Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

KASUS MEDIKOLEGAL
VISUM ET REPERTUM KEKERASAN PADA ANAK

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Diajukan Kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M. Kes (Pembimbing IGD)
dr. Benidiktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan)

Disusun oleh:
dr. Kenya Leilani

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN


KABUPATEN MALANG
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS MEDIKOLEGAL
VISUM ET REPERTUM KEKERASAN PADA ANAK

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal:

Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat

dr. Hendryk Kwandang, M. Kes

2
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS MEDIKOLEGAL
VISUM ET REPERTUM KEKERASAN PADA ANAK

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal:

Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan

dr. Benidiktus Setyo Untoro

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga penulis telah
berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul “Visum et Repertum
Kekerasan Pada Anak”. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr. Hendryk Kwandang, M. Kes selaku dokter pembimbing instalasi
gawat darurat.
2. dr. Benidiktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat inap dan
rawat jalan.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Kepanjen, Mei 2018

Penulis

4
DAFTAR ISI

Judul …………………………………………………………………………………………. i
Halaman Pengesahan …………………………………………………………………….. ii
Halaman Pengesahan ……………………………………………………………………. iii
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………. iv
Daftar Isi ..................................................................................................................... v

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………………... 1

BAB 2 LAPORAN KASUS


2.1 Identitas ………………………….…………………….….….…..….….….…………. 3
2.2 Anamnesa ….….….…..….….….…..….….….…..….….….…..….….….…..….….. 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ….….….…..….….….…..….….….…..….….….…..….….….… 4
2.4 Foto Klinis ….….….…..….….….…..….….….…..….….….…..….….….………..... 8
2.5 Resume ….….….…..….….….…..….….….…..….….….…..….….….……………. 9
2.6 Penatalaksanaan ….….….…..….….….…..….….….…..….….…....….….….…. 10

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Definisi Anak .………………………………………….………………….……...…... 11
3.2 Kekerasan terhadap Anak ………………………….…………………….….….….. 12
3.3 Visum et Repertum ……………..………………………………………………….... 13
3.4 Jenis Luka …………………………………………………………………………..... 22
3.5 Kualifikasi Luka …………………………………...……………………...………….. 26

BAB 4 KESIMPULAN ……………………………………………………………………. 28

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………... 29

5
BAB I
PENDAHULUAN

Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan
orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak
lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain tidak mungkin dapat
mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Anak merupakan makhluk sosial,
perkembangan sosial anak membutuhkan pemeliharaan kasih sayang dan tempat bagi
perkembangannya. Anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri.
Anak merupakan aset bangsa sebagai bagian dari generasi muda, anak berperan
sangat strategis sebagai succesor suatu bangsa. Masih banyak anak-anak Indonesia
yang rentan terhadap situasi kekerasan, beberapa fakta yang cukup memprihatinkan.
Seperti halnya anak-anak di belahan dunia lain, anak-anak di Indonesia pun
mengalami kekerasan dalam rumah tangga, di jalanan, di sekolah dan diantara teman
sebaya mereka.5
Kekerasan pada anak (child abuse) diartikan sebagai suatu tindakan yang
dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik
dan/atau mental. Kekerasan pada anak tidak saja mengakibatkan gangguan fisik dan
mental, juga mengakibatkan gangguan sosial. Hal ini karena kekerasan pada anak
juga berdampak sosial, seperti dipaksa menjadi pelacur, pembantu, dan pengamen.
Penyebab kekerasan sangat beragam, tetapi pada umumnya disebabkan stress dalam
keluarga dan itu bisa berasal dari anak, orang tua (suami atau istri), atau situasi
tertentu.6
Di Indonesia juga terdapat Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga yang disahkan tahun 2004 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Meskipun sudah diatur dalam undang-undang, kasus
kekerasan pada anak justru meningkat akibat minimnya implementasi. Ini
menyebabkan anak-anak terus menjadi korban kekejaman dan ketidakdewasaan
orang tua. Bagaimanapun juga situasi memprihatinkan ini harus dicegah. Salah satu

6
penyebab maraknya kasus kekerasan pada anak adalah belum tersosialisasinya
berbagai peraturan dan undang-undang tentang perlindungan anak, seperti Undang-
Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Konvensi Hak Anak, dan
Undang-Undang Perlindungan Anak. Masyarakat pun enggan turut campur tangan
manakala ada kekerasan anak dalam masyarakat.7
Kemudian jika terdapat suatu kasus tindak kekerasan pada anak, dalam
menyelesaikan suatu perkara, terutama perkara pidana, tidak jarang pihak penegak
hukum yaitu polisi, jaksa, hakim, dan penasehat hukum akan membutuhkan bantuan
dari para ahli dalam bidang pengetahuannya masing-masing. Seorang dokter dalam
hal melaksanakan tugasnya sehari-hari, suatu waktu dapat diminta bantuannya oleh
penegak hukum. Dalam melakukan tugas dan profesinya, seorang dokter yang pada
dasarnya adalah seorang ahli sering kali harus melakukan pemeriksaan dan perawatan
korban sebagai akibat suatu tindak pidana, baik korban hidup maupun korban mati,
juga pemeriksaan terhadap barang bukti lain yang diduga berasal dari tubuh manusia.
Pihak yang berwenang (penyidik) akan menyertainya dengan surat permintaan visum
et repertum, dengan demikian maka dokter akan melaporkan hasil pemeriksaan secara
tertulis kepada pihak peminta visum et repertum tersebut.

