Anda di halaman 1dari 19

1

PENDAHULUAN
Mikropenis merupakan suatu bagian kecil dari suatu kelompok yang lebih besar yang secara
umum dikenal sebagai insconspicous penis.Tetapi mikropenis ini pada dasarnya berbeda dari
bagian lainnya seperti penis yang tertimbun atau penis yang berselaput, dimana permasalahan
utamanya terletak pada ukuran dari penis itu sendiri, bukan berdasarkan lingkungan sekitar
atau kulit dari penis tersebut. Mikropenis adalah diagnosis yang sering keliru dalam
kedokteran, yang bila digunakan secara tidak akurat, dapat menyebabkan kecemasan pada
orang tua yang cukup besar dan perlu upaya yang cukup besar untuk memperbaikinya. Insiden
mikropenis diperkirakan sekitar 0,6 % dari populasi anak-anak.
1

Definisi mikropenis ini pada awalnya berdasarkan pada pemikiran dari istilah panjang
penis yang direnggangkan, atau dalam bahasa aslinya stretched penile length (SPL), dimana
istilah SPL ini diperkenalkan pertama kali oleh Schonfeld dan Beebe. Dimana mikropenis ini
didefinisikan sebagai suatu SPL yang nilainya kurang dari 2,5 standar deviasi dibawah umur
rata-rata.
1,2

Ada beberapa penyebab mikropenis, antara lain kelainan susunan saraf pusat
(hypogonadotropic hypogonadism), kelainan hormon, insensitivitas androgen, kekurangan
enzim 5 reduktase, kelainan kromosom sindrom-sindrom tertentu yang berkaitan dengan
kelainan bawaan, sampai penyebab yang tidak diketahui (idiopatik). Komplikasi mikropenis
dibagi atas komplikasi medis dan psikologis.
2-4

Komplikasi medis bisa berupa masalah hormon, tergantung dari penyebab kelainan
endokrinnya atau dari efek pengobatan hormon yang berlebihan / apabila diobati oleh yang
tidak kompeten. Komplikasi psikologis bervariasi, dari yang paling ringan, yaitu gangguan
male sexual role, sampai berlanjut ke dewasa seperti penolakan untuk hubungan seksual.
Mikropenis perlu dan bisa diobati. Bila mikropenis tidak disertai kelainan bawaan lain
(mikropenis murni), terapinya sangat sederhana, yaitu dengan pemberian hormon testosterone
suntikan tiap 3-4 minggu sebanyak empat kali. Tidak dianjurkan lebih lama dari itu dan tidak
dianjurkan memakai obat-obatan minum karena efek sampingnya lebih banyak. Dengan dosis
yang tepat, penis akan bertambah ukurannya. Jika pengobatan tidak berhasil, perlu dicari apa
penyebabnya.
5-8

Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang
berarti keratan yang panjang..Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra
eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang
normal (ujung glans penis). Hipospadia adalah kelainan bawaan berupa urethra yang terletak di
bagian bawah dekat pangkal penis.
9,10

2

Berdasarkan dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hipospadia adalah suatu
kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra externa terdapat di penis bagian bawah
bukan di ujung penis. Sebagaian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk
batang penis yang melengkung. Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal tersebut
terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika
dilihat dari samping, penis tampak melengkung seperti kipas (chordee, bahasa latin); secara
spesifik jaringan parut di sekitar muara saluran kencing kemudian disebut chordee. Tidak
setiap hipospadia memiliki chordee.
9,10

Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki di Amerika
Serikat. Pada beberapa negara insiden hipospadia semakin meningkat. Pada beberapa Negara
dilaporkan 0,26 tiap 1000 kelahiran hidup di Mexico dan Scandinavia, sedangkan di Hungaria
dilaporkan 2.11 tiap 1000 kelahiran hidup. Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian
hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi
dengan berat badan lahir rendah.
11

Terapi dengan testosterone telah digunakan untuk meningkatkan panjang penis. Terapi
testosterone ini biasanya diberikan secara intramuscular (IM) dengan dosis 25 mg selama masa
anak-anak dan dapat diulangi 3 kali tiap 3-4 minggu sampai ukuran yang sesuai.
12,13
Terapi
testosterone juga digunakan pada pasien hipospadia yang sering disertai dengan mikropenis.
Pada penelitian oleh Luo dkk menggunakan testosterone IM pada pasien dengan hipospadia
sebelum dilakukannya operasi dengan hasil meningkatnya secara signifikan panjang penis
tanpa ditemukannya efek samping dan proses operasi yang lebih mudah.
14

Berikut ini merupakan sebuah laporan kasus mengenai pasien dengan hipospadia
disertai dengan mikropenis yang dilakukan terapi dengan injeksi testosterone IM.











