Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS KEMATIAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. SF
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 3-5-1999
Usia saat dijadikan kasus : 17 tahun 5 bulan
Alamat : Aloro desa sambuaja Maros
Masuk rumah sakit : 4 oktober 2016
Nomor rekam medik : 00-77-43-22
Mulai diterima sebagai kasus : 4 oktober 2016

IDENTITAS ORANG TUA


Ayah Ibu
Nama MS NH
Umur 40 tahun 38 tahun
Pendidikan SD SD
Pekerjaan Petani IRT

II. ANAMNESIS (SUBJEKTIF)


Berdasarkan heteroanamnesis dari ibu dan ayah pasien.
Keluhan utama : sesak nafas
1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merupakan rujukan rumah sakit M. Pasien mengalami sesak nafas sejak 6
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami batuk sejak 4 hari, batuk
berdahak dan tidak terus menerus. Ada demam sejak 4 hari meskipun diberi obat
penurun panas, suhu berkisar 38-39 C tidak disertai kejang, ada nyeri perut
terutama saat ditekan. Ada kesadaran menurun sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Tidak didapatkan adanya muntah. Ada riwayat muntah 6 hari yang lalu,

1
berwarna kekuningan bercampur makanan. Muntah tidak menyemprot. buang air
besar dan buang air kecil dalam batas normal.
2. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien sebelumnya di rawat di rumah sakit M dengan keluhan sesak nafas dan post
meminum racun rumput merk supretox. Pasien minum racun rumput secara tidak
sengaja saat pulang sekolah. Jumlah racun rumput yang di konsumsi kurang lebih
50 ml sebanyak setengah gelas. Setelah meminum racun rumput tersebut, penderita
mengalami muntah, rasa panas dimulut dan nyeri pada kerongkongan, pasien
kemudian dirujuk ke rumah sakit M dan dilakukan bilas lambung. Pasien dirawat
selama 6 hari di rumah sakit M dan diberikan terapi injeksi ceftriaxone, parasetamol
dan nebulisasi. Selama perawatan, tidak ada perbaikan pada kondisi pasien,
sehingga dirujuk ke rumah sakit Wahidin Makassar.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga batuk batuk lama disangkal, batuk keluar darah disangkal dan
pengobatan TB disangkal.
4. Riwayat pribadi atau sosial pasien
a. Riwayat kehamilan ibu
Pasien merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Kehamilan ini adalah
kehamilan yang di inginkan. Setiap bulan ibu memeriksakan kehamilannya ke
bidan secara rutin. Ibu tidak pernah sakit selama hamil, tidak pernah mengkonsumsi
obat-obatan, tidak pernah konsumsi jamu-jamuan. Selama hamil, ibu
mengungkapkan tidak ada masalah, ibu merasa sehat dan tidak pernah muntah yang
berlebihan. Ibu tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya.
b. Riwayat persalinan
Pasien lahir melaui persalinan normal, spontan, lahir dengan perrolongan bidan.
Kehamilan cukup bulan, langsung menangis, tidak biru. Pasien lahir dengan berat
badan lahir 3100 gram. Namun ibu lupa ukuran panjang badan dan lingkar kepala
saat lahir.

2
c. Riwayat paska lahir
Pasien mendapatkan suntikan vitamin K segera setelah lahir. Keadaan pasien
setelah lahir menurut ibu baik, pasien tidak pernah kuning, kejang maupun
perdarahan semasa bayi.
d. Riwayat nutrisi
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 7 bulan, selanjutkan dilanjutkan
pemberian susu formula. Usia 6-9 bulan diberikan bubur halus 3x sehari dan susu
formula 6-8 kali sehari, usia 9-12 bulan diberikan bubur kasar 3 kali/hari dan susu
formula 6-8 kali sehari, dan usia >1 tahun diberikan makanan keluarga, nasi 3 kali
sehari.
e. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan dan perkembangan seperti anak normal lainnya. Berat badan sejak
bayi hingga sebelum sakit selalu naik. Bila anak sakit, ibu pasien rutin membawa
anak ke posyandu. Pasien mulai duduk usia 6 bulan, berdiri usia 8 bulan dan
berjalan serta berbicara usia 12 bulan. Teman pasien cukup banyak. Menurut ibu
pasien, hubungan pasien dengan teman dan anggota keluarganya cukup baik.
f. Riwayat imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi dasar BCG, polio 4 kali, hepatitis B 4 kali,
DPT 3 kali dan campak 1 kali.
g. Riwayat kebutuhan dasar anak
Asuh (fisis-biomedis)
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 7 bulan. Pemberian makanan
tambahan berupa bubur halus diberikan umur 6 bulan, dilanjutkan nasi tim usia 9
bulan. Pasien mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap. Bila anak sakit, pasien
dibawa ke posyandu. Orang tua memenuhi kebutuhan pangan dan sandang dengan
baik.
Asih (psikososial)
Pasien mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya. Anak lahir dari
perkawinan pertama kedua orang tuanya dan anak merupakan anak yang
diharapkan. Anak selama ini memiliki komunikasi dan interaksi yang baik dengan

