Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
Multi-Drug Resistance (MDR) dalam pengobatan Tubercolosis (TB) menjadi masalah
kesehatan masyarakat di sejumlah negara dan merupakan hambatan terhadap program
pengendalian TB secara global. Kekebalan kuman TB terhadap obat anti tuberculosis (OT)
sebenarnya telah muncul sejak lama. Kekebalan ini dimulai dari yang sederhana yaitu
monoresisten! poliresisten! sampai dengan MDR dan extensive drug resistance ("DR).
#$%
&'O pada tahun ())* melaporkan di dunia lebih dari %)).))) kasus MDR TB
terjadi setiap tahunnya sebagai akibat kurang baiknya penanganan dasar kasu TB dan
transmisi strain$strain kuman yang resisten obat anti TB. +enatalaksanaan MDR TB lebih
sulit dan membutuhkan biaya lebih banyak dalam penanganannya dibandingkan dengan
kasus TB yang bukan MDR.
(
Menurut &'O! saat ini ,ndonesia menduduki peringkat ke delapan jumlah kasus
MDR TB dari (- negara. Data a.al sur/ey resistensi obat OT lini pertama yang dilakukan
di 0a.a Tengah ())1! menunjukkan angka TB MDR pada kasus MDR pada kasu baru yaitu
(!)-2! angka ini meningkat pada pasien yang pernah diobati sebelumnya yaitu #1!32.
Beberapa komponen yang harus dipenuhi dalam penatalaksanaan MDR TB adalah
tersedianya sarana laboratorium yang terserti4ikasi khususnya untuk uji resistensi OT!
obat$obat TB lini ke dua yang lengkap dan sumber daya manusia yang terlatih serta sumber
dana yang memadai.
#!(
+ada anak! resistensi obat tb ini sering menjadi masalah dikarenakan tidak
diduganya anak akan mengalami suatu resistensi. Kejadian anak dengan MDR maupun
"DR ini dilaporkan oleh &'O meningkat diseluruh dunia. &'O melalui kon4rensi 5ene/a
tahun ()#3 melaporkan bah.a kejadian MDR tb pada anak meningkat dari (*).))) kasus
pada tahun ())6 menjadi %*).))) kasus tahun ()#(. Tetapi &'O juga melaporkan bah.a
data tentang kejadian MDR tb ini diseluruh dunia masih kurang. Dimana hanya 3* dari 7*
negara yang melaporkan kasus MDR pada anak 8 #* tahun ini secara berkala.
($%
1
BAB II
DEFINISI
TB dengan resistensi ganda dimana basil M.tuberculosis resisten terhadap ri4ampisin
dan isonia9id! dengan atau tanpa OT lainnya
3$1
. TB resistensi ganda dapat berupa
resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi primer yaitu resistensi yang terjadi pada
pasien yang tidak pernah mendapat OT sebelumnya. Resistensi primer ini dijumpai
khususnya pada pasien$pasien dengan positi4 ',:. ;edangkan resistensi sekunder yaitu
resistensi yang didapat selama terapi pada orang yang sebelumnya sensiti4 obat.
3$1

II.1 Batasan MDR TB :
%!*
Mono resistance < kekebalan terhadap salah satu OT lini pertama
Poly-resistance <kekebalan terhadap lebih dari satu OT lini pertama! tetapi tidak
resisten terhadap ,=' dan ri4ampisin secara bersama$sama
Multidrug-resistance < kekebalan terhadap sekurang$kurangnya isonia9id dan ri4ampisin.
;ecara singkat MDR TB adalah resistensi terhadap ,=' dan ri4ampisin secara bersama
dengan atau tanpa OT lini pertama yang lain
Extensive drug-resistance ("DR) < selain MDR TB! juga terjadi kekebalan terhadap
salah satu obat golongan 4luorokuinolon sebagai OT lini kedua! dan sedikitnya salah
satu dari OT injeksi lini kedua (kapreomisin! kanamisin! dan amikasin)
Totally drug-resistance (TDR) < resistensi total ini dikenal juga dengan istilah super
"DR$TB! yaitu dide4inisikan dengan kuman yang sudah resisten dengan seluruh OT
lini pertama dan OT lini kedua (amikasin! kanamisin! kapreomisin! 4luorokuinolon!
thionamide! +;)
II.2 Faktor-Faktor Yang Me!engar"#$ Res$stens$ %&at
0alur yang terlibat dalam perkembangan dan penyebaran TB resistensi ganda digambarkan
pada gambar #. Basil mengalami mutasi resisten terhadap satu jenis obat dan mendapatkan
terapi OT tertentu yang tidak adekuat. Terapi yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh
konsumsi hanya satu jenis obat saja (monoterapi direk) atau konsumsi obat kombinasi tetapi
hanya satu saja yang sensiti4 terhadap basil tersebut (indirek monoterapi). ;elanjutnya
resistensi sekunder (dapatan) terjadi.
%!*
Mutasi baru dalam pertumbuhan populasi basil menyebabkan resistensi obat yang
banyak bila terapi yang tidak adekuat terus berlanjut. +asien TB dengan resistensi obat
sekunder dapat mengin4eksi yang lain dimana orang yang terin4eksi tersebut dikatakan
2
3a Transmisi secara droplet
( ;train resisten akibat terapi
yang tidak adekuat
3b transmisi yang lebih
jauh
resistensi primer. Transmisi di4asilitasi oleh adanya in4eksi ',:! dimana perkembangan
penyakit lebih cepat! adanya prosedur kontrol in4eksi yang tidak adekuat> dan terlambatnya
penegakkan diagnostik. Resistensi obat yang primer dan sekunder dapat diimpor! khususnya
dari negara dengan pre/alensi yang tinggi dimana program kontrol tidak adekuat. Resistensi
obat primer! seperti halnya resistensi sekunder! dapat ditransmisikan ke orang lain jadi dapat
menyebarkan penyakit resistensi obat di dalam komunitas.
*

'a&ar 1. Tiga tahap perkembangan dan penyebaran MDR TB. Keempat masalah tersebut
berasal dari pasien yang resisten primer dan sekunder pindah ke daerah kontrol
(*)
3
1 Mutasi Alamiah
Koloni M.tuberculosis
Mutan resisten
Koloni
M.tuberculosis
Resistensi obat TB sekunder
(multipel)
Resistensi obat TB primer yang
lebih banyak (multipel)
Resistensi obat TB
primer (multipel)
(infeksi HI! control infeksi
yang tidak adekuat!
diagnostic yang terlambat"
da beberapa hal penyebab terjadinya resistensi terhadap OT yaitu
-

#. +emakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
(. +enggunaan paduan obat yang tidak adekuat! yaitu jenis obatnya yang kurang atau di
lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan!
misalnya memberikan ri4ampisin dan ,=' saja pada daerah dengan resistensi terhadap
kedua obat tersebut sudah cukup tinggi.
3. +emberian obat yang tidak teratur! misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu
berhenti! setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah dokter mendapat obat kembali
selama dua atau tiga bulan lalu berhenti lagi! demikian seterusnya.
%. ?enomena @addition syndromeA yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan
pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah
resisten pada paduan yang pertama! maka @penambahanA (addition) satu macam obat
hanya akan menambah panjangnya da4tar obat yang resisten saja.
*. +enggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik sehingga
mengganggu bioa/ailabilitas obat.
1. +enyediaan obat yang tidak reguler! kadang$kadang terhenti pengirimannya sampai
berbulan$bulan.
#
BAB III
ETI%L%'I DAN PAT%ME(ANISME
'asil pengamatan terhadap resistensi M. tuberculosis menunjukkan bah.a terhadap obat
pilihan pertama dengan kisaran (%!(%2 sampai %3!%32. Resistensi terendah adalah terhadap
,=' ((%!(%2) dan tertinggi Ri4ampisin (%3!%32)! sedangkan terhadap ;treptomisin terdapat
resistensi sebesar 33!332 dan terhadap Bthambutol (1!(12. Resistensi terhadap OT
pilihan kedua berkisar antara #%!(62 sampai %6!*)2. Resistensi tertinggi terhadap
Kanamisin dan terendah terhadap O4loksasin.
7
MDR TB adalah TB yang disebabkan oleh M. Tuberculosis resisten in vitro terhadap
isonia9id (,=') dan ri4ampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat ( jenis
kasus resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru
resisten obat TB yaitu terdapatnya galur M. TB resisten pada pasien baru didiagnosis TB
dan sebelumnya tidak pernah diobati OT atau durasi terapi kurang # bulan. +asien ini
terin4eksi galur M. TB yang telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus
resisten OT yang telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. TB resisten pada
pasien selama mendapatkan terapi Tb sedikitnya # bulan. Kasus ini a.alnya terin4eksi galur
M TB yang masih sensiti4 obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau
disebut dengan resistensi sekunder.
6
;ecara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat
obat tidak e4ekti4 mela.an basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri
menghasilkan resistensi OT. ;e.aktu terapi OT diberikan galur M. TB wild type tidak
terpajan. Diantara populasi M. TB wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten OT.
Resisten lebih # OT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil penggunaan
obat yang tidak adekuat. ;ebelum penggunaan OT sebaiknya dipastikan M. TB sensiti4
terhadap OT yang akan diberikan. ;e.aktu penggunaan OT sebelumnya indi/idu telah
terin4eksi dalam jumlah besar populasi M. TB berisi organisms resisten obat. +opulasi galur
M. TB resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi TB yang
tidak adekuat menyebabkan proli4erasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat.
Kemoterapi jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap
obat yang digunakan atau sebagai e4ek penguat resistensi. +enularan galur resisten obat pada
populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koin4eksi TB
$
',: menyebabkan progresi a.al in4eksi MDR TB menjadi penyakit dan peningkatan
penularan MDR$TB.