7
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Nn. P

Usia : 15 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama/ Suku : Islam/ Jawa

Alamat : Kepanjen

Tanggal Pemeriksaan : 17 Desember 1017

No. RM : 4456**

2.2 Anamnesa

Autoanamnesa (17 Desember 1017) pukul 19.00

1. Keluhan Utama

Kekerasan dalam rumah tangga.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang bersama ibu kandung pasien dengan keluhan terdapat tindak

8
kekerasan yang dilakukan oleh ayah tiri pasien. Kejadian tersebut terjadi 1 hari
SMRS. Pasien bercerita bahwa kejadian ini sudah beberapa kali terjadi tetapi
baru kali ini pasien melapor ke ibu pasien, dan ibu pasien menyarankan untuk
melakukan visum. Kejadian ini sudah terjadi sekitar kurang lebih 2 bulan yang
lalu. Pasien mengaku ayah tirinya sering marah-marah kepada pasien tanpa
sebab, tetapi lama kelamaan kemarahan ayah tiri pasien tidak hanya dalam
bentuk omelan tetapi bertambah menjadi mengata-ngatai pasien sebagai
perempuan tidak benar dan mulai memukul pasien seperti menampar, memukul
dan mencubit. Pasien merasa sakit hati karena ia merasa sudah cukup besar
tetapi masih diperlakukan seperti anak-anak, pada awalnya pasien bisa
melupakan. Tetapi hal itu terjadi terus menerus dan pasien akhirnya tidak tahan
lagi terlebih kejadian terakhir kali ayah pasien sampai mencekik pasien dan
melempar telepon genggam pasien ke kepala pasien. Saat kejadian yang
terakhir pasien dapat melarikan diri dengan berteriak dan menendang ayah tiri
pasien dan pasien langsung lari kerumah tetangga. Kekerasan seksual disangkal.

3. Riwayat Keluarga

Ayah tiri pasien menikah dengan ibu pasien sejak 10 tahun yang lalu, saat
pasien berumur 5 tahun. Ayah kandung pasien meninggal karena sakit jantung.

4. Riwayat Pengobatan

Pasien belum melakukan pengobatan.

2.3 Pemeriksaan Fisik

17 Desember 1017 pukul 19.00 di IGD

9
1. Keadaan Umum

Pasien tampak sakit ringan

2. Tanda Vital

a. Tekanan Darah : 110/80

b. Nadi : 84x/menit

c. Laju pernapasan : 17x/menit

d. Suhu aksiler : 36.4 C

3. Kepala

a. Bentuk : bentuk mesocephal.

b. Rambut : hitam, sukar dicabut

c. Mata

Konjungtiva : anemis -/-

Sklera : ikterik -/-

Palpebra : edema -/-

Reflex cahaya : +/+

Pupil : bulat, isokor, 4mm|4mm

d. Telinga : bentuk normal, secret -/-

e. Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung-/-

f. Mulut : bibir kering, sianosis (-)

10
4. Leher

a. Inspeksi : normal

b. Palpasi : pembesaran KGB -/-

5. Thorax

a. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris

b. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar

Auskultasi : S1S2 single, regular, gallop (-),

murmur (-)

c. Paru

Inspeksi : gerak napas simetris pada kedua dinding dada

Palpasi : pergerakan dinding dada simetris

vokal fremitus normal

Perkusi : sonor disemua lapang paru

Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler. Ronki basah kasar -/-


WH-/-

6. Abdomen

11
a. Inspeksi : perut datar

b. Auskultasi : bising usus (+) 4x/menit

c. Perkusi : timpani

d. Palpasi : supel, nyeri ketok (-), nyeri tekan (-)

7. Genetalia : dalam batas normal.

8. Ekstremitas : sianosis - | - CRT < 2 detik

-|-

STATUS LOKALIS

Regio Kepala

Dahi : terdapat luka lecet dengan ukuran  2cm x 0.5 cm. Nyeri
(+), perdarahan (-)

Tulang Pipi (kanan) : terdapat luka memar kemerahan dengan ukuran  1 cm x


1 cm. Nyeri (+)

