Anda di halaman 1dari 22

STATUS PASIEN

I.

KETERANGAN UMUM
- Nama
: Ny.H
- Jenis Kelamin
: Perempuan
- Usia
: 28 Tahun
- Alamat
: Kp. Cibungur RT 001/006 Nangger
pagerageung.Tasikmalaya
- Agama
: Islam
- Status
: Menikah
- Pekerjaan
: Ibu Rumah tangga
- Penghasilan
: Cukup
- Pendidikan terkhir
: SMP
- Tanggal Pemeriksaan : 16-9-2015

II.

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Suara serak

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli THT-KL datang dengan keluhan suara serak
sudah sudah 3 bulan, di sertai batuk,batuk tersebut terdapat dahak
berwarna hijau ke kuninganselama 3 bulan .pasien juga mengeluh
sakit saat menelan dan pada saat makan.pasien juga mengeluh
sering demam pada malam hari dan berat badan sedikit menurun

Riwayat Penyakit Dahulu


Asma
: (-)
Hipertensi
: (-)
Diabetes Mellitus
: (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang mempunyai gejala yang sama
dengan os
Riwayat Pengobatan
Belum pernah berobat
Riwayat Habituasi
Tidak ada

III.

PEMERIKSAAN FISIK
- Status generalis
o Keadaan Umum : tampak sakit ringan
o Kesadaran
: compos mentis

o Vital Sign
:
- TD : 100/80 mmHg
- Nadi : 68x/menit
o Kepala
o Leher
o
o
o
o
-

- Respirasi : 27x/ menit


- Suhu
: 36.80C

: Normochepali
: DBN

Thorax
Abdomen
Ekstrremitas
Neurologi

: Tidak melakukan pemeriksaan


: Tidak melakukan pemeriksaan
: DBN
: DBN

Status lokalis
o Telinga

Bagian
Preauricula

Auricula

Retroauricula

Canalis
Acusticus
Eksternus

Kelainan
Kelainan
Radang dan tumor
Trauma
Kelainan
Radang dan tumor
Trauma
Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks
Fistula
Fluktuasi
Kelainan kongenital
Kulit
Sekret
Serumen
Edema
Jaringan granulasi
Massa
Kolesteatoma

Membran
Timpani

Warna

Auris
Dekstra
DBN
Terdapat
serumen
Keruh

Sinistra
DBN
Terdapat
serumen
Keruh
Intak
2

Intak
Cahaya

(+)

(+)

Tidak ada

Tidak ada

Tes Pendengaran
Pemeriksaan

Auris

Tes Rinne
Tes Webber

Dekstra
Sinistra
(+)
(+)
Tidak ada lateralisasi

Kesan:
Telinga kanan dan kiri dalam batas normal
o Hidung
Pemeriksaan
Keadaan luar

Rhinoskopi
Anterior

Rhinoskopi
Posterior

Bentuk dan ukuran


Mukosa
Sekret
Krusta
Concha Inferior
Septum
Polip/Tumor
Pasase udara
Mukosa
Khoana
Sekret
Torus tubarius
Fossa rosenmuller
Adenoid

Nares
Dekstra
Kering
Merah muda
DBN
DBN
DBN
DBN

Sinistra
Kering
Merah muda
DBN
DBN
DBN
DBN

DBN
-

Sulit dinilai

o Tenggorok
Bagian

Mulut

Kelainan
Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi Geligi

Keterangan
Bibir basah
DBN
DBN
87654321

12345678

DBN

Tonsil

Faring
Laring

Uvula
Halitosis
Mukosa
Besar
Kripta
Dentritus
Perlengketan
Mukosa
Granulasi
Post nasal drip
Epiglottis

Kartilago aritenoid

DBN
DBN
-

Bintik-Bintik
putih
T1
Tidak melebar
DBN
DBN

Bintik-Bintik
putih
T1
Tidak melebar
DBN
DBN

MOBILE

MOBILE

Plika ariepiglotika

DBN

Plika vestibularis

Terdapat nodulnodul berwarna


putih

Terdapat nodulnodul berwarna


putih

Plika vokalis

Terdapat nodulnodul berwarna


putih
SULIT DI
NILAI
SULIT DI
NILAI

Terdapat nodulnodul berwarna


putih
SULIT DI
NILAI
SULIT DI
NILAI

Rima glottis
Trakea

DBN

IV.