3
teman-temannya dan tidak mempunyai masalah dengan teman sekolahnya. Pasien
merupakan anak yang patuh, penurut dan sopan.
Asah (stimuli)
Semenjak kecil, orang tua memberikan perhatian penuh terhadap perkembangan
pasien. Saat ini pasien duduk di kelas IX SMA. Orang tua tidak membebaskan
anaknya bermain dengan teman sebayanya.
h. Riwayat keluarga dan latar belakang sosial ekonomi
Ayah bekerja sebagai petani. Ibu bekerja sebagai ibu umah tangga. Total penghasilan
ayah sebesar Rp. 1.000.000-1.500.000/bulan. Pendidikan terakhir ayah dan ibu adalah
tidak tamat SD. Selama pasien dirawat, kedua orang tua selalu dijaga oleh kedua
orang tuanya. Pasien tinggal bersama ke tiga saudaranya dan kedua orangtuanya.
Rumah yang ditempati adalah Rumah permanen berukuran 6 x 8 meter terdiri atas 1
lantai. Dinding terbuat dari kayu. Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu
yang juga menjadi ruang nonton keluarga serta menyatu dengan dapur. Sumber listrik
berasal dari PLN, sedangkan sumber air minum, mandi dan cuci diperoleh dari air
PAM. Sarana kesehatan yang terdekat adalah posyandu. Pasien tidak mempunyai
jaminan kesehatan

III. DATA PASIEN SAAT DIJADIKAN KASUS


Pemeriksaan Fisis (Objektif)
a. Status present
- Keadaan umum : Lemah
- Kesadaran : GCS 11 (E3M5V3)
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 110 kali/menit
- Respirasi : 58 kali/menit
- Suhu : 39,7C
- Saturasi oksigen : 94%

b. Status generalis

4
- Kepala Mesosefal, normosefal.
- Rambut Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
- Wajah Simetris kiri dan kanan, tidak tampak dismorfik, tidak ada moon
face.
- Mata Konjungtiva tidak pucat dan tidak ada injeksi konjungtiva,
sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2 mm, refleks
cahaya +/+ kesan normal.
- Hidung Tampak pernapasan cuping hidung, tidak tampak sekret.
- Telinga Tidak terdapat sekret, membran timpani intak.
- Mulut Tidak ada ulserasi pada mulut. Tonsil ukuran T1-T1, tidak
hiperemis. Faring tidak hiperemis.
- Leher Tidak teraba pembesaran kelenjar servikal dan submandibula,
tidak teraba kelenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk, tidak ada
rangsang meningeal.
- Dada Bentuk dan pergerakan simetris.
- Paru Terdapat retraksi suprasternal dan subkostal, bunyi pernapasan
bronkovesikuler, bunyi tambahan berupa ronki nyaring di kedua
lapangan paru.
- Jantung Iktus kordis tidak tampak, bunyi jantung satu dan dua murni,
reguler, tidak ada bising atau irama gallop.
- Abdomen Ada nyeri tekan seluruh regio abdomen. Datar ikut gerak napas,
bising usus kesan normal, hepar teraba 1 cm bawah arcus
costae.
- Ekstremitas Tidak ada edema. Kekuatan dan tonus dalam batas normal,
refleks fisiologis kesan normal, refleks patologis tidak
ditemukan.
- Kulit Tidak ada rash makulopapular di kulit.
- Kelenjar Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di aksila maupun
di inguinal
- Punggung Tidak ada gibbus maupun skoliosis

5
c. Status antropometri
- Berat badan (BB) : 45 kg (P <25-50, kurva CDC, 2000)
- Panjang Badan (PB) : 158 cm (P <25, kurva CDC, 2000)
- Lingkar kepala : 53 cm (Normosefal menurut kurva Nellhaus)
- BB/TB : 45/53x100% = 84,9 %
- BB/U : 158/164x100%= 96,3%
- TB/U : 45/56x100%= 80,3%
Penilaian status gizi berdasarkan kurva NCHS CDC 2000, pasien masuk dalam
kriteria gizi kurang dan berada pada perawakan normal.
Table 1. hasil pemeriksaan penunjang
Parameter 05/10/2017 Nilai normal
HB 13,4 12-16 g/dl
MCV 90 80-100 m3
MCH 30,2 27-32 pg
MCHC 33,7 32-36 gr/dl
HCT 39,9 37-47%
Leukosist 24.100 4000-10.000 mm3
Eritrosit 4.450.000 3.800.000-5.800.000/mm3
Trombosit 594.000 150.000-400.000/mm3
Natrium 134 136-145 mmol/L
Kalium 3,7 3,5-5,1 mmol/L
Klorida 101 97-111 mmol/L
Ureum 59 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,51 L(<1,3), P (<1,1)
SGOT 81 <38 U/L
SGPT 96 <41 U/L