Leher (kiri) : terdapat 2 luka memar kemerahan dengan ukuran masing-


masing  1 cm x 1 cm. Nyeri (+)

12
2.4 FOTO KLINIS

13
2.5 Resume

Nn.P/ 15 tahun

Pasien datang bersama ibu kandung pasien dengan keluhan terdapat tindak
kekerasan yang dilakukan oleh ayah tiri pasien. Kejadian tersebut terjadi 1 hari
SMRS. Kejadian ini sudah beberapa kali terjadi tetapi baru kali ini pasien melapor ke
ibu pasien. Sebelumnya kejadian ini terjadi kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pasien
mengaku ayah tiri sering marah-marah kepada pasien, tetapi lama kelamaan
kemarahan ayah tiri pasien tidak hanya dalam bentuk omelan tetapi bertambah
menjadi mengata-ngatai pasien sebagai perempuan tidak benar dan mulai memukul
pasien seperti menampar, memukul dan mencubit. Hal itu terjadi terus menerus dan
terakhir kali ayah pasien sampai mencekik pasien dan melempar telepon genggam
pasien ke kepala pasien. Saat kejadian yang terakhir pasien dapat melarikan diri
dengan berteriak dan menendang ayah tiri pasien dan pasien langsung lari kerumah
tetangga. Kekerasan seksual disangkal.

Pemeriksaan fisik

Regio Kepala

Dahi : terdapat luka lecet dengan ukuran  2cm x 0.5 cm. Nyeri
(+), perdarahan (-)

Tulang Pipi (kanan) : terdapat luka memar kemerahan dengan ukuran  1 cm x


1 cm. Nyeri (+)

Leher (kiri) : terdapat 2 luka memar kemerahan dengan ukuran masing-


masing  1 cm x 1 cm. Nyeri (+)

14
2.6 Penatalaksanaan
Non Medika Mentosa:

1. Pembuatan visum et repertum sesuai permintaan penyidik


2. Menetapkan sebagai kasus PPT (pusat pelayanan terpadu)

Medika Mentosa:

1. Analgetik : Asam mefenamat 3 x 500mg

15
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Anak


Definisi anak sendiri terdapat banyak pengertian, pengertian tersebut terdiri
dari beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia, diantaranya yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979
Tentang Kesejahteraan Anak merumuskan :
“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 ( dua puluh satu)
tahun dan belum pernah kawin”.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak merumuskan bahwa:
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan bahkan masih
dalam kandungan”.
Berdasarkan hal tersebut, anak yang belum dilahirkan dan masih di dalam
kandungan ibu menurut undang-undang ini telah mendapatkan suatu perlindungan
hukum. Selain terdapat pengertian anak, dalam undang-undang ini terdapat
pengertian mengenai anak terlantar, anak yang menyandang cacat, anak yang
memiliki keunggulan, anak angkat dan anak asuh. Menurut S. 1931 No. 54 jika dalam
perundang-undangan dipakai istilah Minderjarig (belum cukup umur) terhadap
golongan bumi putera maka yang dimaksud ialah mereka yang umurnya belum cukup
dua puluh satu tahun dan belum kawin. Apabila ia kawin belum mencapai umur dua
puluh satu tahun dan bercerai ia tidak kembali menjadi belum cukup umur.
3. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa :

16
Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah
anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Pasal 1 angka 4 menyatakan bahwa :
Anak yang menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang
disebabkan oleh tindak pidana.8

3.2 Kekerasan terhadap Anak


Dalam kekerasan terhadap anak dikenal istilah abuse. Abuse adalah kata yang
biasa diterjemahkan menjadi kekerasan penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan
salah. Dalam hal ini Richard J.Gelles mengartikan child abuse seba gai “intentional
acts that result in physical or emotional harm to children. The term child abuse covers
a wide range of behavior, from actual physical assault by parents or other adult
caretakers to neglact at at a child’s basic needs” (Kekerasan terhadap anak adalah
perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak
secara fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputi berbagai macam bentuk
tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang
dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak).
Dalam hal pembuatan visum, kekerasan pada anak yang dimaksud adalah
kekerasan secara fisik, yang menunjukkan adanya bukti-bukti tanda kekerasan fisik di
tubuh anak tersebut. Sehingga seorang dokter bisa mengindektifikasi adanya bekas-
bekas kekerasan di tubuh seorang anak dengan cara melihat langsung, kemudian
menulis hasil pengamatannya, dan dilaporkan dalam bentuk visum et repertum.9

