Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

I.

Latar belakang
Nyeri kepala merupakan salah satu gangguan sistem saraf yang paling umum
dialami oleh masyarakat, dalam 1 tahun, 90% dari populasi dunia mengalami
paling sedikit 1 kali nyeri kepala. Menurut data WHO dalam banyak kasus
nyeri kepala dirasakan berulang kali oleh penderita sepanjang hidupnya 1,2

Penelitian internasional menemukan bahwa prevalensi nyeri


kepala pada anak-anak dan remaja terus meningkat, selain itu diperkirakan
nyeri kepala menetap pada saat usia dewasa (sekitar 50%) dari kasus.
Survei epidemiologi pada remaja menemukan dari 9.000 anak-anak
sekolah,frekuensi kejadian nyeri kepala dilaporkan 2.5% setelah berumur
tujuh tahun dan 15% setelah berumur 15 tahun.2,3
Berdasarkan hasil penelitian multisenter pada 5 rumah sakit di
Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut :
migren tanpa aura 10%, migren dengan aura 1,8%, Episodic Tension type
Headache 31%, Chronic Tension type Headache (CTTH) 24%, Cluster
Headache 0.5%, Mixed Headache 14%4-6
Nyeri kepala diklasifikasikan oleh International Headache Society,
menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. Yang termasuk ke dalam nyeri
kepala primer antara lain adalah: nyeri kepala tipe tegang (TTH - Tension
Type Headache), migrain, nyeri kepala cluster dan nyeri kepala primer lain
contohnya hemicrania continua. Nyeri kepala primer merupakan 90 % dari
semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat terjadi sekunder,
yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain, seperti nyeri karena
infeksi, vaskuler, neoplastik, pemakaian obat-obatan, dan juga paska
trauma kepala.1,4,6
Dari ketiga tipe nyeri yang sering dikeluhkan, nyeri kepala tipe
tegang (TTH-Tension Type Headache) adalah nyeri kepala yang paling
umum diseluruh dunia dan memiliki prevalensi yang cukup tinggi,
penelitian di denmark menunjukan bahwa 78% manusia sepanjang
hidupnya pernah mengalami nyeri kepala tipe seperti ini.6

Nyeri kepala merupakan masalah umum di kalangan anak-anak


remaja. Hal ini merupakan suatu masalah kesehatan yang serius, karena
nyeri kepala yang berulang merupakan faktor risiko untuk menjadi nyeri
kepala yang kronis di masa yang akan datang. Nyeri kepala juga dapat
membatasi kualitas hidup anak remaja dan merupakan penyebab utama
ketidakhadiran di sekolah. beberapa penelitia melaporkan bahwa
prevalensi nyeri kepala pada anak remaja wanita lebih tinggi dibanding
pada anak remaja pria.7,8
Berikut ini merupakan laporan kasus tentang sefalgia kronik pada
seorang anak yang dirawat di ruang Irina E sub divisi bagian neurologi,
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama

: J.S

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal Lahir/Umur : 23 april 2001 / 13 tahun


Berat badan lahir

: 43Kg

Kebangsaan / suku

: Indonesia / Minahasa

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Tanawangko lingkungan 7

Tanggal Masuk RS

: 11 september 2014

Jam Masuk RS

: 10.30 wita

Nama ibu / umur

: Yuke Pondaag / 40 tahun

Pendidikan ibu

: Sekolah Dasar

Pekerjaan ibu

: Ibu Rumah Tangga (IRT)

Tahun perkawinan

: Pertama

Nama ayah

: Tomis Newa / 59 tahun

Pendidikan ayah

: Sekolah Menengah Pertama

Pekerjaan ayah

: Petani

Tahun perkawinan

: Pertama

Anamnesa
Anak ke 4 dari 4 bersaudara
No.
1.
2.
3.
4.

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan

Umur
33 tahun
32 tahun
20 tahun
13 tahun

Keterangan
Sehat
Sehat
Sehat
Penderita

Family Tree

Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Penderita

Keluhan Utama :
Penderita datang dengan keluhan utama nyeri kepala yang dialami sejak 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit, nyeri menghebat sekitar 15-30 menit
sebelum masuk Rumah Sakit, nyeri kepala bersifat hilang timbul dengan
pemberian obat anti nyeri, nyeri sudah dirasakan sejak 7 tahun yang lalu sampai
sekarang.

Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri kepala di alami penderita sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit
yang bersifat hilang timbul dengan pemberian obat penghilang nyeri. nyeri
dirasakan seperti terikat/tertekan tetapi tidak berdenyut, nyeri menghebat 15
menit sejak masuk Rumah Sakit.. Nyeri juga dirasakan penderita bila sedang
upacara bendera disekolah, penderita pernah terjatuh dari pohon 7 tahun lalu.
Saat jatuh penderita tidak sadarkan diri beberapa menit hingga akhirnya dipercik
air dan terbangun. setelah kejadian tersebut penderita sering mengeluh nyeri
kepala yang sifatnya hilang timbul. Dua tahun lalu penderita juga merasakan nyeri
kepala yang sama seperti saat ini hanya saja saat ini lebih nyeri. Penderita juga
mengalami demam sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit, namun saat ini
demam sudah tidak lagi. Penglihatan kabur juga dialami penderita sejak 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit, mual dan muntah tidak ada, nafsu makan / minum
biasa, BAB/BAK biasa

Anamnesa Antenatal
Antenatal care secara teratur dipuskesmas sebanyak 9 kali, imunisasi TT tidak
ada, selama hamil kondisi ibu dalam keadaan sehat

Penyakit yang sudah dialami


Morbili

: Pernah

Varicella

: Pernah

Pertusis

: Belum pernah

Diarrhea

: Pernah

Cacing

: Belum pernah

Batuk / Pilek : Belum pernah


Lain-lain

:-

Kepandaian / Kemajuan Bayi

Pertama kali membalik

: 5 bulan

Pertama kali tengkurap

: 5 bulan

Pertama kali duduk

: 8 bulan

Pertama kali merangkak

: 8 bulan

Pertama kali berdiri

: 1 tahun

Pertama kali berjalan

: 1 tahun

Pertama kali tertawa

: 8 bulan

Pertama kali berceloteh

: 7 bulan

Pertama kali memanggil mama

: 7 bulan

Pertama kali memanggil papa

: 1 tahun

Anamnesis Makanan Terperinci


Asi

: 0 2 tahun

Pasi

:-

Bubur susu

:-

Bubur siang

: 2 bulan (selama 1 bulan)

Bubur halus

:-

Nasi Lembek : -

Imunisasi :

BCG
POLIO
DPT
CAMPAK
HEPATITIS

I
+
+
+
+
+

DASAR
II

III

+
+

+
+

Riwayat Keluarga
Hanya penderita yang sakir seperti ini dalam keluarga

ULANGAN
II
III

Keadaan social, ekonomi, kebiasaan dan lingkungan


Penderita tinggal di rumah permanen, beratap seng, dinding beton dan lantai tehel,
jumlah kamar tidur 2, dihuni oleh 5 orang, 2 orang dewasa, dan 3 orang anakanak, WC/KM diluar rumah, penderita tinggal di daerah tanawangko lingkungan
7, ayah penderita seorang petani sedangkan ibu penderita hanya ibu rumah tangga.
Sumber air minum

: Sumur

Sumber penerangan listrik

: PLN

Penanganan sampah

: Dibakar dan dibuang

Pemeriksaan Fisik
Berat badan

: 40 Kg

Panjang badan

:165 cm

Keadaan umum

: Cukup

Keadaan mental

: Compos Mentis

Gizi

: baik

Sianosis

:-

Anemia Ikterus

:-

Kejang

:-

Tensi

: 120 / 70 mmHg

Nadi

: 84 x/m

Respirasi

: 24 x/m

Suhu tubuh

: 36,5 oc

Kulit :
Warna

: Sawo matang

Efloresensi

:-

Pigmentasi

:-

Lapisan lemak

:-

Jaringan parut

:-

Tonus

: Normal

Oedema

:-

Lain-lain

:-

Kepala :
Bentuk

: Mesochepal

Rambut

: Hitam, sukar dicabut

Ubun-ubun Besar

: datar

Mata :
Exophthalmus/Enophthalmus : Tekanan bola mata

: Normal

Conjungtiva

: Anemis (-)

Sclera

: Ikterik (-)

Cornea Reflex

: Normal

Pupil

: bulat, isokor, RC +/+

Lensa

: Jernih

Fundus

: tidak dievaluasi

Visus

: tidak dievaluasi

Gerakan

: Normal

Telinga

: secret (-)

Hidung

: secret (-)

Mulut :
Bibir

: Sianosis (-)

Lidah

: Beslag (-)

Gigi

: Caries (-)

