Pendahuluan
Disorders of Sex Development (DSD) merupakan kelainan bawaan yang terjadi saat
perkembangan kromosom, gonad, maupun anatomi genitalia interna atau eksterna.
Kelainan ini sering bermanifestasi dengan bentuk organ genitalia eksterna yang tidak
jelas laki-laki atau perempuan dan menampilkan gambaran kedua jenis kelamin. 1
Kelainan ini dapat disebabkan oleh: 1) Faktor genetik terbentuknya gonad dan berperan
pada fase penentuan organ kelamin (sex determination), 2) Faktor gonad yang
menentukan hormon yang akan bekerja dan berperan pada fase diferensiasi organ
kelamin, 3) Faktor hormonal yang menentukan fenotip (genitalia internal dan eksterna)
yang akan terbentuk.2
1
Disorder of Sex Development secara umum diklasifikasikan dalam tiga kategori
berdasarkan kariotipe yaitu 46,XY DSD; 46,XX DSD dan DSD kromosom seks. Setiap
kategori didiagnosis spesifik sesuai penyebab.2,3 Penegakkan diagnosis secepat mungkin
dan penatalaksaan sangat penting sehingga segera dilakukan upaya meminimalisasi
komplikasi medis, psikologis dan sosial. 3 Insiden 46,XY DSD sekitar 1:20.000
kelahiran hidup.3,4 Indonesia tahun 2004 hingga 2015, terdapat 617 pasien DSD 426
pasien dengan 46,XY DSD (69,04%) 117 pasien dengan 46,XX DSD (18,96%), dan 74
pasien dengan DSD kromosom seks (12%), dari catatan Pusat Penelitian Biomedis
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.5
Tujuan dari laporan kasus sulit ini untuk membahas penentuan jenis kelamin dan
rencana tindakan lanjutan pasien 46 XY Disorder of Sexual Development pada
Anak usia 13 Tahun 11 Bulan.
2
I. IDENTITAS PASIEN
Pasien RJS, anak usia 13 tahun 11 bulan pasien merupakan rujukan dari RS Tentara
P. Siantar dengan diagnosa ambigous genitalia. Kelainan pada alat kelamin, disadari
orang tua sejak lahir dan pernah dibawa berobat ke RS Hasan Sadikin namun tidak
pernah dilakukan pemeriksaan lanjutan. Lubang kencing tidak di ujung penis, setiap
kencing mengarah kebawah, nyeri saat BAK tidak ada, mual dan muntah tidak ada,
demam tidak ada, BAB dalam batas normal.
3
5. Family Pedigree
Laki-laki
Perempuan
Pasien
b. Riwayat kelahiran
Pasien merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara. Pasien lahir secara normal, cukup
bulan, segera menangis. Saat lahir biru, kejang dan sesak nafas tidak ada. Berat
badan lahir 2500 gram, tetapi panjang badan lahir dan lingkar kepala tidak diingat
orang tua. Saat lahir jenis kelamin tidak jelas.
d. Status Imunisasi
Imunisasi dasar sampai usia 9 bulan. Parut ada bekas imunisasi Bacillus Calmette-
Guerin (BCG) pada lengan kanan atas pasien.
f. Riwayat Perkembangan
Normal sesuai usia
g. Riwayat Pubertas
Rambut pubis dan rambut aksila belum tumbuh.
4
h. Riwayat PsikoSosial
Pasien diasuh oleh orang tua sebagai anak laki laki, Orang tua sangat mendukung dan
memberikan contoh yang baik dalam hal kerohanian. Pasien dekat dengan abang dan
kakaknya, dan sering bermain permainan laki laki dengan abangnya. Pasien saat ini
sekolah SMP kelas 2, pasien berteman lebih sering dengan anak seusianya, pasien
hobi bermain bola tidak suka permainan wanita seperti bermain boneka, di sekolah
pasien mempunyai banyak teman.