#)!##
Banyak 4aktor penyebab MDR TB. Beberapa analisis di4okuskan pada
ketidakpatuhan pasien. Ketidakpatuhan lebih berhubungan dengan hambatan pengobatan
seperti kurangnya pelayanan diagnostik! obat! transportasi! logistik dan biaya pengendalian
program TB. ;ur/ei global resistensi OT mendapatkan hubungan antara terjadinya MDR
Tb dengan kegagalan program TB nasional yang sesuai petunjuk program TB &'O.
Terdapatnya MDR TB dalam suatu komuniti akan menyebar. Kasus tidak diobati dapat
mengin4eksi lebih selusin penduduk setiap tahunnya dan akan terjadi epidemic khususnya di
dalam suatu institusi tertutup padat seperti penjara! barak militer dan rumah sakit. +enting
sekali ditekankan bah.a MDR TB merupakan ancaman baru.
##
+engendalian sistematik dan e4ekti4 pengobatan TB yang sensiti/e melalui DOT;
merupakan senjata terbaik untuk mela.an berkembangnya resistensi obat. Terdapat *
sumber utama resisten obat TB menurut kontribusi ;pigots! yaitu <
7$##
#. +engobatan tidak lengkap dan adekuat menyebabkan mutasi M. TB resistensi
(. Camanya pasien menderita in4eksi disebabkan oleh keterlambatan diagnosis MDR TB
dan hilangnya e4ekti/iti terapi sehingga terjadi penularan galur resisten obat terhadap
kontak yang masih sensiti4.
3. +asien resisten obat TB dengan kemoterapi jangka pendek memiliki angka kesembuhan
kecil dan hilangnya e4ek terapi epidemiologi penularan.
%. +asien resisten obat TB dengan kemoterapi jangka pendek akan mendapatkan resistensi
lanjut disebabkan ketidak hatiDhatian pemberian monoterapi (e4ek penguat).
*. Koin4eksi ',: dapat memperpendek periode in4eksi menjadi penyakit TB dan penyebab
pendeknya masa in4eksi.
Dari analisa D= terdapat beberapa gen khusus yang sangat kuat untuk menentukan
identitas Mycobacterium tuberculosis komplek yaitu gen rpoB! kat5! rpsC!dan gyr. Dari
penelitian sebelumnya diketahui bakteri yang telah resisten terhadap obat TB seperti
resistensi ,=' yang dimediasi terjadinya perubahan gen paling umum pada gen kat5! inh
dan rpoB. ,=' bekerja dengan target utama asam mikoloat! pada strain resisten asam
mikoloat berubah strukturnya karena terjadi mutasi beberapa gen yakni kat5! inh! kas
dan ahpE. ;edangkan target streptomisin adalah protein ribosom pada strain resisten obat ini
telah terjadi mutasi pada gen rpsC dan rrs.
##
%
Dengan menggunakan metode gyrB$base +ER pada -6 sampel isolat TB pasien
didapatkan 6-!*2 merupakan anggota Mycobacterium tuberculosis komplek dan (!12
digolongkan mycobacteria other than TB (MOTT). Metode ini menggunakan +ER dengan
target gen gyrB pada 4ragmen #!)()$bp menggunakan primer MTFB$4 (*G$TE5 5E 5E5
TT 5E5 T TE$3G) dan MTFB$r (*G$E TE 5T TE5 5E TT5 E5$3G).
(Buro4ins M&5! Operon! 5ermany). ;ehingga perubahan pada gen tertentu dari
Mycobacterium tuberculosis dapat dianalisa untuk menentukan strain dari Mycobacterium
tuberculosis.
##
&
BAB I)
PEN'%BATAN TB PARU PADA ANA(
I).1 Me*$kentosa
Obat TB utama (4irst line! lini utama) saat ini adalah ri4ampisin (R)! isonia9id (,=')!
pira9inamid (H)! etambutol (B)! dan ;treptomisin (;). Ri4ampisin dan isonia9id merupakan
obat pilihan utama dan ditambah dengan pira9inamid! etambutol! dan streptomisin. Obat
lain (second line! lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (+;)! cycloserin teriidone!
ethionamide! prothionamide! o"loxacin! levo"loxacin! mixi"lo#xacin! gati"loxacin!
cipro"loxacin! #anamycin! ami#acin! dan capreomycin! yang digunakan jika terjadi MDR.
#(
I).1.1. Ison$a+$*
12
,sonia9id (isokotinik hidra9il) adalah obat OT yang sangat e4ekti4 saat ini! bersi4at
bakterisid dan sangat e4ekti4 terhadap kuman dalam keadaan metabolik akti4 (kuman yang
sedang berkembang)! bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini e4ekti4 pada
intrasel dan ekstrasel kuman! dapat berdi4usi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh
termasuk E;;! cairan pleura! cairan asites! jaringan kaseosa! dan memiliki angka reaksi
simpang (adverse reaction) yang sangat rendah.
,sonia9id diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah *$#*
mgIkgBBIhari! maksimal 3))mgIhari! dan diberikan dalam satu kali pemberian. ,sonia9id
yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet #)) mg dan 3)) mg! dan dalam bentuk sirup
#)) mgI*cc. sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi! sehingga tidak dianjurkan
penggunaannya. Konsentrasi puncak di dalam darah! sputum! dan E;; dapat dicapai dalam
#$( jam dan menetap selama paling sedikit 1$7 jam. ,sonia9id dimetabolisme melalui
asetilasi di hati. nak$anak mengeliminasi isonia9id lebih cepat daripada orang de.asa!
sehingga memerlukan dosis mgIKgBB yang lebih tinggi dari pada de.asa. ,sonia9id pada
air susu ibu (;,) yang mendapat isonia9id dan dapat menembus sa.ar darah plasenta!
tetapi kadar obat yang mmencapai janinIbayi tidak membahayakan.
,sonia9id mempunyai dua e4ek toksik utama! yaitu hepatotoksik dan neuritis peri4er.
Keduanya jarang terjadi pada anak! biasanya terjadi pada pasien de.asa dengan 4rekuensi
yang meningkat dengan bertambahnya usia. ;ebagian besar pasien anak yang menggunakan
isonia9id mengalami peningkatan kadar transaminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam
( bulan pertama! tetapi akan menurun sendiri tanpa penghentian obat. ,dealnya! perlu
pemantauan kadar transaminase pada ( bulan pertama! tetapi karena jarang menimbulkan
'
hepatotoksisitas maka pemantauan laboratorium tidak rutin dilakukan! kecuali bila ada
gejala dan tanda klinis.
I).1.2. R$,a!$s$n
12
Ri4ampisin bersi4at bakterisid pada intrasel dan ekstrasel! dapat memasuki semua
jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isonia9id.
Ri4ampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (#
jam sebelum makan)! dan kadar serum puncak tercapai dalam ( jam. ;aat ini! ri4ampisin
diberikan dalam bentuk oral dengan dosis #)$() mgIkgBBIhari! dosis maksimal 1))
mgIhari! dengan satu kali pemberian per hari. 0ika diberikan bersamaan dengan isonia9id !
dosis ri4ampisin tidak melebihi #* mgIkgBBIhari dan dosis isonia9id #) mgIkgBBIhari.
Distribusinya sama dengan isonia9id.
B4ek samping ri4ampisin lebih sering terjadi dari isonia9id. B4ek yang kurang
menyenangkan bagi pasien adalah perubahan .arna urin! ludah! sputum! dan air mata!
menjadi .arna oranye kemerahan. ;elain itu! e4ek samping ri4ampisin adalah gangguan
gastrointestinal (mual dan muntah)! dan hepatotoksisitas (ikterusIhepatitis) yang biasanya
ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik. 0ika ri4ampisin
diberikan bersamaan isonia9id! terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas! dapat diperkecil
dengan cara menurunkan dosis harian isonia9id menjadi maksimal #)mgIkgBBIhari.
Ri4ampisin juga dapat menyebabkan trombositopenia! dan dapat menyebabkan kontrasepsi
oral menjadi tidak e4ekti4 dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat! termasuk kuinidin!
siklosporin! digoksin! teo4iin! kloram4enikol! kortokosteroid dan sodium .ar4arin.
Ri4ampisin umumnya tersedia dalam sedian kapsul #*) mg! 3)) mg dan %*) mg! sehingga
kurang sesuai digunakan untuk anak$anak dengan berbagai kisaran BB. ;uspensi dapat
dibuat dengan menggunakan berbagai jenis 9at pemba.a! tetapi sebaiknya tidak diminum
bersamaan dengan pemberian makanan karena dapat menimbulkan malabsorpsi.
I).1.-. P$ra+$na$*
12
+ira9inamid adalah deri/at nikotinamid! berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan
tubuh termasuk E;;! bakterisid hanya pada intrasel suasana asam! dan diabsorbsi baik pada
saluran cerna. +emberian pira9inamid secara oral sesuai dosis #*$3) mgIkgBBIhari dengan
dosis maksimal ( gramIhari. Kadar serum puncak %* JgIml dalam .aktu ( jam. +ira9inamid
diberikan pada 4ase intensi4 karena pira9inamid sangat baik diberikan pada saat suasana
asam.! yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. +enggunaan
pira9inamid aman pada anak. Kira$kira #) 2 orang de.asa yang diberikan pira9inamid
(
mengalami e4ek samping berupa atralgia! artritis! atau gout akibat hiperurisemia! tetapi pada
anak mani4estasi klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi. B4ek samping lainnya adalah
hepatotoksisitas! anoreksia! dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensiti/itas jarang timbul
pada anak. +ira9inamid tersedia dalam bentuk tablet *)) mg! tetapi seperti isonia9id! dapat
digerus dan diberikan bersamaan makanan.
I).1... Eta&"to/
12
Btambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Obat
ini memiliki akti/itas bakteriostatik! tetapi dapat bersi4at bakterisid jika diberikan dengan
dosis tinggi dengan terapi intermiten. ;elain itu! berdasarkan pengalaman! obat ini dapat
mencegah timbulnya resistensi terhadap obat$obat lain. Dosis etambutol adalah #*$()
mgIkgBBIhari! maksimal #!(* grIhari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak * Jg
dalam .aktu (% jam. Btambutol tersedia dalam bentuk tablet (*) mg dan *)) mg. etambutol
ditoleransi dengan baik oleh de.asa dan anak$anak pada pemberian oral dengan dosis satu
tau dua kali sehari ! tetapi tidak berpenetrasi baik pada ;;+! demikian juga pada keadaan
meningitis.