3

LAPORAN KASUS
BIODATA PENDERITA
Nama penderita : HM
Tanggal lahir : 14 Desember 2010 (2 tahun 10 bulan )
Tempat lahir : Rumah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Minahasa
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 1 dari 1 bersaudara
Alamat : Wonasa

IDENTITAS ORANG TUA
AYAH IBU
Nama : DM MP
Umur : 25 tahun 23 tahun
Pekerjaan : Swasta Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA SMA
Agama : Kristen Protestan Kristen Protestan
Suku : Minahasa Minahasa

SILSILAH KELUARGA






4


I. ANAMNESIS
(Heteroanamnesis oleh orangtua kandung penderita, tgl 18-10-2013)
a. KELUHAN UTAMA
Ukuran kemaluan kecil dan aliran untuk buang air kecil tidak pada tempatnya sejak
lahir.

b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik anak RSUP Prof Dr. R.D. Kandou,
Manado, rujukan dari bagian bedah plastik untuk dilakukan terapi hormonal
sebelum akan dilakukannya tindakan operasi. Pasien datang dengan keluhan ukuran
kemaluan kecil dan aliran buang air kecil tidak pada tempatnya. Orang tua pasien
mengatakan sudah melihat hal ini sejak pasien baru lahir. Orang tua pasien
mengatakan bahwa kemaluan anaknya tidak mengalami perkembangan yang
banyak sejak dari baru lahir sehingga dibawa untuk berobat. Sedangkan untuk aliran
buang air kecil pasien sudah tidak pada tempatnya sejak lahir. Orang tua pasien
mengaku setelah anaknya tidak memakai pampers lagi, buang air kecilnya susah
dan sering tercecer, sehingga harus jongkok agar buang air kecil tidak tercecer.
Keluhan lain seperti demam, muntah, diare, nyeri saat buang air kecil disangkal.
Selama masa pertumbuhan, pasien seperti anak laki-laki pada umumnya.

c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Orang tua pasien mengaku bahwa pasien tidak pernah mengalami sakit sebelumnya.

d. RIWAYAT ANTENATAL
Ibu pasien ANC secara teratur di bidan sebanyak 10 kali. Diberikan vaksin TT
sebanyak 2 kali. Selama hamil, ibu pasien menyangkal meminum obat-obatan,
jamu-jamuan tertentu.

e. RIWAYAT PERSALINAN
Pasien lahir dirumah ditolong oleh bidan secara spontan. Berat badan lahir 3000 gr
dengan panjang badan lahir 49 cm dan langsung menangis. Orang tua pasien tidak
mengukur panjang kemaluan anaknya pada waktu lahir. Terdapat 2 buah testis
5

dalam kantongnya yang diakui normal. Sedangkan aliran untuk buat air kecil pasien
tidak pada tempatnya.
f. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Pertama kali membalik badan : 3 bulan
Pertama kali tengkurap : 4 bulan
Pertama kali duduk : 6 bulan
Pertama kali merangkak : 7 bulan
Pertama kali berdiri : 12 bulan
Pertama kali berjalan : 14 bulan
Pertama kali tertawa : 3 bulan
Pertama kali berceloteh : 5 bulan
Pertama kali memanggil mama : 6 bulan
Pertama kali memanggil papa : 6 bulan

g. RIWAYAT IMUNISASI
Sampai usia 2 tahun 10 bulan, pasien sudah mendapat imunisasi BCG 1 kali, DPT 3
kali, Polio 3 kali, Campak 1 kali dan Hepatitis 1 kali.

h. RIWAYAT MAKANAN
ASI : 0-12 bulan
PASI : -
Bubur Susu : 6-12 bulan
Bubur Saring : 6-12 bulan
Bubur Lunak : 12-19 bulan
Nasi : 19 bulan sampai sekarang

i. RIWAYAT SOSIAL-EKONOMI
Penderita tinggal di rumah permanen, dimana atapnya terbuat dari seng, dinding
rumah terbuat dari beton, dan lantai terbuat dari tegel. Jumlah kamar ada 3 buah dan
dihuni oleh 5 orang dewasa dan 1 orang anak anak. KM / WC terletak didalam
rumah. Sumber penerangan berasal dari PLN, sumber air minum berasal dari PAM,
dan pengolahan sampah dengan cara dibakar.

j. RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
6

Hanya penderita yang sakit seperti ini didalam keluarga.