Menurut orang tua pasien sangat baik dan sayang kepada kedua orang tua, abang
dan kakak pasien. Pasien penurut suka membantu orang tua,
Status Lokalis :
Kepala : Mata: Refleks cahaya +/+, pupil isokor 2mm/2mm,
Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai
Dada : Simetris Fusiformis, Retraksi (-),
Aksila : Rambut aksila (-)
HR : 90x/menit, reguler, desah (-)
RR : 20x/menit, reguler, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik normal , Hepar dan lien tidak teraba
A. Gerak : Akral hangat, CRT<3 detik, TD: 100/60mmHg
(P50-90 : 104-117/ 60-75 mmhg), Spo2 99% (room Air)
Anogenital : Ambiguous genitalia, Shawl scrotum (+), panjang penis 5,7
cm (Normal penis) testis teraba dalam scrotum 5-6cc/5-6cc. Chordee (+),Prader
stadium 3, meatus urethra externa terletak di perineal, rambut pubis (-), anus (+)
Status Pubertas :
Tanner Stage A1G2P1
5
Pemeriksan Laboratorium dan Penunjang :
Hasil:
46,XY
Interprestasi hasil :
Metafase yang dihitung dan dianalisis tidak tampak kelainan struktur dan jumlah
Kromosom. Kariotipe sesuai dengan jenis kelamin laki-laki, didapatkan polimorfisme
pada kromosom acrocentic 22 dengan additional material pada satelit yang mungkin
bisa merupakan polimorfisme normal. Data klinsi tidak tersedia, pada 46, XY DSD
dapat dipertimbangkan kemungkinan gonadal dysgenesis dan androgen action disorders.
Pada 46,XY DSD dengan hypospadi, UDT, bifid scrotum dan gonadal dysgenesus
berdasarkan data riset populasi Indonesia mutasi gen terbanyak adalah pada gen AR (x-
linked PAIS) dan disusul dengan gen SRD5A2 (5-alpha reductase deficiency)
Pemeriksaan ini tidak dapat dapat mengidentifikasi kelainan gen/DNA.
6
Bone Age (9/11/2022)
Uraian : USG PELVIS Testis kanan dan kaput epidydimis berada di intraskrotal ukuran
+/- 1,07 x 2,72cm. tidak tampak kalsifikasi maupun lesi fokal. Testis kiri dan kaput
epidydimis berada di intraskrotal ukuran +/- 1,02 x 2,80cm. Tidak tampak kalsifikasi
maupun lesi fokal. Tidak tampak free fluid. Struktur uterus tidak tervisualisasi.
7
Hasil laboratorium
RS HAM (9/11/2022)
RS HAM (5/12/2022)
Prodia (8/12/2022)
RS HAM (9/12/2022)
8
Prodia (9/12/2022)
Diskusi
Fase determinasi merupakan fase awal perkembangan sistem reproduksi. Setiap
gangguan pada fase ini berpotensi menyebabkan terjadinya DSD. Laki-laki memiliki
kromosom 46,XY sedangkan perempuan 46,XX, yang ditentukan saat proses
fertilisasi.6,7 Pada masa embrio, gonad yang terbentuk bersifat indifferent atau
bipotensial baik pada embrio XY maupun XX. Pada tahun 1990 Sinclair et al. 4
Melokalisir Testis Determining Factor (TDF) pada kromosom Yp11.31, yang dikenal
sebagai gen Sex determining Region on Chromosom Y (SRY). Gen SRY ini merupakan
pengatur utama proses molekular pembentukan testis. Keberadaan gen SRY
menyebabkan gonad bipotensial berkembang menjadi testis. Sebaliknya, jika tidak ada
gen SRY maka gonad bipotensial berkembang menjadi ovarium.6
9
yang bermigrasi ke gonad dan membentuk sel-sel myoid peritubular. Migrasi ini
penting untuk terbentuknya korda testis normal. Sel-sel leydig muncul setelah
terbentuknya sel sertoli yang diferensiasi dan perkembangan sel leydig selanjutnya
tergantung pada sel sertoli dan pembentukan korda testis.3,4
10
Gambar 2. Algoritme diagnostik dini 46,XY DSD pada bayi baru lahir.