Bksresi utama melalui ginjal dan saluran cerna. ,nteraksi obat dengan etambutol
tidak dikenal. Kemungkinan toksisitas utam adalah neuritis optok dan buta .arna merah$
hijau sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa
tajam penglihatannya. Rekomendasi &'O yang terakhir mengenai penatalaksanaan TB
anak! etambutol dianjurkan penggunaanya pada anak dengan dosis #*$(* mgIkgBBIhari.
Btambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten$obat jika
obat$obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan.
I).1.0. Stre!to$s$n
12
;treptomisin bersi4at bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada
keadaan basal atau netral! sehingga tidak e4ekti4 untuk membunuh kuman intraseluler. ;aat
ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting
penting pada pengobatan 4ase intensi4 meningitis TB dan MDR$TB. ;treptomisin diberikan
secara intramuskular dengan dosis #*$%) mgIkgBBIhari! maksimal # grIhari dan kadar
puncak %)$*) JgIml dalam .aktu #$( jam.
;treptomisin sangat baik mele.ati selaput otak yang meradang! tetapi tidak dapat
mele.ati selaput otak yang tidak meradang.streptomisin berdi4usi baik pada jaringan dan
cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal. +enggunaan utamanya saat ini adalah jika
terdapat kecurigaan resistensi a.al terhadap isonia9id atau jika anak menderita TB berat.
1)
Toksisitas utama streptomisin terjadi pada ner/us kranialis :,,, yang mengganggu
keseimbangan dan pendengaran dengan gejala berupa telinga berdegung (tinismus) dan
pusing. Toksisitas ginjal jarang terjadi. ;treptomisin dapat menembus plasenta! sehingga
perlu berhati$hati dalam menentukan dosis pada .anita hamil karena dapat merusak sara4
pendengaran janin yaitu 3)2 bayi akan menderita tuli berat.
Ta&e/ 1. Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya
#(
Naa %&at Dos$s #ar$an
1g2kgBB2#ar$3
Dos$s aks$a/
1g2#ar$3
E,ek Sa!$ng
Ison$a+$* *$#*K 3)) 'epatitis! neuritis peri4er! hipersensiti/itas
R$,a!$s$n44 #)$() 1)) 5astrointestinal! reaksi kulit! hepatitis!
trombositopenia! peningkatan en9im hati! cairan
tubuh ber.arna oranye kemerahan
P$ra+$na$* #*$3) ())) Toksisitas hati! atralgia! gastrointestinal
Eta&"to/ #*$() #(*) =euritis optik! ketajaman penglihatan berkurang!
buta .arna merah$hijau! penyempitan lapang
pandang! hipersensiti/itas! gastrointestinal
Stre!to$s$n #*$%) #))) Ototoksis! ne4rotoksik
4 Bila isonia9id dikombinasikan dengan ri4ampisin! dosisnya tidak boleh melebihi #) mgIkgBBIhari.
KK Ri4ampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OT lain karena dapat mengganggu
bioa/ailabilitas ri4ampisin. Ri4ampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal pada
saat perut kosong (satu jam sebelum makan.
I).2. Pan*"an %&at TB
12
+engobatan TB dibagi menjadi dua 4ase yaitu 4ase intensi4 (( bulan pertama) dan
sisanya 4ase lanjutan. +rinsip dasar pengobatan TB minimal tiga macam obat pada 4ase
intensi4 dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada 4ase lanjutan (% bulan atau lebih).
+emberian panduan obat ini bertujuan untuk membunuh kuman intraselular dan
ekstraselular. +emberian obat jangka panjang! selain untuk membunuh kuman juga untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. Berbeda pada orang de.asa ! OT
diberikan pada anak setiap hari! bukan dua atau tiga kali dalam seminggu. 'al ini bertujuan
untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak
ditelan setiap hari. ;aat ini panduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada
anak adalah panduan ri4ampisin! isonia9id dan pira9inamid. +ada 4ase intensi4 diberikan
ri4ampisin! isonia9id! dan pira9inamid sedangkan pada 4ase lanjutan hanya diberikan
ri4ampisin dan isonia9id.
+ada keadaan TB berat! baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti milier!
meningitis TB! TB sistem skletal! dan lain$lain! pada 4ase intensi4 diberikan minimal empat
macam obat (ri4ampisin! isonia9id! pira9inamid! dan etambutol atau streptomisin). +ada 4ase
11
lanjutan diberikan ri4ampisin dan isonia9id selama #) bulan. Fntuk kasus TB tertentu yaitu
meningitis TB! TB milier! e4usi pleura TB! perikarditis TB! TB endobronkial! dan peritonitis
TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis ($% mgIkgBBIhari dibagi dalam tida
dosis! maksimal 1)mg dalam satu hari. Cama pemberian kortikosteroid adalah ($% minggu
dengan dosis penuh dilanjutkan tappering o"" selama ($% minggu.
Ta&e/ 2. +aduan Obat ntituberkulosis
#(
( Bulan 1 Bulan 6 Bulan #( Bulan
,sonia9id
Ri4ampisin
+ira9inamid
Btambutol
;treptomisin
+rednison
I).-. E5a/"as$ #as$/ !engo&atan
12
;ebaiknya pasien kontrol tiap bulan. B/aluasi hasil pengobatan dilakukan setelah (
bulan terapi. B/aluasi pengobatan penting karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak
jarang terjadi salah diagnosis. B/aluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara! yaitu
e/aluasi klinis! e/aluasi radiologis! dan pemeriksaan CBD. B/aluasi yang terpenting adalah
e/aluasi klinis! yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada
pada a.al pengobatan! misalnya penambahan berat badan! hilangnya demam! hilangnya
batuk! perbaikan na4su makan dan lain$lain. pabila respon pengobatan baik! maka
pengobatan dilanjutkan.
B/aluasi radiologis dalam ($3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin!
kecuali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyataIluas seperti TB milier! e4usi pleura
atau bronkopneumonia TB. +ada pasien TB milier! 4oto rontgen toraks perlu diulang setelah
# bulan untuk e/aluasi hasil pengobatan! sedangkan pada e4usi pleura TB pengulangan 4oto
rontgen toraks dilakukan setelah ( minggu. Caju endap darah dapat digunakan sebagai
sarana e/aluasi bila pada a.al pengobatan nilainya tinggi.
pabila respon setelah ( bulan kurang baik! yaitu gejala masih ada dan tidak terjadi
penambahan BB! maka OT tetap diberikan sambil dilakukan e/aluasi lebih lanjut
mengapa tidak terjadi perbaikan. Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis!
mistreatment! atau resistensi terhadap OT. Bila a.alnya pasien ditangani di sarana
kesehatan terbatas! maka pasien dirujuk ke sarana yang lebih tinggi atau ke konsultan paru
anak. B/aluasi yang dilakukan meliputi e/aluasi kembali diagnosis! ketepatan dosis OT!
12
keteraturan minum obat! kemungkinan adanya penyakit penyulitIpenyerta! serta e/aluasi
asupan gi9i. ;etelah pengobatan 1$#( bulan dan terdapat perbaikan klinis! pengobatan dapat
dihentikan. ?oto rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu dilakukan secara
rutin.
+engobatan selama 1 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu subpopulasi
persisten M. tuberculosis (tidak mati dengan obat$obatan) bertahan dalam tubuh! dan
mengurangi secara bermakna kemungkinan terjadinya kekambuhan. +engobatan lebih dari 1
bulan pada TB anak tanpa komplikasi menunjukkan angka kekambuhan yang tidak berbeda
bermakna dengan pengobatan 1 bulan
I)... E5a/"as$ e,ek sa!$ng !engo&atan
12
OT dapat menimbulkan berbagai e4ek samping. B4ek samping yang cukup sering
terjadi pada pemberian isonia9id dan ri4ampisin adalah gangguan gastrointestinal!
hepatotoksisitas! ruam dan gatal serta demam. ;alah satu e4ek samping yang perlu
diperhatikan adalah hepatotoksisitas.
'epatotoksisitas jarang terjadi pada pemberian dosis isonia9id yang tidak melebihi
#)mgIkgBBIhari dan dosis ri4ampisin yang tidak melebihi #* mgIkgBBIhari dalam
kombinasi. 'epatotoksisitas ditandai oleh peningkatan $erum %lutamic-&xaloacetic
Transaminase (;5OT) dan $erum %lutamic-Piruvat Transaminase (;5+T) hingga L * kali
tanpa gejala atau L 3 kali batas normal (%) FI,) disertai dengan gejala! peningkatan bilirubin
total lebih dari #!* mgIdl! serta peningkatan ;5OTI;5+T dengan beberapa nilai
beberapapun yang disertai dengan ikterus! anoreksia! nausea dan muntah.
Tatalaksana hepatotoksisitas bergantung pada beratnya kerusakan hati yang terjadi.
nak dengan gangguan 4ungsi hati ringan mungkin tidak membutuhkan perubahan terapi.
Beberapa ahli berpendapat bah.a peningkatan en9im transaminase yang tidak terlalu tinggi
(moderate) dapat mengalami resolusi spontan tanpa penyesuaian terapi! sedangkan
peningkatan L * kali tanpa gejala! atau L 3 kali batas normal disertai dengan gejala
memerlukan penghentian ri4ampisin sementara atau penurunan dosis ri4ampisin. kan tetapi
mengingat pentingnya ri4ampisin dalam paduan pengobatan yang e4ekti4! perlunya
penghentian obat ini cukup menimbulkan keraguan. khirnya! isonia9id dan ri4ampisin
cukup aman digunakan jika diberikan dengan dosis yang dianjurkan dan dilakukan
pemantauan hepatotoksisitas dengan tepat.
pabila peningkatan en9im transaminase L * kali tanpa gejala atau L 3 kali batas
normal disertai dengan gejala! maka semua OT dihentikan! kemudian kadar en9im
13
transaminase diperiksa kembali setelah # minggu penghentian. OT diberikan kembali
apabila nilai laboratorium telah normal. Tetapi berikutnya dilakukan dengan cara
memberikan isonia9id dan ri4ampisin dengan dosis yang dinaikkan secara bertahap! dan
harus dilakukan pemantauan klinis dan laboratorium dengan cermat. 'epatotoksisitas dapat
timbul kembali pada pemberian terapi berikutnya jika dosis diberikan langsung secara
penuh ("ull-dose) dan pira9inamid digunakan dalam paduan pengobatan.