II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Komposmentis
BB : 15 kg (50
th
< BB < 75
th
percentile, CDC 2000, Boys 2-20 years)
TB : 93 cm (25
th
< TB < 50
th
percentile, CDC 2000, Boys 2-20 years)
Lingkar kepala : 48 cm (-2<N<2 SD, Nellhouse)

Status Gizi
WHO Z-Score
TB/U : Normal ( +2 SD - -2SD)
BB/U : BB normal
BB/TB: Gizi Baik (-2 SD <X< +2 SD)

Tanda tanda vital ;
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 88 kali / menit , isi cukup, regular, equal
Respirasi : 24 kali / menit , reguler, torakoabdominal
Suhu tubuh : 36,8 C, axilla
i. Kepala :
Bentuk : normosefali
Rambut : Hitam tidak mudah dicabut
Mata : mata cowong (-), air mata (+), conjungtiva anemis (-), sclera Ikterik (-),
pupil bulat isokor, 3mm-3mm, refleks cahaya +/+, nistagmus -/-, lensa
jernih, gerakan bola mata normal, Hipertelorisme (-) visus dan fundus
tidak dievaluasi, Lingkar kepala 48 cm (-2 SD < N < 2 SD; Nellhouse)
THT :
Telinga : Sekret -/- , membran timpani intak
Hidung : Sekret -/-, PCH (-), konka hyperemis -/-
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis -/-,
faring hiperemis (-)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa mulut tampak basah, lidah kotor (-)
Kelenjar : tidak didapati adanya pembesaran
7



ii. Thorax :
Paru :
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Detak jantung : 88 x/menit
Inspeksi : iktus kordis tidak nampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas Kiri : Linea midklavicularis sinistra
Batas Kanan : Linea parasternalis dextra
Batas Atas : ICS II III
Auskultasi : Katup Mitral : M1 > M2, bising (-)
Katup Triskupidalis : T1 > T2, bising (-)
Katup Aorta : A1 > A2, bising (-)
Katup Pulmonal : P2 < P1, bising (-)
iii. Abdomen :
Inspeksi : Datar, lemas, Hernia (-)
Auskultasi : BU (+) Normal
Palpasi : Hepar / Lien: tidak teraba membesar,
Perkusi : Tympani, shifting dullness (-)
iv. Ekstremitas :
akral hangat, Capillary refill time < 2, sianosis -/-, atrofi otot -/-, Normotonus +/+,
tulang tidak tampak, deformitas, Simian crease (-)
v. Genitalia :
Panjang penis (SPL) 2.5 cm, Testis +/+, volume testis 2cc/2cc, hipospadia (+) regio
penoskrotal, skrotum (+), rugae (+).
vi. Anus : Lubang (+)
vii. Pengukuran endokrinologi :
Tinggi ayah : 165 cm
Tinggi ihu : 154 cm
8

Tinggi Potensial Genetik =
((Tinggi Badan Ayah + 13 cm) + Tinggi Badan Ibu) 8,5 cm = 157,5 -174,5 cm
Lingkar kepala : 48 cm (-2 SD < N < +2 SD, Nellhouse)
Jarak mata terdalam : 3,5 cm
Jarak mata terluar : 12 cm
Jarak antara pupil : 5 cm
Jarak antara puting susu : 15 cm
Lingkar dada : 47 cm
Lingkar pinggang : 48 cm
Panjang telapak tangan : 7 cm
Panjang lengan : 39 cm
Panjang kaki : 48 cm

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis :
pH 6,0
BJ 1,010
Leukosit -
Nitrit
Protein -
Glukosa
Keton
Urobilinogen -
Bilirubin
Darah

Pemeriksaan umur tulang (bone age) : sesuai anak usia 1 tahun 8 bulan

IV. DIAGNOSA KERJA
Mikropenis
Hipospadia



Sel epitel -
Leukosit 1-2/LPB
Eritrosit 0/LPB
Silinder granula kasar 0/LPB
Silinder granula halus 0/LPB
Kristal