46,XY DSD dapat dibagi menjadi dua kategori besar: (1) gangguan penentuan
jenis kelamin ditandai dengan perkembangan gonad yang abnormal; (2) gangguan
diferensiasi jenis kelamin yang ditandai dengan perubahan produksi hormon testis atau
perubahan respons perifer terhadap steroid atau hormon protein yang diproduksi oleh
testis seperti pada tabel 1. Dalam kehidupan yang terkena dampak individu dan
keluarga, karena kondisi ini membutuhkan jangka panjang pengelolaan klinis,
endokrinologis, dan psikologis.7,8
11
Pada tabel 2 skema klinis dalam penegakan diagnosis namun terdapat beberapa
pemeriksaan yang berlum tersedia di laburatorium oleh karena itu pendekatan paralel
harus dipertimbangkan.9,10
Pada pasien 46,XY DSD laki-laki, pemberian testosteron dimulai pada usia 10
sampai 11tahun, disesuaikan dengan psikologi anak dan tinggi badan anak. Injeksi
intramuskular testosteron merupakan regimen yang diberikan, opsi lainnya adalah
pemberian oral testosterone undecanoate. 11,13,14 Dosis inisial injeksi ester testosteron
adalah 25-50mg/bulan diberikan secara intramuskular. Pasien laki-laki dengan SIA,
dosis ester testosteron lebih tinggi (250-300 mg 2 kali dalam seminggu) untuk
meningkatkan ukuran penis dan tanda kelamin sekunder pria.7,14 Pembesaran penis
maksimal tercapai setelah 6 bulan pemberian ester testosteron dosis tinggi. 7,14
Penggunaan topikal DHT gel berguna meningkatkan ukuran penis, tidak
menyebabkan ginekomastia dan lebih cepat meningkatkan ukuran penis, karena kerja
DHT lima puluh kali lebih aktif dibanding testosteron dan tidak memiliki efek
pada maturasi tulang, sehingga pemberian dosis DHT lebih tinggi dari testosteron
diizinkan dan pencapaian target virilisasi pada pemberian DHT lebih cepat. 7
Terapi pembedahan merupakan salah satu tatalaksana yang diperlukan dalam
membantu kondisi pasien 46,XY DSD.1,4,6,7,15 Tujuan tindakan pembedahan adalah
memastikan perkembangan genitalia eksterna yang adekuat dan menghilangkan
12
struktur reproduksi interna yang tidak dibutuhkan pada gender yang telah
ditentukan.1,4,7 Laparoskopi adalah metode pembedahan ideal untuk tatalaksana
terhadap struktur reproduksi interna pada pasien 46,XY DSD.7-9
Permasalahan
13
8. Hal apa saja yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kondisi psikologis dan
kualitas hidup selain tindakan koreksi kelamin?
Daftar Pustaka
1. Houk C, Hughes I, Ahmed F, Lee A. Summary of Consensus Statement on
Intersex Disorder and Their Management. America Academy of
Pediatric.2006;118:753.
2. Donohoue PA. Disorders of Sex Development. Nelson Textbook of
Pediatric. 21st ed. Philadelphia. Elsevier. 2020 : 707 Chapter.
3. Gomella TL, Eyal FG, Mohammed FB. Disorder of Sex Development.
Gomella’s Neonatology. 8th ed. New York. McGraw-Hill LANGE. 2020;
95:874-80.
4. Tridjaja B, Marzuki NS. Disorder of Sex Development (DSD). Buku
Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 2. Jakarta. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia.2018; 12:328-60.
