Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KEPERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI

ASUHAN KEPERAWATAN PLASENTA PREVIA

Dosen Pembimbing :
Ns. Marini Agustin, S.Kep, M.Kep, M.Pd

Di Susun Oleh :
Lelita Prameswari (2720220136)

FALKUTAS ILMU KESEHATAN


PRODI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2023/2024

1
DAFTAR ISI
BAB 1 ............................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................... 3
C. TUJUAN ............................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 5
A. KONSEP PENYAKIT PLASENTA PREVIA ..................................................... 5
1. PENGERTIAN PLASENTA PREVIA .......................................................... 5
2. ETIOLOGI PLASENTA PREVIA ................................................................ 5
3. KLASIFIKASI PLASENTA PREVIA .......................................................... 6
4. ANATOMI FISIOLOGIS PLASENTA PREVIA........................................... 6
5. TANDA DAN GEJALA PLASENTA PREVIA ............................................. 6
6. KOMPLIKASI PLASENTA PREVIA .......................................................... 7
7. DATA PENUNJANG PLASENTA PREVIA ................................................. 7
8. PENATALAKSANAAN PLASENTA PREVIA ............................................ 8
9. PATOFISIOLOGI PLASENTA PREVIA ...................................................... 8
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................. 9
1. PENGKAJIAN ............................................................................................. 9
2. DIAGNOGA KEPERAWATAN .................................................................... 9
3. INTERVENSI ............................................................................................... 10
4. IMPLEMENTASI ......................................................................................... 11
5. EVALUASI .................................................................................................. 12
BAB III ........................................................................................................................... 13
PENUTUP ...................................................................................................................... 13
A. KESIMPULAN ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada
kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda
dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar
uterus.Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah
kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22
minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu
biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu. Oleh
karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya
umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber
pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya.
Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu
bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan
plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah
plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas sumbernya
Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3% dari semua persalinan yang terbagi atas
plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas penyebabnya. Pada
umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau setelah usia kehamilan,
namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit- sedikit kemungkinan tidak akan
tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda
permulaan persalinan biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak, mereka
datang untuk mendapatkan pertolongan. Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22
minggu yang lebih banyak pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap
sebagai perdarahan. anterpartum apapun penyebabnya, penderita harus segera dibawah ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Perdarahan
anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi medisnya maupun
dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa definisi dari plasenta previa?
B. Bagaimana etiologi plasenta previa?
C. Apa saja klasifikasi plasenta previa?
D. Bagaimana patofisiologi plasenta previa?
E. Apa saja tanda dan gejala plasenta previa?
F. Apa saja komplikasi plasenta previa?
G. Apa saja pemeriksaan diagnostic dari plasenta previa?
H. Bagaimana penatalaksaan dari plasenta previa?
I. Bagaimana asuhan keperawatan dari plasenta previa?
1.3 Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi dari plasenta previa
2. Untuk mengetahui etiologi dari plasenta previa
3. Untuk menegetahui plasenta previa
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari plasenta previa

3
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari plasenta previa
6. Untuk mengetahui komplikasi dari plasenta previa
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari plasenta previa
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari plasenta previa
9. Mengidentifikasi asuhan keperawatan plasenta previa

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit Plasenta Previa
1. Pengertian

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Menurut Prawiroharjo, plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir
(prae = di depan; vias jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang
implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian
ostium internum. Menurut Cunningham, plasenta previa merupakan implantasi
plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta
menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah Rahim.
2. Epdememiologi
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari
seluruh kasus pendaraha anterpartum, plasenta previa merupakan penyebab yang
terbanyak. Oleh karenan itu, pada kejadian pendarahan anterpartum, kemungkinan
plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu. Amerika Serikat statistik Plasenta
previa sering dilaporkan terjadi pada 0,5% dari seluruh. kehamilan US. Sebuah
besar, penduduk yang berbasis di AS, 1989-1997 penelitian menunjukkan kejadian
2,8 per 1.000 kelahiran hidup. Peningkatan risiko sebesar 1,5 sampai 5 kali lipat
dengan sejarah kelahiran sesar. Sebuah meta- analisis menunjukkan bahwa tingkat
plasenta previa meningkat dengan. meningkatnya jumlah kelahiran sesar, dengan
tarif sebesar 1% setelah 1 sesar, 2,8% setelah 3 kelahiran sesar, dan setinggi 3,7%
setelah 5 sesar. Perbedaan ras dan usia terkait dalam insiden Pentingnya ras dalam
memiliki peran dalam plasenta previa agak kontroversial. Beberapa studi
menunjukkan peningkatan risiko antara perempuan kulit hitam dan Asia, sedangkan
penelitian lain menyebutkan tidak ada perbedaan. Ibu lanjut usia juga telah sangat
terkait dengan meningkatnya insiden plasenta previa. Insiden plasenta previa
setelah usia 35 tahun dilaporkan 2%. Peningkatan lebih lanjut untuk 5% terlihat
setelah usia 40 tahun, yang merupakan peningkatan 9 kali lipat jika dibandingkan
dengan perempuan yang lebih muda dari 20 tahun.
3. Etiologi
Penyebab pasti dari placenta previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi
berkurangnya vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena bekas luka operasi
uterus, kehamilan molar, atau tumor yang menyebabkan implantasi placenta jadi
lebih rendah merupakan sebuah teori tentang penyebab palcenta previa yang masuk
akal. Selain itu, kehamilan multiple lebih dari satu yang memerlukan permukaan