17
3.3 Visum Et Repertum

3.3.1 Definisi
Arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata “visual” yang
berarti melihat dan “repertum” yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari
arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et
Repertum merupakan suatu laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan
penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia,
baik hidup atau mati, ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.1
Syarat pembuatan Visum et Repertum adalah harus menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti oleh penegak hukum, isinya harus relevan dengan maksud
dan tujuan dimintakannya keterangan tersebut, yaitu untuk membuat terang perkara
pidana, memenuhi persyaratan formal, yaitu dibuat dengan sumpah atau janji yang
diucapkan di depan penegak hukum atau dengan mengingat sumpah atau janji ketika
menerima jabatan.
Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung
tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad ( Lembaran Negara ) tahun 1937
No. 350 yang menyatakan:2
Pasal 1:
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di
Indonesia, merupakan alat bukti yang sah dalam perkara-perkara pidana, selama visa
reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh
dokter pada benda yang diperiksa.
Pasal 2 ayat 1:
Pada Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negeri
Belanda maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam Pasal 1 diatas, dapat
mengucapkan sumpah sebagai berikut:

18
“Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuat pernyatan-
pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk kepentingan
peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang sebaik-baiknya.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang melimpahkan kekuatan lahir
dan batin”.
Bila diperinci isi Staatsblad ini mengandung makna :
1. Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di
Belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah
khusus ayat (2) dapat membuat visum et repertum.
2. Visum et repertum mempunyai daya bukti yang sah/ alat bukti yang sah dalam
perkara pidana.
3. Visum et repertum berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan
pada benda-benda/ korban yang diperiksa.
Ketentuan pada Staatsblad ini merupakan terobosan untuk mengatasi masalah
yang dihadapi dokter dalam membuat visum, yaitu mereka tidak perlu disumpah tiap
kali sebelum membuat visum. Setiap keterangan yang disampaikan untuk pengadilan
haruslah keterangan dibawah sumpah. Dengan adanya ketentuan ini, maka sumpah
yang telah diikrarkan dokter waktu menamatkan pendidikannya, dianggap sebagai
sumpah yang sah untuk kepentingan membuat visum et repertum. Oleh karena itu
sampai sekarang pada bagian akhir visum, masih dicantumkan ketentuan hukum ini
untuk mengingatkan yang membuat maupun yang menggunakan visum et repertum,
bahwa dokter waktu membuat visum akan bertindak jujur dan menyampaikan tentang
apa yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan korban menurut pengetahuan yang
sebaik-baiknya.

3.3.2 Jenis Visum et Repertum


Visum et repertum terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
1. Visum et Repertum untuk korban hidup

19
Yang termasuk visum untuk korban hidup adalah visum yang diberikan untuk
korban luka-luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri dan lain-lain.
Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas:
a. Visum seketika (definitive) yaitu visum yang langsung diberikan setelah
korban selesai diperiksa. Visum inilah yang paling banyak dibuat oleh dokter.
b. Visum sementara yaitu visum yang diberikan pada korban yang masih dalam
perawatan. Biasanya visum sementara ini diperlukan penyidik untuk
menentukan jenis kekerasan, sehingga dapat menahan tersangka atau
sebagai petunjuk dalam menginterogasi tersangka. Dalam visum sementara ini,
belum ditulis kesimpulan. Pemberian visum sementara ini hanya merupakan
barang bukti untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap terdakwa
atas telah terjadinya suatu peristiwa pidana, misalnya penganiayaan,
pemerkosaan, percobaan membunuh dan lain-lain. Penangkapan dan penahanan
tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang dengan hanya dilandasi adanya
dugaan. Akan tetapi harus didasarkan atas bukti-bukti permulaan.
Apabila korban sudah sembuh atau sudah meninggal, maka dokter harus
mengganti visum sementara yang telah dikeluarkan terdahulu dan berkewajiban
untuk membuat visum yang baru. Dalam visum yang baru sebagai pengganti
visum sementara, dokter telah sampai pada kesimpulan tentang apa yang dilihat
dan diketahuinya dari tubuh korban unutk bahan pembuktian dipersidangan.
Sedangkan visum sementara tadi tidak dapat diajukan sebagai alat bukti karena
dalam visum sementara dokter belum sampai pada suatu kesimpulan terhadap
apa yang dilihat dan didapat dari pemeriksaan korban.
c.Visum lanjutan yaitu visum yang diberikan setelah korban sembuh atau
meninggal dan merupakan lanjutan dari visum sementara yang telah diberikan
sebelumnya. Dalam visum ini harus dicantumkan nomor dan tanggal dari visum
sementara yang telah diberikan. Dalam visum ini dokter telah membuat
kesimpulan. Visum lanjutan tidak perlu dibuat oleh dokter yang membuat
visum sementara, tetapi oleh dokter yang terakhir merawat penderita.