6
Gambar 1. Hasil Foto thoraks saat awal MRS ( 5 oktober 2016)
- Bercak infiltrat pada kedua lapangan paru
- Cor dan aorta kesan normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
Kesan pneumonia

IV. RESUME
Seorang anak perempuan usia 17 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 6
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami sesak nafas sejak 6 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami batuk sejak 4 hari, batuk
berdahak dan tidak terus menerus. Ada demam sejak 4 hari meskipun diberi obat
penurun panas, suhu berkisar 38-39 C tidak disertai kejang, ada nyeri perut
terutama bila ditekan. Ada kesadaran menurun sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Tidak didapatkan adanya muntah. Ada riwayat muntah 6 hari yang lalu,
berwarna kekuningan bercampur makanan, frekuensi lebih dari 5 kali sehari,
muntah tidak menyemprot. Buang air besar dan buang air kecil kesan normal.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan kondisi pasien lemah, GCS 11. Tanda
vital menunjukkan adanya demam, takikardia dan takipnue. Pemeriksaan
antropometri menunjukkan gizi kurang. Pemeriksaan penunjang menunjukkan
adanya leukositosis, peningkatan ureum dan kreatinin serta peningkatan SGOT dan
SGPT. Hasil foto thoraks adalah pneumonia.
Pasien dirawat diruang intensif dan diberikan tatalaksana rehidrasi,
oksigenasi, kortikosteroid serta pemberian antibiotik. Orang tua diberikan edukasi

7
tentang perjalanan penyakit, komplikasi serta rencanan tatalaksana lebih lanjut yang
akan dilakukan misalkan prosedur penanganan airway berupa intubasi endotrakeal.
V. DIAGNOSIS
Primer : Keracunan parakuat
Sekunder : Gizi kurang
Komplikasi : - Ensefalopati
- Community acquaired pneumonia
- Acute kidney injury ( injury type)
VI. PERMASALAHAN
NO Masalah Tanggal ditemukan Tanggal selesai
1 Keracunan parakuat 4/10/2016 Belum selesai
2 Gizi kurang 4/10/2016 Belum selesai
3 Ensefalopati 4/10/2016 Belum selesai
4 CAP 4/10/2016 Belum selesai
5 AKI 4/10/2016 Belum selesai

VII. RENCANA PENGELOLAAN (PLANNING)


a. Tatalaksana kegawatdaruratan
Saat dijadikan kasus, ditemukan adanya kemungkinan kegawatadaruratan
pernafasan
- Pemberian oksigenasi dengan O2 non rebreathing mask 8 liter/menit
b. Rencana pemeriksaan penunjang diagnosis
- Analisa gas darah
- Ureum dan kreatinin berkala
- Urine rutin perhari
c. Rencana terapi medikamentosa
- IVFD Ringer laktat 36 tetes/menit
- Injeksi meropenem 1 gr/8 jam/intravena
- Injeksi gentamisin 80 mg/12 jam/intravena
- Injeksi parasetamol 500 mg/8 jam/intravena

8
- Injeksi deksametason 15 mg/8jam/intravena
d. Asuhan nutrisi
Nutritional assessment : Gizi kurang
Nutritional requirement : Pasien sementara stop intake oral.
e. Rencana pemantauan
- Pemantauan kondisi umum pasien meliputi keluhan subjektif dan tanda vital
- Pemantauan perkembangan penyakit, komplikasi serta respon pengobatan.
- Pemantauan balance cairan dan produksi urine.
f. Pemberian komunikasi informasi dan edukasi
- Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang kondisi yang diderita pasien
meliputi penyebab, perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis dan rencana
tindakan selanjutnya.
- Menjelaskan pentingnya kerjasama dan dukungan dari keluarga sehingga
proses pengobatan dapat berjalan lancar

