin, 2007; Roland, 2014).Secara epidemiologi tidak ada perbedaan pada ras
dan jenis kelamin untuk kejadian presbikusis, serta insidennya meningkat berdasarkan
usia.Di Amerika Serikat tidak ada data yang akurat mengenai insiden presbikusis.
Sekitar 25%- 30% penduduk yang berusia 65-74 tahun diperkirakan menderita
gangguan pendengaran, sedangkan pada penduduk yang berusia 75 tahun atau lebih,
insidennya meningkat menjadi 40 – 50% (Roland, 2017). Pada penelitian Mondelli
dan Lopes (2009) disebutkan bahwa presbikusis dialami oleh populasi yang berusia
65-75 tahun sekitar 30-35% sedangkan pada populasi yang berusia lebih dari 70 tahun
sekitar 40-45%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nuryadi et al. (2017) didapatkan pasien
presbikusis paling banyak dijumpai pada kelompok umur 60-70 tahun (67,65%).
Pasien presbikusis banyak pada jenis kelamin pria (76,47%). Tipe presbikusis yang
paling banyak pada jenis kelamin pria adalah tipe strial 57,69% sisi telinga kanan dan
50% sisi telinga kiri. sedangkan pada jenis kelamin wanita didapatkan hasil yang
sama diantara tipe strial dan konduksi koklear yaitu masing- masing sebanyak 4 orang
(50%) pada telinga kanan dan pada telinga kiri juga ditemukan tipe strial sebanyak 5
orang (62,5%) dan konduksi koklear (37,5%).Prevalensi terjadinya presbikusis
metabolik atau strial presbakusis cukup tinggi yaitu metabolik 34,6%, diikuti dengan
tipe lainnya yaitu neural 30,7%, mekanik 22,8%, sensorik 11,9%. Hal ini diduga
karena stria vaskularis yang banyak mengandung vaskularisasi, pada penelitian
histopatologi tikus kecil yang mengalami penuaan terdapat keterlibatan vaskuler
antara faktor usia dengan terjadinya penurunan pendengaran (Gates & Mills, 2005).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya presbikusis antara lain usia, jenis kelamin,
genetik, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterol, paparan bising, dan merokok
(Kim et al., 2010). Secara genetik terdapat gen yang berperan terhadap presbikusis,
yaitu C57BL/6J yang merupakan protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23
(Cdh23) yang mengkode komponen ujung sel rambut kohlea.Berdasarkan anamnesis,
penderita presbikusis akan mengalami kesulitan dalam memahami bahasa jika lawan
bicaranya berbicara dengan cepat, menggunakan kosakata yang kurang akrab atau
lebih kompleks dan mendengarkan pidato dalam lingkungan yang berisik.
Peningkatan progresifitas penyakit menyebabkkan penderita semakin sulit
menentukan sumber suara (Suwento & Hendarmin, 2007; Roland, 2017).
Presbikusis merupakan salah satu gangguan pendengaran yang menjadi perhatian
Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas
PGPKT). Tujuan program tersebut adalah menurunkan angka kejadian presbikusis
sebesar 90% pada tahun 2030 (Muyassaroh, 2012; Kim et al., 2010).
Prognosis pada pasien prebikusis masih kurang baik, dimana pada penderita
presbikusis akan mengalami penurunan pendengaran secara progresif, dimana rata-
rata penurunan pendengaran sekitar 0,7–1,2 dB per tahun, tergantung pada usia
penderita (Oghalai & Brownell, 2008).

BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
 Nama Paisen : MN
 Tanggal Lahir : 15-05-1947
 Usia : 74 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki - Laki
 Status Perkawinan : Kawin
 Agama : Hindu
 Pekerjaan : Buruh
 Tanggal MRS :
 Alamat : Koripan Kangin Kec. Bajarangkan Kab. Klungkung
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Penurunan pendengaran sejak 2 tahun yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien laki – laki usia 74 tahun datang ke poliklinik THT-KL RSUD
Klungkung dengan keluhan penurunan pendengaran dan telinga berdenging secara
tiba – tiba sejak 2 tahun yang lalu pada kedua telinganya tetapi keluhan dirasakan
lebih berat pada telinga sebelah kanan. Dimana suara berdenging yang dirasakan
pada telinganya terus – menerus hingga menganggu aktivitas sehari – hari seperti
tidur dan bersitirahat. Paisen mengatakan bahwa keluhan yang dirasakan terjadi
secara tiba – tiba 2 tahun yang lalu, dan pendengaran sedikit berkurang, tetapi
memberat sejak 4 bulan terakhir ini, sehingga pasien di antar oleh anaknya untuk
berobat ke poli THT – KL RSUD Klungkung, dimana keluhan yang dirasakan tidak
disertai nyeri telinga, keluar air, darah, batuk dan filek.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita keluhan yang sama seperti ini sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan rutin kontrol ke puskesmas. Di
puskesmas pasien diberikan obat catopril dan pasien rutin meminumnya. Riwayat
trauma dan penyakit kronis lainnya seperti diabetes mellitus,, keganasan disangkal.
d. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluhan serupa yang dialami oleh keluarganya. Riwayat hipertensi
ada didalam keluarga pasien yaitu ayah pasien dulu perna memiliki riwayat penyakit
hipertensi dan riwayat penyakit kronis lainnya seperti diabetes mellitus
disangkal. Keluhan terkait tumor atau kanker di keluarganyapun disangkal.