20
2. Visum et Repertum jenazah
Visum et repertum jenazah dapat dibedakan atas beberapa, yaitu:
a. Visum dengan pemeriksaan luar Pemeriksaan luar yang dimaksud tidak
dapat memberikan kepada umum apakah pemeriksaan pertama bagian luar
saja, oleh karena kurang jelas disebutkan tetapi mungkin pembuat undang-
undang hanyalah pemeriksaan luar saja. Pemeriksaan mayat yang hanya
ditujukan pada bagian luar saja pada umumnya kurang dapat memberikan hasil
yang diharapkan dalam membuktikan faktor penyebab kematian sikorban atau
dengan kata lain hasil pemeriksaan tersebut kurang sempurna.
b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam
Visum ini sering menimbulkan permasalahan antara penyidik, dokter dan
masyarakat terutama dalam visum pemeriksaan luar dan dalam ( autopsy ).
Masalah disini adalah hambatan dari keluarga korban bila visum harus dibuat
melalui bedah mayat. Pemeriksaan bedah mayat berarti membuka semua
rongga tubuh ( kepala, dada, perut, dan pinggul ) dan memeriksa semua alat-
alat (organ) unutk dapat menentukan sebeb kematian maupun penyakit atau
kelainan yang mungkin terdapat pada si korban. Apabila ditinjau dari segi
yuridis, pemeriksaan bedah mayat bukanlah sekedar menentukan kematian
korban saja melainkan melalui pemeriksaan tersebut akan dapat menjawab
apakah perbuatan terdakwa merupakan satu-satunya penyebab kematian
korban atau pada korban terdapat penyakit atau kelainan yang mempermudah
atau mempercepat kematiannya sehingga berdasarkan teori yang dianut oleh
hakim pada saat mengadili perkara dapat dijatuhi hukuman seadil – adilnya.
Permintaan bedah mayat ini merupakan otopsi dan harus mendapat izin dan
persetujuan dari keluarga korban serta memperlakukan mayat dengan penuh
penghormatan. Hasil dari pemeriksaan bedah mayat tersebut nantinya
dituangkan oleh saksi ahli kedalam visum et repertum. Dokter dalam membuat
visum et repertum jenazah dari mayat yang diperiksanya tidak dapat

21
menyebutkan bahwa si korban mati akibat pembunuhan walaupun dokter
mengetahui bahwa kematian sikorban disebabkan karena pembunuhan. Dokter
dalam kesimpulannya hanya membuat keterangan tentang kematian korban,
misalnya, kematian akibat keracunan, pendarahan diotak dan sebagainya.

3.3.3 Bentuk Visum et Repertum


Bentuk visum et repertum yang sekarang dipakai adalah warisan para
pakar kedokteran kehakiman yaitu profesor H. Muller, Prof Mas Soetedjo
Mertodidjojo dan Prof Sutomo Tjokronegoro sejak puluhan tahun yang lalu.
Konsep visum et repertum ini disusun dalam kerangka dasar yang terdiri dari:
1. PRO JUSTISIA
Menyadari bahwa semua surat baru syah di pengadilan apabila dibuat diatas
kertas bermaterai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum et
repertum yang dibuatnya harus memakai kertas materai. Berpedoman kepada
peraturan pos, maka bila dokter menulis Pro-Yustisia dibagian atas visum, maka itu
sudah dianggap sama dengan kertas materai.
Penulisan kata Pro-Yustisia pada bagian atas dari visum lebih diartikan agar
pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah
demi keadilan (pro-yustisia). Hail ini sering terabaikan oleh pembuat maupun
pemakai tentang arti sebenarnya kata pro-yustisia ini.
Bila dokter sejak semula memahami bahwa laporan yang dibuatnya tersebut
adalah sebagai partisipasinya secara tidak langsung dalam menegakkan hukum dan
keadilan, maka saat mulai memeriksa korban ia telah menyadari bantuan yang
diberikan akan dipakai sebagai salah satu alat bukti yang syah dalam menegakkan
hukum dan keadilan.
Dengan kata lain kata Pro-Yustisia harus dicantumkan dikiri atas, dengan
demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai.
2. PENDAHULUAN
Bagian ini memuat antara lain:

22
a. Identitas pemohon visum et repertum.
b. Identitas dokter yang memeriksa/membuat visum et repertum.
c. Tempat dilakukannya pemeriksaan.
d. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan.
e. Identitas korban.
f. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, dan waktu korban meninggal dunia.
g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban
pada dokter dan waktu saat korban diterima di rumah sakit.

3. PEMBERITAAN
Yang dimaksud dalam bagian ini ialah:
a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis kelamin,
tinggi, dan berat badan, serta keadaan umumnya.
b. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan.
d. Hasil pemeriksaan tambahan atau hasil konsultasi dengan dokter lain.