RESUME
a. Anamnesis
RPS
Telinga

Hidung,
Mulut

Tenggorok,
Leher

(-)

- mukosa hidung kering


(-)
-Mukosa bibir basah(+)

(-)

RPD
- Hearing Loss ( -)
- Tinitus ( - )
- Vertigo ( + )
- Otalgia ( - )
- Otorea ( - )
- Serumen (+)ADS
sedikit
Epistaksis (-)
Sumbatan ( -)
Rhinorea ( - )
Bersin ( - )
Nyeri daerah
muka dan kepala ( - )
nosmia/Hiposmia ( - )
- sesak napas( + )
- Rasa mengganjal di
tenggorok ( + )
- Odinofagia ( + )
- Disfagia ( + )
- Afoni/Disfoni ( + )
- Halitosis ( - )
- Terdapat bintik-bintik
putih di tonsil
- (+) Pembesaran KGB
- Plika
vestibularisTerdapat
nodul-nodul berwarna
putih
- Plika vokalisTerdapat
nodul-nodul berwarna
putih

b. Pemeriksaan Fisik
- Status generalis :
o KU
: Baik
-

V.

Status lokalis :
o ADS : serumen ADS sedikit
o CN
: mukosa kering
o NPOP : Terdapat bintik-bintik putih di tonsil
o MF
: DBN
o Leher : (+) Pembesaran KGB
DIAGNOSIS BANDING
- Laringitis TB + Serumen ADS
- Laringitis Kronik + Serumen ADS

VI.

DIAGNOSIS KERJA
- Laryngitis TB+ Serumen ADS

VII.

USULAN PEMERIKSAAN
Untuk evaluasi :
- Foto Rongent Thoraks PA
- Pemeriksaan LAB

VIII. PENATALAKSANAAN
a. Umum :
- Istirahat yang cukup
- Ekstraksi serumen AD
- Menjaga higenitas hidup
- Jangan membuang ludah sembarangan

b. Medikamentosa :
- Pengobatan dengan OAT
6

IX.

Isoniazid
4-6 mg/KgBB
Rifampisin
8-12 mg/KgBB
Pirazinami
20-30 mg/KgBB
Streptomisin
15-18 mg/KgBB
Etambutol
15-20 mg/KgBB
Ambroxol tab 3x1

PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
b. Quo ad functional

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis.Infeksi ini biasanya mengenai paru-paru (TB
pulmoner) tetapi dapat juga mengenai organ selain paru-paru (TB
extrapulmoner).Pada TB ekstrapulmonal, organ yang terlibat diantaranya,
kelenjar getah bening, otak, tulang temporal, rongga sinonasal, hidung, mata,
faring, kelenjar liur, dan termasuk salah satunya adalah laring.
TB laring atau dikenal sebagai laringitis TB jarang bersifat primer tanpa
disertai kelainan paru dan terjadi karena komplikasi suatu TB paru stadium
lanjut ataupun dengan lesi minimal.Pada pertengahan tahun 1900, TB laring
memiliki prevalensi yang cukup tinggi di dunia dan 37% merupakan
penderita yang disertai TB paru dengan prognosis yang buruk. Dahulu TB
laring terjadi pada kelompok usia muda, namun sekarang terjadi pada usia 5060 tahun dimana laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan
perbandingan 2:1.
Diagnosis TB laring dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan laboratorium, radiologis, bakteriologis, histopatologis,
serta pemeriksaan serologis seperti Polimerase Chain Reaction (PCR) dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
beberapa diagnosis banding.Namun pemeriksaan yang menjadi standar baku
emas untuk diagnosis pasti suatu laringitis TB adalah biopsi laring.
Semenjak tahun 1950-an angka TB dapat ditekan dengan pemakaian Obat
Anti Tuberkulosis (OAT), penggabungan metode deteksi serta pencegahan
secara dini, perubahan gaya hidup, dan edukasi, sehingga dapat menekan
penyebaran infeksi ke ekstra pulmonal dan ke lingkungan sekitar. Dua dekade
terakhir terjadi peningkatan insiden TB laring yang disebabkan peningkatan
penyakit imunosupresif, faktor usia, meningkatnya jumlah imigran dari
daerah resiko tinggi TB, dan terjadinya resistensi terhadap OAT.

BAB II
8

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Laring
2.1.1 Anatomi Laring
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian
atas.Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas
lebih besar daripada bagian bawah.Laring terletak di bagian anterior leher
setinggi corpus vertebrae cervicales III-VI.Laring menghubungkan bagian
inferior faring dengan trakea.Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan
batas bawahnya ialah batas kaudal cartilago cricoid.Kerangka laring terdiri
dari dari satu tulang, yaitu os hyoid dan sembilan tulang rawan yang
berhubungan melalui ligamentum dan membrana.
Os hyoid terletak pada bagian superior laring dan berbentuk U. Pada
permukaan superior os hyoid melekat tendon dan otot-otot lidah, mandibula,
dan kranium. Pada bagian bawah os hyoid terdapat dua buah alae atau sayap
cartilago tiroid yang menggantung pada ligamentum tiroid dan akan menyatu
di bagian tengah yang disebut dengan Adams Apple (jakun). Dari sembilan
tulang rawan terdapat tiga yang tunggal, yaitu:
a. Cartilago thyroidea
Merupakan cartilago terbesar dari tulang-tulang rawan laring.Bagian dua
pertiga cartilago thyroidea berupa lembar-lembar yang bersatu di bidang
median untuk membentuk prominentia laryngea (Adams apple).Tepat di atas
prominentia laryngea (Adams apple), kedua lembar berpisah untuk
membentuk incisura thyroidea yang berbentuk V. Tepi posterior masingmasing lembar (lamina) menonjol ke atas sebagai cornu superior dan ke
bawah sebagai cornu inferior.Tepi superior dan kedua cornu superior cartilago
thyroidea dihubungkan dengan os hyoideum oleh membrana
thyrohyoidea.Bagian median membrana tyrohyoidea ini yang lebih tebal,
dikenal sebagai ligamentum thyrohyoideum medianum, bagian-bagian lateral
yang menebal adalah ligamentum thyrohyoideum laterale yang dapat
mengandung beberapa cartilagines triticeae yang menyerupai butir-butir
gandum dan membantu menutup lubang laring sewaktu menelan. Cornu
inferior bersendi dengan permukaan lateral cartilago cricoidea pada
articulatio cricothyroidea. Gerak-gerak utama pada kedua sendi ini adalah
rotasi dan gerak luncur cartilago thyroidea yang menghasilkan perubahan
ukuran panjang plica vokalis.
b. Cartilago cricoidea
Berbentuk seperti cincin stempel yang tangkainya menghadap ke depan.
Bagian posterior (stempel) cartilago cricoidea adalah lempengnya, dan bagian
anterior (tangkai) membentuk lengkungnya.Meskipun cartilago ini jauh lebih
kecil daripada cartilago thyroidea, tulang rawan ini lebih tebal dan lebih
kuat.Cartilago cricoidea dihubungkan pada tepi bawah cartilago thyroidea

oleh ligamentum cricothyroideum medianum dan pada cartilago trachealis I


oleh ligamentum cricotracheale.Ligamentum cricothyroideum menyebabkan
adanya titik lunak di bawah cartilago thyroidea.Di sini laring paling dekat
dengan kulit dan paling mudah di capai.
c. Cartilago epiglottica
Membuat epiglotis lentur, bentuknya menyerupai daun dan terletak di
belakang radix linguae serta os hyoideum, dan di depan aditus laryngis,
membentuk bagian superior dinding anterior dan tepi superior aditus laryngis.
Bagian superior epiglotis adalah lebar dan bebas, ujung inferiornya
meruncing melekat pada ligamentum thyro-epiglotticum dalam sudut yang
dibentuk oleh kedua lembar cartilago thyroidea.Permukaan anterior cartilago
epiglottica berhubungan dengan os hyoideum melalui ligamentum hyoepiglotticum. Membrana quadrangularis adalah selembar jaringan ikat submukosa yang tipis, dn terbentang dari cartilago arytenoidea ke cartilago
epiglottica. Tepi inferior membrana quadrangularis ini yang bebas
membentuk ligamentum vestibulare yang dilapisi secara longgar oleh plica
vestibularis.Plica ini terletak superior dari plica vocalis dan terbentang dari
cartilago thyroidea ke cartilago arytenoidea.
Kemudian tiga cartilago berpasangan, yaitu:
a. Cartilago arytenoidea
Berbentuk seperti limas bersisi tiga.Tulang rawan ini bersendi dengan bagianbagian lateral tepi atas lempeng cartilago cricoidea. Masing-masing tulang
rawan di sebelah atas memiliki apex (puncak), di sebelah anterior sebuah
processus vocalis, dan sebuah processus muscularis yang menonjol ke lateral
dari alasnya. Apex cartilago arytenoidea dilekatkan pada plica ary-epiglottica,
processus vocalis pada ligamentum vocale, dan processus muscularis pada
musculus crico-arytenoideus posterior et lateralis.
b. Cartilago corniculata
b. Cartilago cuneiformis
Berupa bintil-bintil kecil di bagian posterior plica ary-epiglottica yang
melekat pada apex cartilaginis arytenoideae.Hal ini serupa dengan cartilago
corniculata.
Bagian dalam laring.Cavitas laryngis meluas dari aditus laryngis yang
merupakan sarana untuk berhubungan dengan laryngofaring, sampai setinggi
tepi bawah cartilago criocoidea untuk beralih ke dalam lumen tenggorok.
Cavitas laryngis dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:
Vestibulum laryngis yang terletak superior terhadap plica vestibularis
Ventriculus laryngis yang terletak antara plica vestibularis dan di atas plica
vocalis (ke lateral ventriculus laryngis meluas sebagai sinus laryngis, dari
masing-masing sinus sebuah sacculus laryngis yang buntu, menonjol ke
atas antara plica vestibularis dan lamina cartilaginis thyroideae).
10

Cavitas infraglottica, yakni cavitas laryngis inferior yang meluas dari plica
vocalis ke tepi inferior cartilago cricoidea.
Otot-otot laring.Otot-otot laring dapat dibedakan menjadi kelompok otot
ekstrinsik dan kelompok otot intrinsik.Otot-otot ekstrinsik menggerakkan
laring sebagai kesatuan.Musculi infrahyoidei berfungsi sebagai otot-otot
depresor os hyoideum dan laring, sedangkan musculi suprahyoidei dan
musculus stylopharyngeus berfungsi sebagai elevator os hyoideum dan
laring.Otot-otot intrinsik mengadakan gerak pada bagian laring, mengubah
panjang dan ketegangan plica vocalis, serta luas dan bentuk rima
glotis.Semua otot intrinsik laring kecuali satu, dipersarafi oleh N. Laryngeus
rekuren (cabang N. X); musculus cricothyroideus dipersarafi oleh N.
Laryngeus internus.
Saraf-saraf laring.Saraf-saraf laring berasal dari nervus vagus melalui ramus
internus dan ramus eksternus nervus laryngeus superior dan nervus laryngeus
rekuren.Nevus laryngeus superior dilepaskan dari pertengahan ganglion
inferius cabang nervus vagus yang terletak pada ujung superior trigonum
caroticum. Saraf ini berakhir menjadi dua cabang di dalam sarung karotis
(carotid sheath): nervus laryngeus internus (sensoris dan otonom) dan nervus
laryngeus eksternus (motoris). Nervus laryngeus internus menembus
membrana thyrohyoidea bersama arteri laryngea superior dan mengantar
serabut sensoris kepada membrana mukosa laring yang terdapat superior dari
plica vocalis. Nervus laryngeus eksternus menurun di belakang musculus
sternothyroideus bersama arteri thyroidea superior.Mula-mula letaknya pada
musculus constrictor pharyngis inferior dan kemudian menembus otot ini dan
mempersarafinya serta juga musculus cricothyroideus.
Nervus laryngeus rekuren mempersarafi semua otot intrinsik kecuali
musculus cricothyroideus.Nervus ini membawa serabut sensoris kepada
membran mukosa laring inferior dan plica vocalis.Bagian akhirnya, yakni
nervus laryngeus inferior memasuki laring dengan melintas di sebelah dalam
tepi inferior musculus constrictor pharyngis inferior.Saraf ini terpecah
menjadi ramus anterior dan ramus posterior yang mengiringi arteri laryngea
inferior ke dalam laryng.
Vaskularisasi laring.Laring mendapat pasokan darah dari cabang-cabang
arteri thyroidea superior dan arteri thyroidea inferior. Arteri laryngea superior
mengiringi ramus internus nervi laryngealis superior melalui membran
thyrohyoidea dan kemudian bercabang-cabang untuk mengantar darah kepada
permukaan dalam laring. Arteri laryngea inferior mengiringi nervus laryngeus
inferior dan memasok darah kepada membran mukosa dan otot-otot di aspek
inferior laring.
Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring.Vena laryngea superior bersatu
dengan vena thyroidea superior lalu bermuara ke dalam vena jugularis
11

interna.Vena laryngea inferior bersatu dengan vena thyroidea inferior atau


pleksus vena-vena tiroid yang beranastomose pada aspek anterior trakea.

Gambar 1. Anatomi Laring

Gambar 2. Laring penampang lateral

12

Gambar 3. Laring penampang posterior


2.1.2 Fisiologi Laring
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,
sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi.Fungsi laring untuk proteksi adalah
untuk mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea
dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang secara
bersamaan.Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang
berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk.Fungsi respirasi
laring dengan mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya
perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu laring juga mempunyai
fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu
gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta
mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk
kedalam laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi
seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan
fungsinya untuk fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi
rendahnya nada.Tinggi rendahnya nada diatur oleh ketegangan plica vocalis.
Bila plica vocalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan
kartilago tiroid ke bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada
saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik
kartilago aritenoid ke belakang. Plica vocalis kini dalam keadaan yang efektif
untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid ke depan, sehingga plica vocalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plica vocalis akan menentukan tinggi
rendahnya nada.

13

Gambar 4. Bentuk laring saat respirasi dan fonasi


2.2 Laringitis
Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah
laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat
terjadi baik akut maupun kronik. Hampir setiap orang dapat terkena laringitis,
biasanya berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian
atas.Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai
macam sebab. Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada
usia 18-40 tahun untuk dewasa sedangkan pada anak-anak umumnya terkena
pada usia diatas 3 tahun.
2.2.1 Laringitis Akut
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan
bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe
1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus
influenzae,
Branhamella
catarrhalis,
Streptococcus
pyogenes,
Staphylococcus aureus dan Streptococcuspneumoniae. Radang akut laring,
pada umumnya merupakan kelanjutan dari rhinofaringitis (common
cold).Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan napas,
sedangkan pada dewasa tidak secepat pada anak.
Penyebab lain dari laringitis akut, antara lain: karena perubahan musim/
cuaca, pemakaian suara yang berlebihan, trauma, bahan kimia, merokok dan
minum-minum alkohol dan alergi.
Gejala dan tanda pada laringitis akut terdapat gejala radang umum, seperti
demam, malaise, serta gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak dapat
bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika menelan atau berbicara, serta gejala
sumbatan laring. Selain itu terdapat gejala batuk kering dan lama kelamaan
disertai dengan dahak kental.
Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama
di atas dan bawah pita suara.Biasanya terdapat juga tanda radang akut di
hidung atau sinus paranasal atau paru-paru.

14

2.2.2 Laringitis Kronis


Laringitis kronis adalah inflamasi pada laring yang lebih dari 3 minggu.
Penyebab paling sering adalah sinusitis kronis, deviasi septum yang berat,
polip hidung atau bronkitis kronis.Mungkin juga disebabkan oleh
penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa
berbicara keras.
Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, dan
kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasi skuamosa.Gejalanya
ialah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga
pasien sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret karena mukosa yang
menebal.Pada pemeriksaan tampak mukosa menebal, permukaannya tidak
rata dan hiperemis.Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor,
maka perlu dilakukan biopsi.
Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta
bronkus yang mungkin menjadi penyebab laringitis kronis itu.Pasien diminta
untuk tidak banyak bicara (vocal rest).
2.3 Laringitis TB
2.3.1 Definisi
Termasuk ke dalam penyakit tuberkulosi ekstrapulmoner dan salah satu
laringitis kronis spesifik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosa.
2.3.2 Etiologi
Mycobacterium tuberculosa merupakan kuman penyebab TB laring yang
merupakan kuman basil tahan asam. Robert Koch pada tahun 1882
menemukan kuman ini tidak membentuk eksotoksin maupun endotoksin dan
fraksi protein akan menyebabkan nekrosis pada jaringan, sedangkan fraksi
lemak bersifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab fibrosis,
terbentuknya tuberkuloid, serta tuberkel.
Mycobacterium tuberculosa berukuran 2 sampai 4 mikrometer dan dapat
tumbuh subur pada pO2 140mmHg.Kuman dilepaskan ke udara ketika
seseorang berbicara, bersin, atau batuk. Untuk droplet partikel kuman
berukuran yang berukuran >5-10 mikrometer dapat tersebar dalam radius 1,5
meter. Apabila terhirup, kuman akan dibersihkan oleh silia saluran pernafasan
bagian atas. Pada kuman dengan ukuran <5mikrometer akan menembus jauh
ke dalam bronkiolus, sehingga dapat menimbulkan suatu proses infeksi.
2.3.3 Patogenesis
Patogenesis TB dapat menular melalui inhalasi droplet yang dihirup
seseorang dan dapat menembus sistem mukosiliar saluran pernafasan atas dan
diteruskan ke organ paru.Kuman Mycobacterium tuberkulosis dapat
menimbulkan gejala pada seseorang berdasarkan beberapa faktor, diantaranya

15

virulensi dan jumlah kuman dalam tubuh serta daya tahan tubuh manusia itu
sendiri.
Bebeberapa teori yang menyebabkan terjadinya kontaminasi laring oleh
kuman Mycobacterium tubeculosa, diantaranya:
1. Teori bronkogenik
Dimana laring mengalami infeksi melalui kontak langsung dari sekret atau
sputum yang kaya kuman Mycobacterium tubeculosa, baik pada cabang
bronkus atau pada mukosa laring. Dengan kata lain laring mengalami
gangguan seiring dengan kelainan yang terjadi di paru. Suatu penelitian
melaporkan lokasi lesi pada laring paling sering terjadi pada bagian posterior
laring berupa edema, granuloma, hiperplasia reaktif, ulserasi, dan tuberkel
epiteloid.
2. Teori hematogenik
Pada teori ini kelainan hanya terjadi di laring dan tidak memperlihatkan
kelainan pada paru.Kuman Mycobacterium tubeculosa menyebar melalui
darah dan sistim limfatik, dan beberapa penelitian membuktikan lesi pada
laring paling sering ditemukan pada epiglotis dan bagian anterior laring
berupa edema polipoid, hiperplasia, dan ulserasi minimal.
Infeksi awal pada subepitelial berupa gambaran fase inflamasi akut difus
seperti hiperemis, edema, dan infiltrasi sel-sel eksudat.Kemudian
terbentuknya granuloma tuberkel yang avaskuler pada jaringan submukosa
dengan daerah perkijuan yang dikelilingi sel epiteloid pada bagian tengah dan
sel mononukleus pada bagian perifer.Tuberkel yang berdekatan bersatu
hingga mukosa di atasnya meregang atau pecah dan terjadi ulserasi.
Ulkus yang timbul membesar, biasanya dangkal dan ditutupi oleh perkijuan
dan dirasakan nyeri oleh penderita, dan bila ulkus semakin dalam akan
mengenai cartilago laring sehingga terjadi perikondritis atau kondritis
terutama cartilago aritenoid dan epiglotis. Kerusakan tulang rawan yang
terjadi mengakibatkan terbentuknya nanah yang berbau dan selanjutnya akan
terbentuk sekuester. Pada stadium ini keadaan penderita sangat buruk dan
dapat berakibat fatal.
2.3.4 Gejala Klinis
Secara klinis, laringitis TB terdiri atas 4 stadium, yaitu:
1. Stadium inflitrasi
Yang pertama-tama mengalami pembengkakan dan hiperemis ialah mukosa
laring bagian posterior.Kadang-kadang pita suara terkena juga.Pada stadium
ini mukosa laring berwarna pucat.Kemudian di daerah sub-mukosa terbentuk
tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna
kebiruan.Tuberkel itu makin membesar, serta beberapa tuberkel yang
berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada suatu saat,
karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus.

16

Gambar 5. Stadium infiltrasi


2. Stadium ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini
dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkijuan serta dirasakan sangat nyeri oleh
pasien.

Gambar 6. Stadium ulserasi


3. Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring dan yang paling
sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi
kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini
akan melanjut dan terbentuk sekuester (squester). Pada stadium ini keadaan
umum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat
17

bertahan maka proses berlanjut dan masuk dalam stadium terakhir yaitu
stadium fibrotuberkulosis.
4. Stadium fibrotuberkulosis
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita
suara dan subglotik.

Gambar 7. Stadium fibrotuberkulosis


2.3.5 Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik.Pada pemeriksaan laring dapat terlihat mukosa yang
udem, hiperemis dan difus pada sepertiga posterior laring atau terlihat lesi
eksofitik granular yang menyerupai gambaran suatu karsinoma. Auerbach dan
Bailey seperti yang dikutip Chi Wang dkk menyatakan lesi yang terjadi pada
18

laring berupa ulkus yang multipel dan tersebar, serta lesi hipertrofi pada
laring.
Kelainan laring pada penderita TB laring menunjukkan gambaran lesi putih
pada mukosa (38,5%), terdapat ulkus (13,50%), massa granulomatosa
(13,50%), peradangan nonspesifik (26,9%), terdapatnya semua gambaran
klinis (53,8%), dan tidak ada pergerakan pita suara (11,5%). Pada kasus tidak
terdapat pergerakan pita suara yang terjadi bilateral diperlukan tindakan
trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan nafas atas.
Pemeriksaan radiologi.Gambaran radiologi berupa infiltrasi pada daerah
apikal, lesi fibrokalsifikasi, terdapat kavitas, adanya gambaran granulomanodular, atau terdapat gambaran opak pada lapangan paru.
Pemeriksaan
bakteriologis.Pemeriksaan
bakteriologis
merupakan
pemeriksaan untuk diagnosis pasti TB, namun tidak semua penderita TB
mempunyai pemeriksaan bakteriologis positif.Bilasan bronkus, jaringan paru,
cairan pleura, cairan serebrospinal, urin, feses, dan jaringan biopsi dapat
digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis dengan menggunakan pewarnaan
Ziehl Nielsen, selain pemeriksaan pada sputum.
Pemeriksaan biakan kuman.Biakan kuman Mycobacterium tubeculosa
pada sputum memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan. Hasil positif pada biakan kuman penderita TB memiliki tingkat
keakuratan yang cukup tinggi 84,6%.
Pemeriksaan histopatologi. Biopsi laring menjadi standar baku emas pada
TB laring ataupun keganasan laring, walaupun pemeriksaan sputum dan
rontgen toraks sudah cukup membantu. Gambaran mikroskopis pada TB
memperlihatkan suatu kelompok sel epitel numerous dan sel Giant Langhans
multipel dengan menggunakan pewarnaan HE, sedangkan basil tahan asam
akan terlihat dengan pewarnaan Ziehl Nielsen. Pemeriksaan uji tuberkulin
kurang berarti sebagai alat bantu diagnostik. Dasar dari pemeriksaan ini
adalah timbulnya reaksi hipersensitifitas terhadap tuberkuloprotein akibat
terjadinya suatu proses infeksi di dalam tubuh.
Pada TB laring yang disertai pembesaran kelenjar getah bening, dapat
dilakukan pemeriksaan histopatologi biopsi aspirasi jarum halus.
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
b. Gejala dan pemeriksaan klinis
c. Laboratorium
d. Foto rontgen thoraks
e. Laringoskopi langsung/tak langsung
f. Pemeriksaan patologi anatomi
2.3.7 Diagnosa Banding

19

Diagnosis Banding TB laring sulit dibedakan dengan gambaran karsinoma


laring, untuk itu perlu ketepatan diagnosis dan pemeriksaan penunjang dalam
menegakkan diagnosis secara pasti.
Ling, Zhou, dan Wang melaporkan bahwa TB laring sering salah diagnosis
dengan keganasan laring (42,9%), polip pita suara (21,4%), papiloma laring
(14,3%), epiglositis akut (14,3%), dan kista pita suara (7,2%).11 Beberapa
diagnosis banding lainnya yaitu sifilis, sarkoidosis, granulomatosis
Wageners, dan infeksi jamur.
2.3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pemberian OAT pada TB bertujuan menurunkan mata rantai
penularan, mengobati infeksi yang terjadi, mencegah kematian, dan
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT.
American Thoracic Society (ATS) menyatakan prinsip pengobatan TB
ekstrapulmonal tidaklah berbeda dengan TB pulmonal, termasuk pengobatan
untuk TB laring.Pada kasus-kasus TB dengan penyulit terdapat perbedaan
dari dosis, waktu pengobatan, dan kombinasi obat, seperti TB meningitis, TB
tulang, yang memiliki penanganan berbeda.
Pemberian terapi selama 6 bulan merupakan standar yang dipakai untuk
pengobatan TB pulmonal dan TB ekstrapulmonal secara umum.Dosis OAT
adalah dosis individual yang sesuai dengan berat badan.
Evaluasi keteraturan berobat merupakan salah satu faktor yang harus
diperhatikan dalam pengobatan TB. Ketidakteraturan konsumsi obat akan
menyebabkan timbulnya masalah resisten multi obat (Multi Drug Resistance/
MDR). Selain tidak teraturnya konsumsi obat, faktor HIV dan faktor kuman
juga dapat menyebabkan MDR.
Respon pengobatan pada TB laring dapat terjadi dalam 2 minggu.6 Suara
serak yang terjadi karena hipertrofi dapat mengalami perbaikan, namun
pergerakan pita suara yang terbatas akibat fibrosis dapat bersifat
menetap.Yelken melaporkan respon OAT terhadap laring cukup baik rata-rata
2 bulan dimana sebagian kasus lesi yang terjadi sebelumnya tidak terlihat
lagi.
Pemberian kortikosteroid pada kasus-kasus dengan fiksasi pita suara dapat
diberikan untuk mencegah fibrosis yang dapat menyebabkan sumbatan jalan
nafas atas.Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di
Indonesia, menyatakan kortikosteroid tidak memberikan peranan penting
pada TB laring.yang disertai faktor-faktor penyulit, seperti pada TB milier,
TB meningitis, TB dengan efusi pleura, dan TB disertai sepsis dan keadaan
umum yang buruk.

20

Tabel 1. Dosis dan efek samping dari obat anti tuberkulosis lini pertama
Nama
Obat

Dosis
Harian

Efek Samping

Isoniazid

4-6
mg/kgBB
(max.
300
mg)

Hepatitis, neuropati perifer, kulit


memerah, demam, agranulositosis,
ginekomastia

Rifampisin

Pirazinamid
Streptomisi
n
Etambutol

8-12
mg/kgBB
(max
600
mg)
20-30
mg/kgBB
15-18 mg/kg

Hepatitis, gangguan pencernaan,


demam,
kulit
memerah,
trombositopenia, nefritis interstitial,
sindrom flu
Hepatitis, hiperurisemia, muntah,
nyeri sendi, kulit memerah
Ototoksik, nefrotoksik Neuritis
retrobulbar,
nyeri
sendi,
hiperurisemia, neuropati perifer

15-20 mg/kg
2.3.9 Komplikasi
Komplikasi penyebaran kuman Mycobacterium tubeculosa secara limfogen
atau hematogen dapat terjadi, sehingga dapat menyebabkan timbulnya
komplikasi akibat meluasnya penyebaran fokus primer ke bagian tubuh lain.
Komplikasi di paru dapat berupa kelainan paru yang luas, kavitas, efusi
pleura, empiema, endobronkitis, atelektasis, penyebaran milier, dan
bronkiektasis.
Selain komplikasi yang terjadi di paru, komplikasi di laring dapat terjadi,
diantaranya stenosis laring, fiksasi dari krikoaritenoid akibat fibrosis,
subglotis stenosis, gangguan otot laring, dan pararalisis pita suara ketika
krikoaritenoid atau nervus laringeal rekuren mengalami trauma dan
memerlukan tindakan bedah untuk menanggulanginya.

21

BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis yang biasanya mengenai paru-paru (TB
pulmoner) tetapi dapat juga mengenai organ selain paru-paru (TB
extrapulmoner) diantaranya, kelenjar getah bening, otak, tulang temporal,
rongga sinonasal, hidung, mata, faring, kelenjar liur, dan termasuk salah
satunya adalah laring.
Gejala klinis yang muncul pada psien laringitis TB dapat berupa suara serak,
yang diikuti nyeri menelan dan sukar menelan, pada beberapa kasus disertai
batuk dan stridor yang disebabkan obstruksi jalan nafas akibat lesi yang
hipertrofi atau fiksasi dari krikoaritenoid.
Diagnosis laringitis TB dapat ditegakkan berdasarkan, anamnesis, gejala dan
pemeriksaan klinis, laboratorium, foto rontgen thoraks, laringoskopi
langsung/tak langsung, serta pemeriksaan patologi anatomi.
Prinsip pengobatan TB ekstrapulmonal tidaklah berbeda dengan TB
pulmonal, termasuk pengobatan untuk TB laring.Evaluasi keteraturan berobat
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan TB.

22

Anda mungkin juga menyukai