Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRESENTASI KASUS DOKTER

INTERNSIP

Struma Nodusa Toksik + Dyspepsia+ Ikterik Pre


Hepatik

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip


Dokter Indonesia

Disusun Oleh :

dr. Yenti

Pembimbing :

dr. Oldy Dedya SpPD

Pendamping :
dr. Azharul Yusri, Sp.OG
dr. Aisah Bee

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

2017
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, marilah kita mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa, yang mana telah memberikan berkah sehingga saya dapat
menyelesaikan tulisan ini.

Adapun pembuatan tulisan ini adalah untuk memenuhi sebagian syarat


program internsip dokter indonesia.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada dr. Oldy Dedya SpPD atas bimbingannya, sehingga Laporan
kasus berjudul Struma difusa Toksik + dyspepsia + Ikterus Parenkim ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam proses penyusunan laporan kasus ini. Penyusun sadar bahwa
dalam laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
agar dalam masa berikutnya dapat lebih baik lagi.

Selatpanjang , Oktober 2017

Penulis

Yenti
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI .........................................................................................................iii

DESKRIPSI KASUS ............................................................................................. 1

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2

2.1 Anatomi Tiroid ........................................................................................ 3

2.2 Fisiologi Tiroid ...................................................................................... 11

2.3 Struma Toksik ....................................................................................... 12

2.4 Klasifikasi Struma Toksik .................................................................... 13

2.5 Etiologi Struma Toksik ......................................................................... 13

2.6 Epidemiologi Struma ............................................................................ 14

2.7 Patofisiologi Struma Toksik ................................................................. 15

2.8 Manifestasi Klinis Struma Toksik ....................................................... 16

2.9 Diagnosis Struma Toksik ..................................................................... 16

2.10 Penatalaksanaan Struma toksik .......................................................... 18

2.11 Komplikasi Struma Toksik .................................................................. 19

2.12 Prognosis Struma Toksik ..................................................................... 20

BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 22

LAPORAN KASUS
............................................................................................ 15
STATUS PASIEN

I. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Sudah menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Rintis Gang Rambutan
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 13 Oktober 2017
No. RM : 06.98.37

II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan badan lemah
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Badan lemah dirasakan 2 jam Sebelum masuk rumah
sakit.
- Pasien Tidak selera makan 4 hari ini dan hanya makan
1 sendok nasi.
- Pasien juga mengeluh nyeri Ulu hati + 4 hari ini
- Buang air kecil (BAK) seperti air teh atau pekat.
- Pasien sudah satu bulan mengkonsumsi obat tyroid.
- Perut juga mengeluh mata kuning 1 bulan ini
- Mual dan muntah ada
- Pasien juga mengeluhkan Jantung sering berdebar-
debar
Riwayat Penyakit Dahulu :
Struma nodul toksik
Riwayat Pengguanaan Obat:

- PTU 3x100 mg
- Propanolol 1x100 mg
- Cetirizin 2x10 mg

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
yang sama.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Vital sign
Tekanan Darah : 109/71 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 38,2 C
Status Generalisata
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sclera ikterik (+/+), pupil
isokor
Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-)
Leher : Benjolan sebesar telur ayam, Peningkatan JVP (-)
Thorak
Inspeksi : Dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : Paru : 20x/menit regular, Rh -/-
Jantung : 100x/menit regular,murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar, simetris
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+) benjolan(-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2 detik, akral hangat

IV. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium 13 oktober 2017
Hematologi
- Hb : 13.9 gr%
- Ht : 39,4 %
- Leukosit : 9.840 rb/mm
- Trombosit : 484.000 rb/mm
- Eritrosit : 4.60 jt/mm
Kimia darah
- GDS : 132 mg/dl
- Bilirubin total : 7,1 mg/dl
- Bilirubin direk : 0,20 mg/dl
- Bilirubin indirek : 6,9 mg/dl
- SGOT : 153 u/l
- SGPT : 375 u/l
Imunologi
HbSAg : Negatif
HCV : Negatif
Hormon Tiroid
T3 : 1,88 mmol/l
T4 : 232,83 mmol/l
TSH : 0,17 mmol/l