I).0. None*$kaentosa
12
I).0.1 Pen*ekatan D%TS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
Keteraturan pasien untuk menelan obat dikatakan baik apabila pasien menelan obat
sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Keteraturan dalam
menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya
resistensi. ;alah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan
penga.asan langsung terhadap pengobatan 'directly observed treatment(.

Directly observed
treatment shortcours (DOT;) adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh &'O
dalam pelaksanaan program penanggulangan TB! dan telah dilaksanakan di ,ndonesia sejak
tahun #6**. +enanggulangan TB dengan strategi DOT; dapat memberikan angka
kesembuhan yang tinggi.
;esuai rekomendasi &'O! strategi DOT; terdiri atas lima komponen yaitu sebagai
berikut <

Komitmen politis dari para pengambil keputusan! temasuk dukungan dana.
Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
+engobatan dengan panduan OT jangka pendek dengan penga.asan langsung oleh
penga.as minum obat (+MO).
Kesinambungan persediaan OT jangka pendek dengan mutu terjamin.
+encatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan e/aluasi
program penanggulangan TB.
I).0..2 S"&er !en"/aran *an case finding
pabila kita menemukan seorang anak dengan TB! maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. ;umber penularan adalah orang
de.asa yang menderita TB akti4 dan kontak erat dengan anak tersebut. +elacakan sumber
in4eksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BT sputum (pelacakan
sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya! perlu pula dilakukan pelacakan sentri4ugal!
1#
yaitu mencari anak lain di sekitasnya yang mungkin juga tertular! dengan cara uji
tuberkulin.
;ebaliknya! jika ditemukan pasien TB de.asa akti4! maka anak disekitarnya atau
yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya in4eksi TB (pelacakan sentri4ugal).
+elacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis! pemeriksaan 4isis! dan pemeriksaan
penunjang yaitu uji tuberkulin.
I).0.- As!ek e*"kas$ *an sos$a/ ekono$
+engobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena pengobatan TB
memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka .aktu yang cukup lama! maka biaya
yang diperlukan cukup besar. ;elain itu! diperlukan juga penanganan gi9i yang baik!
meliputi kecukupan asupan makanan! /itamin! dan mikronutrien. Tanpa penanganan gi9i
yang baik! pengobatan dengan medikamentosa saja tidak akan tercapai hasil yang optimal.
Bdukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB. +asien
TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB padak anak tidak menular kepada
orang disekitarnya. kti/itas 4isik pasien TB anak tidak perlu dibatasi! kecuali pada TB
berat.
BAB )
ME(ANISME RESISTENSI %AT
Resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap obat anti tuberkulosis terjadi pada
umumnya karena mutasi sel kuman pada tingkat gen. 5en yang mengalami mutasi ini
berperan untuk mengkode en9im yang menjadi target obat anti tuberkulosis.
1$
).1. Mekan$se Res$stens$ Ter#a*a! INH
,=' atau isonicotinic acid hydra9ide!%$pyridinecarboMylic acid hydra9ide termasuk obat
yang bersi4at bakterisid dimana ,=' membunuh cepat kuman yang sedang akti4
bermultiplikasi. ,=' merupakan obat obat anti tuberkulosis yang bersi4at pro drug dimana
obat ini akan dirubah menjadi metabolit akti4nya didalam sel supaya menjadi substansi
yang toksik untuk sel mikobakterial.
#3!#%
,=' yang telah akti4 ini nantinya akan
mempengaruhi sintesis asam mikolat. sam mikolat ini merupakan salah satu komponen
penting untuk pembentuk dinding sel.
#3!#%
;etelah masuk ke dalam sel mikobakterium! ,=' dirobah menjadi bentuk akti4nya
oleh en9im katalase N peroksidase ( Kat 5 ) dimana en9im ini dikode oleh gen kat5. ,='
yang telah akti4 ini akan bereaksi dengan =icotinamide denine Dinucleotide ( =D' )
yang merupakan suatu ko 4aktor yang terikat pada en9im ,nh . ,=' akti4 dengan =D'
ini akan membentuk suatu ikatan ko/alen ,=' N =D. Bn9im ,nh atau enoil acyl carrier
protein ( E+ ) reductase merupakan suatu en9im yang berperan dalam proses katalisis
tahap a.al sintesis asam mikolat dimana en9im ini di kode oleh gen inh. Kepekaan
terhadap ,=' yang disebabkan karena penggabungan ,=' N =D akan menghambat
akti/itas en9imatik ,nh dan akan menghambat sintesis asam mikolat yang merupakan
salah satu bahan utama sebagai pembentuk dinding sel.
#*!#1
Mekanisme terjadinya resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap ,='
secara biomolekuler dipengaruhi oleh mutasi pada beberapa gen! tapi mutasi ini terutama
terjadi pada gen kat5! gen inh! gen ahpE! gen ndh dan gen kas.
#*!#1

5en kat 5 ber4ungsi dalam mengkode en9im catalase N peroMidase ( Kat 5 ). Bn9im
ini berperan dalam merobah ,=' menjadi metabolit akti4nya supaya ,=' bisa berikatan
dengan =D' membentuk ikatan ,='$=D. Terjadinya mutasi pada gen kat5 akan
menyebabkan hilangnya akti/itas en9im catalase N perMidase sehingga ,=' yang masuk ke
dalam sel tidak dapat dirobah menjadi bentuk akti4nya. ,=' yang tidak dalam bentuk
akti4nya tidak dapat mengganggu akti/itas en9im enoil N acyl carrier protein ( E+ )
reductase. Dengan tidak terganggunya kerja en9im ini maka sintesis asam mikolat untuk
pembentuk dinding sel tidak terganggu dan sel tidak akan mati.
#1
;etelah terjadi perobahan ,=' menjadi bentuk akti4nya! maka ,=' ini akan bekerja
pada target utamanya yaitu mengganggu ,nh atau en9im enoyl N acyl carrier protein
(E+) reductase melalui adanya ikatan ko/alen ,=' N =D. Dengan adanya ikatan ini
maka terjadi hambatan akti/itas en9imatik ,nh sehingga mengganggu sintesis asam
1%
mikolat. Terjadinya mutasi pada gen inh yang berperan dalam mengkode en9im enoyl N
acyl carrier protein ( E+ ) reductase akan menyebabkan terjadinya resistensi terhadap
,='. Resistensi ini terjadi karena adanya mutasi pada gen inh yang menyebabkan
terjadiny penurunan terhadap a4initas ikatan ,=' N =D pada ,nh . Dengan terjadinya
gangguan terhadap a4initas ikatan ,='$=D ini menyebabkan kerja en9im ,nh tidak
terganggu. ;elain itu juga dapat terjadi hiperekspresi en9im ,nh sehingga menyebabkan
terjadinya resistensi terhadap ,='.
#3$#1
5en ahpE merupakan gen yang bertanggung ja.ab dalam mengkode en9im alkyl
hydroperoksidase reductase ( hpE ) dimana en9im ini ber4ungsi sebagai reduktase
antioksidan. 0ika gen kat5 mengalami mutasi maka terjadi o/er ekspresi pada region
intergen oMyR$ahpE sehingga meningkatkan kerja en9im hpE untuk mengatasi hilangnya
4ungsi gen kat5 mela.an stres oksidati4.
#%!#*
5en ndh berperan dalam mengkode =icitinamide denine Dinucleotide (=D')
dehydrogenase yang merupakan suatu ko 4aktor dimana ko 4aktor ini akan terikat pada
en9im ,nh . =D' akan berikatan dengan ,=' yang telah akti4 dengan membentuk ikatan
ko/alen ,=' N =D dimana dengan adanya ikatan ini akan menyebabkan hambatan
terhadap akti/itas en9imatik ,nh sehingga menghambat pembentukan asam mikolat.
Terjadinya mutasi pada gen ndh akan menyebabkan gangguan pada proses oksidasi =D'
menjadi =D sehingga terjadi peningkatan rasio =D'I=D. +eningkatan rasio
=D'I=D menandakan dimana terdapat akumulasi =D' dan penurunan =D.
Tingginya kadar =D' ini dapat menyebabkan hambatan untuk terikatnya ikatan ,=' N
=D pada bagian akti4 dari en9im ,nh sehingganya kerja dari en9im ,nh tidak
terganggu.
#3!#1!#-
+ada suatu penelitian didapatkan bah.a sekitar #) 2 dari kasus resisten ,=' terjadi
1&
mutasi pada gen kas.
#7
?ungsi gen kas adalah mengkode en9im O ketoacyl $ E+
synthase dimana en9im ini merupakan salah satu en9im yang berperan dalam sintesis asam
mikolat dimana terjadi elongasi dari asam lemak intermediet! untuk pembentukan dinding
sel. ,=' bekerja menghambat kerja en9in ini sehingga mengganggu pembentukan dinding
sel. Dengan terjadinya mutasi pada gen kas maka ,=' tidak dapat mengganggu kerja
en9im ini.
#-!#7
=amun beberapa penelitian menunjukkan bah.a mutasi pada gen ini
bersamaan dengan terjadinya mutasi pada gen lain yang menyebabkan terjadinya resistensi
terhadap ,='
#3
'a&ar 2 < Mekanisme resistensi ,='
#-
).2. Mekan$se Res$stens$ Ter#a*a! R$,a!$s$n
Ri4ampisin pertama kali diperkenalkan pada tahun #6-( sebagai obat yang e4ekti4 sebagai
anti tuberkulosis. Ri4ampisin terutama bekerja membunuh kuman yang mengalami
metabolisme lambat dan membunuh kuman yang persisten.