9
VIII. FOLLOW UP PERJALANAN PENYAKIT

Hari S O A P
pengamatan
Hari 1 Ada sesak, ada demam, Kesan umum : lemah, Diagnosis kerja Rencana terapi
(4 oktober dan ada penurunan sakit berat. 1. Keracunan
Oksigen via NRM 8 liter/menit
2016) kesadaran, tidak muntah. parakuat
BAB kuning Tanda vital : nafas 58 2. Ensefalopati Injeksi meropenem 1 gr/8 jam/intravena
BAK biasa kuning kali/menit, nadi 110 3. CAP
Injeksi gentamisin 80 mg/12 jam/intravena
kali/menit , suhu 39,7 C, 4. AKI (tipe injury)
GCS 11, SpO2 94% 5. Gizi kurang Injeksi parasetamol 500 mg/8jam/intravena
Injeksi deksametason 15mg/8jam/intravena
Status generalis: ada
retraksi subcostal, Rencana diagnostik
intercostal dan
Ureum, kreatinin dan urinalisis berkala,
suprasternal. Ronkhi
nyariing dikedua analisis gas darah.
lapangan paru, hepar
Rencana monitoring
teraba 1 cm bawah arcus
costae. Akral hangat. Pemantauan terhadap gejala klinis dan
CRT < 2 detik. Edema(-),
tanda vital
siamosis (-)
Pemantauan balance cairan dan produksi
urine
Rencana edukasi
Menjelaskan perjalanan penyakit dan
beberapa organ yang terlibat, tatalaksana
lebih lanjut, komplikasi dan prognosis
pasien.

10
Hari S O A P
pengamatan
Hari 2 Apnue dan bradikardi Keadaan umum: anak Diagnosis kerja Rencana terapi
5 oktober tampak lemah. 1. Keracunan
VTP via bag valk mask 10 liter/menit
2016 parakuat
(pukul Tanda vital: tekanan 2. Ensefalopati dopamin 5 mcg/kgbb/menit
01.00) darah 80/60 mmHg, nadi 3. CAP
dobutamin 5 mcg/kgbb/menit
64 kali permenit, saturasi 4. AKI (tipe injury)
oksigen 78 %. Kesadaran 5. Gizi kurang Keluarga menolak intubasi endotrakeal.
GCS 7.
Rencana monitoring
Akral dingin dan
capillary refill time 2 Pemantauan terhadap gejala klinis dan
detik. Jumlah produksi
tanda vital
urine 0,4 ml/kgBB/jam
(selama 6 jam) Rencana edukasi
Menjelaskan kepada orang tua tentang
Laju filtrasi glomerulus
57 ml/menit/1,73 m2 keadaan pasien dan rencana akan
dilakukan tatalaksana jalan nafas dengan
pemasangan intubasi endotrakeal.

11
Hari S O A P
pengamatan
5 oktober Ada apnue, penurunan Keadaan umum: anak - VTP dan kompresi dada, epinefrin 0,1-0,3
2016 kesadaran, kaki dan tampak lemah, kesadaran mg/kgbb/iv
Pukul tangan dingin. GCS 3. Tanda vital :
01.30 tekanan darah 60/palpasi,
nadi 56 kali/menit,
saturasi 30%, suhu 35 C

5 oktober Ada apnue, kaki dan Nadi tidak teraba, - Resusitasi tidak berhasil. Pasien
2016 tangan dingin. tekanan darah tidak dinyatakan meninggal
Pukul terukur dan pupil
01.45 midriasis maksimal.

12
IX. PROGNOSIS
- Ad vitam (hidup) : malam
Pasien ini dirawat karena keracunan parakuat dan sudah dalam keadaan
kegagalan multi organ. Hal tersebut menyebabkan keadaan memburuk dan
pasien meninggal.
- Ad sanationam (sembuh) : malam
Belum ada antidotum yang spesifik pada keracunan parakuat. Terapi yang
diberikan adalah terapi suportif. Kemungkinan untuk sembuh pada pasien
sangat sulit.
X. SKEMA PERJALANAN PENYAKIT

Sesak, muntah, nyeri Ada sesak, demam, Apnue, desaturasi,


perut, riwayat minum nyeri perut, penurunan bradikardi, kaki dan
racun rumput kesadaran tangan dingin