V. Diagnosis Kerja

Struma difusa toksik +dyspepsia+ikterus parenkim

VI. Diagnosis Banding

Struma difusa toxic

Struma non toxic

VII. Penatalaksanaan

IVFD Rl 20 gtt/menit

Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

Domperidon tab 3x10 mg

Curvit 3x1

Urdefalk 3x250 mg

Paracetamol 3x500 mg

PTU 3x100 mg

Propanolol 3x10 mg

VIII. Prognosis

Ad bonam
Follow Up

Tanggal Subject Object Assesment Therapy


14 Nyeri KU: Tampak sakit Struma difusa IVFD RL /8 jam 20
Oktober ulu hati sedang toksik+ gtt/tpm
2017 Kesadaran: compos dyspepsia+ikte Inj. Ranitidin 50 mg/12
mentis rus parenkim jam
TD : 116/73 mmHg Domperidon tab 3x10
N: 87x/i mg
RR: 20x/i Paracetamol 3x500 mg
T: 36,50C Curvit 3x1
Urdafalk 3x250 mg
PTU 3x100 mg
Propanolol 1x10 mg
15 mata KU : Tampak sakit Struma difusa Pasien boleh pulang
Oktober kuning sedang toksik+icterus Konsul Poli Internis
2017 (+) Kesadaran: parenkim+disp Ranitidin 2x150 mg
Compos mentis epsia Domperidon 3x10 mg
TD : 117/71 mmHg Curvit 3x1
HR : 83x/i Urdafalk 3x250 mg
RR: 20x/i Propanolol 2x10 mg
T : 36,40 Thyrozol 3x10 mg
BAB I

PENDAHULUAN

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher


oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid
dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan
morfologinya.
Goiter noduler adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat
peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan
hormon tiroid terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan
metabolik yang tinggi misalnya pubertas atau kehamilan. Dalam kasus ini,
peningkatan TH disebabkan oleh aktivasi hipotalamus yang didorong oleh
proses metabolisme sehingga disertai oleh peningkatan TRH dalam
jumlah berlebihan. Apabila individu tetap mengalami hipertiroid, keadaan
ini disebut goiter nodular toksik. Adenoma hipofisi pada sel-sel penghasik
TSH atau penyakit Hipotalamus jarang terjadi.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar
tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di
bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus.
Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus
dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal
tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi
serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi
bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tiroid


Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm
yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari
lekukan faring antara bronchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian
tersebut timbul diverticulum, yang kemudian membesar, tumbuh kearah
bawah mengalami migrasi kearah bawah yang akhirnya melepaskan diri
dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang
berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini
akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih
menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar disepanjang jalan tersebut, yaitu
antara kartilago tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian, kegagalan
menutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid
yang letaknya abnormal yang disebut persistensi duktus triglosus.

Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan


bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini
memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan
menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom
yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3.

Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang


tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus
anterior kelenjar hipofisis. Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid
adalah tirosin dan iodium, di mana keduanya harus diserap dari darah oleh
sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, dibentuk dalam jumlah memadai
oleh tubuh sehingga bukan suatu zat esensial dalam makanan. Sebaliknya,
iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid harus diperoleh dari
makanan.

Gambar 2.1 Kelenjar Tiroid

2.2 Fisiologi Tiroid


Hampir semua jaringan di tubuh terpengaruh langsung atau tidak
langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan ke
dalam beberapa kategori yang saling tumpang-tindih.
a. Efek pada laju metabolisme dan produksi panas
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal ke seluruhan
tubuh. Hormon ini adalah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan
pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat. Efek metabolik hormon
tiroid berkaitan erat dengan efek kolinergik (penghasil panas).
Peningkatan aktivitas metabolik menyebabkan peningkatan produksi
panas. Hormon ini tidak saja dapat mempengaruhi pembentukan dan
penguraian karbohidrat, lemak, dan protein tetapi hormon dalam jumlah
sedikit atau banyak dapat menimbulkan efek yang sebaliknya. Hormon
tiroid dalam jumlah adekuat penting untuk sintesis protein yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan normal tubuh namun pada dosis tinggi,
misalnya pada hipersekresi tiroid, hormon tiroid cenderung menyebabkan
penguraian protein.
b. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), pembawa pesan kimiawi yang
digunakan oleh sistem saraf simpatis dan medula adrenal. Karena
pengaruh ini, banyak dari efek yang diamati ketika skresi hormon tiroid
meningkat adalah serupa dengan yang menyertai pengaktifan sistem saraf
simpatis.
c. Efek pada Sistem Kardiovaskular
Melalui efek meningkatkan kepekaan jantung terhadap katekolamin
dalam darah, hormon tiroid meningkatkan kecepatan jantung dan
kekuatan kontraksi sehingga curah jantung meningkat. Selain itu, sebagai
respon hormon tiroid, terjadi vasodilatasi perifer untuk membawa
kelebihan panas ke permukaan tubuh untuk dikeluarkan ke lingkungan.
d. Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan
(GH) tetapi juga meningkatkan produksi IGF-I oleh hati tetapi juga
mendorong efek GH dan IGF-I pada sintesis protein struktural baru dan
pada pertumbuhan tulang. Hormon tiroid berperan penting dalam
perkembangan normal sistem saraf, khusunya SSP, suatu efek yang
terganggu pada anak dengan defisiensi tiroid sejak lahir. Hormon tiroid
juga esensial untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.