#6
Obat ini bekerja dengan
menghambat sintesis asam nukleat dimana target utama dari ri4ampisin adalah pada R=
polimerase sehingga menghambat proses transkripsi yang berakibat matinya sel. R=
1'
polimerase ini dibentuk oleh % sub unit yaitu P! O! OG dan Q yang masing N masing dikode
oleh gen rpo ! rpo B! rpo E dan rpo D.
#%
Ri4ampisin secara spesi4ik akan terikat dengan sub unit O R= polimerase yang
dikode oleh gen rpo B sehingga menghambat proses transkripsi dengan menghambat proses
perpanjangan untaian R=. Mutasi pada gen rpo B akan menyebabkan perubahan
kon4irmasi pada tempat ikatan antara ri4ampisin dan sub unit O. +erobahan pada tempat
ikatan ini menyebabkan ri4ampisin tidak dapat terikat pada sub unit O. Dengan tidak
terikatnya ri4ampisin maka proses transkripsi R= tidak akan terganggu dan
mengakibatkan kuman menjadi resisten terhadap ri4ampisin.
#3!#%!#6
'a&ar - < mekanisme resistensi ri4ampicin
#6
).-. Mekan$se Res$stens$ Ter#a*a! P6ra+$na$*e
+ira9inamid merupakan analog nikotinamide yang pertama kali sebagai anti tuberkulosis
pada tahun #6*(. +ira9inamid bertanggung ja.ab untuk membunuh kuman mikobakterium
tuberkulosis yang semi dorman yang tidak mampu dibunuh oleh obat anti tuberkulosis
lainnya. kti/itas pira9inamid spesi4ik untuk kuman mikobakterium tuberkulosis dan tidak
1(
memiliki e4ek terhadap mikobakterium lainnya. +ira9inamid hanya mampu bekerja pada
suasana +' asam sehingga obat ini juga dapat membunuh kuman yang berada dalam
jaringan nekrotik kaseosa.
#6
Target utama dari pira9inamid adalah en9im yang berperan dalam sintesis asam
lemak. +ira9inamid merupakan pro drug yang harus dikon/ersi menjadi bentuk akti4nya
yangdisebut pyra9inoic acid oleh en9im pyra9inamidase. Bn9im pyra9inamidase ini
dihasilkan oleh phagolysosome kuman dimana en9im pyra9inamidase ini dikode oleh gen
pnc. Dengan terjadinya perobahan pira9inamid menjadi bentuk akti4nya ( pyra9inoic acid )
maka akanterjadinya penumpukan pyra9inoic acid di dalam sitoplasma dan didukung pula
oleh tidak e4ekti4nya e44luM system. kumulasi dari pyra9inoic acid menyebabkan
penurunan +' intrasel ke le/el yang menyebabkan terganggunya sintesis asam lemak.
#3!#%
Terjadinya mutasi pada gen pnc yang mengkode en9im pyra9inamidase akan
menyebabkan en9im ini tidak dapat bekerja merobah pira9inamid yang masuk ke dalam sel
menjadi bentuk akti4nya yaitu pyra9inoic acid. . Dengan tidak terbentuknya pyra9inoic acid
ini maka obat ini tidak dapat mengganggu sintesis asam lemak dan akan menyebabkan
terjadinya resistensi pada kuman M.TB terhadap pira9inamid.
#3$#*
)... Mekan$se Res$stens$ Ter#a*a! Et#a&"to/
Btambutol RdeMtro$(!(G(ethyldiimino)$di$#onolSadalah obat anti tuberkulosis lini pertama
dengan akti/itas broadspektrum. +emberian obat ini harus digabung dengan obat
antituberkulosis lainnya untuk dapat membunuh kuman secara menyeluruh.
()
Target utama
dari kerja etambutol adalah pada en9im arabinosyl trans4erase yaitu suatu en9im yang
terlibat dalam proses pembentukan dinding sel bakteri dimana en9im ini di kode oleh gen
embB! gen emb dan embE. Bn9im arabinosyl trans4erase ini berperan dalam pembentukan
arabinan yang merupakan salah satu komponen arabinogalaktan pada dinding sel M.TB.
()!(#
kan terjadi suatu proses dimana asam mikolat berikatan pada gugus Darabinose dari
arabinogalaktan. ,katan ini membentuk komplek mycolyl$arabinogalactanpeptidoglycan
pada dinding sel.
()!(#

Dengan pemberian etambutol maka akan terjadi gangguan pada sintesis
arabinogalaktan! yang pada akhirnya juga tidak akan terbentuknya ikatan komplek mycolyl$
arabinogalactan$peptidoglycan pada dinding sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
peningkatan permeabilitas dinding sel sehingga memudahkan masuknya obat N obat
antituberkulosis lainnya. ;elain itu juga akan terjadi penumpukan asam mikolat di dalam sel
sehingga menyebabkan sel mati.
(#
Terjadinya mutasi pada lokus gen embB yang berperan
2)
dalam mengkode en9im arabinosyl trans4erase menyebabkan perobahan pada en9im ini yang
juga menyebabkan berubahnya target untuk etambutol. 'al ini menyebabkan etambutol
tidak dapat mengganggu kerja en9im arabinosyltrans4erase dalam pembentukan arabinan
sehingga pembentukan dinding sel tidak terganggu. ;elain itu juga dapat terjadi
hiperekspresi dari en9im ini yang juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap
etambutol.
#1
'a&ar . < mekanisme resistensi ethambutol
#1
).0. Mekan$se Res$stens$ Ter#a*a! Stre!to6s$n
;treptomisin ( O$(odeoMy$($methylamino$P$C$glucopyranosyl(#$()$O$*$deoMy$3$E4ormyl$
P$C$lyMo4uranosyl$(#$%)$=!=$diamidino$D$streptamine>E(#'36=-O#( ) merupakan obat
anti tuberkulosis yang termasuk ke dalam golongan aminoglikosida. Target utama dari kerja
streptomisin adalah mekanisme pada tingkat ribosom. Dalam hal ini yang berperan adalah
#1; rR= dan ;#( dimana #1; rR= dikode oleh gen rrs dan ;#( dikode oleh gen rpsC.
;treptomisin akan berinteraksi dengan #1; rR= dan ;#( ribosom yang akan menyebabkan
21
terjadinya perobahan pada ribosom dan menyebabkan terjadinya misreading pada mR=
sehingga menghambat proses sintesis protein.
#3!#%
+roses resistensi terhadap streptomisin terjadi karena terjadinya mutasi pada protein
ribosom ;#( yang dikode oleh gen rpsC dan mutasi pada #1; rR= yang dikode oleh gen
rrs. Mutasi lebih sering terjadi pada gen rpsC dimana terjadi lebih dari (I3 kasus resisten
streptomisin.
((
Mutasi ini akan menyebabkan terjadinya proses substitusi asam amino
tunggal yang akan mempengaruhi struktur #1; rR=. Dengan terjadinya perobahan struktur
ini maka streptomisin tidak dapat mempengaruhi #1; rR= sehingganya tidak terjadi
gangguan pada mR= yang mengakibatkan proses sintesis protein tidak terganggu. Dengan
tidak terganggunya proses sintesis protein maka terjadi resistensi terhadap streptomisin.
((
22
BAB )I
DIA'N%SIS
Tuberkulosis paru dengan resistensi ganda (TB$MDR) dicurigai kuat jika kultur basil tahan
asam (BT) tetap positi4 setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positi4 setelah terjadi
kon/ersi negati4. Beberapa gambaran demogra4ik dan ri.ayat penyakit dahulu dapat
memberikan kecurigaan TB paru resisten obat! yaitu<
(3
#. TB akti4 yang sebelumnya mendapat terapi! terutama jika terapi yang diberikan tidak
sesuai standar terapi>
(. Kontak dengan kasus TB$MDR>
3. 5agal terapi atau kambuh>
%. ,n4eksi human immnode"iciency virus (',:)>
*. Ri.ayat ra.at inap dengan .abah MDR TB
Diagnosis TB$MDR tergantung pada pengumpulan dan proses kultur spesimen yang
adekuat dan harus dilakukan sebelum terapi diberikan. 0ika pasien tidak dapat mengeluarkan
sputum dilakukan induksi sputum dan jika tetap tidak bisa! dilakukan bronkoskopi. Tes
sensiti/itas terhadap obat lini pertama dan kedua harus dilakukan pada laboratorium rujukan
yang memadai.
(3
Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada TB. Deteksi
resistensi obat di masa lalu yang disebut dengan metode kon/ensional berdasarkan deteksi
pertumbuhan M.tuberculosis. kibat sulitnya beberapa metode ini dan membutuhkan .aktu
yang lama untuk mendapatkan hasilnya! maka belakangan ini diusulkanlah teknologi baru.
Tang termasuk metode terbaru ini adalah metode 4enotipik dan genotipik. +ada banyak
kasus! metode genotipik khususnya telah mendeteksi resistensi ri4ampisin! sejak saat itu
metode ini dipertimbangkan sebagai petanda TB$MDR khususnya pada suasana dengan
pre/alensi TB$MDR yang tinggi. ;ementara metode 4enotipik! di lain sisi! merupakan
metode yang lebih sederhana dan lebih mudah diimplementasikan pada laboratorium
mikrobakteriologi klinik secara rutin.
(%
Ta&e/ - : Metode 4enotipik dan genotipik untuk deteksi resistensi OT
(%
Metode 4enotipik
kon/ensional
Metode 4enotipik baru Metode genotipik
23
Metode proporsional Metode phage-based Rangkaian D=
Metode rasio resistensi Metode kolorimetri Teknik hybridisasi 4ase gar
Metode konsenstrasi
absolut
The nitrate reductase
assay
Teknik real-time Polymerase
)hain Reaction (+ER)
Metode radiometri
BETBE
The microscopic
observation broth-drug
susceptibility assay
Microarrays
Tabung indicator
pertumbuhan
mikobakterial
Metode agar thin-layer
BAB )II
PENATALA(SANAAN MDR TB
Dasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obat$obat anti TB! &'O
guidelines membagi obat MDR$TB menjadi * group berdasarkan potensi dan e4ikasinya!
sebagai berikut <
(*
2#
a. 5rup pertama! pira9inamid dan ethambutol! karena paling e4ekti4 dan dapat ditoleransi
dengan baik. Obat lini pertama yang terbukti sebaiknya digunakan dan digunakan dalam
dosis maksimal.
b. 5rup kedua! obat injeksi bersi4at bakterisidal! kanamisin (amikasin)! jika alergi
digunakan kapreomisin!/iomisin. ;emua pasien diberikan injeksi sampai jumlah kuman
dibuktikan rendah melalui hasil kultur negati/e
c. 5rup ketiga! 4luorokuinolon! obat bekterisidal tinggi! missal le/o4loksasin. ;emua
pasien yang sensiti4 terhadap grup ini harus mendapat kuinolon dalam regimennya
d. 5rup empat! obat bakteriostatik lini kedua! +; (paraaminocallicilic acid)! ethionamid!
dan sikloserin. 5olongan obat ini mempunyai toleransi tidak sebaik obat$obat oral lini
pertama dan kuinolon
e. 5rup kelima!obat yang belum jelas e4ikasinya! amoksisilin! asam kla/ulanat! dan
makrolid baru (klaritromisin). ;ecara in /itro menunjukkan e4ikasinya! akan tetapi data
melalui uji klinis pada pasien MDR TB masih minimal
da tiga cara pendekatan pembuatan regimen didasarkan atas ri.ayat obat TB yang
pernah dikonsumsi penderita! data drug resistance surveillance (DR;) di suatu area! dan
hasil D;T dari penderita itu sendiri. Berdasarkan data di atas mana yang dipakai! maka
dikenal pengobatan dengan regimen standar! pengobatan dengan regimen standar yang
diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil D;T indi/idu penderita tersebut! dan
pengobatan secara empiris yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil D;T indi/idu
penderita tersebut.
(*
+engobatan dengan regimen standar < pembuatan regimen didasarkan atas hasil DR;
yang bersi4at representati/e pada populasi dimana regimen tersebut akan diterapkan. ;emua
pasien MDR TB akan mendapat regimen sama. +engobatan dengan regimen standar yang
diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil D;T indi/idu penderita < a.alnya semua
pasien akan mendapat regimen yang sama selanjutnya regimen disesuaikan berdasarkan
hasil uji sensiti/itas yang telah tersedia dari pasien yang bersangkutan.
(*
+engobatan secara empiric yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil D;T
indi/idu pasien < tiap regimen bersi4at indi/idualis! dibua berdasarkan ri.ayat pengobatan
TB sebelumnya! selanjutnya disesuaikan setelah hasil uji sensiti/itas obat dari pasien yang
bersangkutan tersedia.
Menurut &'O guidelines ())7 membuat pentahapan tersebut sebagai berikut!
(1
Tahap # <
2$
5unakan obat dari lini pertama yang manapun yang masih menunjukkan e4ikasi
Tahap ( <
Tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi berdasarkan hasil uji
sensiti/itas dan ri.ayat pengobatan
Tahap 3 <
Tambahan obat$obat di atas dengan salah satu obat golongan 4luorokuinolon
Tahap % <
Tambahkan obat$obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari obat golongan %
sampai sekurang$kurangnya sudah tersedia % obat yang mungkin e4ekti4
Tahap * <
+ertimbangkan menambahkan sekurang$kurangnya ( obat dari golongan * (melalui
proses konsultasi dengan pakar TB MDR) apabila dirasakn belum ada % obat yang
e4ekti4 dari golongan # sampai %.
;elain itu! ada beberapa butir dalam pengobatan MDR TB yang dianjurkan oleh
&'O (())7) sebagai prinsip dasar! antara lain <
(1
#. Regimen harus didasarkan atas ri.ayat obat yang pernah diminum penderita.
(. Dalam pemilihan obat pertimbangkan pre/alensi resistensi obat lini pertama dan obat
lini kedua yang berada di area I negara tersebut
3. Regimen minimal terdiri % obat yang jelas diketahui e4ekti4itasnya
%. Dosis obat diberikan berdasarkan berat badan
*. Obat diberikan sekurnag$kurangnya 1 hari dalam seminggu! apabila mungkin
etambutol!pira9inamid! dan 4luoro kuinolon diberikan setiap hari oleh karena konsentrasi
dalam serum yang tinggi memberikan e4ikasi.
1. Cama pengobatan minimal #7 bulan setelah terjadi kon/ersi
-. pabila terdapat D;T! maka harus digunakan sebagai pedoman terapi. D;T tidak
memprediksi e4ekti/itas atau ine4ekti/itas obat secara penuh
7. +ira9inamid dapat digunakan dalam keseluruhan pengobatan apabila dipertimbangkan
e4ekti4. ;ebagian besar penderita MDR TB memiliki keradangan kronik di parunya!
dimana secara teoritis menghasilkan suasana asam dan pira9inamid bekerja akti4
6. Deteksi a.al adalah 4aktor penting untuk mencapai keberhasilan
+engobatan pasien MDR TB terdiri atas dua tahap! tahap a.al dan tahap lanjutan.
+engobatan MDR TB memerlukan .aktu lebih lama daripada pengobatan TB bukan MDR!
yaitu sekitar #7$(% bulan. +ada tahap a.al pasien akan mendapat OT lini kedua minimal %
2%
jenis OT yang masih sensiti4! dimana salah satunya adalah obat injeksi. +ada tahap
lanjutan semua OT lini kedua yang dipakai pada tahap a.al.
(1
Di ,ndonesia! saat ini panduan standar obat dalam uji program pendahuluan di R;F
Dr. ;oetomo dan R; +ersahabatan yang akan diberikan pada setiap pasien anak MDR TB
mengikuti program &'O ())7 adalah sebagai berikut <
(%
Ta&e/ . <
+enggolongan obat TB dan dosis yang dianjurkan menurut masing$masing grup
(%!(*!(1
'o/ongan *an 7en$s %&at
5olongan #! obat lini
pertama
,sonia9id (,=')
Bthambutol (B)
+yra9inamide (H)
Ri4ampicin (R)
;treptomicin (;)
5olongan (! obat suntik!
suntikan lini kedua
Kanamycin (Km) mikacin (m)
Eapreomycin (Em)
5olongan 3! golongan
4loroUuinolone
O4loMacin (O4M)
Ce/o4loMacin (C4M)
MoMi4loMacin (M4M)
5olongan %! bakteriostatik
lini kedua
Bthionamide (Bto)
+rothionamide (+to)
Eycloserine (Es)
+ara amino salosilat
(+;)
Teri9idone (Trd)
5olongan *! obat yang
belum terbukti e4ikasinya
dan belum
direkomendasikan &'O
Elo4a9imine (E49)
Cine9olid (C9d)
moMcillin$Ela/ulanate
(mM$El/)
Thioceta9one (Th9)
Elarithromycin (Elr)
,mipenem (,pm)
Keterangan <
Km < Kanamisin C4M < Ce4o4loMacin
B < Bthambutol H < +ira9inamid
Bto < Bthionamid Es < ;ikloserin
2&
Ta&e/ 0 < Dosis anjuran OT grup #.
(%$(-
Ison$a+$*
110-28g2kg3
R$,a!$9$n
118-28g2kg3
Et#a&"to/
110-20g2kg3
P6ra+$na$*e
1-8-.8g2kg3
kg #)) mg
tablet
kg #*)
mg tab
3))
mg tab
Kg #)) mg
tablet
kg %)) mg
tablet
*)) mg
tablet
#$( $ #$( $ #$( $ #$( $
3$% ).* 3 ).* $ 3$- # 3$% ).(* ).(*
*$7 # % ).* $ 7$#( ( * ).* ).(*
6$#3 ( *$- # $ #3$#* 3 1$6 ).* ).*
#%$() 3 7$#( #.* $ #1$(1 % #)$## # ).*
(#$(1 % #3$#- ( # (-$3) * #($#% # #
(-$3) * #7$(* 3 #.* #*$#7 #.* #
(1$%) % $ #6$() #.* #.*
(#$(* ( #.*
(1 ( (
(-$3) (.* (
Ta&e/ : < Dosis anjuran OT grup (.
(%$(-
%&at Dos$s #ar$an Dos$s aks$a/ !er#ar$
;terptomycin ()$%) mgIkg #))) mg
mikacin #*$3) mgIkg #))) mg
Kanamicin #*$3) mgIkg #))) mg
Eapreomycin #*$3) mgIkg #))) mg
Ta&e/ ; < Dosis anjuran OT grup 3.
(%$(-
Le5o,/o<a9$n
1= 0 ta#"n ;>0-18 g2kg 2 ka/$ !er#ar$. ? 0 ta#"n ;>0-
18 g2kg 1 ka/$ !er#ar$3
2'
Kg (*) mg tablet () mgIml suspensi
#$( $ $
3 $ #.* ml
% $ ( ml
*$- $ (.* ml
7$#3 $ * ml
#%$#6 ).* -.* ml
()$(1 ).* #) ml
(-$3) )!* #(.* ml
Mo<$,/o<a9$n 1;>0-18 g2kg3
Kg (*) mg tablet () mgIml suspensi
#$( $ $
3 $ #.* ml
% $ ( ml
*$- $ (.* ml
7$#3 $ * ml
#%$#6 ).* -.* ml
()$(1 ).* #) ml
(-$3) )!* #(.* ml
%,/o<a9$n 110-28 g2kg3
Kg ()) mg tablet
#$( $
3$- ).*
7$#3 #
#%$() #.*
(#$(1 (
(-$3) (.*
Ta&e/ @ < Dosis anjuran OT grup %.
(%$(-
A69/oser$ne 2 Ter$+$*one 118-28 g2kg3
kg (*) mg Kapsul # Kapsul in #) ml air
#$( $
3$* ).(* (.* ml
1$6 ).* * ml
#)$## ).-* -.* ml
2(
#($(( # #) ml
(3$3) ( $
PAS 1288--88 g2kg3
kg perhari ( kali perhari
#$( $
3 -*) mg (*) mg dan *)) mg
%$* #))) mg *)) mg
1 #*)) mg -*) mg
-$7 ())) mg #))) mg
6$#) (*)) mg #(*) mg
##$#3 3))) mg #*)) mg
#%$#1 %))) mg ())) mg
#-$()
(#$(%
(*$(7
(6$3)
*))) mg
1))) mg
-))) mg
7))) mg
(*)) mg
3))) mg
3*)) mg
%))) mg
Et#$ona$*e 110-28 g2kg3
Kg (*) mg tablet
#$( $
3$% ).(*
*$#) ).*
##$#- #
#7$(1 #.*
(-$3) (
Ta&e/ B < Dosis anjuran OT grup *.
(%$(-
%&at Dos$s #ar$an Dos$s aks$a/ !er#ar$
3)
Elo4a9imine (E?H) # mgIkg ()) mg
moMcillin$Ela/ulanate
(M"$EC:)
7) mgIkg %))) mg amoMcillin dan *))
mg cla/ulanate
Meropenem (M+=) ()$%) mgIkg 1))) mg
Elarithromycin (ECR)
Cine9olid (CHD)
-.* mgIkg
#) mgIkg
#))) mg
1)) mg
)II.1. Fase-Fase Pengo&atan MDR TB
#. ?ase +engobatan intensi4
(%$(-
?ase intensi4 adalah 4ase pengobatan dengan menggunakan obat injeksi (kanamisin atau
kapreomisin) yang digunakan sekurang$kurangnya selama 1 bulan atau % bulan setelah
terjadi kon/ersi biakan
a. ?ase ra.at inap di R; ($% minggu
+ada 4ase ini pengobatan dimulai dan pasien diamati untuk<
Menilai keadaan pasien secara cermat
Tatalaksana secepat mungkin bila terjadi e4ek samping
Melakukan komunikasi! in4ormasi dan edukasi (K,B) yang intensi4
Dokter menentukan kelayakan pasien untuk ra.at jalan berdasarkan<
Tidak ditemukan e4ek samping
+asien sudah mengetahui cara minum obat dan suntikan sesuai dengan pedoman
pengobatan TB MDR
b. ?ase ra.at jalan
(%$(-
;elama 4ase intensi4 baik obat injeksi dan obat minum diberikan oleh petugas kesehatan.
+ada 4ase ra.at jalan<
+asien mendapat suntikan setiap hari (;enin sId 0umat) sedangkan obat oral - hari
per minggu. +enyuntikan obat dan menelan minum obat dilakukan didepan petugas
kesehatan
+asien berkonsultasi dan diperiksa oleh dokter setiap # minggu
Dokter memastikan<
(%$(-
31
bah.a pasien memba.a spesimen sputum yang layak untuk pemeriksaan
mikroskopik dan kultur setiap bulannya dan dilakukan pemeriksaan darah atau
lainnya jika dibutuhkan.
Mencatat perjalanan penyakit pasien dan bila ada kejadian khusus atau e4ek samping
yang timbul maka akan dilakukan tindak lanjut.
(. ?ase pengobatan lanjutan
(%$(-
?ase setelah pengobatan injeksi dihentikan
?ase lanjutan minimum #7 bulan setelah kon/ersi biakan
+asien mengambil obat setiap minggu dan berkonsultasi dengan dokter setiap #
bulan
+asien minum obat setiap hari diba.ah penga.asan keluarga.
+erpanjangan lama pengobatan hingga (% bulan diindikasikan pada kasus$kasus
kronik dengan kerusakan paru yang luas
)II.2. Peanta"an Se/aa Pengo&atan *an Has$/ Pengo&atan
+asien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons terhadap pengobatan dan
mengidenti4ikasi e4ek samping pengobatan. 5ejala klasik TB N batuk! berdahak! demam dan
BB menurun N umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama pengobatan.
(%$(-
+enilaian respons pengobatan adalah kon/ersi dahak dan biakan. 'asil uji kepekaan
TB MDR dapat diperoleh setelah ( bulan. +emeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap
bulan pada 4ase intensi4 dan setiap ( bulan pada 4ase lanjutan.
(%$(-
B/aluasi pada pasien TB MDR adalah!
(%$(-
+enilaian klinis termasuk berat badan
+enilaian segera bila ada e4ek samping
+emeriksaan dahak setiap bulan pada 4ase intensi4 dan setiap ( bulan pada 4ase
lanjutan
+emeriksaan biakan setiap bulan pada 4ase intensi4 sampai kon/ersi biakan
Fji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan kegagalan
pengobatan
+eriksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan (Kanamisin
dan Kapreomisin)
+emeriksaan T;' dilakukan setiap 1 bulan dan jika ada tanda$tanda hipotiroid
32
(on5ers$ *a#ak
(%$(-
De4inisi kon/ersi dahak < pemeriksaan dahak dan biakan ( kali berurutan dengan
jarak pemeriksaan 3) hari menunjukkan hasil negati4.
Tanggal set pertama dari sediaan apus dahak dan kultur yang negati/e digunakan
sebagai tanggal kon/ersi (dan tanggal ini digunakan untuk menentukan lamanya
pengobatan 4ase intensi4 dan lama pengobatan).
Pen6e/esa$an !engo&atan ,ase $ntens$,
(%$(-
Cama pemberian suntikan atau 4ase intensi4 di tentukan oleh hasil kon/ersi kultur
njuran minimal untuk obat suntikan harus dilanjutkan paling kurang 1 bulan dan
sekurang$kurangnya % bulan setelah pasien menjadi negati4 dan tetap negati4 untuk
pemeriksaan dahak dan kultur
Laa !engo&atan
(%$(-
Cama pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh kon/ersi dahak dan kultur
njuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurangkurangnya #7 bulan
setelah kon/ersi kultur sampai ada bukti$bukti lain untuk memperpendek lama
pengobatan
)II.-. Has$/ !engo&atan TB MDR
(%!(7!(6
. Se&"#. +asien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai protokol program dan
telah mengalami sekurang$kurangnya * kultur negati4 berturut$turut dari sampel
dahak yang diambil berselang 3) hari dalam #( bulan terakhir pengobatan. 0ika
hanya satu kultur positi4 dilaporkan selama .aktu tersebut! dan bersamaan .aktu
tidak ada bukti klinis memburuknya keadaan pasien! pasien masih dianggap sembuh!
asalkan kultur yang positi4 tersebut diikuti dengan paling kurang 3 hasil kultur
negati4 berturut$turut yang diambil sampelnya berselang sekurangnya 3) hari
B. Pengo&atan /engka!. +asien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai protokol
program tetapi tidak memenuhi de4inisi sembuh karena tidak ada hasil pemeriksaan
bakteriologis
E. Men$ngga/. +asien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB
MDR.
D. 'aga/. +engobatan dianggap gagal jika ( atau lebih dari * kultur yang dicatat dalam
#( bulan terakhir masa pengobatan adalah positi4! atau jika salah satu dari 3 kultur
terakhir hasilnya positi4. +engobatan juga dapat dikatakan gagal apabila tim ahli
33
klinis memutuskan untuk menghentikan pengobatan secara dini karena perburukan
respons klinis! radiologis atau e4ek samping.
B. La/a$2De,a"/te*. +asien yang pengobatannya terputus selama berturut$turut dua
bulan atau lebih dengan alasan apapun tanpa persetujuan medik
)II... Penanganan e,ek sa!$ng
(%!(7!(6
OT lini kedua mempunyai e4ek samping yang lebih banyak! lebih berat dan lebih sering
dari pada OT lini pertama. Deteksi dini e4ek samping penting karena makin cepat
ditemukan dan ditangani makin baik prognosanya! jadi pasien harus di monitor tiap hari.
Ta&e/ 18< B4ek samping OT dan penganganannya
(%!(7!(6
E,ek Sa!$ng %AT 6ang
&er#"&"ngan
I*ent$,$kas$ Penanganan
'epatotoksik ,='! +H!
R,?! T'!
+;! E?H
0aundice!
hepar teraba
'entikan semua obat! tunggu sampai
4ungsi hati normal. Berikan OT
secara berkala tiap ( hari sambil
memantau 4ungsi hati
5angguan
pendengaran
MK! KM!
EM
audiometri 'entikan OT dan cari alternati4 obat
pengganti
Dis4ungsi tiroid T'! +; T;'! T3! T% +ertimbangkan pemberian tirosin
5angguan ginjal MK! KM!
EM
cek 4ungsi
ginjal
bila kadar kreatinin atau kalium
meningkat! hentikan obat injeksi dan
cari alternati4 OT lain
Rash berat semua obat Rash
diseluruh
tubuh
'entikan semua obat. Bila rash
menghilang! berikan OT secara
bertahap dan dimonitor timbulnya
gejala.
Mual dan muntah T'! BMB!
+;
Klinis Berikan T' terpisah dengan OT
lain. +ertimbangkan menurunkan dosis
T'
=europati peri4er ,=' Klinis Berikan piridoMine. Bila gejala
menetap atau semakin berat! hentikan
,='
3#
5angguan
persendian
+H! O?"!
C:"! M?"
Klinis Eek dosis! pertimbangkan menurunkan
dosis atau menghentikan obat.
=yeri daerah
injeksi
MK! KM!
EM
Klinis :ariasi tempat pemberian injeksi. Obat
anastesi lokal.
)II.0. Pen9ega#an TerCa*$n6a Res$stens$ %&at
(%!(7!(6
&'O merekomendasikan strategi DOT; dalam penatalaksanaan kasus TB! selain
relati/e tidak mahal dan mudah! strategi ini dianggap dapat menurunkan risiko terjadinya
kasus resistensi obat terhadap TB. +encegahanan yang terbaik adalah dengan standarisasi
pemberian regimen yang e4ekti4! penerapan strategi DOT; dan pemakaian obat ?DE adalah
yang sangat tepat untuk mencegah terjadinya resistensi OT.
+encegahan terjadinya MDR TB dapat dimulai sejak a.al penanganan kasus baru
TB antara lain < pengobatan secara pasti terhadap kasus BT positi4 pada pertama kali!
penyembuhan secara komplit kasih kambuh! penyediaan suatu pedoman terapi terhadap TB!
penjaminan ketersediaan OT adalah hal yang penting! penga.asan terhadap pengobatan!
dan adanya OT secar gratis. 0angan pernah memberikan terapi tunggal pada kasus TB.
+eranan pemerintah dalam hal dukungan kelangsungan program dan ketersediaan dana
untunk penanggulangan TB (DOT;). Dasar pengobatan TB oleh klinisi berdasarkan
pedoman terpai sesuai @e/idence basedA dan tes kepekaan kuman.
+enerapan strategi DOT; plus mempergunakan kerangka yang sana dengan strategi DOT !
dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan kepada penanganan TB MDR.
;trategi DOT; plus juga sama terdiri dari * komponen kunci <
#. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDRI"DR.
(. ;trategi penemuan kasussecara rasional yang akurat dan tepat .aktu menggunakan
pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis !biakan dan uji kepekaan yang
terjaminmutunya.
3. +engobatan standar dengan menggunakan OT lini kedua !dengan penga.asan yang
ketat (Direct &bserved Treatment*D&T).
%. 0aminan ketersediaan OT lini kedua yang bermutu
3$
*. ;istem pencatatan dan pelaporan yang baku. ;etiap komponen dalam penanganan TB
MDR lebih kompleks dan membutuhkan biaya lebih banyak dibandingkan dengan pasien
TB bukan MDR +elaksanaan program DOT; plus akan memperkuat +rogram
+enanggulangan TB =asional.
BAB )III
RIN'(ASAN
+re/alensi kasus TB dengan resistensi OT terutama TB$MDR terus meningkat. ?aktor
penyebab terbanyak adalah akibat pengobatan TB yang tidak adekuat dan penularan dari
pasien TB$MDR. Oleh karena itu pada setiap pasien harus dilakukan penilaian resiko
kemungkinan terjadinya resistensi OT. ;elanjutnya terapi empiris harus segera diberikan
pada pasien dengan resiko tinggi resistensi OT! terutama pada pasien dengan keadaan
3%
penyakit yang berat. +emilihan regimen OT yang tepat sangat diperlukan untuk
keberhasilan pengobatan dan mencegah bertambah banyaknya kasus TB$MDR maupun TB$
"DR dan TB$TDR.
Terapi yang dianjurkan dengan memberikan % sampai 1 macam obat. +ilihan obat
yang diberikan yaitu obat lini pertama yang masih sensiti4 disertai obat lini kedua
berdasarkan akti/itas intrinsik terhadap kuman M.tuberculosis. +embedahan perlu
dipertimbangkan bila setelah 3 bulan terapi OT tidak terjadi kon/ersi negati4 sputum.
+emberian nutrisi yang baik dapat membantu keberhasilan terapi.
Konsep ADirecly Obser/ed Treatment ;hort EourseA (DOT;) merupakan salah satu
upaya penting dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan menaggulangi masalah
tuberkulosis khususnya TB$MDR. +erkembangan obat baru mungkin juga diperlukan untuk
menanggulangi hal ini.
BAB ID
DAFTAR PUSTA(A
#. ditama TT. Tuberkulosis < +edoman Diagnosis dan +enatalaksanaan di
,ndonesia.0akarta< +BR+R,> ())1.
(. &orld 'ealth Organi9ation. 5lobal tuberculosis control< &'O report ()#).&'O!
5ene/a! ;.it9erland.&'OI'TMITBI()#).->()#).
3&
3. &orld 'ealth Organi9ation. 5lobal tuberculosis report ()#3. &'O! 5ene/a!
;.it9erland.&'OI'TMITBI()#3.##>()#3.
%. Hignol M! ;ismanidis E! ?al9on D. Multidrug$resistant tuberculosis in children<
e/idence 4rom global sur/eillance. Bur Respir 0. ()#3>%(<-)#N-)-.
*. 'elen B! rielle &! Eourtney M.! 0onathan B! ;almaan K! Earlos M! et al. ,ncidence o4
multidrug$resistant tuberculosis disease in children< systematic re/ie. and global
estimates. The Cancet. ()#%>66(7<#*-($6.
1. Ceitch 5. Management o4 tuberculosis in< ;eaton ! editors. Ero4ton and DouglasGs
Respiratory diseases. #-th ed. Berlin>())6.p.#1*$-7.
-. ;arin R. MDR$TB N ,nter/entional ;trategy. ,ndian 0 Tuberc. ())->*%<##)$1.
7. +ing$ping 0! Tu Ci$yan! Een ;han. ?irst line antituberculosis drugs and the molecular
mechanism o4 drug resistance in Mycobacterium tuberculosis. Ehinese 0ournal o4
ntibiotics. ()##>#%<3$#%.
6. ,seman MD! 5oble M. Multidrug$resistant tuberculosis. = Bngl 0 Med. ())1>33%<(17$6.
#). ;il/a +! :on 5roll ! Martin ! +alomino 0E. B44luM as a mechanism 4or drug resistance
in Mycobacterium tuberculosis. ?BM; ,mmunology V Medical Microbiology>
()##.p.#$6.
##. Rattan ! .dhesh K! =ishat . Multidrug$resistant Mycobacterium tuberculosis<
molecular perspecti/es. Bmerging in4ectious diseases. ())7>%<#6*.
#(. Rahajoe =! ;etia.ati C. Tatalaksana TB. Buku ajar Respirologi nak ())7 ed #>(#%$
((*.
#3. Brunton C! +arker K! Blumenthal D! Burton ,. Manual o4 +harmacology and
Therapeutics. Mc5ra.$'ill Eompanies> ())7.p.-7%$-63.
#%. +ym ;! Eole ;. Mechanism o4 Drug Resistance in Mycobacterium Tuberculosis. ,n
&aM R5! Ce.is K! ;alyers ! Taber '. Bacterial Resistance to ntimicrobals.
Den/er> ())7.p.3#3$3#.
#*. Raynaud E! Caneelle M! ;enaratne R'. Mechanism o4 +yra9inamide Resistance in
Mycobacteria < ,mportance o4 lack o4 Fptake in ddition to Cack o4 +yra9inamidase
cti/ity. Microbiology. ())6<#3*6$1-.
#1. 0ohnson R! ;treicher BM! Cou. 5B. Drug Resistance in Mycobacterium Tuberculosis.
Eurr ,ssues Mol Biol. ())1>7<6-$##(.
3'
#-. Cee ;! Teo ;! &ong ;T. =o/el Mutations in ndh in ,sonia9id$Resistant
Mycobacterium Tuberculosis ,solates. ntimicrobial gents and Ehemotherapy.
())#<(#*-$*6.
#7. Cee ;! Cim ,'! Tong CC! Telenti ! &ong ;T. Eontribution o4 kas analysis to
Detection o4 ,sonia9id$Resistant Mycobacterium Tuberculosis in ;ingapore.
ntimicrobial gents and Ehemotherapy. ())6<()7-$76.
#6. 5illespie ;'. B/olution o4 Drug Resistance in Mycobacterium Tuberculosis < Elinical
and Molekuler +erspecti/e. ntimicrobial agents and chemotherapy. ()#)<(1-N-%.
(). Erick DE! Brennan +0! Mc=eil MR. The Eell &all o4 Mycobacterium Tuberculosis. ,n
Rom &! 5aray ;M. Tuberculosis (nd ed. +hiladelphia>())%.p.##*$3%.
(#. Cee ! Othman ;=! &ong ;T. =o/el Mutation &ithin The embB 5ene in Bthambutol$
;usceptible Elinical ,solates o4 Mycobacterium Tuberculosis. ntimicrobial gents and
Ehemotherapy. ())6>%%%-$6.
((. Trace/ska T! 0ansone ,! =odie/a . Eharacterisation o4 rpsC! rrs and embB Mutations
associated .ith ;treptomycin and Bthambutol Resistance in Mycobacterium
Tuberculosis. Research in Microbiology. ())%>#**<73)$%.
(3. Martin ! +ortaels ?. Drug Resistance and Drug Resistance detection in +almino 0E!
editor. Tuberculosis 4rom basic science to patient care! #st ed> ())-.
(%. Kementrian Kesehatan R,. Rencana ksi =asional< +rogrammatic Management o4 Drug
Resistance Tuberculosis. ()##.
(*. 5uidelines 4or the programmatic management o4 drug$resistant tuberculosis< emergency
update ())7. 5ene/a! &orld 'ealth Organi9ation! ())7 (&'OI'TMITBI())7.%)()
(1. &orld 'ealth Organi9ation. Management o4 MDR$TB < ?ield 5uide. 5ene/a< &orld
'ealth Oragani9ation> ())7.
(-. l$Dabbagh M! Capphra K! Mcgloin R! ,nrig K! ;chaa4 ';! Marais B0! et al. Drug$
resistant tuberculosis< pediatric guidelines. +ediatr in4ect Dis 0. ()##>1<*)#$*.
(7. Bttehad D! ;chaa4 ';! ;eddon 0! Eooke 5;! ?ord =. Treatment outcomes 4or children
.ith multidrug$resistant tuberculosis< a systemic re/ie. and meta$analysis. Cancet
,n4ect Dis. ()#(.
(6. &orld 'ealth Organi9ation. Rapid ad/ice< Treatment o4 tuberculosis in children.
5ene/a< &orld 'ealth Oragani9ation> ()#).
3(
LAMPIRAN
#)
La!$ran 1 < algoritme kriteria pasien curiga MDR TB
#1
La!$ran 2 < algoritme managemen anak kontak dengan kasus MD; TB
#2

Anda mungkin juga menyukai