29 sept-3 okt 2016 4 okt 2016 5 okt 2016

Rujuk RSWS

Dirawat di RSUD Maros Diagnosis : keracunan parakuat Diagnosis : keracunan


selama 6 hari + ensefalopati + CAP+ AKI+ parakuat + ensefalopati +
pneumonia + Penurunan gizi kurang CAP+ AKI+ gizi kurang
/
kesadaran
Kondisi pasien lemah, GCS 11. Kondisi pasien lemah, GCS 7.
Demam,takikardia dan takipnue, Apnue, tekanan darah 80/60
antropometri:gizi kurang. mmHg, nadi 64 kali permenit,
saturasi oksigen 78 %. Akral
Leukosit 24.100/mm3 , SGOT dingin dan CRT 2 detik
81 U/L, SGPT 96 U/L, kreatinin
1,51 U/L, ureum 59 mg/dL, VTP via bag valk mask 10
natrium 134 mmol/L, kalium liter/menit
3,7 mmol/L, klorida 101 Dopamin 5 mcg/kgbb/menit
mmo/L. foto thoraks : Dobutamin 5 mcg/kgbb/menit
Intubasi endotrakeal menolak
pneumonia.
Perawatan intensif, oksigenasi, VTP dan kompresi dada,
antibiotik, analgetik/antipiretik, epinefrin 0,1-0,3 mg/kgbb/iv
steroid, stop intake oral

Meninggal
13
XI. ANALISIS KASUS
Keracunan adalah terpaparnya bahan toksik yang menimbulkan gejala dan tanda-
tanda disfungsi organ serta dapat menimbulkan kerusakan organ dan kematian. Menurut
American Association of Poison Control Center, sekitar 85%-90% kasus keracunan pada
anak terjadi pada usia kurang dari 5 tahun, yang disebabkan faktor ketidaksengajaan dan
10% - 15% terjadi pada usia lebih dari 5 tahun yang pada umumnya disebabkan karena
percobaan bunuh diri (kesengajaan). 1
Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari golongan
ini. Angka kematian akibat toksisitas dari paraquat sangat tinggi dikarenakan
toksisitasnya secara langsung. Keracunan paraquat pada upaya bunuh diri mengakibatkan
beberapa ratus ribu kasus kematian tiap tahunnya. Diperkirakan bahwa 798.000 orang
meninggal karena keracunan pestisida yang disengaja pada tahun 2000, lebih dari 75%
terdapat di negara berkembang.1
Manifestasi klinik keracunan paraquat tergantung pada rute paparan dan
konsentrasinya. Rute paparan dapat melalui inhalasi, ingesti, mata dan kulit. Paparan
melalui ingesti memberikan gejala klinik yang lebih berat. Mekanisme utama keracunan
paraquat yaitu melalui pembentukan radikal bebas yang akan menyebabkan kerusakan
berbagai jaringan/organ.2
Keracunan paraquat terbanyak terjadi pada percobaan bunuh diri, memiliki efek
yang sangat mengancam jiwa terutama mengenai organ paru, hati, ginjal, jantung, traktus
gastrointestinal, dan organ lain. Paru merupakan organ target utama keracunan paraquat,
efek pada paru biasanya menunjukkan gejala yang berat dan kurang berespon dengan
pengobatan. Gejala yang timbul dapat bervariasi tergantung pada rute dan dosis paraquat.
Setelah intake oral, paraquat memiliki konsentrasi yang tinggi pada jaringan dengan perfusi
yang banyak, seperti paru-paru, otak, jantung, hati dan ginjal. Paraquat dapat dideteksi di
dalam urin setelah 1 jam tertelan. Konsentrasi puncak di plasma akan tercapai dalam
waktu 4 jam dan mungkin juga dalam 2 jam setelah intoksikasi.2,4
Mekanisme toksisitas paraquat melibatkan pembentukan anion superoksida selama
proses siklus redoks yang mengarah pada pembentukan reaktif oksigen spesies lainnya
yang lebih toksik seperti hidrogen peroksida dan radikal hidroksil melalui terbentuknya

14
NADPH dan sitokrom P450 reductase. Dalam situasi normal, hidrogen peroksida
didetoksifikasi oleh katalase dan glutation peroksidase oleh tubuh. Namun, jika mekanisme
pelindung tubuh tidak mampu, stres oksidatif yang dihasilkan akan menyebabkan
kerusakan sel. Hidroksil radikal yang terbentuk yang beraksi dengan besi (Fe) merupakan
oksidan sangat kuat dan dapat menginduksi peroksidasi lipid yang menyebabkan
kerusakan membran sel dan kematan sel. Keracunan dengan parakuat dapat menyebabkan
beberapa organ kerusakan.5

Gambar 1. Mekanisme kegagalan fungsi organ pada keracunan paraquat

Pendekatan klinis pada keracunan untuk menegakkan diagnosis berdasarkan atas


anamnesis, pemeriksaan fisis, evaluasi laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Pada
anamnesis diperoleh adanya riwayat minum bahan toksik, jenis, jumlah, saat terjadinya k
eracunan, sengaja atau tidak, riwayat gangguan kejiwaan dan konflik
keluarga/lingkungan.1
Pemeriksaan fisis yang mengarahkan pada kecurigaan keracunan, dikelompokkan
kedalam 4 kategori yang disebut toxidromes yaitu sindroma simpatomimetik, kolinergik,
antikolinergik dan opiot/sedatif. Pada keracunan paraquat terdapat sindroma kolinergik
dengan manifestasi klinis berupa perubahan status mental, takipnea, bronkospasme,
bradikardi atau takikardi, salivasi, miosis, poliuri, defekasi, muntah, lakrimasi dan kejang.