9



V. PENATALAKSANAAN
Inj Testosteron 25 mg IM

VI. ANJURAN
- Kontrol 3 minggu kemudian untuk pemberian injeksi testosterone kedua

Kontrol tgl 24 Oktober 2013
Keluhan : orang tua merasa ukuran kemaluan semakin membesar
BB : 15 kg , TB : 91 cm
Keadaan umum : cukup Kesadaran : kompos mentis
Tanda vital :
TD : 90/60 mmHg Nadi : 92 x/m RR: 28 x/m Suhu : 36,7 C
Kepala : conj. Anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor/pulmo :Dalam batas normal
Abdomen : cembung, lemas, BU (+) N, Hepar/lien : tidak teraba membesar,
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2
Alat kelamin :
Panjang penis 2,9 cm, testis +/+, volume 2cc/2cc, skrotum (+), rugae (+), hipospadia regio
penoskrotal

Diagnosa Kerja:
Mikropenis
Hipospadia

Penatalaksanaan :
Rencana injeksi Hormon Testosteron kedua 2 minggu lagi





10

MASALAH KLINIS
Bagaimanapun, sampai saat ini, penggunaan terapi hormonal sebelum dilakukannya operasi
hipospadia masih diperdebatkan. Yang ditakutkan dari terapi ini adalah timbulnya efek
samping negatif. Anak yang diterapi memperlihatkan gejala seperti timbulnya rambut pubis
dan perilaku agresif yang berkurang bila terapi dihentikan. Gangguan perkembangan menurut
boneage telah dilakukan evaluasi dengan hasil yang tidak. Ada beberapa pilihan terapi
hormonal pada pasien mikropenis, tetapi yang lazim digunakan adalah pemberian testosterone.
Pemilihan terapi testosterone, apakah diberikan secara IM atau topikal yang memberikan hasil
baik dengan efek samping yang minimal masih diperdebatkan.
15,16


METODE PENELUSURAN
Untuk menjawab masalah klinis dilakukan penelusuran kepustakaan secara online
menggunakan instrument pencari Pubmed, Highwire, Cocharane Library, dan Google Scholar.
Kata kunci yang digunakan adalah Hypospadia, Microphallic, dan Testosterone, dengan
menggunakan batasan (limit): studi yang dilakukan pada manusia, publikasi bahasa Inggris,
kata kunci terdapat pada judul atau abstrak, serta jenis publikasi berupa uji klinis, uji klinis
terandomisasi, meta-analisis, dan review artikel.
Dengan metode tersebut, pada awalnya didapatkan 56 artikel yang memenuhi kriteria.
Penelusuran lebih lanjut dilakukan secara manual pada daftar pustaka yang relevan. Setelah
penelusuran judul dan abstrak artikel-artikel tersebut, didapatkan 8 artikel yang relevan dengan
masalah, terdiri dari 7 penelitian uji klinis dan 1 meta-analisis.

HASIL PENELUSURAN
Tiga puluh tahun yang lalu, penelitian uji klinis dilakukan untuk melihat efek penggunaan
testosterone pada pasien mikropenis dengan hipospadia sebelum dilakukannya operasi. H. Tsur
dkk pada tahun 1983 meneliti 7 anak berusia 2-6 tahun diberikan testosterone topikal 2 kali
perhari, 4 minggu sebelum dilakukannya operasi. Pada penelitian ini didapatkan peningkatan
ukuran penis pada ketujuh anak.
17
Pada tahun 1991, Sakakibara dkk melaporkan hasil
penelitiannya uji klinis tentang penggunaan testosterone topikal sebelum operasi hipospadia.
Dari 15 anak berusia 2-9 tahun dengan mikropenis dan hipospadia (4 penile, 6 penoscrotal, 3
scrotal dan 1 perineal) diberikan testosterone topical sebelum operasi. Semua sampel
menunjukan peningkatan ukuran penis dan tidak ditemukannya efek samping. Sepuluh dari 15
anak sukses dalam operasi hipospadianya (66.7%).
18

11

Terapi testosterone pada pasien dengan mikropenis dan hipospadia masih diperdebatkan
apakah sebaiknya diberikan secara topikal atau IM. Pada tahun 2003, Chalapathi dkk
melaporkan hasil penelitian Randomized Controled Trial dengan membandingkan pengunaan
terapi TE topikal dengan IM pada pasien mikropenis dengan hipospadia. Hasil penelitian
didapatkan peningkatan yang signifikan ukuran penis serta serum testosterone pada kedua
grup. Tetapi pada grup yang diberikan testosterone topikal, 2 anak timbul efek samping berupa
munculnya rambut pubis dan serum testosterone diatas nilai normal. Peningkatan ukuran penis
yang signifikan ditemukan pada 60% sampel yang diberikan testosterone topical dan 75%
sampel yang diberikan testosterone IM. Tetapi dari hasil dari penelitian ini menunjukan hasil
yang tidak bermakna secara statistik, sehingga perlu penelitian lebih lanjut dengan skala lebih
besar.
19
R.B. Nerli dkk mepublikasikan hasil penelitian Randomized Controled Trial tahun
2009, mencoba membandingkan terapi testosterone IM dengan topikal pada pasien mikropenis
dengan hipospadia sebelum dilakukannya operasi. Kesimpulan dari hasil yang mereka
dapatkan pada 21 sampel, didapatkan efek yang diinginkan untuk memperpanjang ukuran penis
pada kedua grup, dan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna baik diberikan secara IM
maupun topikal.
20