5. Maritska Z, Saputro ED, Pangestu R, Faulinza E, Sakinah M, Pranandita F, et al.
Current status of disorders of sexual development in Indonesia. Advances in
Human Biology. 2022;12(2):210.
6. Witchel SF. Disorder of sex development. Best Pract Res Clin Obstet
Gynaecol. 2018; 48: 90–102.
7. Lee AP, Nordenstorm A, Houk CP, Ahmed SF, Auchus R, Baratz A, et
al. Global disorders of sex development update since 2006: perceptions,
approach and care. Horm Res Paediatr. 2016; 85:158–80.
8. Hughes IA, Houk C, Ahmed SF, Lee PA Consensus statement on management
of intersex disorders. J Pediatr Urol. (2016) 2:148–62. doi:
10.1016/j.jpurol.2006.03.004
9. Kulle A, Krone N, Holterhus PM, Schuler G, Greaves RF, Juul A, et al. Steroid
hormone analysis in diagnosis and treatment of DSD: position paper of EU
COST action BM 1303 ’DSDnet’. Eur J Endocrinol. (2017) 176:P1– 9.
10. Chen JY, Macias CG, Gunn SK. Intrauterine growth restriction and
hypospadias: is there a connection?. IntJPediatrEndocrinol. 2014; 20:1-9.
11. Van Der Horst, Wall LL. Hypospadias, all there is to know. Eur J Pediatr. 2017;
176:435–41.
12. Lee PA, Mazur T, Houk CP, Blizzard RM. Growth hormone deficiency
causing micropenis. Pediatrics.2018;142(1): 1-7.
13. Tridjaja B, Batubara JRL, Pulungan A. Pengobatan testoteron pada
mikropenis. Sari Pediatri. 2012;4(2):63-6.
14. Swartz JM, Ciarlo R, Denhoff E, Abrha A, Diamond DA, Hirschhorn JN,
et al. Variation in the clinical and genetic evaluation of undervirilized
boys with bifid scrotum and hypospadias J Pediatr Urol. 2017; 13(3): 293.
15. Magdalena P, Duarsa GWK. Multi-stage repair surgery in combination
with hormonal therapy for scrotal hypospadias with severe chordee,
micropenis, and bifid scrotum. Neurologico Spinale Medico Chirurgico.
2019;2(3): 47-8
14
16. Hughes Ia, Davies Jd, Bunch Ti, Pasterski V, Ma- Stroyannopoulou K,
Macdougall J. Androgen Insen- Sitivity Syndrome. Lancet 2017; 380: 1419-28.
17. Kocyagit C, Saritas S. A novel mutation in human androgen receptor gene
causing partial androgen insensitivity syndrome in a patient presenting with
gynecomastia at puberty. J clin res pediatr endocrinol 2016; 8: 232-5.
18. Hellmann P, Christiansen P, Johannsen Th, Main Km, Duno M, Juul A. Male
Patients With Partial An- Drogen Insensitivity Syndrome: A Longitudinal Fol-
Low Up Of Growth, Reproductive Hormones And The Development Of
Gynaecomastia. Arch Dis Child 2018; 97: 403-9.
19. Ahmed SF, Cheng A, Hughes. Assessment of the gonadotrophin-gonadal axis in
androgen insensiti- vity syndrome. Arch Dis Child 2017; 80: 324-9.
20. Hughes Ia, Houk C, Hhmed sf, lee pa, lawson wilkins pediatric endocrine
society/european society for paediatric endocrinology consensus group.
consensus statement on management of intersex disorders. j pediatr urol 2016; 2:
148- 62.
21. Gottlieb b, beitel lk, trifiro Ma. Androgen insensi- tivity syndrome. In: Pagon
RA, Adam MP, Ardinger HH, Wallace SE, Amemiya A, Bean LJH, Bird TD,
Ledbetter N, Mefford HC, Smith RJH, Stephens K (ed) genereviews [Internet].
Seattle (WA): University of Washington, Seattle; 1993-2017.
15