15
Pada kasus ini, menifestasi klinis sindroma kolinergik yang ditemukan adalah perubahan
status mental, takipnea, takikardi dan riwayat muntah. 1,2,4
Patogenesis utama terjadinya kerusakan paru adalah melalui terbentuknya radikal
bebas dengan oxidative damage kepada jaringan paru. Edema paru akut dan kerusakan paru
bisa muncul dalam hitungan jam kemudian berkembang menjadi fibrosis paru,
menyebabkan terjadi gangguan kapasitas pertukaran oksigen arteri dan difusi CO2, yang
merupakan penyebab tersering kematian dan muncul biasanya pada hari ke 7-14 setelah
mengkomsumsi. Pada pasien yang mengkomsumsi jumlah yang sangat besar, beberapa
akan mengalami kematian yang lebih cepat (dalam waktu 48 jam). Pada kasus ini pasien
mengalami sesak napas dan disfungsi paru akut dalam waktu 24 jam, dari anamnesis
diperoleh keterangan bahwa pasien meminum racun rumput supretox sebanyak 50 ml.
Dosis letal pada manusia yaitu kira-kira 3-5 mg/kgBB setara dengan 10-15 mL dan angka
kematian mencapai 100% dalam 1-7 hari. Pada dosis letal ini dapat menimbulkan edema
dan disfungsi paru akut. Hal ini disebabkan oleh efek paraquat yang menyebabkan
kerusakan parenkim paru. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perubahan yang signifikan pada struktur dan fungsi paru penderita keracunan paraquat,
yang sesuai dengan perjalanan penyakit, mulai dari gambaran perselubungan paru /
pneumonia, efusi pleura, pnuemothorax hingga fibrosis paru masif. Gambaran
perselubungan biasanya tampak pada minggu pertama atau awal minggu kedua. Hal ini
sesuai dengan foto toraks pasien yang memperlihatkan gambaran perselubungan (infiltrat)
pada parenkim paru.3
Traktus gastrointestinal merupakan tempat awal kerusakan yang ditandai dengan
kerusakan permukaan mukosa usus oleh karena paraquat. Toksisitas ini bermanifestasi
seperti mukosa yang udema, ulserasi pada mulut, faring, esofagus, lambung dan usus yang
nyeri. Pada pasien ini ditemukan adanya nyeri pada seluruh regio abdomen.2
Salah satu organ primer yang dapat mengalami kerusakan dan kematian sel akibat
hilangnya regulasi intra seluler Ca2+ adalah hati. Hal tersebut disebabkan karena hati
memegang peranan penting dalam proses metabolisme lemak dan detoksifikasi paparan
paraquat. Dengan kadar yang lebih tinggi, toksisitas gastrointestinal termasuk kerusakan
hepatoselular, yang menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dan enzim hepatoselular

16
seperti AST, ALT dan LDH. Pada kasus ini, ditemukan hepatomegali, yang disertai dengan
peningkatan SGOT, SGPT, hal ini menandakan bahwa telah terjadi kerusakan hati akibat
efek paraquat. Beberapa sumber menyebutkan bahwa dapat terjadi gangguan ringan pada
hati, namun pada intoksikasi paraquat yang berat dapat terjadi nekrosis hepatis hingga
gagal hati.2,4

Gambar 2. Gejala klinis keracunan paraquat


Efek toksik paraquat dapat menyebabkan iritasi mukosa traktus urinarius dan
bahkan gagal ginjal. Keterlibatan ginjal pada kasus ini dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah. Oliguria pada pasien ini juga
mengindikasikan terjadinya nekrosis tubular akut. Gangguan fungsi ginjal memainkan
peran penting untuk menentukan outcome dari keracunan paraquat. Normalnya sel tubulus
ginjal secara aktif mengekskresikan paraquat dalam urin, oleh karena ginjal merupakan
rute eliminasi paraquat yang utama dari tubuh, maka kegagalan ginjal dalam
mengekskresikan paraquat akan menyebabkan meningkatnya kadar paraquat di dalam
jaringan secara agresif. Kadar paraquat yang sangat tinggi dalam darah akan menyebabkan
kerusakan/hancurnya jaringan. Hemodialisis dan dialisis peritoneal diindikasikan bila
terdapat bukti gagal ginjal. Penggunaan diuresis paksa tidak dianjurkan lagi. Telah
dilaporkan juga bahwa paraquat menyebabkan edema serebri dan kerusakan jaringan
otak.2,4