Ukuran dari penis penting untuk kelancaran dari suatu operasi hipospadia. Untuk
meningkatkan ukuran penis terdapat 2 pilihan terapi testosterone yaitu secara IM maupun
topikal. Pada penelitian yang dibahas diatas membandingkan pemberian secara topikal dengan
IM. C.C Luo pada tahun 2003 mempublikasikan hasil penelitian uji klinis pada 25 anak
dengan mikropenis dan hipospadia umur 6-18 bulan dengan diberikan injeksi testosterone IM
25 mg perbulan selama 3 bulan sebelum dilakukan operasi. Ukuran penis dan diameter diukur
sebelum dilakukan operasi dan pada saat akan dioperasi, dan dicatat apabila terdapat efek
samping berupa timbulnya rambut pubis dan jerawat. Didapatkan hasil peningkatan ukuran
penis (dari 19,8 2,4 mm menjadi 23,8 2 mm) dan diameter glans penis (dari 27,4 1,4 mm
menjadi 37,84 2,6 mm) kecuali pada 2 sampel. Hasil ini dihitung secara statistik bermakna
dengan nilai P < 0.001. pada semua sampel tidak ditemukan adanya efek samping. Sehingga
kesimpulan dari penelitian ini merekomendasikan pemberian terapi testosterone IM pada
pasien dengan mikropenis dan hipospadia sebelum dimulainya operasi.
21
Pada tahun 2011,
Revaz A. dkk mempublikasikan hasil penelitiannya juga yang mendukung penelitian dari C.C.
Luo dkk. Dimana mereka menyimpulkan bahwa pemberian testosterone IM dapat digunakan
secara aman untuk meningkatkan keluaran dari operasi hipospadia.
22

Tomohiro I dkk pada tahun 2010 mempublikasikan hasil penelitiannya mengenai efek
terapi testosterone IM dalam meningkatkan ukuran penis anak prapubertas dengan hipospadia.
12

Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan terapi testosterone IM yang diberikan pada
pasien dengan hipospadia dengan mikropenis dibandingkan dengan pasien mikropenis murni.
Terapi testosterone IM secara signifikan meningkatkan ukuran penis 1,01 0,50 cm dan 2,27
0,99 SD (cm, P = 0.0002; SD, P = 0.0002). Efek terapi testosterone terhadap peningkatan
ukuran penis anak Jepang dengan hipospadia setelah injeksi pertama testosterone adalah 0,35
0,20 cm dan 0,91 0,62 SD. Hasil ini berbeda bermakna dibandingkan pasien mikropenis,
dimana didapatkan hasil 0,64 0,26 cm dan 1,37 0,68 SD, dengan secara statistik bermakna
dengan P < 0.05. Kesimpulan dari penelitian ini mengatakan bahwa terapi testosterone IM
meningkatkan ukuran penis secara signifikan pada anak prapubertas dengan hipospadia, dan
efek terapi testosterone pada pasien hipospadia lebih rendah secara signifikan dibandingkan
pada pasien dengan mikropenis.
23

Sebuah metanalisis dipublikasikan pada tahun 2013 oleh Jose Murillo B dkk tentang
penggunaan terapi hormonal sebelum dilakukan operasi hipospadia. Penelitian ini
mengumpulkan 14 artikel uji klinis. Keterbatasan metanalisis ini, terapi hormone yang
digunakan adalah testosterone, dehidrotestosterone (DHT), HCG, dan LH. Pada 10 artikel
memakai testosterone, 2 memakai DHT, 3 memakai HCG, dan 1 LH. Hasil yang didapatkan,
dari evaluasi artikel, masih belum memungkinkan untuk menentukan terapi utama. Artikel
tentang penggunaan testosterone paling banyak ditemukan, dan penggunaan terapi testosterone
secara IM mempunyai efek samping yang lebih minimal dibandingkan secara topikal. Artikel-
artikel yang didapatkan tidak mengikuti pasien jangka lama. Sehingga masih belum bisa
didapatkan protokol yang tetap. Sehingga kesimpulan dari hasil metaanalisis ini mengatakan,
meskipun terapi hormon preoperative telah digunakan sebelum terapi hipospadia, tetapi
keuntungan yang nyata masih belum dapat disimpulkan.
24