Selaput Mulut

: Mukosa

Gusi

: perdarahan (-)

Bau pernafasan

: Foetor (-)

Tenggorokan :
Tonsil

: T-T Hiperemis (-)

Faring

: Hiperemis (-)

Leher :
Trachea

: Letak tengah

Kelenjar

: pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk

: (-)

Lain-lain

: (-)

Thorax :
Bentuk

: Normal

Rachitic Rosary

: (-)

Ruang Intercostal

: (-)

Precordial Bulging

: (-)

Xiphosternum

: (-)

Harrisone groove

: (-)

Retraksi

: (-)

Lain-lain

: (-)

Paru-paru :
Inspeksi

: Simetris, retraksi (-)

Palpasi

: stem fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor kiri sama dengan kanan

Auskultasi

: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung :
Detak jantung

: 84 x/m

Iktus cordis

: cordis tidak tampak

Batas kiri

: Linea midclavicularis sinistra

Batas kanan

: Linea Parasternal Dextra

Batas atas

: ICS II-III

Batas jantung Apex

: M1 > M2

Batas apex Aorta

: A1 > A2

Batas jantung pulmo : P1 > P2


Bising

: (-)

Abdomen :
Bentuk

: Datar, bising usus (+)

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Lain-lain

Genitalia

: Perempuan (Normal)

Kelenjar

: Pembesaran KGB (-)

Anggota gerak

: Akral hangat, CRT 2

10

Tulang belulang

: deformitas (-)

Otot-otot

: atrofi (-)

Reflek-reflek

: RF +/+, RP -/-,spastic (-),Klonus (-)

Pemeriksaan Nervur Kranialis


a. Nervus Olfaktorius (N.I)
Tidak dilakukan evaluasi
b. Nervus Optikus (N.II)
Tidak dilakukan evaluasi
c. Nervus Okulomotoris (N.III), Nervus Troklearis (N.IV), dan Nervus
Abducens (N.VI)
Selama pemeriksaan berlangsung dapat diamati bahwa pasien memiliki
gerakan bola mata yang wajar (pasien mampu melirikkan bola matanya ke
kiri dan ke kanan). Selain itu, bola mata pasien dapat mengikuti penlight kirikanan dan atas-bawah
d. Nervus Trigeminus (N.V)
Selama pemeriksaan berlangsung terlihat wajah pasien simetris.
e. Nervus Facialis (N.VII)
Selama pemeriksaan berlangsung terlihat wajah pasien simetris
f. Nervus Vestibulokoklearis (N.VIII)
Selama pemeriksaan berlangsung, pasien mampu untuk

menjawab

pertanyaan dengan tepat. Hal ini memberi kesan bahwa pendengaran pasien
normal. Saat berjalan pasien terlihat stabil dan tidak terjatuh
Tes Romberg memberi kesan pasien dapat membuka mata dan tidak
terjatuh
Tes Heel-to-toe-walking memberi kesan pasien tidak terjatuh ke salah
satu sisi
Tes Jari hidung memberi kesan pasien dapat melakukan dengan baik
dan lancar
g. Nervus Glossofaringeus (N.IX)
Tidak dilakukan evaluasi
h. Nervus Vagus (N.X)
Tidak dilakukan evaluasi
i. Nervus Aksesorius (N.XI)
Selama pemeriksaan berlangsung terlihat bahwa pasien dapat menggerakkan
kepalanya ke kiri dan kanan, hal ini menandakan bahwa fungsi Nervus
Aksesorius pasien dalam keadaan normal
j. Nervus Hipoglosus (N.XII)
11

Tidak dilakukan evaluasi

Fungsi
sensorik
MCH
: 27 pg
MCHC
: 33,4 g/dl
Fungsi
MCV
: 80,9motorik
fl
Hb
: 11,6 g/dl
Eritrosit
: 4,29 jt/ml
Leukosit
: 10.000 mm3/ul
Trombosit Tonusotot
: 323.000 ul/mm3

: Hemihipestesi
Eosinofil
: 4 %(-)
Basofil
:0%
: Kekuatan otot
Batang
:4%
Segmen
: 42 %
Lymposit : 40 %
Monosit
: 16 %
:

Refleks fisiologis

: (+) normal

Refleks patologis

: (-)