17
Pada sistem saraf pusat, paraquat menyebabkan edema serebral karena toksisitas
langsung terhadap pembuluh darah otak dan secara tidak langsung hipoksia yang sekunder
kerusakan paru. Pada kasus ini, pasien datang dalam keadaan keadaran menurun.1,2,4
Hiperpireksia dan peningkatan leukosit disebabkan oleh peningkatan radikal bebas
yang timbul akibat keracunan paraquat. Radikal bebas ini akan menyebabkan
meningkatnya IL-8 pada leukosit. Sitokin interleukin (IL)-8 selanjutnya akan menginduksi
mobilisasi netrofil dan limfosit T dari sumsum tulang. Selain itu, paraquat dapat
menstimulasi makrofag yang merupakan sumber utama mediator proinflamasi sehingga
menyebabkan peningkatan TNF-, IL-1, IL-6 dan haematopoietic growth factors, seperti
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan granulocyte colony-
stimulating factor (G-CSF). Adanya mediator tersebut menyebabkan stimulasi sumsum
tulang sehingga menyebabkan peningkatan kecepatan proliferasi dan pelepasan leukosit
dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi. Pada kasus ini ditemukan hiperpireksia dan
leukositosis. Infeksi dapat memperberat perjalanan penyakit karena dapat menyebabkan
peningkatan respon inflamasi dengan pelepasan sitokin secara besar-besaran sehingga akan
memperburuk kondisi penderita, oleh karena itu pada kasus ini diberikan antibiotik, tapi
belum ada antibiotik yang spesifik untuk kasus intoksikasi paraquat.3,4,5
Kejadian keracunan paraquat pada pasien ini sudah berlangsung selama 7 hari dan
telah dilakukan bilas lambung, pemasangan infus dan pemberian antibiotik di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Maros tempat penderita mendapat pertolongan pertama. Secara
umum, tindakan bilas lambung untuk keracunan paraquat masih kontroversial. Sesuai
prinsip pengosongan lambung, seharusnya bilas lambung optimal bila dilakukan dalam
waktu 2 jam sejak pasien menelan paraquat. Norit diharapkan dapat mencegah absorpsi
paraquat, namun harus diberikan dalam jumlah besar yaitu 100 gram untuk orang dewasa
atau 2 gram/kgbb untuk anak dan efektif dalam 1-2 jam pertama. Penderita tidak mendapat
karbon aktif (norit). Kondisi penderita saat di rujuk telah ada kegagalan multiorgan. Pada
kasus ini tatalaksana bersifat suportif, yang ditujukan untuk mengurangi gejala dan
kerusakan organ bertambah berat. Mengingat bahwa belum ada antidotum spesifik pada
intoksikasi paraquat.

18
Sebagian besar keracunan dapat didiagnosis dan ditatalaksana dengan adekuat tanpa
memerlukan pemeriksaan laboratorium yang canggih misalnya pemeriksaan toksikologi.
Secara umum tatalaksana keracunan didasarkan pada empat prinsip dasar yaitu tatalaksana
ABC (airway, breathing, circulation), mencegah atau mengurangi absopsi bahan racun
(dekontaminasi), meningkatkan ekskresi bahan racun (mempercepat eleminasi racun) dan
pemberian antidotum. Sebagian besar keracunan dapat didiagnosis dan ditatalaksana
dengan adekuat tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium yang canggih misalnya
pemeriksaan toksikologi. Pada pasien ini, penanganan intoksikasi paraquat yang pertama
adalah tatalaksana terhadap jalan napas dan sirkulasi. Diberikan oksigen karena ditemukan
tanda distres napas berat dan bila gangguan pernapasan telah menimbulkan ancaman gagal
napas, maka dilakukan prosedur intubasi dan pemasangan ventilator mekanik namun pada
kasus ini keluarga menolak untuk dilakukan intubasi. Pasien dengan keracunan paraquat
tidak dianjurkan pemberian oksigen, karena menyebabkan pembentukan radikal bebas akan
semakin meningkat. Oksigen diberikan hanya atas indikasi yaitu bila terdapat hipoksia
berat atau distres pernapasan karena dapat meningkatkan toksisitas paraquat yang akan
memperberat kerusakan pada organ-organ tubuh. Hal tersebut disebabkan oleh radikal
bebas yang diproduksi oleh paraquat di dalam tubuh bereaksi dengan molekul oksigen
membentuk anion superoksida. Dalam jumlah yang berlebih, anion superoksida dan
menyebabkan pembentukan radikal bebas hidroksil, yang dapat menghancurkan sel melalui
peroksidase lipid dan inhibisi enzim seluler yang esensial. Hal tersebut menjelaskan
mengapa paru menjadi target organ keracunan paraquat, yaitu karena jaringan paru kaya
akan oksigen. 5,6
Analgesik mungkin diperlukan bila pasien kesakitan akibat cedera pada saluran
pencernaan. Asupan nutrisi peroral dihindari jika terdapat cedera saluran pencernaan.
Tindakan paliatif merupakan hal yang penting bagi pasien dengan prognosis buruk.
Pemberian steroid bertujuan untuk menekan respon inflamasi sehingga kerusakan organ
menjadi minimal. 7,8
Banyak obat yang diteliti pada hewan atau diberikan pada manusia yang mengalami
intoksikasi paraquat : kortikosteroid, siklofosfamid, vitamin E, vitamin C, riboflavin,
niacin, N-acetylcystein. Baru-baru ini penggunaan siklofosfamid dan metilprednisolon

19
dianggap mungkin efektif dalam mengurangi mortalitas yang berhubungan dengan
keracunan paraquat yang sedang sampai berat. Dosis yang biasa digunakan adalah
siklofosfamid 15 mg/kg/hari intravena yang diberikan selama 2 hari dalam dosis terbagi.
Deksamethason 20 mg/hari atau metilprednisolon 1 g/IV yang diberikan selama 3 hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Jeong dan Byeong menyatakan bahwa pasien yang
menerima regimen siklofosfamid dan metilprednisolon dan diikuti dengan dexametason
selama 2 minggu dan vitamin C dosis tinggi akan meningkatkan angka survival dari pasien.
Penelitian meta analisis yang dilakukan Gupta dkk juga mendapatkan hasil yang sama yang
menyatakan bahwa imunosuppresif terapi menurunkan mortalitas dari intoksikasi paraquat.
WHO telah membuat pedoman penanganan keracunan beberapa racun termasuk paraquat.
Dalam pedoman itu disebutkan bahwa terapi prednison 60 mg dan siklofosfamid 3
mg/kg/hari direkomendasikan untuk mencegah lesi paru.8
Diagnosis definitif keracunan paraquat adalah ditemukannya paraquat dalam darah
atau urin, namun dalam kasus ini tidak dilakukan karena keterbatasan sarana yang tersedia.
Mengingat banyaknya racun yang ditelan, belum adanya penanganan yang spesifik atau
antidotum untuk intoksikasi paraquat dan disfungsi organ multipel yang timbul, maka
prognosis kasus ini adalah jelek. Penyebab kematian pada penderita keracunan paraquat ini
karena gagal napas akibat kerusakan jaringan paru-paru, yang diperberat oleh kerusakan
organ multiple.
XII. PROGNOSIS
Prognosis kasus keracunan paraquat pada kasus ini sangat buruk. Dari seluruh kasus
yang ada, 40% akan berakhir dengan kematian dalam kurun waktu seminggu setelah
tertelan. Gangguan pernapasan progresif dapat terjadi 5-10 hari setelah onset atau kadang
setelah periode pemulihan. Jika telah terjadi kerusakan pada paru, kemungkinan untuk
pulih kembali sangat sulit. 3,4

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi AH, Latief A. Tatalaksana keracunan. Buku ajar Pediatri Gawat Darurat.
Edisi ke 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011:249-61.
2. Sabzghabaee AM, Eizadi-Mood N. Fatality in paraquat poisoning. Singapore Med
J.2010;51(6):496-500.
3. Li S, Crooks PA, Wei X, de Leon J. Toxicity of dipyridyl compounds and related
compounds. Crit Rev Toxicol 2004;34(5):447-60.
4. Singh S, Bambery P, Chaudhary D, Makharia G, Kakkar N, Singh D. Fatal paraquat
poisoning- Report of two cases. JAPI 1999, 47(8): 831-832.
5. Suntres ZE. Role of antioxidants in paraquat toxicity. Toxicology 2002;180(1):65-
77.
6. Oliveira RJ. Paraquat poisonings: mechanism of lung toxicity clinical feature and
treatment. Critical reviewsin toxicology. 2008;2008:13-71.
7. Eddleston M, Wilks MF, Buckley NA. Prospects for treatment of paraquat-induced
lung fibrosis with immunosuppressive drugs and the need for better
prediction of outcome: a systematic review. QJM 2003; 96(11):809-24.
8. Buckley NA, Lin JL: Pulse Corticosteroids and cyclophosphamide in paraquat
poisoning. Am J Respir Crit Care Med 2001, 163(2): 585-585.

21
22

Anda mungkin juga menyukai