2.3 Struma Toksik


Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher
oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid
dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan
morfologinya.
Struma toksik adalah struma yang disertai dengan manifestasi
kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Gangguan ini dapat
terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus

2.4 Klasifikasi Struma Toksik


Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik
dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah
kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan
menyebar luas ke jaringan lain.Sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
multinoduler toksik).
Strumadiffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme
karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan
dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak
ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

2.5 Etiologi Struma Toksik


1. Kekurangan iodium menyebabkan rendahnya tingkat T4; ini
menginduksi hiperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi rendahnya
tingkat T4. TSH bekerja pada tiroid untuk meningkatkan ukuran dan
jumlah sel folikel dan tuntuk meningkatkan laju sekresinya. Jika sel
tiroid tidak dapat mengeluarkan hormon karena kurangnya enzim
esensial atau iodium, maka seberapapun jumlah TSH tidak akan
mampu menginduksi sel-sel ini tuntuk mengeluarkan T3 dan T4.
Namun, TSH tetap dapat menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia
tiroid, dengan konsekuensinya terjadinya pembesaran kelenjar
meskipun produksi kelenjar tetap kurang.
2. Sekresi TSH yang berlebihan akibat defek hipotalamus atau
hipofisis anterior akan jelas disertai oleh gondok dan sekresi
berlebihan T3 dan T4 karena stimulasi pertumbuhan tiroid yang
berlebihan
3. Pada penyakit Grave, terjadi gondok dengan hiperskresi karena Long
acting thyroid stimulator (LATS) mendorong pertumbuhan tiroid
sekaligus meningkatkan sekresi hormon tiroid. Karena tingginya
kadar T3 dan T4 menghambat hipofisis anterior , maka sekresi TSH itu
sendiri rendah. Namun tidak seperti TSH, LATS tidak dipengaruhi
oleh inhibisi umpan balik hormon tiroid sehinggga sekresi dan
pertumbuhan tiroid berlanjut tanpa terkendali.

2.6 Epidemiologi Struma


Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks
tersebut hampir tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala
umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit
lebih besar.
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana
banyak terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen,
pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak
menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah
Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.
Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun
2001-2005 struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60
orang laki-laki (12,12 %) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia
terbanyak yaitu 31-40 tahun 259 orang (52,3 2%), struma multinodusa
toksik yang terjadi pada 1.912 orang diantaranya17 orang laki-laki (8,9
%) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang terbanyak pada usia 31-
40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).
Berdasarkan penelitian Juan di Spanyol pada tahun 2004 terhadap
634 orang yang berusia 55-91 tahun diperiksa ditemukan 325 orang (51,3
%) mengalami goiter multinodular non toxic, 151 orang (23,8 %) goiter
multinodular toxic, 27 orang (4,3%) Graves disease, dan 8 orang (1,3 %)
simple goiter.