DISKUSI
Definisi mikropenis ini pada awalnya berdasarkan pada pemikiran dari istilah panjang penis
yang direnggangkan, atau dalam bahasa aslinya stretched penile length (SPL), dimana istilah
SPL ini diperkenalkan pertama kali oleh Schonfeld dan Beebe. Dimana mikropenis ini
didefinisikan sebagai suatu SPL yang nilainya kurang dari 2,5 standar deviasi dibawah umur
rata-rata.
1,2




13

Tabel I : Normal SPL

Dikutip dari : Wiygul J, Palmer LS. Micropenis. The Scientific World Journal. 2011:11;1462-9

Pada kasus ini, pasien berumur 2 tahun 10 bulan dan mempunyai SPL 2,5 cm.
ditemukan 2 buah testis, volumenya masing-masing 2cc, dalam kantong skrotum. Pasien ini
didiagnosis dengan mikropenis, sebab dari pemeriksaan didapati adanya ukuran penis dibawah
-2.5 SD yaitu 2,5 cm pada saat diukur, dimana cara pengukurannya ialah dengan menarik penis
dan penis diukur dari pangkal penis hingga ke ujung.
Dari anamnesis dijumpai bahwa selama kehamilan, tidak dijumpai adanya kelainan dari
bayi saat pemeriksaan kehamilan. Tetapi mikropenis seharusnya sudah dapat dideteksi secara
kasar saat usia kehamilan sekitar 12-14 minggu dimana dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini dilakukan dengan memeriksa pada
daerah genital pada pertengahan daerah sagital dengan posisi fetus secara horisontal terhadap
probe. Metode ini memiliki keakuratan mencapai 99,6% pada laki-laki dan 97,4% pada
perempuan.
25
14

Hipospadia adalah kelainan bawaan lahir pada anak laki-laki, yang dicirikan dengan
letak abnormal lubang kencing tidak di ujung kepala penis seperti layaknya tetapi berada lebih
bawah/lebih pendek. Letak lubang kencing abnormal bermacam-macam; dapat terletak pada
kepala penis namun tidak tepat di ujung (hipospadia tipeglanular), pada leher kepala penis (tipe
koronal), pada batang penis (tipe penil), pada perbatasan pangkal penis dan kantung kemaluan
(tipe penoskrotal), bahkan pada kantung kemaluan (tipe skrotal) atau daerah antara
kantungkemaluan dan anus (tipe perineal).
Sebagian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk batang penis yang
melengkung. Biasanya di sekitarlubang kencing abnormal tersebut terbentuk jaringan ikat
(fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat dari samping,
penis tampak melengkung seperti kipas (chordee, bahasa Latin); secara spesifik jaringan parut
di sekitar muara saluran kencingkemudian disebut chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki
chordee. Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis yang
belum turun sampai kekantung kemaluannya (undescended testis).

Gambar I : Tipe Hipospadia



15

Barcat (1973) berdasarkan letak ostium uretra eksterna maka hipospadia dibagi 5 tipe,
yaitu :
26

1. Anterior (60-70%)
o Hipospadia tipe glans
o Hipospadia tipe coronal
2. Midle (10-15%)
o Hipospadia tipe penil
3. Posterior (20%)
o Hipospadia tipe penoscrotal
o Hipospadia tipe perineal
Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin
rendah frekuensinya.
27
Pada kasus ini, 90% terletak di distal, dimana meatus terletak di ujung
batang penis atau pada glans penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah
batang penis, skrotum, atau perineum. Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula, skin tag,
divertikulum, stenosis meatal atau aliran kencang yang menyebar. Komplikasi ini dapat
dikoreksi dengan mudah melalui prosedur minor.
27,28

Dari gambar I, pasien memiliki lubang kecing pada daerah perbatasan pangkal penis
dan kantung kemaluan (tipe penoskrotal), seperti dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 : gambar letak hipospadia pasien