Bagian yang terpenting dari visum sebetulnya terletak pada bagian ini, karena
apa yang dilihat dan ditemukan dokter sebagai terjemahan dari visum et repertum itu
terdapat pada bagian ini. Pada bagian ini dokter melaporkan hasil pemeriksaannya
secara obyektif dan pada bagian ini dokter menuliskan luka, cedera dan kelainan pada
tubuh korban seperti apa adanya. Misalnya terdapat suatu luka, dokter menuliskan
dalam visum suatu luka berbentuk panjang, dengan panjang 10 cm, dan lebar luka 2
cm dan dalam luka 4 cm, pinggir luka rata, jaringan dalam luka terputus tanpa
menyebutkan jenis luka. Menurut penulis cara penulisan ini lebih baik langsung
disebut sebuah luka sayat dengan rincian seperti diatas.
Demikian juga dengan luka robek, luka tembak dal lain-lain. Pada bagian
pemeriksaan ini, bila dokter mendapat kelainan yang banyak atau luas dan akan sulit

23
menjelaskannya dengan kata-kata, maka sebaiknya penjelasan ini disertai dengan
lampiran foto atau sketsa. Tujuannya adalah karena dengan lampiran foto atau sketsa
pemakain visum akan lebih mudah memahami penjelasan yang ditulis dengan
katakata dalam visum.
4. KESIMPULAN
Bagian ini memuat pendapat pribadi dokter sendiri, bersifat subyektif dan
dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman. Untuk pemakain visum, ini adalah
bagian yang penting, karena dokter diharapkan dapat menyimpulkan kelainan yang
terjadi pada korban menurut keahliannya.
Pada korban luka perlu penjelasan tentang jenis kekerasan, hubungan sebab akibat
dari kelainan, tentang derajat kualifikasi luka, berapa lama korban dirawat dan
bagaimana harapan kesembuhan.
Pada korban perkosaan atau pelanggaran kesusilaan perlu penjelasan tentang
tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, kesadaran korban serta bila perlu
umur korban (terutama pada anak belum cukup umur atau belum mampu untuk
dikawini). Pada kebanyakan visum yang dibuat dokter, bagian kesimpulan ini perlu
mendapat perhatian agar visum lebih berdaya guna dan lebih informatif.
5. PENUTUP
Pada bagian ini, visum et repertum ditutup dengan: demikian visum et repertum
ini dibuat dengan sesungguhnya mengingat sumpah dokter yang tercantum dalam stb.
1937/350 atau sesuai dengan penjelasan KUHAP pasal 186 : keterangan ahli ini dapat
juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum
yang dituangkan dalam suatu bentuk keterangan dan dibuat dengan mengingat
sumpah pada waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.
Ketentuan ini sangat memudahkan dokter dalam membuat visum et repertum,
tidak perlu setiap kali disumpah oleh penyidik kalau membuat visum et repertum.
Visum et repertum harus dibuat sejujur-jujurnya dan sengaja dari ketentuan ini dapat
dipidana berdasarkan KUHP pasal 242 yaitu sumpah palsu.3

24
3.3.4 Peranan Visum Dalam Proses Peradilan
Peranan visum adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang
sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi Visum et Repertum merupakan barang bukti yang sah karena
termasuk surat sah sesuai dengan KUHAP pasal 184 ayat 1
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHAP pasal 184, yaitu:
a. Keterangan saksi.
b. Keterangan ahli.
c. Keterangan terdakwa.
d. Surat-surat.
e. Petunjuk.
Ada 3 tujuan pembuatan Visum et Repertum, yaitu:
a. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim.
b. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat.
c. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat
kesimpulan Visum et Repertum yang lebih baru.
Bila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan persoalan di sidang
pengadilan, hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas
barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat
hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.4

3.3.5 Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum


Pihak yang berhak meminta Visum et Repertum adalah:3
1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara
untuk menjalankan undang-undang. Polri dengan pangkat serendah-rendahnya Aipda
(Ajudan Inspektur Dua). Sedangkan pangkat terendah untuk penyidik pembantu
adalah Bripda (Brigadir Dua). Namun di daerah yang terpencil, mungkin saja seorang

25
polisi berpangkat Bripda dapat diberi wewenang sebagai penyidik, oleh karena di
daerah tersebut tidak ada yang pangkatnya lebih tinggi.
2. Hakim Pidana
Hakim pidana biasanya tidak langsung meminta visum et repertum kepada
dokter, akan tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk melengkapi berita
acara pemeriksaan dengan visum et repertum, kemudian jaksa melimpahkan
permintaan hakim kepada penyidik.
3. Hakim Perdata
Hakim perdata berwenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam
HIR (Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan di sidang pengadilan perdata
tidak ada jaksa, maka hakim perdata dapat meminta visum et repertum kepada dokter.
4. Hakim Agama
Bahwa hakim agama boleh meminta visum et repertum telah diatur dalam
Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 10. Hakim
agama hanya mengadili perkara yang menyangkut agama Islam sehingga permintaan
visum et repertum berkenaan dengan hal-hal di bawah ini:
a. Syarat untuk berpoligami.
b. Syarat untuk melakukan perceraian.
c. Syarat waktu tunggu (iddah) seorang janda.
Seperti yang tercantum dalam KUHAP Pasal 133 ayat (1), telah ditentukan
bahwa yang berhak membuat visum et repertum adalah:
1. Ahli kedokteran kehakiman
2. Dokter atau ahli lainnya.
Dalam penjelasan pasal 133 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa keterangan
yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut ‘keterangan ahli’,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran
kehakiman disebut ‘keterangan’.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta
dokter untuk membuat visum et repertum korban hidup, yaitu:

26
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan, telepon, atau melalui pos.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat visum et repertum jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat visum et repertum, dokter harus
mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas
yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil visum et
repertum kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya
menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

3.4 Jenis Luka


Suatu luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang
disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka, yaitu

27
disebabkan oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda
tajam, bahan kimia, dan sebagainya.
1. Luka Akibat Benda Tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam
atau ujung runcing. Luka berupa luka terbuka dengan tepi dan dinding luka
yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka
berbentuk garis atau titik dengan keadaan sekitar luka bersih. Luka jenis ini
dapat berupa:
1. Luka iris/sayat: luka lebar tapi dangkal, terjadi akibat kekerasan yang
sejajar kulit.
2. Luka bacok: luka bacok mempunyai dalam luka kurang lebih sama
dengan panjang luka, terjadi akibat kekerasan yang arahnya miring dengan
kulit.
3. Luka tusuk: merupakan luka dengan kedalaman luka yang melebihi
panjang luka, terjadi akibat kekerasan yang arahnya tegak lurus kulit. Sudut
luka terbuka dapat menunjukkan arah benda penyebabnya. Bila satu sudut
luka lancip dan yang lain tumpul berarti benda penyebab adalah benda tajam
bermata satu, sedang bila kedua sudut luka lancip berarti benda tajam
bermata satu atau dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka
tusuk bermata lancip, bila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh
kulit. Panjang luka umumnya tidak mencerminkan lebar benda dan panjang
saluran luka tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut akibat faktor
elastisitas jaringan dan gerakan korban.
Pada luka akibat kekerasan tajam dapat juga berupa:
o Luka tangkis: luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya
terdapat pada telapak, punggung tangan, jari tangan, punggung lengan
bawah, dan tungkai.
o Luka percobaan: luka-luka sejajar dengan luka utama yang dalam,
merupakan luka khas pada kasus bunuh diri dengan benda tajam. Umumnya

28
berupa luka sayat yang berulang dan biasanya sejajar satu sama lain serta
terdapat pada daerah leher atau pergelangan tangan.
2. Luka Akibat Benda Tumpul
Luka akibat benda tumpul dapat berupa:
1. Memar (kontusio, hematom)
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kutis/kulit akibat
pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul. Letak,
bentuk, dan luas memar dipengaruhi oleh besarnya kekerasan, jenis benda
penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis kelamin, corak dan warna
kulit, kerapuhan pembuluh darah, serta penyakit yang diderita. Bila
kekerasan benda tumpul mengenai jaringan longgar, seperti di daerah mata,
leher, atau pada bayi dan orang usia lanjut, maka memar cenderung lebih
luas. Adanya jaringan longgar juga memungkinkan berpindahnya ‘memar’
ke daerah yang lebih rendah akibar gravitasi, seperti kekerasan benda
tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra. Informasi mengenai
bentuk benda tumpul dapat diketahui jika ditemukan adanya ‘perdarahan
tepi’, seperti bila tubuh korban terlindas ban. Pada ‘perdarahan tepi’
perdarahan tidak dijumpai pada lokasi yang bertekanan, tetapi perdarahan
akan menepi sehingga bentuk perdarahan sesuai dengan bentuk celah antara
kedua kembang yang berdekatan (cetakan negatif). Umur memar dapat
dilihat dari warnanya. Pada saat perlukaan, memar berwarna merah, lalu
berubah menjadi ungu atau hitam, dan setelah 4 sampai 5 hari akan
berwarna hijau yang kemudian berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10
hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari. Perubahan warna
terjadi mulai dari tepi ke arah tengah. Hematom antemortem dapat
dibedakan dari lebam mayat dengan melakukan penyayatan kulit. Pada
hematoma ante-mortem akan dijumpai adanya pembengkakan dan infiltrasi
darah merah kehitaman dalam jaringan, sedang pada lebam mayat warna
merah tampak merata

29
2. Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)
Merupakan luka kulit yang superfisial, akibat cedera pada epidermis yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing.
Walaupun kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan
petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam
tubuh. Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam 3 jenis:
a. Luka lecet gores (scratch)
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit.
Dari gambaran kedalaman luka pada kedua ujungnya dapat ditentukan arah
kekerasan yang terjadi.
b. Luka lecet serut (graze)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan permukaan
badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/miring terhadap kulit. Arah
kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
c. Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara tegak
lurus terhadap permukaan kulit. Bentuk luka lecet tekan umumnya sama
dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut. Kulit pada luka lecet
tekan tarnpak berupa daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari
sekitarnya.
3. Luka robek (vulnus Iaseratum)
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan tumpul yang kuat
sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot. Ciri luka robek bentuk tidak
beraturan, tepi tidak rata, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila
kekerasannya di daerah yang berambut, sering tampak luka lecet, atau
memar di sekitar luka.
4. Patah tulang
Dapat terjadi pada kekerasan tumpul yang cukup kuat. Patah tulang jenis
impressi terjadi akibat kekerasan benda tumpul pada tulang dengan daerah

30
persinggungan yang kecil. Bentuk impresi tulang dan dapat memberikan
gambaran bentuk benda penyebabnya.

3.5 Kualifikasi Luka


Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang/korban hidup harus dilengkapi
dengan kualifikasi luka. Kualifikasi luka ini akan memudahkan hakim untuk
menjatuhkan pidana.
Kualifikasi luka ini dapat berdasarkan:3
1. KUHP pasal 352
Penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian (sebagai
penganiayaan ringan).
2. KUHP pasal 351 ayat 1
Penganiayaan yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian.
3. KUHP pasal 351 ayat 2
Penganiayaan yang menimbulkan luka berat.
Kata penganiayaan merupakan istilah hukum dan tidak dikenal dalam istilah
kedokteran. Dan karena penganiayaan biasanya menimbulkan luka, maka dalam
kesimpulan visum et repertum kata penganiayaan diganti dengan kata “luka”. Dengan
demikian kualifikasi luka menjadi:
 Luka yang tergolong luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.
 Luka yang tergolong luka yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan atau pencaharian.
 Luka yang tergolong luka berat.
Menurut KUHP pasal 90, maka “luka berat” berarti:

31
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.
2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
3. Kehilangan salah satu panca indera.
4. Mendapat cacat berat.
5. Menderita sakit lumpuh.
6. Terganggu daya piker selama 4 minggu lebih.
7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

32
BAB 3
KESIMPULAN

Visum et repertum merupakan laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap
manusia, baik hidup atau mati, ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh
manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan
peradilan.
Syarat pembuatan Visum et Repertum adalah harus menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti oleh penegak hukum, isinya harus relevan dengan maksud
dan tujuan dimintakannya keterangan tersebut, yaitu untuk membuat terang perkara
pidana, memenuhi persyaratan formal, yaitu dibuat dengan sumpah atau janji yang
diucapkan di depan penegak hukum atau dengan mengingat sumpah atau janji ketika
menerima jabatan.
Dalam hal pembuatan visum, kekerasan pada anak yang dimaksud adalah
kekerasan secara fisik, yang menunjukkan adanya bukti-bukti tanda kekerasan fisik di
tubuh anak tersebut. Kemudian bisa dicocokkan dengan berbagai undang-undang
yang mengatur tentang perlindungan anak.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna, Budi; Syamsu, Zulhasmar; Siswaja, Tjetjep D. Bioetik dan Hukum


Kedokteran. Jakarta. 2007.
2. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta. 1994.
3. Hoediyanto; A, Hariadi. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Surabaya. 2012.
4. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta:
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2013.
5. Wiwik Subekti, Sosialisasi dan Komunikasi Terkait dengan Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak , http://bali.bkkbn.go.id/ViewArtikel
.aspx?ArtikelID=423, diakses pada tanggal 2 November 2012.
6. Ibnu Kaldun, Konvensi Hak-Hak Anak (KHA), http://bapped
a.kendalkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=29:pe
msosbu d&id=87:konvensi-hak-hak-anak-kha, diakses pada tanggal 2
November 2012.
7. Joe Leribun, Selasa, 11 September 2012, 21:48 WIB, KPAI: Kek erasan
Terhadap Anak Terbanyak di Keluarga,
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/11/21482667/KPAI.
Kekerasan.Terhadap.Anak.Terbanyak.Di.Keluarga , diakses pada tanggal 21
September 2012.
8. Maidin Gultom , 2010, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak di In donesia, Bandung : PT. Refika Aditama, hal. 31 .
9. Abu Huraerah, 2006, Kekerasan terhadap Anak, Bandung: Nuansa, hal. 36.

34

Anda mungkin juga menyukai