2.7 Patofisiologi Struma Toksik


Struma atau gondok dapat terjadi apabila Thyroid stimulating
hormone (TSH) atau Long acting thyroid stimulator (LATS) merangsang
secara berlebihan kelenjar tiroid. Diketahui bahwa gondok dapat
menyertai hipotiroidisme atau hipertiroidisme, tetapi kedaan ini tidak
harus ada pada kedua penyakit tersebut.
Pasien Hipertiroid mengalami peningkatan laju metabolik basal.
Meningkatnya produksi panas menyebabkan keringat berlebihan dan
intoleransi panas. Meskipun nafsu makan dan asupan makanan
meningkat yang terjadi sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan
metabolik namun berat tubuh biasanya turun karena tubuh menggunakan
bahan bakar jauh lebih cepat. Terjadi penguraian netto simpanan
karbohidrat, lemak, dan protein. Berkurangnya protein otot menyebabkan
tubuh lemah.
Berbagai kelainan kardiovaskular dilaporkan berkaitan dengan
hipertiroidisme, disebabkan baik oleh efek langsung hormon tiroid
maupun interaksinya dengan katekolamin. Kecepatan denyut dan
kekuatan kontraksi dapat meningkat sedemikian besar sehingga individu
mengalami palpitasi jantung (jantung berdebar-debar). Efek pada SSP
ditandai oleh peningkatan berlebihan kewaspadaan mental hingga ke titik
di mana pasien mudah tersinggung, tegang, cemas, dan sangat emosional.
Terjadi pengendapan karbohidrat kompleks penahan air di belakang bola
mata, meskipun mengapa hal ini dapat terjadi masih belum diketahui.
Retensi cairan yang terjadi mendorong bola mata ke depan sehingga
menonjol dari tulang hal ini disebut juga eksoftalmos.

2.8 Manifestasi Klinis Struma Toksik


Peningkatan frekuensi jantung
Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan
sensitivitas terhadap katekolamin.
Peningkatan laju metabolisme basal dan produksi panas,
intoleransi terhadap panas, keringat berlebihan.
Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar.
Melotot.
Dapat terjadi penonjolan bola mata (Eksoftalmus)
Peningkatan frekuensi buang air besar.
Perubahan kulit dan kondisi rambut dapat terjadi.
Gangguan reproduksi.

2.9 Diagnosis Struma Toksik


2.9.1 Anamnesis
Kebanyakan pasien dengan goiter nodular toksik (TNG) hadir
dengan gejala khas hipertiroidisme, termasuk intoleransi panas, palpitasi,
tremor, penurunan berat badan, rasa lapar, dan sering buang air besar.
Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa gejala atipikal diantaranya
anoreksia dan konstipasi, komplikasi cardiovascular yang mempunyai
riwayat atrial fibrilasi, Penyakit jantung kongestif ataupun angina.
Obstruktif simptom, struma yang membesar secara signifikan bisa
menyebabkan simptom yang berhubungan dengan obstruksi mekanik
seperti dysphagia, dyspneu ataupun stridor, melibatkan saraf laryngeal
superior rekuren yang menimbulkan perubahan suara menjadi serak.
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
Terdapat pelebaran fisura palpebral, takikardia, hiperkinesis,
banyak berkeringat, kulit lembab, tremor, dan kelemahan otot proksimal.
Pembesaran kelenjar thyroid bervariasi. Nodul yang dominan ataupun
multiple irregular dengan variasi ukuran biasanya dijumpai. Pada kelenjar
yang kecil dengan multinodul mungkin hanya bisa diitemukan dengan
USG. Suara serak dan deviasi trakea bisa dijumpai pada pemeriksaan.
Obstruksi mekanik dapat mengakibatkan sindrom vena cava superior,
dengan pembengkakan wajah dan leher vena (Pemberton sign).

2.9.3 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar TH (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan memungkinkan diagnosis kondisi dan lokalisasi
masalah di tingkat SSP atau kelenjar Tiroid.
2. USG Kelenjar Tiroid
Ultrasonografi merupakan tes paling sensitif untuk medeteksi lesi
tiroid, mengetahui dimensi, struktur dan mengevaluasi perubahan
difus pada kelenjar tiroid. USG adalah prosedur yang sensisitf
pada nodul yang tidak teraba pada saat pemeriksaan. Ultrasnografi
perlu dilakukan untuk mebantu diagnosis, mencari koinsidental
nodul tiroid atau perubahan kelenjar tiroid difus, mendeteksi
keganasan dan lesi untuk dilakukan FNAB.
3. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika dikombinasikan dengan
USG.. Hasil FNAB ini digunakan untuk pemeriksaan sitologi.
4. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin
(Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada
kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata
424 ng/ml.