16

Etiologi dari hipospadia sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti.
Pembesaran tuberkulum kelamin dan perkembangan selanjutnya dari penis dan uretra
tergantung pada tingkat testosteron selama embriogenesis. Jika testis gagal untuk menghasilkan
jumlah yang cukup dari testosteron atau jika sel-sel struktur genital kekurangan reseptor
androgen yang memadai yaitu enzim konversi androgen-5 alpha-reductase dapat menyebabkan
hipospadia. Genetik dan faktor nongenetik terlibat dalam penyebab hipospadia dimana angka
kejadian keluarga dari hipospadia ditemukan pada sekitar 28% pasien.
25,27

Mekanisme genetik yang tepat mungkin rumit dan variabel. Penelitian lain adalah
turunan autosomal resesif dengan manifestasi tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan
secara sporadis pada pasien dengan hipospadia. Faktor nongenetik utama yang terkait dengan
hipospadia adalah pemberian hormon seks. Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di
antara bayi yang lahir dari ibu dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga
lebih sering dikaitkan dengan hipospadia.
27

Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan entoderm.
Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi
ke perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm.
25
Di bagian kaudal ektoderm dan
entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada permulaan minggu ke
27
, terbentuk
tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tuberkel. Dibawahnya pada garis
tengah terbentuk lekukan dimana bagian lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut
genital fold. Selama minggu ke 7, genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini
adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan menjadi
klitoris.
27

Bila agenesis dari mesoderm, maka genital tuberkel tak terbentuk, sehingga penis juga
tidak terbentuk. Bagian anterior dari membran kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur
dan membentuk sinus. Sementara itu, sepasang lipatan yang disebut genital fold akan
membentuk sisi dari sinus urogenitalia.
27
Bila genital fold gagal bersatu diatas sinus
urogenitalia maka akan timbul hipospadia. Selama periode ini juga, akan terbentuk genital
swelling di bagian lateral kanan dan kiri. Hipospadia yang terberat yaitu jenis penoskrotal
skrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold dan genital swelling untuk bersatu di tengah
tengah.
26,27

Pada pasien ini, testis turun secara sempurna, penampakan seperti anak-anak laki-laki
normal. Diagnosis banding kearah ambigus genitalia dapat disingkirkan pada pasien ini.
Etiologi yang mungkin terjadi pada keaadaan seperti ini adalah kekurangan enzim 5
17

reduktase dan partial androgen insensitivity syndrome (PAIS). Dimana didapatkan mikropenis
dengann hipospadia. Sehingga harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Pada pasien ini diberikan terapi testosterone 25 mg secara IM dan direncanakan untuk
diberikan tiap 3 minggu sampai 3-4 kali pemberian. Terapi ini diberikan dengan maksud untuk
meningkatkan ukuran penis sehingga tindakan operasi yang akan dilakukan lebih mudah. Dari
hasil follow up 1 minggu setelah pemberian testosterone IM terdapat peningkatan ukuran penis
dari 2,5 cm menjadi 2,9 cm. Dapat dilihat terdapat peningkatan yang cukup signifikan dari
terapi yang diberikan. Masih belum ada protokol tentang terapi TE pada pasien hipospadia
dengan mikropenis menurut hasil analisis kasus dari penelitian-penelitian yang telah ada.
Tomohiro dkk pada hasil penelitian mereka pada tahun 2010 mengatakan terdapat perbedaan
bermakna peningkatan ukuran penis pada pasien hipospadia disertai mikropenis dengan
mikropenis murni. Hal ini kemungkinan dikarenakan salah satu penyebab tersering hipospadia
dengan mikropenis adalah defisiensi enzim 5 reduktase yang fungsinya merubah TE menjadi
bentuk yang lebih potent yaitu DHT.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia. Dikatakan dubia dikarenakan pada penelitian
oleh Daniela ddk yang dipublikasikan pada tahun 2010, dimana meneliti komplikasi yang
timbul pada pasien yang diterapi hormonal sebelum operasi dan yang tidak diberikan terapi
hormonal menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua grup. Oleh
karena itu prognosis dari pasien tergantung dari kesuksesan operasi yang akan dilaksanakan.
Dari terapi testosterone IM yang diberikan pada pasien dapat dilihat terdapat peningkatan dari
ukuran panjang dan diameter penis.