Laboratoirum
Tanggal 12 september 2014

12

Creatinin
Ureum
5 SGOT
5
SGPT
5 Natrium
5
Kalium
Clorida

: 0,5 mg/dl
: 17 mg/dl
: 16 U/L
: 6 U/L
: 142 mmol/L
: 3,96 mmol/L
: 102,5 mmol/L

Resume Masuk
Pasien perempuan usia 13 tahun dengan berat badan 40 Kg, tinggi badan 154 cm
masuk rumah sakit pada tanggal 11 september 2014 jam 10.30 pagi dengan
keluhan nyeri kepala yang dialami sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
nyeri bersifat hilang timbul, penderita memiliki riwayat jatuh dari pohon ( 7 tahun
lalu). Semenjak jatuh penderita sering mengalami nyeri kepala hilang timbul.
Keadaan umum

: Tampak sakit

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/70 mmHg,

13

Nadi

: 84 x/m,

Respirasi

: 24 x/m

Suhu tubuh

: 36,5oc

Kepala

: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), pernafasan


cuping hidung (-)

Thorax
Abdomen

: Simetris, retraksi (-), C/P dalam batas normal


: Datar, lemas, bising usus (+) Normal, Hepar/Lien tidak
teraba

Extremitas

: Akral hangat, CRT 2, spastic (-), klonus (-), RF +/+,


RP -/-

Diagnosis kerja

: Sefalgia kronik tipe tension headache ec post trauma


kepala

Usulan pengobatan/perawatan :

Ibuprofen 3 x 400 mg tab

Anjuran Pemeriksaan :

CT-Scan Kepala + Kontras


Konsul ke bagian Mata
Konsul ke bagian THT

14

Follow Up
Hari 1 / Tanggal 12-09-2014
S

: Nyeri kepala menurun, muntah tidak ada

KU

: Tampak sakit

Kes

: Compos Mentis

Tensi

: 110 / 60 mmHg,

Nadi

: 80 x/m,

Respirasi

: 28 x/m,

15

Suhu

: 36,5oc

Kepala

: Conjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-),PCH (-),


pupil bulat iskor 3 mm-3 mm

Thorax

: simetris, retraksi (-), C/P dalam batas normal

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, Hepar/lien tidak


teraba

Extremitas

: akral hangat, CRT 2 Spastic (-), klonus (-),


Refleks fisiologis (+), Refleks Patologis -/-

Motorik

Sensorik

: Sefalgia kronis tiper tension headache ec post trauma kepala

: Ibuprofen 3 x 400 mg tab

Anjuran

: CT-Scan Kepala + Kontras


Konsul Mata
Konsul THT

Hari 2 / Tanggal 13-09-2014


S

: Nyeri kepala menurun, Intake (+), muntah tidak ada

KU

: Tampak sakit

Kes

: Compos Mentis

Tensi

: 100 / 70 mmHg,

Nadi

: 80 x/m,

Respirasi

: 24 x/m,

Suhu

: 36,5oc

16

Kepala

: Conjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-),PCH (-),


pupil bulat iskor 3 mm-3 mm

Thorax

: simetris, retraksi (-), C/P dalam batas normal

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, Hepar/lien tidak


teraba

Extremitas

: akral hangat, CRT 2 Spastic (-), klonus (-),


Refleks fisiologis (+), Refleks Patologis -/-

Motorik

Sensorik

: Sefalgia kronis tiper tension headache ec post trauma kepala

: Ibuprofen 3 x 400 mg tab

Jawaban Konsul

1. Dari bagian THT menyimpulkan tidak terdapat kelainan di bidang THT


2. Dari bagian Mata, penderita menolak untuk dilakukan pemeriksaan

Hari 3 / Tanggal 14-09-2014


S

: Nyeri kepala berkurang, muntah tidak ada

KU

: Tampak sakit

Kes

: Compos Mentis

Tensi

: 110 / 60 mmHg,

Nadi

: 88 x/m,

Respirasi

: 28 x/m,

Suhu

: 36,2oc

17

Kepala

: Conjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-),PCH (-),


pupil bulat iskor 3 mm-3 mm

Thorax

: simetris, retraksi (-), C/P dalam batas normal

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, Hepar/lien tidak


teraba

Extremitas

: akral hangat, CRT 2 Spastic (-), klonus (-),


Refleks fisiologis (+), Refleks Patologis -/-

Motorik

Sensorik

: Sefalgia kronis tiper tension headache ec post trauma kepala

: Ibuprofen 3 x 400 mg (K/p)

Hari 4 / Tanggal 15-09-2014


S

: Nyeri kepala (-), muntah tidak ada

KU

: Tampak sakit

Kes

: Compos Mentis

Tensi

: 110 / 70 mmHg,

Nadi

: 80 x/m,

Respirasi

: 24 x/m,

Suhu

: 36,5oc

18

Kepala

: Conjungtiva anemis (-),sclera ikterik (-),PCH (-),


pupil bulat iskor 3 mm-3 mm

Thorax

: simetris, retraksi (-), C/P dalam batas normal

Abdomen

: datar, lemas, BU (+) normal, Hepar/lien tidak


teraba

Extremitas

: akral hangat, CRT 2 Spastic (-), klonus (-),


Refleks fisiologis (+), Refleks Patologis -/-

Motorik

Sensorik

: Sefalgia kronis tiper tension headache ec post trauma kepala

: Ibuprofen 3 x 400 mg (K/p)

Pro

: Rawat Jalan

Jawaban Hasil / Ekspertisi CT-Scan


Tidak ditemukan adanya kelainan

BAB III PEMBAHASAN

Kasus yang diperoleh adalah suatu bentuk sefalgia yang bersifat kronik post
trauma kepala dengan tipe tension headache. Sefalgia merupakan rasa nyeri atau
rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu
sampai kedaerah belakang kepala ( daerah oksipital dan sebagian daerah tengkuk)
dengan sensasi nyeri berupa sensasi berdenyut, rasa terikat, tertusuk-tusuk, dan
sebagainya. Dorlands Pocket Medical Dictionary menyatakan bahwa nyeri kepala
adalah nyeri di kepala yang ditandai dengan nyeri unilateral dan bilateral disertai
dengan flushing serta mata dan hidung yang berair.4,5,7

19

Sefalgia berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi 2 yaitu sefalgia


primer dan sekunder, sefalgia primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat
kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya, diantaranya migran,
tension tipe headache, nyeri kepala kluster, sedangkan sefalgia sekunder adalah
nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur dan atau
sejenisnya, diantaranya kelainan vaskular, kelainan non vaskuler intrakranial,
kelainan metabolik, nyeri kepala akut dan kronik post trauma kepala, nyeri kepala
yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi,
mulut atau struktur facial atau kranial lainnya.6-8
Sefalgia berdasarkan onsetnya dapat dibagi menjadi 3 kelompok nyeri
yaitu nyeri kepala akut, subakut, dan kronik. Nyeri kepala akut biasanya
disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage, penyakit serebrovaskular, meningitis
atau encephalitis dan juga ocular disease. Selain itu, nyeri kepala ini juga bisa
timbul disebabkan kejang, lumbal punksi dan karena hipertensi ensefalopati, nyeri
kepala subakut biasa timbul karena giant cell arteritis, massa intrakranial,
neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi. Sedangkan untuk
nyeri kepala kronik biasa disebabkan karena migren, nyeri kepala klaster, nyeri
kepala tipe tegang, cervical spine disease, sinusitis, dental disease dan oleh karena
trauma kepala.7,8

Pada kasus ini di diagnosa dengan sefalgia kronik tipe tension headache
berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesa di dapatkan bahwa pasien datang ke rumah sakit dengan
keluhan nyeri kepala sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu, nyeri bersifat hilang
timbul dengan pemberian obat penghilang nyeri, pasien memiliki riwayat terjatuh
dari pohon sejak 7 tahun yang lalu, saat terjatuh pasien tidak sadarkan diri, pasien
terbangun setelah 15 menit kemudian, setelah kejadian tersebut pasien sering
mengeluhkan nyeri di daerah kepala hingga saat ini, pasien juga mengeluhkan
demam dan penglihatan yang kabur kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, tetapi saat ini demam dan penglihatan kabur sudah tidak dikeluhan lagi.

20

Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada pasien ini tidak didapatkan
kelainan-kelainan neurologis, begitu juga dengan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan dimana pada pemeriksaan computerized tomography scanner (CTScan) tidak ditemukan adanya kelainan seperti perdarahan ataupun adanya massa
(Tumor). Pada pemeriksaan Telinga Hidung Tenggorok (THT) juga tidak
ditemukan adanya kelainan. Pasien sempat mengeluh adanya pandangan yang
kabur sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan direncanakan untuk dilakukan
pemeriksaan mata akan tetapi pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan
tersebut.
Pada kasus ini di diagnosis dengan sefalgia kronik tipe tension headache
(TTH-Tension Type Headache), TTH (Tension Type Headache) merupakan nyeri
kepala bilateral yang menekan (pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut,
tidak dipengaruhi dan diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga
sedang, tidak disertai mual dan muntah, bersifat fotofobia atau fonofobia.4,9,11
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.
TTH dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling
sering dijumpai. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang
mempengaruhi hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah
mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya. 4,9,11,12
TTH episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi,
dengan prevalensi 1-tahun sekitar 3874%. Rata-rata prevalensi TTH 93%.4,5
Satu studi menyebutkan prevalensi TTH sebesar 87%. Prevalensi TTH di Korea
sebesar 16,2% sampai 30,8%, di Kanada sekitar 36%, di Jerman sebanyak 38,3%,
di Brazil hanya 13%. Insiden di Denmark sebesar 14,2 per 1000 orang per tahun.
Suatu survei populasi di USA menemukan prevalensi tahunan TTH episodik
sebesar 38,3% dan TTH kronis sebesar 2,2%.4,11,13,14
TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi yaitu 1).TTH episodik yang
jarang (Infrequent episodic) / 1 serangan per bulan atau kurang dari 12 sakit
kepala per tahun. 2). TTH episodik yang sering (frequent episodic) 1-14 serangan

21

per bulan atau antara 12 dan 180 hari per tahun. 3). TTH menahun (chronic),lebih
dari 15 serangan atau sekurangnya 180 hari per tahun.4,12
Berdasarkan etiopatofisiologi TTH secara umum diklasifikasikan sebagai
bentuk organik, seperti: tumor serebral, meningitis, hidrosefalus, dan sifilis dan
gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia, gout,
ketidaknormalan endokrin, obesitas, intoksikasi, dan nyeri yang direfleksikan.
Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poorself-related health), tidak mampu
relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam, dan usia
muda adalah faktor risiko TTH. Pencetus TTH antara lain: kelaparan, dehidrasi,
pekerjaan/beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur, caffeine
withdrawal, dan fl uktuasi hormonal wanita. Stres dan konflik emosional adalah
pemicu tersering TTH. Gangguan emosional berimplikasi sebagai faktor risiko
TTH, sedangkan ketegangan mental dan stres adalah faktor-faktor tersering
penyebab TTH. Asosiasi positif antara nyeri kepala dan stres terbuktinyata pada
penderita TTH.4,9,10,13,15
Serupa dengan anamnesis diatas bahwa nyeri kepala yang di keluhkan oleh
penderita bersifat hilang timbul, seperti tertekan/terikat, tidak berdenyut, nyeri
saat sedang melaksanakan upacara bendera, tidak didapatkan mual dan muntah
dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah ibuprofen 400 mg tablet.
Ibuprofen merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) dengan
derivat asam propionat yang bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang
tidak terlalu kuat, efek analgesiknya sama dengan aspirin. Efek anti-inflamasinya
terlihat dengan dosis 1200-2400 mg perhari. Absropsi ibuprofen cepat melalui
lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam, 90%
ibuporen terikat dalam protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan
lengkap. Ibuprofen memiliki efek samping saluran cerna yang lebih ringan
dibandingkan dengan aspirin, idnometason atau naproksen.11
Pada penderita TTH dewasa berobat jalan yang diikuti selama lebih dari
10 tahun, 44% TTH kronis mengalami perbaikan signifikan, sedangkan 29% TTH
episodik berubah menjadi TTH kronis. Studi populasi potong lintang Denmark
yang ditindaklanjuti selama 2 tahun mengungkapkan rata-rata remisi 45% di

22

antara penderita TTH episodik frekuen atau TTH kronis, 39% berlanjut menjadi
TTH episodik dan 16% TTH kronis. Secara umum, dapat dikatakan prognosis
TTH baik.4,12,14,15

BAB IV KESIMPULAN
1. Seorang anak perempuan usia 13 tahun masuk Rumah Sakit pada tanggal 11
september 2014 jam jam 10.30 pagi dengan keluhan nyeri kepala yang
dialami sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, nyeri bersifat hilang
timbul, nyeri dirasakan sejak 7 tahun yang lalu sampai sekarang.
2. Penderita merupakan anak ke-4 dari 4 orang bersaudara, ayah penderita
adalah seorang petani, sedangkan ibu penderita adalah ibu rumah tangga,
penderita tinggal di daerah tanawangko lingkungan 7
3. Pemeriksaan fisik neurologis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang (CT-Scan + Kontras) tidak menemukan adanya kelainan

23

4. Hasil konsultasi ke bagian Telinga Hidung dan Tenggorok (THT)


menyimpulkan bahwa tidak terdapat kelainan di bidang tersebut
5. Hasil konsultasi ke bagian mata menyimpulkan bahwa penderita menolak
dilakukan pemeriksaan mata
6. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis,
serta pemeriksaan penunjang di simpulkan bahwa kasus ini merupakan kasus
sefalgia kronik tipe tension headache (TTH)
7. Sefalgia merupakan rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang
kepala ( daerah oksipital dan sebagian daerah tengkuk) dengan sensasi nyeri
berupa sensasi berdenyut, rasa terikat, tertusuk-tusuk, dan sebagainya
8. Sefalgia berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi 2 yaitu sefalgia primer
dan sekunder
9. Sefalgia berdasarkan onsetnya dapat dibagi menjadi 3 kelompok nyeri yaitu
nyeri kepala akut, subakut, dan kronik
10. TTH (Tension Type Headache) merupakan nyeri kepala bilateral yang
menekan (pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi
dan diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak
disertai mual dan muntah, bersifat fotofobia atau fonofobia
11. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah obat golongan anti inflamasi
non-steroid (NSAID), yaitu ibuprofen 400 mg tablet
12. Prognosis pada pasien ini secara keseluruhan adalah dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Anurogo D. Tension ype headache, Neurosciense Departement, Brain and


Circulation Institute of Indonesia (BCII) Surya University, Indonesia
2014;vol.41 no.3
2. Lew LH, Lin PH, Fuh JL, Wang SJ, Clark DJ Walker WC. Charateristic
and treatment of headache after traumatic brain injury, American journal of
physical medicine and rehabilitation, 2006;hal:619-27
3. Finkel AG, Concussion and post-traumatic headache. American headache
sosiety 2010
4. Susanto A, Peranan CT Scan kepala dalam diagnosis nyeri kepala kronis.
Fakultas kedokteran universitas katolik atmajaya, jakarta 2014;vol.41 no.3
5. Zasler N, Post trauma ic headache and brain injury. Brain injury
Association of America. 2001
24

6. Martins HADL, Martins BBM, Ribas VR, Bernardino SN, Oliveira DAO,
Silva LC,dkk. Life quality, depression and anxiety symptoms in chronic
post traumatic headache after mild brain injury. Derrent Neuropsychol,
Maret 2012;6(1);hal53-8
7. Sjahrir H, Mekanisme terjadinya nyeri kepala primer dan prospek
pengobatannya. Fakultas kedokteran universitas sumatra utara. 2004;hal:116
8. Royster EI, Crumbley K. Initial Experience With Implanted Peripheral
Nerve Stimulation for the Treatment of Refractory Cephalgia. The
9.

Ochsner Journal 2011;11:147-150


Fendrich K, Vennemann M, Pfaffenrath V, Evers S, May A dkk. Headache
prevalence among adolescents the German DMKG headache study.

International Headache Society. 2007; hal:347-354


10. Headache Classification Committee of the International Headache Society
(IHS), The International Classification of Headache Disorders,3rd edition
(beta version). International Headache Society 2013
11. Gunawan SG, Nafriadi RS, Elysabeth. Analgesik-antipiretik analgesik
anti-inflamasi nonsteroid dan obat gangguan sendi lainnya. Farmakologi
dan Terapi. Edisi ke-5. jakarta 2007;hal 230-46
12. Bendtsen L, Jensen R. Tension-Type Headache, Departement of
Neurology, university of Copenhagen, Denmark 2009. hal; 526-35
13. Bendtsen L, Evers S, Linde M, Mitsikostas DD, Sandrini G, Schoenen J.
EFNS guidline on the treatment of tension-type headache- Report of EFNS
task force. European Journal of Neurology, 2010;hal: 1318-25
14. Royster EI, Crumbley K. Initial experience with implanted peripheral
nerve stimulation for the treatment of refractory cephalgia. The Oshner
Journal 2011;hal: 147-50
15. Evers S, Afra J, Frese A, Goadsby PJ, Linde M, May A, dkk. Cluster
headache and other trigemino-autonomic cephalgias. European Handbook
of Neurological Management 2011; vol 1,2nd edition,hal: 179-87

25

Anda mungkin juga menyukai