2.9.4 Diagnosa banding


Struma nodusa toxic
Struma difusa toxic
Struma non toxic
Grave Desease
Hashimoto thyroiditis
Papillary Thyroid Carcinoma

2.10 Penatalaksanaan Struma toksik


1. Tirostatika
Kelompok derivat tiomidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ,
metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU
propiltiourasil 50, 100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi
autoimun. Dosis dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400mg
PTU sehari dalam dosis terbagi. Propanolol dapat diberikan bersama OAT
untuk mempercepat hilangnya gejala. Biasanya dalam 4-6 minggu
tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis. Lama
pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah
terjadi remisi. Apabila Obat anti tiroid (OAT) terlalu cepat dihentikan,
biasanya penyakit akan cepat kambuh kembali.

2. Tiroidektomi
Prinsip umum: Operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien
eutiroid, klinis maupun biokimiawi. Operasi dilakukan dengan
tirodektomi subtotal dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau
lobektomi total termasuk ismus dan tiroidektomi subtotal lobus lain.
Komplikasi masih terjadi di tangan ahli sekalipun, meskipun mortalitas
rendah. Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau apakah terjadi remisi,
hipotiroidisme atau residif.
3. Iodium radioaktif (radio active iodium - RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan
dengan OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi
hasil akhir pengobatan RAI. Dosis RAI berbeda-beda, ada yang bertahap
untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan
dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin
sebagai subsitusi. Kekhawatitan bahwa radiasi menyebakan karsinoma,
leukimia, tidak terbukti. Dan satu-satunya kontra indikasi ialah graviditas.
Komplikasi ringan kadang terjadi tiroiditis sepintas.

2.11 Komplikasi Struma Toksik


1. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran
kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-
organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam
sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga
terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta
cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi
bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia.
2. Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hieprtiroidisme
dan merupakan gejala yang terjadi pada gangguan tersebut. Setiap
individu yang mengeluhkan aritmia harus dievaluasi untuk
mengetahui terjadinya gangguan tiroid.
3. Komplikasi Hipertiroidisme yang mengancam jiwa adalah krisis
tirotoksik (badai tiroid), yang dapat terjadi secra spontan pada
pasien hipertiroidisme yang menjalani terapi atau selama
pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada pasien yang
tidak terdiagnosi hipertiroidisme. Akibatnya adalah pelepasan TH
dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia,
agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106oF) dan apabila tidak
diobati, bisa menyebabkan kematian.

2.12 Prognosis Struma Toksik


Pasien yang segera diberikan pengobatan memiliki prognosis yang
baik. Prognosis yang buruk terkait dengan hipertiroidisme tidak segera
diobati. Pasien harus diberi pemahaman mengenai hipertiroidisme. Jika
tidak diobati, hipertiroidisme bisa menyebabkan osteoporosis, aritmia,
gagal jantung, koma, dan kematian. Penilaian rutin fungsi tiroid penting
dalam penyakit pemantauan.
Pembedahan biasanya terdiri dari lobektomi dari nodul yang
hiperfungsi. Tingkat hipotiroidisme terkait dengan prosedur ini sangat
rendah. Tingkat kekambuhan dengan operasi telah dilaporkan serendah 0-
9%. Pada gondok multinodular lebih besar, mungkin memerlukan
tiroidektomi total.
BAB 3
KESIMPULAN
Struma toksik adalah struma yang disertai dengan manifestasi
kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Gangguan ini dapat
terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus
Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks
tersebut hampir tidak ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala
umur namun umur yang semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit
lebih besar.
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana
banyak terdapat struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen,
pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak
menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah
Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.
Penatalaksanaan bergantung pada tempat dan penyebab
hipertiroidisme. Pasien yang segera diberikan pengobatan memiliki
prognosis yang baik. Prognosis yang buruk terkait dengan hipertiroidisme
tidak segera diobati. Pasien harus diberi pemahaman mengenai
hipertiroidisme.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI),
Dalam : R.Djokomoeljanto, Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis Edisi
5 Jilid 3 Cetakan I November 2009, Jakarta : Interna Publishing.
Elisabeth J Corwin, Buku saku Patofisiologi ed 3, Hipertiroidisme,
EGC, Jakarta 2009
L Sherwood, Kelenjar Tiroid, Fisiologi Manusia dari sel ke siste,
EGC, Jakarta 2012.
Dr. dr. Mardi Santoso, dr. Suzanna Ndraha, Minar Sihombing,
Laporan Penelitian Pola Komplikasi Struma Toksik yang Berobat ke
IPD RSUD Koja, Dalam DR. Dr. Mardi Santoso, Patofisiologi
Hipertiroidisme, Juni 2008, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai