KASUS MEDIK
KEJANG DEMAM
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Diajukan Kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M. Kes (Pembimbing IGD)
dr. Benidiktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan)
Disusun oleh:
dr. Kenya Leilani
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
1
KASUS MEDIK
KEJANG DEMAM
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat
PRESENTASI KASUS
KASUS MEDIK
KEJANG DEMAM
2
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga penulis telah
berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul “KEJANG DEMAM”.
Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr. Hendryk Kwandang, M. Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat
darurat.
2. dr. Benidiktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat inap dan
rawat jalan.
3
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
Judul ………………………………………………………………………………….. i
Halaman Pengesahan ………………………………………………………………….ii
Halaman Pengesahan …………………………………………………………………iii
Kata Pengantar ………………………………………………………………………..iv
Daftar Isi ........................................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………….1
4
2.3 Pemeriksaan Fisik …..……………………………………………………………..3
2.4 Pemeriksaan Laboratorium ………………………………………………………..5
2.5 Resume ………………………………………………………………………........5
2.6 Diagnosis ……………………………………………………………………….....7
2.7 Rencana Terapi ……………………………………………………………………7
2.8 Rencana Edukasi ………………………………………………………….............8
5
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Kejang demam merupakan kejang yang sering terjadi pada anak, dimana kejang
demam ini memiliki prognosis yang baik tetapi dapat juga menandakan suatu infeksi
akut yang mendasari kejang tersebut, seperti sepsis atau bacterial meningitis. Oleh
sebab itu, anak dengan kejang demam harus dievaluasi dengan baik dan benar untuk
mengetahui penyebabnya, terutama jika kejang tersebut terjadi untuk pertama kalinya.1
Kejang demam merupakan suatu bangkitan kejang yang terjadi akibat adanya
rangsangan demam. Persepsi mengenai suhu tubuh normal dimulai oleh Carl
Wunderlich pada buku yang diterbitkan pada tahun 1868, tetapi analisis yang dilakukan
saat itu tidak akurat. Dalam protocol Kaiser Permanente Appointement and Advice Call
Center tahun 2000, demam untuk anak bila didapatkan suhu pada rektal di atas 38oC,
aksila di atas 37.5oC, dan pengukuran membrane timpani di atas 38.2oC, sedangkan
disebut hiperpireksia bila suhu tubuh di atas > 41.1oC.2,3
Terdapat beberapa faktor predisposisi kejang demam pada anak, salah satunya
ada faktor genetic. Menurut studi yang dilakukan pada beberapa keluarga besar yang
mempunyai riwayat kejang demam dalam keluarga, ditemukan gen pembawa penyakit
kejang demam tersebut pada kromosom 19p dan 8q13-21. Kejang demam juga dilihat
dari umur pasien, dimana jarang terjadi pada anak usia kurang dari 9 bulan dan lebih
dari 5 tahun. Jika hal tersebut terjadi, kemungkinan harus dipertimbangkan hal lain,
misalnya infeksi system saraf pusat, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersamaan
dengan demam.1,2
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, dimana
prognosis kejang demam baik. Namun kejang demam membawa kekhawatiran bagi
orang tua. Di India, hasil penelitian Parmar dkk melaporkan 90% orang tua pasien
dengan kejang demam menganggap anaknya akan meninggal, itu disebabkan oleh
77.9% dari populasi tersebut tidak mempunyai pengetahuan tentang kejang demam.
Sehingga pengobatan dengan antikonvulsan diperlukan untuk mengurangi kejadian
kejang demam berulang.4,5
6
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : An. SA
Usia : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama/ Suku : Islam/ Jawa
Alamat : Dampit
Tanggal : 25 Desember 2017
Pemeriksaan
No. RM : 442367
2.2 Anamnesa
Alloanamnesa (25 Desember 2017) pukul 20.00
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kejang mendadak sejak satu jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien kejang, kejang dirasakan seluruh tubuh. Tangan dan kaki
pasien kaku, mata melirik keatas. Kejang berlangsung 1 kali selama kurang lebih
5 menit. Setelah kejang berhenti, pasien menangis.
Orang tua pasien bercerita bahwa sehari sebelum kejang pasien demam tinggi,
hanya diberi kompres hangat dan diberi obat penurun panas sirup, demam hilang
sebentar tetapi kemudian timbul kembali. Demam tidak disertai batuk dan pilek.
Kemudian oleh keluarga, pasien dibawa ke rumah sakit Kanjuruhan Kepanjen.
Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
4. Riwayat Keluarga
Ayah pasien pernah mengalami keluhan yang sama sewaktu kecil ketika demam
tinggi. Epilepsi (-)
7
5. Riwayat Pengobatan
Pasien belum melakukan pengobatan.
6. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat dan makanan.
5. Thorax
a. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
b. Jantung
8
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : S1S2 single, regular, gallop (-),
murmur (-)
c. Paru
Inspeksi : gerak napas simetris pada kedua dinding dada
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris
vokal fremitus normal
Perkusi : sonor disemua lapang paru
Auskultasi : bunyi napas dasar vesikuler. RH-/- WH-/-
6. Abdomen
a. Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
b. Auskultasi : bising usus (+) meningkat
c. Perkusi : timpani
d. Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
turgor kembali cepat
7. Genetalia : dalam batas normal.
8. Ekstremitas :
akral hangat + | +
+|+
edema - | -
-|-
sianosis - | -, CRT <2 detik
-|-
9. Status neurologis : GCS 456 ,
Pupil isokor 3mm|3mm, RC +/+
R. fisiologis +/+
R. Patologis -/-
Motorik 4 | 4
4|4
Meningeal Sign : kaku kuduk (-)
9
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (25 Desember 2017)
2.5 Resume
10
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis, GCS 456
BB: 13 kg, TB: 94 cm
2. Tanda Vital
b. Nadi : 110 x/menit, regular, teraba kuat
c. Laju pernapasan : 30x/menit
d. Suhu aksiler : 38.40 C
3. Kepala
a. Bentuk : normal, UUB sudah menutup
b. Mata
Reflex cahaya : +/+
Pupil : bulat, isokor, 3mm|3mm
c. Telinga : dalam batas normal, sekret -/-
d. Hidung : dalam batas normal
e. Mulut : dalam batas normal
4. Leher : dalam batas normal
5. Thorax : dalam batas normal
6. Abdomen : dalam batas normal
7. Genetalia : tidak dievaluasi
8. Ekstremitas : sianosis -/-
akral hangat + | +
+|+
9. Status neurologis : GCS 456
Refleks pupil 3mm|3mm, RC +/+, RK +/+
R. fisiologis +/+
R. Patologis -/-
Motorik 4 | 4
4|4
11
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11.1 11,7 - 15,7
Hematokrit 34% 35 - 47
Hitung Eritrosit 4.27 3,0 - 6,0
Hitung Leukosit 10.200 4.000 - 11.000
Hitung Trombosit 300.000 150.000 - 450.000
Gula Darah Sewaktu 172 <140
Na 136 136-145
K 4.0 3,5-5,1
Cl 102 97-107
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Hitung Jenis:
Eosinofil 1.00% 1-3%
Basofil 0.10% 0-1%
Netrofil 64.80% 50-70%
Limfosit 28.10% 20-40%
Monosit 6.00% 2-8%
2.6 Diagnosis
Kejang Demam Sederhana
dd : Infeksi Intrakranial
Gangguan Elektrolit
2.7 Penatalaksanaan
Terapi
a. 02 nasal 2 lpm
b. IVFD D5 ½ NS 7tpm
c. Inj. Diazepam 4mg IV
d. Paracetamol 120mg peroral jika demam
e. Konsul dokter spesialis anak
12
Monitoring
a. KU per 4 jam
b. Balance cairan per 8 jam
c. Awasi timbulnya kejang
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan disbanding inhibisi.
Corticotropin Releasing Hormone (CRH) merupakan neuropeptide eksitator, yang
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang, kadar hormone tersebut di
hipokampus tinggi sehingga berpotensi untuk terjadinya bangkitan kejang apabila
dipicu oleh demam.8
15
Kejang demam dengan salah satu atau lebih dari kriteria berikut, yaitu kejang
dengan lama > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului dengan kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang demam kompleks ini jarang terjadi pada anak dibandingkan dengan kejang
demam sederhana.2,6
Anamnesis9
- Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang
- Suhu sebelum kejang
- Jika kejang berulang dalam 24 jam, interval waktu, keadaan anak setelah kejang,
penyebab demam (infeksi di luar system saraf pusat), dan menyingkirkan penyebab
kejang yang lain (misalnya gangguan metabolic atau elektrolit akibat diare atau
muntah)
- Riwayat perkembangan
- Riwayat penyakit dahulu dan keluarga (kejang demam atau epilepsi dalam
keluarga)
Pemeriksaan fisik9
- Tanda-tanda vital, termasuk kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, dan
suhu tinggi (demam) yang mencetus kejang
- Tanda-tanda rangsang meningeal, dan pemeriksaan neurologis yang lain
- Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (misalnya pada bayi: ubun-ubun
besar menonjol)
- Pemeriksaan fisik sistematis, untuk menunjang adanya infeksi di luar system saraf
pusat
V. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin dilakukan pada kejang demam, tetapi
dapat dilakukan untuk mengetahui sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain seperti gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.2,6
2. Pungsi lumbal
16
Menurut rekomendasi dari American Academy of Pediatrics (AAP), pungsi
lumbal dianjurkan pada anak dengan kejang demam yang memiliki rangsang
meningeal (+) dan beberapa gejala defisit neurologis atau pada anak dengan riwayat
pemeriksaan yang menunjukkan adanya meningitis atau infeksi intracranial.
Dianjurkan juga pada anak usia 8-12 bulan dengan kejang demam, dimana anak
tersebut tidak diberikan imunisasi Hib ataupun S. pneumoniae, dan pada anak
dengan kejang demam yang sebelumnya mendapatkan terapi antibiotic, karena
antibiotic tersebut mungkin dapat menutupi gejala-gejala dari meningitis.7
3. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dapat memperkirakan kapan berulangnya kejang pada
anak, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak
khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau
adanya kejang demam fokal.6
4. Neuroimaging
AAP tidak merekomendasikan pemeriksaan pencitraan ini sebagai evaluasi
rutin pada anak dengan kejang demam. Seperti pada pemeriksaan EEG, pencitraan
atau neuroimaging hanya dilakukan pada anak dengan kejang demam yang
memiliki kelainan atau defisit neurologis serta pada anak dengan kejang demam
yang berulang.7
17
mg/kgbb/kali). Pengobatan dengan midazolam efektif untuk menghentikan kejang
yang sedang berlangsung ketika tidak dapat melalui jalur intravena, dan dapat
diberikan saat di rumah pada pasien dengan prolonged febrile seizures dan berisiko
tinggi untuk terjadi rekurensi.7,10
Diazepam dan lorazepam intravena sudah terbukti dalam menghentikan
suatu episode kejang demam. Diazepam merupakan obat golongan bezodiazepin
dengan cara kerja fast-acting dan dengan cepat menembus epitel membrane,
termasuk mukosa rectum dan blood-brain barrier. Lorazepam merupakan
antikonvulsan dengan cara kerja yang lebih panjang, tetapi kurang cepat dalam
menghentikan demam dibandingkan dengan diazepam.7
Bila kejang belum berhenti dengan pemberian diazepam rektal untuk yang
pertama kali, dapat diulang dengan dosis yang sama dengan interval 5 menit, bila
kejang masih berlanjut, dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit untuk diberikan
diazepam intravena.2,6,10
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0.3-0.5
mg/kgbb/kali, dan dapat diulang dengan interval 3-5 menit jika kejang tidak
kunjung berhenti. Jika tetap kejang, dapat diberikan fenitoin intravena bolus dengan
dosis 10-20 mg/kgbb/kali dengan kecepatan 1 mg/kgbb/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila dengan fenitoin kejang tidak berhenti, pasien dirawat di ruang rawat
intensif atau ICU dengan diagnosa status konvulsi.5,6
- Pengobatan profilaksis
Pencegahan kejang demam perlu dilakukan untuk mencegah kejang demam
berulang dimana dapat dibagi menjadi 2 yaitu profilaksis intermiten pada waktu
demam, dan profilaksis kontinyu dengan antikonvulsan setiap hari.5
1. Profilaksis intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah
obat anti kejang yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko
di bawah ini:
Kelainan neurologis berat, misalnya serebral palsi
Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
Usia < 6 bulan
18
Bila kejang terjadi pada suhu tubuh < 39 derajat Celcius
Segera diberikan saat pasien masih demam, dimana dapat
diberikan diazepam per oral dengan dosis 0.3 mg/kgbb/kali yang
diberikan dengan interval 8 jam saat pasien masih demam, atau dapat
juga diberikan dua dosis diazepam 0.5 mg/kgbb/kali dengan interval
pemberian 8 jam menghasilkan konsentrasi diazepam dalam plasma
menetap selama 24 jam.10,11
2. Profilaksis kontinyu
Menurut NIH Consensus Statement, kejang demam
prognosisnya baik sehingga tidak diperlukan adanya pengobatan
profilaksis tersebut. Tetapi pada anak dengan risiko tinggi terjadinya
epilepsy (misalnya, dengan kelainan neurologis, kejang demam
kompleks, atau riwayat penyakit keluarga dengan kejang tanpa demam),
pengobatan profilaksis kontinyu dengan fenobarbital atau asam
valproate dapat dipertimbangkan. Selain itu, dapat juga diberikan pada
anak dengan kejang demam yang timbul pada usia kurang dari 12 bulan,
dimana kejang demam tersebut terjadi secara berulang.7
Antikonvulsan yang paling banyak digunakan adalah
fenobartbital per oral, dengan dosis 3-5 mg/kgbb/hari dalam 1-2 dosis.
Obat pilihan lain yang dapat digunakan adalah asam valproate dengan
dosis 15-40 mg/kgbb per hari dibagi dalam 2-3 dosis. Pemberian
profilaksis sebaiknya dibatasi sampai 6-12 bulan kejang tidak berulang
lagi dan dipantau tiap 6 minggu – 3 bulan, juga dipantau keadaan
tingkah laku dan psikologis anak.5,6
- Anti-piretik
Pengobatan dengan antipiretik tidak mengurangi risiko terjadinya kejang
demam pada anak, tetapi antipiretik tetap diberikan untuk menurunkan subu tubuh
pasien, supaya tidak mencetuskan ada nya bangkitan kejang kembali, dengan dosis
parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali diberikan 4 kali sehari. Dapat juga diberikan
ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali sebanyak 3-4 kali sehari.10
19
Edukasi pada orang tua
o Meyakinkan orang tua bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
o Memberitahukan orang tua cara penanganan kejang
o Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
o Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif, tapi harus diingat adanya efek samping obat
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan cairan yang sesuai untuk umurnya
yaitu D5 ½ NS sebanyak 7tpm, paracetamol 120mg untuk mengatasi demam, kemudian
diberikan juga infeksi diazepam 3mg secara intravena jika terjadi kejang ulangan.
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian orang tua menganggap bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis yang baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali pemberian obat
untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek
samping obat.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa kejang
dapat timbul kembali jika pasien demam. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat
penurun panas, thermometer untuk mengukur suhu dan kompres hangat jika pasien panas. Dan
perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan resiko berulangnya
kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1 sampai 2 bulan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Johnston MV. Nelson Textbook of Pediatrics: Chapter 586 Seizures in Childhood. 17th
ed. Saunders. 2004. p: 1994.
2. Arief RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Vol. 42 No. 9. Continuing Medical
Education. Jakarta: 2015. p: 659-61.
3. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, et al. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis:
Respon Imun Penyakit Infeksi. Edisi kedua. Badan Penerbit IDAI. Jakarta: 2012. p: 21-
46.
4. Dewanti A, Widjaja JA, Tjandrajani A, et al. Kejang Demam dan Faktor yang
Mempengaruhi Rekurensi. Vol. 14, No. 1. Sari Pediatri. Jakarta: 2012. p: 57-61.
5. Deliana, M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Vol.4, No. 3. Sari Pediatri.
Jakarta: 2002. p: 59-62.
6. Pusponegoro DP, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2006. p: 1-
15.
7. Chung S. Febrile Seizures. Korean J Pediatr. Korea: 2014. p: 384-95.
8. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak.
Vol. 12, No. 3. Sari Pediatri. Jakarta: 2010. p: 142-9.
9. Pudjiadi AH, Hegar B, et al. Pedoman Pelayanan Medis (PPM): Kejang Demam.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2009. p: 150-3.
10. Ismael S, Pusponegoro HD, et al. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit
Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2016. p: 1-14.
11. Knudsen FU. Chapter 19: Practical Management Approaches to Simple and Complex
Febrile Seizures. In: Febrile Seizures. Academic Press. USA: 2002. p: 274-95.
22