e. Riwayat Sosial

Pasien sekarang sudah tidak bekerja. Sebelumnya pasien bekerja sebagai buru
di pasar. Paisen memilik 4 orang anak laki – laki tetapi tidak tinggal bersama
pasien, pasien tinggal sendiri dengan jarak rumah berdekatan dengan anaknya.
Aktifitas sehari – hari pasien hanya beraktifitas di rumah.
f. Riwayat alergi :
Riwayat penyakit alergi seperti asma, rhinitis alergi, alergi terhadap makanan,
dan pengobatan disangkal.

g. Riwayat pengobatan :
Pasien rutin berobat ke puskesmas setiap 1 bulan sekali. Dari puskesmas pasien
diberikan obat catopril untuk mengatasi hipertensinya. Dan pasien rutin
mengkonsumsi obatnya sesuai anjuran yang diberikan dari puskesmas.

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak Baik
 Kesadaran : Compos metis
 GCS : E4 V5 M6
 Tanda vital : Tidak dievaluasi
 Berat badan : Tidak dievaluasi
 Tinggi badan : Tidak dievaluasi
o Pemeriksaan Kepala dan Leher
 Kepala : Normochepali
 Mata : Anemis (-/-), Refleks pupil (+/+)
 Leher : KGB (-)
o Pemeriksaan Thorax (depan dan belakang)
 Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada kiri dan
kanan simestris , serta tidak tampak adanya retraksi dinding dada.
 Palpasi : Fremitus raba normal kedua lapang paru
 Perkusi : Sonor kedua lapang paru
 Auskultasi :
Vesikuler Ronki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

o Pemeriksaan Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis kuat angkat cukup
 Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS 4 line parasternal dextra
Batas jantung kiri pada ICS 5 mid klavikula sinistra
Batas pinggang jantung, ICS 3 line parasternal sinistra
Batas artas ajntung pada ICS 2 line parasternal sinistra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur (-)
o Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Distensi tidak ada
 Auskultasi : Bising usus (+) normal selama 12-16 x/menit
 Perkusi : Timpani pada 4 kuadran
 Palpasi : Nyeri tekan (-)

 Pemeriksaan Ekstermitas
 Akral hangat :
+ +
+ +

 Edema : - -
- -
 Status Lokalis
 Telinga

Telinga Dextra Sinistra

Sekresi - -

Tuli + +

Tumor - -

Tinnitus + +

Sakit - -

Vertigo - -

 Status THT

Bagian Dextra Sinistra


Auricula  Bentuk normal  Bentuk normal
 Nyeri Tarik (-)  Nyeri Tarik (-)
 Nyeri tragus (-)  Nyeri tragus (-)
 Cairan (-)  Cairan (-)
 Hematoma (-)  Hematoma (-)

Mastoid  Bengkak (-)  Bengkak (-)


 Nyeri tekan (-)  Nyeri tekan (-)

CAE  Serumen (+)  Serumen (-)


 Hiperemis (-)  Hiperemis(-)
 Korpus alieum (-)  Korpus alieum (-)
 Sekret (-)  Sekret (-)

Membran timpani  Intak (+)  Intak +)


 Retraksi (-)  Retraksi (-)
 Bulging (-)  Bulging (-)
 Hiperemis (-)  Hiperemis (-)
 Edema (-)  Edema (-)
 Perforasi (-)  Perforasi (-)
 Cone of light (+)  Cone of light (+)

Tes Pendengaran
Bagian Dextra Sinistra
Tes Bisik Normal Normal
Tes Rinne Tidak dapat dievaluasi Tidak dapat dievaluasi
Tes Weber Tidak dapat dievaluasi Tidak dapat dievaluasi
Tes swabach Tidak dapat dievaluasi Tidak dapat dievaluasi

 Hidung

Pemeriksaan Hidung Cavum Nasi Dextra Cavum Nasi


Sinistra
Hidung bagian luar Inspeksi : Inpeksi :
 Bentuk normal  Bentuk normal
 Deformitas (-)  Deformitas (-)
 Hiperemis (-)  Hiperemis (-)
 Massa (-)  Massa (-)
 Septum deviasi (-)  Septum deviasi
(-)
Palpasi :
 Nyeri tekan (-) Palpasi :
 Nyeri tekan (-)

Rhinoskopi Anterior  Mukosa normal  Mukosa normal


 Sekret (-)  Sekret (-)
 Cavum nasi normal  Cavum nasi
 Septum nasi normal normal
 Konka media dan  Septum nasi
inferior normal normal
 Meatus media dan  Konka media
inferior (mukosa dan inferior
hiperemis, sekret (-) normal
 Konka nasi inferior  Meatus media
(edema (-), mukosa dan inferior
hiperemis (-) ) (mukosa
 Septum nasi hiperemis, sekret
(deviasi(-), (-)
perdarahan(-), ulkus  Konka nasi
(-) ) inferior (edema
(-), mukosa
hiperemis (-) )
 Septum nasi
 (deviasi(-),
perdarahan(-),
ulkus (-) )

Rhinoskopi Posterior  Tidak ada massa di  Tidak ada massa


daerah nasofaring didaerah
nasofaring.

 Mulut dan Tenggorokan

Bagian Kelainan Keterangan


Mulut Mukosa Basah berwarna merah
muda
Lidah Bersih, basah Gerakan
normal kesegala arah
Gigi geligi Gigi lengkap, karies
(-)
Uvula Letak ditengah,
hiperemis (-)
Tonsil Ukuran T1/T1, tenang,
hiperemis (-/-) , kripta
melebar (-/-), detritus
(-/-)
Arkus faring Mukosa normal,
simetris , dan reflex
muntah (+)
Laringoskopi indirek Laring Mukosa normal,
epiglottis normal,
Aritenoid (normal),
plika venticularis
(normal), plika vokalis
(normal)

 Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe leher.

2.4 Diagnosis Kerja


 Presbikusis

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Audiometri

2.6 Terapi
 Mecobalamin 500 mg 1x1 tab
 Alat Bantu Dengar
2.7 Prognosis
Dubia at malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi
A. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
yang berfungsi sebagai resonator dan meningkatkan transmisi suara. Aurikula
tersusun sebagian besar kartilago yang tertutup oleh kulit. Lobulus adalah bagian
yang tidak mengandung kartilago. Kartilago dan kulit telinga akan berkurang
elastisitasnya sesuai dengan pertambahan usia. Saluran auditorius pada dewasa
berbentuk S panjangnya ± 2,5 cm dari aurikula sampai membran timpani.
Serumen disekresi oleh kelenjar-kelenjar yang berada di sepertiga lateral kanalis
auditorius eksternus. Saluran menjadi dangkal pada proses penuaan akibat lipatan
kedalam, pada dinding kanalis menjadi lebih kasar, lebih kaku dan produksi
serumen agak berkurang serta lebih kering (Mills et al., 2014).
Gambar 2.1. Anatomi telinga
B. Telinga tengah

Ruangan berisi udara terletak dalam tulang temporal yang terdiri dari 3 tulang
artikulasi: maleus, inkus dan stapes yang dihubungkan ke dinding ruang timpani oleh
ligamen. Membran timpani memisahkan telinga tengah dari kanalis auditorius
eksternus. Vibrasi membran menyebabkan tulang tulang bergerak dan
mentransmisikan gelombang bunyi melewati ruang timpanum ke foramen oval.
Vibrasi kemudian bergerak melalui cairan dalam telinga dalam dan merangsang
reseptor pendengaran. Bagian membran yang tegang yaitu pars tensa sedangkan
sedikit tegang adalah pars flaksida. Perubahan atrofi pada membran karena proses
penuaan mengakibatkan membran lebih dangkal dan retraksi/teregang (Mills et al.,
2014).
C. Telinga Dalam
Terdiri dari koklea, koklea berbentuk dua setengah lingkaran. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala vestibuli dan skala
timpani. Diantara skala vestibuli dan skala timpani terdapat skala media (Sherwood
L, 2001). Skala vestibuli dan skala timpani yang mengandung perilimfe dan unsure
potasium dengan konsentrasi 4 mEq/L dan unsur sodium dengan konsentrasi sebesar
139mEq/L. Skala media yang berisi endolimfe dibatasi oleh membran Reisner,
membran basilar dan lamina spiralis oseus serta dinding lateral. Skala media ini
mengandung unsur potasium sebesar 144 mEq/L dan sodium sebesar 13 mEq/L. Arus
listrik potensial saat istirahat didalam skala media sebesar 80-90 mV dan potensial
endokoklear yang dihasilkan oleh stria vaskularis pada dinding lateral mengandung
Na+K+ATPase. Perilimfe pada skala vestibuli berhubungan dengan perilimfe pada
skala timpani didaerah apeks koklea yang disebut helikotrema. Komponen sebagian
besar organ corti adalah sel sensori, sel-sel penunjang (Deiters, Hensen, Claudius),
membran tektorial, dan lamina retikular- kutikular. Saraf pendengaran mengandung
30.000 neuron yang menghubungkan sel sensori ke saraf ke otak. Badan sel saraf
pendengaran terletak di sentral yang masing-masing memiliki 10-20 dendrit koneksi.
Tipe fiber saraf pendengaran mempunyai 2 tipe, yaitu tipe serabut yang lebih besar,
bermielin, neuron bipolar yang menginervasi sel rambut dalam sebanyak 90-95%.
Tipe fiber yang kedua lebih kecil, tidak bermielin, menghubungkan dengan sel
rambut luar sebanyak 5- 10% (Mills et al., 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.2. Koklea

3.2 Fisiologi Pendengaran

Telinga memiliki fungsi sebagai organ pendengaran dan keseimbangan yang terdiri
dari memiliki struktur yang dikenal sebagai daun telinga atau auricula, memiliki fungsi
mengarahkan gelombang suara untuk memasuki meatus auditorius eksternal, pada
ujung dari meatus auditorius eksternal terdapat gendang telinga atau membran timpani
akibat gelombang suara yang masuk menggetarkan membran timpani. Kemudian
getaran suara tadi akan ditransduksi menjadi sinyal saraf. 6

Telinga tengah terdapat tulang-tulang kecil yaitu malleus, incus dan stapes yang
mengamplifikasi suara dan memperkuat getaran dari membran timpani memasuki
telinga bagian dalam melewati jendela oval yang mengakibatkan adanya tekanan dalam
cairan skala vestibuli dan skala timpani. Tekanan tersebut menyebabkan membran
basilar bergerak pada posisi tertentu dan sesuai frekuensi gelombang. Diatas membran
basilar terdapat organ corti yang juga ikut bergetar, sehingga mengubah gerakan
gelombang menjadi sinyal saraf dan pada telinga tengah juga terdapat tuba eustachius
yang akan menghubungkan ke nasofaring, tuba biasanya tertutup, dan akan terbuka saat
otot-otot pada faring berkontraksi pada saat menelan dan menguap dan memiliki fungsi
untuk mengatur ventilasi, proteksi dan drainase pada telinga tengah. 6

Pada organ corti memiliki stereosilia yang merupakan sel-sel rambut yang apabila
ada getaran gelombang yang datang akan merespon. Ketika stereosilia menekuk kearah
rambut yang lebih tinggi, maka akan terjadi depolarisasi. Saluran ion terbuka dan akan
memicu impuls saraf ke serabut saraf aferen yang berada pada sel rambut. Dan
sebaliknya, apabila stereosilia menekuk kearah rambut yang lebih pendek akan
menyebabkan saluran ion menutup. 6

Sinyal saraf berjalan pada saraf vestibulokoklearis. Dan proses pendengaran akan
berlanjut ke nukleus dibagian otak tengah, akan membawa ke dua lokasi yaitu ke
thalamus dan colliculus superior. Kemudian inti genikulatum medial dari thalamus
yang menerima informasi pendengaran dan memproyeksikannya ke bagian korteks
pendengaran di lobus temporal korteks serebral, sedangkan colliculus superior yang
menerima informasi masuk atau input yang berasal dari sistem visual dan
somatosensori serta telinga untuk menstimulasi otot-otot bagian kepala dan leher agar
bergerak menuju sumber pendengaran. 6

Proses Pendengaran

Getaran dialirkan ke Getaran diteruskan ke


Getaran suara liang telinga dan tulang – tulang
ditangkap oleh mengenai membran pendengaran yang
daun telinga timpani, sehingga berhubungan satu sama
memberan timpani lain.
bergetar Maleus Inkus
Stapes

Menimbulkan Proses ini Stapes menggerakan


depolarisasi sel menyebabkan foramen ovale yang juga
rambut, sehingga rangsangan mekanik menggerakan perlimfe
melepaskan yang menyebabkan dalam skala vestibule,
neurotransmitter terjadinya defleksi Getaran diteruskan
ke dalam sinaps stereosilia sel – sel melalui membran
yang akan rambut sehingga kanal Reissner yang
menimbulkan ion terbuka dan terjadi mendorong endolimfe,
potensial aksi pelepasan ion sehingga menimbulkan
pada saraf bermuatan listrik dari gerak relative anatara
auditorius, lalu badan sel. membran basilaris dan
dilanjutkan ke membran tektoria
korteks
pendengaran di
3.3 Definisi Presbikusis
Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai usia
65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi
1000 Hz atau lebih.
Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ
pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara progresif
lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi serta tidak ada kelainan yang
mendasari selain proses menua secara umum.1
3.4 Epideminologi
Presbikusis merupakan gangguan sensorik yang paling banyak dialami oleh lansia.
Laki-laki sering mendapatkan gangguan pendengaran lebih dini dibandingkan dengan
perempuan. Sekitar 44% orang menderita gangguan pendengaran dan akan meningkat
seiring bertambahnya usia, biasanya meningkat menjadi 66% pada usia antara 70
sampai 79 tahun. Dan akan sangat meningkat pada usia 80 tahun mencapai 90%. Di
Amerika Utara sekitar 10% dari penduduk Amerika Serikat yang kurang lebih
berjumlah 30.000.000 jiwa dan 3.000.000 jiwa di Kanada menderita gangguan
pendengaran dan terbanyak berusia ≥65 tahun. Dilaporkan bahwa gangguan
pendengaran merupakan kondisi kronik ketiga terbanyak yang terjadi di Amerika.
Gangguan pendengaran dimulai sejak usia 30 sampai 40 tahun. jadi semakin
bertambahnya usia, maka akan semakin meningkatnya prevalensi kejadian gangguan
pendengaran. Banyak faktor- faktor lain yang juga mempengaruhi gangguan
pendengaran, salah satunya tingkat pendidikan. Dilaporkan bahwa prevalensi gangguan
pendengaran lebih tinggi terjadi pada kelompok yang kurang akan hal pendidikan. Ini
dikaitkan karena kurangnya atau terbatasnya akses ke layanan kesehatan, paparan
kebisingan ataupun penyalahgunaan obat-obatan yang menyebabkan ototoksik. 7, 8
3.5 Etiologi
Schuknecht menerangkan bahwa penyebab kurang pendengaran akibat degenerasi
ini dimulai terjadinya atrofi di bagian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat laun
secara progresif terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke
daerah apeks yang pada akhirnya terjadi degenerasi sel-sel pada jaras saraf pusat
dengan manifestasi gangguan pemahaman bicara. Kejadian presbikusis diduga
mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis,
bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.14
3.4 Faktor Resiko
A. Usia dan jenis kelamin
Prevalensi terjadinya presbikusis rata-rata pada usia 60 - 65 tahun keatas.
Proses bertambahnya usia semakin banyak penderita mengalami gangguan
pendengaran menurut Møller dkk. Faktor risiko usia terhadap kurang
pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Penelitian mengenai
pengukuran ambang suara nada murni telah banyak dilakukan pada laki-laki dan
perempuan di beberapa negara yang menyatakan pada usia lanjut, laki-laki lebih
banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya
sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan.
Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-
laki lebih sering terpapar bising di tempat pekerjaan dibandingkan perempuan.25

Beberapa ahli menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin ini tidak


seluruhnya disebabkan karena adanya perubahan di koklea. Perempuan memiliki
bentuk daun telinga dan liang telinga yang lebih kecil, sehingga dapat
menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah. Penggunaan earphone
saat pemeriksaan audiometri menjadi kurang efektif akibat pengaruh bentuk
anatomi tersebut. Penelitian di Korea sebelumnya menyatakan terdapat
penurunan pendengaran pada perempuan sebesar 2 kHz lebih buruk diatas laki-
laki. Penelitian lain, bahwa sensitivitas pendengaran lebih baik pada perempuan
daripada laki-laki.25
B. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu kondisi dengan tekanan darah persisten dimana
tekanan darah sistoliknya diatas 140mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg atau
sedang dalam pengobatan anti hipertensi. Klasifikasi hipertensi terbagi menjadi
primer dan sekunder atau dapat sebagai penyakit yang menyertai obesitas,
arteriosklerosis, dan diabetes mellitus independent. Derajat hipertensi terbagi
menjadi derajat 1 (ringan) : sistolik 140-159 dan diastolik 90-99 mmHg, derajat
sedang : sistolik 160-179 dan diastolik 100-109 mmHg, derajat berat : sistolik
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat
sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60
tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.26
Peningkatan tekanan darah ditentukan oleh dua faktor yaitu curah jantung
dan tahanan vaskuler perifer yang meningkat. Hipertensi yang berlangsung lama
dapat memperberat tahanan vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel
pembuluh darah dengan mensekresi faktor pertumbuhan seperti (VEGF,vascular
endothelial growth factor) dan proliferasi sel endotel pembuluh darah yang
disebut hipertrofi vaskuler.27

Kurang pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler


pembuluh darah seperti emboli, hemoraghea, atau vasospasme. Patogenesis sistem
sirkulatorik dapat terjadi pada pembuluh darah organ telinga dalam disertai
peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen.
Akibatnya terjadi kerusakan sel-sel auditori, dan proses transmisi sinyal yang
dapat menimbulkan gangguan komunikasi, dan dapat disertai tinitus. Maria
menemukan hubungan antara hipertensi kronik dengan penurunan pendengaran.9
Hubungan antara hipertensi dan proses menua pada organ pendengaran
telah diteliti. Penelitian menggunakan hewan tikus Wistar berusia 3 bulan
dibandingkan usia 12 bulan, hasil menunjukkan bahwa nilai ambang pada
pemeriksaan ABR lebih tinggi (p<0,01) akibat dihasilkannya suatu protein
glikogenosis dan sekresi neural transmiter lainnya pada penyakit hipertensi.28
C. Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit bersifat genetik ditandai kadar
serum glukosa yang meningkat akibat defisiensi insulin relatif atau absolut.
Penyakit ini ditandai oleh trias 3P yang terkenal, yaitu : poliuri, polidipsi dan
polipagi. DM dibagi menjadi : DM tergantung insulin (DMTI) atau insulin
dependent DM (IDDM), dan DM tak tergantung insulin (DMTTI) atau non
insulin dependent DM (NIDDM) Manifestasi klinis adalah kelainan metabolik,
vaskular dan komplikasi neuropati.29
Glukosa yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan
membentuk advancend glicosilation end product (AGEP) yang tertimbun dalam
jaringan tubuh penderita diabetes mellitus. Bertambahnya AGEP akan
mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah (arteriosklerosis), dinding
pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut
mikroangiopati.29

Akibat mikroangiopati organ koklea akan terjadi atrofi dan berkurangnya sel
rambut. Neuropati terjadi akibat mikroangiopati pada vasa nervosum nervus VIII,
ligamentum dan ganglion spiral ditandai kerusakan sel Schwann, degenerasi
myelin, dan kerusakan axon. Akibat proses ini dapat menimbulkan penurunan
pendengaran. Abdulbarri, Thiago melaporkan bahwa terdapat hubungan antara
penderita DM dengan terjadinya penurunan pendengaran.10,11

E. Merokok
Rokok mengandung nikotin yaitu suatu alkaloid golongan tanaman
tembakau (Solanaceae) yang mengandung 3-[(2S)-1-methylpyrrolidin-2-
yl]pyridine.(gambar 6.)31

Gambar 6. Struktur kimia nikotin 31

Nikotin saat memasuki tubuh dan mengikuti aliran darah mampu melewati
sawar otak. Sekitar 7 detik zat nikotin sampai ke otak, sedangkan waktu paruh
membutuhkan 2,5 jam. Nikotin dimetabolisme di hepar dengan enzim sitokrom
P450 (CYP2A6 dan CYP2B6). Nikotin bekerja pada reseptor asetilkolin nikotin,
terutama pada reseptor nikotinik tipe ganglion dan reseptor nikotin CNS. Nikotin
juga mempunyai efek pada beberapa neurotransmiter lainnya.31
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida, mempunyai efek
mengganggu peredaran darah manusia, bersifat ototoksik secara langsung, serta
merusak sel saraf organ koklea. Karbonmonoksida, menyebabkan iskemia melalui
produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin), dimana
hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Ikatan antara hemoglobin
dengan CO2 jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan oksigen. (Gambar 7.)
Akibatnya terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea, dan

menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek lainnya adalah spasme pembuluh
darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik.32
Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok,
menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif,
yang paling sering timbul pada usia tua (presbycusis). Gangguan awal adalah pada
frekuensi tinggi, yaitu pada 4000 Hz ke atas. Anatomis pembuluh darah yang
menyuplai darah ke koklea, yaitu arteri auditiva atau arteri labirintin yang tidak
mempunyai kolateral, sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui
jalur lain.32

Gambar 7. Structure of neuronal nicotinic acetylcholine


receptors (NACHRS) 32

Asap rokok arus samping mengandung nikotin lebih banyak dibandingkan


arus utama. Kadar nikotin yang dilepaskan ke lingkungan lebih banyak dari pada
nikotin yang dihisap oleh perokok. Perbandingan jumlah nikotin dalam asap arus
samping lebih banyak 4 6 kali dibandingkan dalam asap arus utama.
Diasumsikan bila rata-rata orang merokok per hari 10 batang, maka jumlah
nikotin yang masuk ke dalam tubuh per hari dapat dihitung.33

Meskipun dosis yang dihisap per harinya masih di bawah dosis toksik
(0,5 1,0 mg/kg BB atau sekitar 30 60 mg), bila ini berlangsung dalam waktu
yang lama maka akan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Toksisitas suatu
zat pada dasarnya ditentukan oleh besarnya paparan (dosis), dan lamanya
pemaparan. Penelitian hewan dengan identifikasi reseptor nicotinic-like pada sel-
sel rambut koklea menunjukkan bahwa merokok mempunyai efek ototoksis
langsung pada fungsi sel rambut yang berpotensi pada neurotransmiter stimulus
auditori.33,34
Karen, menyatakan bahwa kebiasaan merokok mempunyai risiko 1,69 kali
dibandingkan tidak merokok. Siegelaub, Weiss menyatakan terdapat hubungan
antara kebiasaan merokok dengan penurunan pendengaran pada usia lanjut.13,35,36
F. Riwayat bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural, yang awalnya tidak disadari, karena belum mengganggu
percakapan sehari-hari. Sifatnya tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya
terjadi pada ke dua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat
parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama
masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh.
Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising
yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.17

Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah, percepatan denyut


nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi pembuluh darah, penurunan
peristaltik usus serta peningkatan ketegangan otot. Efek fisiologi tersebut
disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Pemajanan yang
terus-menerus terhadap suara yang bising dapat merusak sel-sel rambut yang
didalam koklea.17
3.5 Patofisiologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII. Pada koklea
perubahan yang mencolok adalah atrofi dan degenrasi sel – sel rambut penunjang
pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vascular juga terjadi pada
stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, sel ganglion dan saraf. Hal yang
sama terjadi juga pada myelin akson saraf.

Penurunan sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi merupakan tanda


utama presbikusis. Perubahan dapat terjadi pada dewasa muda, tetapi terutama
terjadi pada usia 60 tahun keatas. Terjadi perluasan ambang suara dengan
bertambahnya waktu terutama pada frekuensi rendah. Kasus yang banyak terjadi
adalah kehilangan sel rambut luar pada basal koklea. Presbikusis sensori memiliki
kelainan spesifik, seperti akibat trauma bising. Pola konfigurasi audiometri
presbikusis sensori adalah penurunan frekuensi tinggi yang curam, seringkali
terdapat notch (takik) pada frekuensi 4kHz (4000 Hz). 17
Faktor lain seperti genetik, usia, ototoksis dapat memperberat penurunan
pendengaran. Perubahan usia yang akan mempercepat proses kurang pendengaran
dapat dicegah apabila paparan bising dapat dicegah. Goycoolea dkk, menemukan
kurang pendengaran ringan pada kelompok penduduk yang tinggal di daerah sepi
(Easter Island) lebih sedikit jika dibandingkan kelompok penduduk yang tinggal di
tempat ramai dalam jangka waktu 3 5 tahun. 17 Kesulitan mengontrol efek bising
pada manusia yang memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan mamalia, Mills
dkk, menyatakan bahwa terdapat kurang pendengaran lebih banyak akibat usia pada
kelompok hewan yang tinggal di tempat bising. Interaksi efek bising dan usia belum
dapat dimengerti sepenuhnya, oleh karena kedua faktor awalnya mempengaruhi
frekuensi tinggi pada koklea. Bagaimanapun, kerusakan akibat bising ditandai
kenaikan ambang suara pada frekuensi 3 6 kHz, walaupun awalnya dimulai pada
frekuensi tinggi (biasanya 8 kHz).17
3.6 Kelasifikasi Presbikusis
Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, Schuknecht dkk menggolongkan
presbikusis menjadi 4 jenis yaitu : 1. Sensorik, 2. Neural, 3. Metabolic (strial
presbycusis)dan 4. Mekanik (cochlear presbycusis). Menurut penelitian prevalensi
terbanyak adalah jenis metabolic ( 34,6 %). Sedangkan prevalensi jenis lainnya
adalah neural (30, 7%), mekanik (22,8%) dan sensorik (11, 9 %).
No Jenis Patologi
1. Sensorik Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ Corti, jumlah sel –
sel rambut dan sel – sel penunjang berkurang.
2. Neural Sel – sel neuron pada koklea dan jaras auditorik berkurang.
3. Metabolik Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun.
(Strial Fungsi sel – sel dan kesimbangan bio-kimia/biolektrik
presbycusis) koklea berkurang.
4. Mekanik Terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis. Atrofi
(Cochlear ligamentum spiralis. Membran basilaris lebih kaku.
presbycusis)

3.7 Gejala Klinis


Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara berlahan –
lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran
tidak diketahui pasti.
Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinnitus nada tinggi). Pasien dapat
mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila di
ucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising cocktail party
deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini
disebabkan oleh factor kelelahan saraf (recruitment).
3.8 Diagnosis
A. Anamnesis