18

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiygul J, Palmer LS. Micropenis. The Scientific World Journal. 2011;11:1462-9.
2. Tekgul S, Riedmiller H, Herharz, E, Hoebeke, P, Kocvara, R., Nijman, R., et al.
Guidelines on paediatric urology. European Society for Paediatric Urology. 2008.
3. Vogt KS, Kemp S. Microphallus. Medscape: Agst 2011.
4. Bhangoo A, Paris F, Philibert P, Audran F, Ten S, Sultan C. Isolated micropenis reveals
partial androgen insensitivity syndrome confirmed by molecular analysis. Asian Journal
of Andrology. 2010;12:561-6.
5. Kutlu A. Normative data for penile length in turkish newborns. Journal od clinical
research in pediatric endocrinology. Galenos Publishing. Turkey: 2010;2(3):107-10.
6. Assin MS, Rukman J, Dahlan A. Penile dimension of newborn infants. Paediatr Indones
2008;29:146-50.
7. Susanto R, Setiawan, Surawdji, Sachro SDB, Suparman S. Volume testis dan ukuran
penis bayi dan anak di Rumah Sakit Kariadi Semarang. Majalah Kedokteran
Diponegoro. 1992;1:29-36.
8. Bashiri A, Hershkovitz R, Mazor M, Friedler JM. Early detection of fetal micropenis
after IVF-ICSI. IJCRI. 2011;2:1-5.
9. Baskin LS. Hypospadias and urethral development. J Urol. Mar. 2000;163(3):951-6.
10. Duckett JW. Hypospadias. In: Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED, et al, eds. Campbell's
Urology. 7th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co; 2008. 2093-2119.
11. Kallen B, Bertollini R, Castilla E. A joint international study on the epidemiology of
hypospadias. Acta Paediatr Scand Suppl. 2006;324:1-52.
12. Borer JG, Retik AB. Hypospadias. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology, 9th ed.
Philadelphia: W. B. Saunders; 2007:3703-3743.
13. Bin-Abbas B, Conte FA, Grumbach MM. Congenital hypogonadotropic hypogonadism
and micropenis: effect of testosterone treatment on adult penile size why sex reversal is
not indicated. J Pediatr. 1999;134:579-583.
14. Luo CC, Lin JN, Chiu CH. Use of parenteral testosterone prior to hypospadias surgery.
Pediatr Surg Int. 2003;19:82-84.
15. Davits RJ, van den Aker ES, Scholtmeijer RJ. Effect of parenteral testosterone therapy
on penile development in boys with hypospadias. Br J Urol. 1993;71:593.
16. Chalapathi G, Rao KL, Chowdhary SK. Testosterone therapy in microphallic
hypospadias: topical or parenteral?. J Pediatr Surg. 2003;38:221.
19

17. Tsur H, Shafir R, Shacar J, Eshkol A. Microphallic hypospadias: Testosterone therapy
prior to surgical repair. Plastik and Reconstructive Surgery. 1985;75:775.
18. Sakakibara N, Rodolfo A, Stella M. Use of testosterone ointment before hypospadias
repair. Urologia internationalis. 1991;47.1:40-43.
19. Chalaphati G, Rao KL, Chowdhary SK, Narasimhan KL, Samujh R, Mahajan JK.
Testosterone therapy in microphallic hypospadias: Topical or parenteral?. Journal of
pediatric surgery. 2003;38.2:221-223.
20. Nerli RB, Ashish K, Vikram P. Comparison of topical versus parenteral testosterone in
children with microphallic hypospadias. Pediatric surgery international. 2009;25.1:57-
59.
21. Luo CC, Lin JN, Chiu CH. Use of parenteral testosterone prior to hypospadias surgery.
Pediatr Surg Int. 2003;19:82-84.
22. Ahmad D, Reyaz l. Role of parenteral testosterone in hypospadias: A study from a
teaching hospital in India. Urology annals. 2011;3.3:138.
23. Ishii T, Hayashi M, Suwanai A, Amano N, Hasegawa T. The effect of intramuscular
testosterone enanthate treatment on stretched penile length in prepubertal boys with
hypospadias. Urology. 2010;76.1:97-100.
24. Netto, Jose MB, Carlos F, Andarde L, Silvio T, Gomes C, et al. Hormone therapy in
hypospadias surgery: A systematic review. Journal of pediatric urology. 2013.
25. Bashiri A, Hershkovitz R, Mazor M, Friedler JM. Early detection of fetal micropenis
after IVF-ICSI. IJCRI. 2011;2:1-5.
26. Anonim. Hipospadia. 2011. Http://www.bedahugm.net/hipospadia
27. Toms A P, Bullock K N, Berman LH. Descending urethral ultrasound of the native and
reconstructed urethra in pasiens with hypospadias. 2003.
www.thebritishjournalofradiology.com

Anda mungkin juga menyukai