Harus ditanyakan dengan jelas, apakah kejadian gangguan pendengaran


yang dialami sejak kapan, apakah kehilangan pendengaran terjadi secara
bertahap atau secara mendadak, apakah penderita pernah atau tidak mengalami
gejala berupa tinnitus, vertigo, adanya sekret yang keluar, atau terdapat nyeri
pada telinga. Dan apakah terdapat riwayat di keluarga pernah mengalami
gangguan pada bagian telinga, terdapat riwayat terpajan atau bekerja di tempat
bising, atau apakah pernah mengalami trauma sebelumnya pada bagian telinga
atau kepala. Dan pernah menggunakan obat-obatan yang mempunyai efek
samping ototoksik, contoh obat-obat golongan antimikroba aminoglikosida,
golongan loop diureik seperti furosemide, asam etakrinat, dan sebagainya. Dan
juga obat golongan anti- inflamasi. 12

Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman pendengaran pada usia


lanjut, bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya
terutama terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada
pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang
tidak disadari. Penderita menjadi depresi dan lebih sensitif. Kadang-kadang
disertai dengan tinitus yaitu persepsi munculnya suara baik di telinga atau di
kepala.6
Faktor risiko presbikusis adalah : 1) Paparan bising , 2) merokok, 3) obat-
obatan, 4) hipertensi, dan 5) riwayat keluarga. Orang dengan riwayat

bekerja di tempat bising, tempat rekreasi yang bising, dan penembak (tentara)
akan mengalami kehilangan pendengaran pada frekuensi tinggi. Penggunaan obat-
obatan antibiotik golongan aminoglikosid, cisplatin, diuretik, atau anti inflamasi
dapat berpengaruh terhadap terjadinya presbikusis.6,17

B. Pemeriksaan Otoskop, tampak membrane timpani suram, monilitasnya


berkurang. Pada tes panala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan
audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan
simetris.
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan
audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.
Penurunan yang tajam ( slooping ) pada tahap awal setelah frekuensi 2000 Hz.
Gambaran ini khas pada presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis
ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan
mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur
terjadi penurunan. Semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan
pada frekuensi yang lebih rendah. Audiometri tutur menunjukkan adanya
gangguan diskriminasi wicara ( speech discrimination ) dan biasanya keadaan ini
jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.6

Variasi nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan lainnya pada
presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB. Manusia sebenarnya sudah
mempunyai strain DNA yang menyandi terjadinya presbikusis. Sehingga dengan
adanya penyebab multifaktor risiko akan memperberat atau mempercepat
presbikusis terjadi lebih awal.24
Pemeriksaan audiometri tutur pada kasus presbikusis sentral didapatkan
pemahaman bicara normal sampai tingkat phonetically balanced words dan akan
memburuk seiring dengan terjadinya overstimulasi pada koklea ditandai dengan
adanya roll over. Penderita presbikusis sentral pada intensitas tinggi menunjukkan
penurunan dalam nilai ambang tutur sebesar 20% atau lebih.17
Penatalaksanaan
Manejemen atau tata laksana gangguan pendengaran, akibat hilangnya sel-sel rambut dan
gangguan pada saraf koklea. Karena tidak dapat regenerasi, maka pilihan utamanya
rehabilitasi dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar digital membantu ketajaman
pendengaran ke tingkat normal dengan frekuensi mencapai 3000 Hz. Alat tersebut
dirancang untuk memberikan kemampuan pendengaran pada lansia.Adakalanya
pemasangan alat bantu dengar perlu kombinasi dengan latihan membaca ujaran (speech
reading) dan latihan mendengar (audiotory training); prosedur pelatihan tersebut
dilakukan bersama ahli terapi wicara speech therapist). Akan tetapi, jika gangguan
pendengaran yang dialami sudah melebihi dari korektif alat bantu dengar yang dibuat,
maka akan disarankan melakukan implan atau penanaman koklea, terutama pada lansia
yang mengalami gangguan penglihatan bilateral dan memiliki masalah tentang
pengenalan kata sekitar ≥ 50% . 12, 13

Progonosis

Pasien dengan presbikusis tidak dapat disembuhkan, semakin lama

akan semakin menurun fungsi pendengrannya. Penurunan fungsi dengar

terjadi secara lambat, sehingga pasien masih dapat menggunakan fungsi

pendengaran yang ada. Pasien presbikusis perlu diingatkan mengeani faktor

risiko yang dapat memperburuk keadaannya, seperti penyakit hipertensi,

diabetes mellitus dan penyakit metabolik.


Daftar Pustaka
1. World Health Organization. WHO global estimates on prevalence of hearing loss.
Prevention of Deafness. 2018. Available from URL:
https://www.who.int/pbd/deafness/estimates/en/. Accessed April 20, 2019.
23

Anda mungkin juga menyukai