5
yang lebih besar untuk implantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu
penyebab terjadinya placenta previa. Dan juga pembuluh darah yang sebelum
mengalami perubahan yang mungkin mengurangi suplai darah pada daerah itu,
factor predisposisi itu untuk implatasi rendah pada kehamilan berikutnya.
4. Klasifikasi
A. Menurut De Snoo:
- Plasenta previa sentralis (totalis): pembukaan 4-5 cm, teraba plsenta
menutupi seluruh ostea
- Plasenta previa lateralis: sebagai jalan lahir ditutupi plasenta
- Posterior: bila sebagaian menutupi ostea bagian belakang
- Anterior: bila menutupi ostea bagian depan.
- Marginalis bila sebagaian kecil atau hanya pinggirn ostea hany ditutupi
B. Menurut Browne:
- Tingkat I lateral plasent previa pinggir bawah plasenta bawah plasenta
berinversi sampi segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir
pembukaan.
- Tingkat II/ marginal plasenta previa plasenta mencapai pinggir pembukan
ostea.
- Tingkat III / complete plasenta previa : plasenta menutupi ostea pada waktu
tertentu dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
- Tingkat IV / sentral palsenta previa plasenta menutupi seluruhnya pada
pembukaan hampir lengkap.
5. Anatomi dan fisiologis
a. Uterus
Uterus merupakan organ berongga dengan dinding muscular tebal, terletak di dalam
kavum pelvis minor (true pelvis) antara vesia urinaria dan rectum. Ke arah kaudal,
kavum uteri berhubungan dengan vaginaUterus berbentuk seperti buah pir
(pyformis) terbalik dengan aspek mengarah ke kauda dorsal, yang membentuk
sudut dengan vagina sedikit lebih 90 derajat uterus seluruhnya terletak di dalam
pelvis sehingga basisnya terletak tepat di garis median, serinf terletak lebih kanan.
Posisi yang tidak tepat (fixed) bisa berubah tergantung pada isi vesika urinaria yang
terletak ventro kaudal dan isi rectum yang terletak dorso cranial. Panjang uterus
kurang lebih 7,5cm, lebarnya kurang lebih 5 cm, tebalnya kuranng lebih 2,5 cm
beratnya 30-40 gram. Uterus dibagi menjadi tiga bagian yaitu: fundus uteri, korpus
uteri, dan servik uteri.
6. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari plasenta previa secara umum menurut Taufan Nugroho
(2011)antara lain: Pendarahan vagina, anemis, fundus uteri rendah, bagian bawah
janin belum turun. Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas
dapat diterangkan bahwasanya vaskularisas/ yang berkurang atau perubahan atropi
pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa,
tidaklah selalu benar. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke
plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya
normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya sehingga mendekati atau
menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir Frekuensi plasenta previa pada
primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering

6
dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun. Pada
grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari
grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
7. Komplikasi
a. Plasenta abruptio Pemisahan plasenta dari dinding rahim
b. Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan
histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
c. Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta
d. Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya (<37 minggu)
e. Kecacatan pada bayi
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah: Hemoglobin, hematoknit
b. Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan plasenta
atau jarak tepi plasenta terhadapp ostium
c. Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat menentukan sumber
pendarahan dari kamalis servisis atau sumber lain (servistis, polip,
laserasi/trauma).
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Episode pendarahan significan yang pertama biasanya terjadi di rumah pasien,
dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat dirumah sakit dan tidak
dilakukan pemeriksaan vagina, karena akan mencetuskan perdarahan yang
sangat berat. Dirumah sakit TTV pasien diperiksa, dinilai jumlah darah yang
keluar, dandilakukan close match. Kehilangan darah yang banyak memerlukan
transfusi. Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan umur kehamilan janin,
presentasidan posisinya.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi
Dilakukan segara setelah masuk, untuk mengkonfirmasi diagnosis
Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada perdarahan dan umur kehamilan
janin. Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan darurat untuk
melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa memperhitungkan umur kehamilan janin.
Jika perdarahan tidak hebat, perawatan kehamilan dapat dibenarkan jika umur
kehamilan janin kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini. cenderung
berulang,ibu harus tetap dirawat di RS. Episode perdarahan berat mungkin
mengharuskan pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan kasus
kehamilan dapat dilanjutkan hingga 36 minggu kemudian pilihan melahirkan
bergantung padaapakah derajat plasenta previanya minor atau mayor. Wanita
yag memiliki derajat plasenta previa minor dapat memilih menunggu kelahiran
sampai term atau denganinduksi persalinan, asalkan kondisinya sesuai. Plasenta
previa derajat mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang
ditentukan oleh pasien ataudokter, meskipun biasanya dilakukan sebelum
tanggal yang disepakati, karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat.
c. Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke
kiri, tidak melakukan senggama, menghidari peningkatan tekanan rongga perut
(misal batuk, mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus NaCl

7
fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairal peroral, pantau tekanan darah
dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 manit untuk mendeteksi adanya
hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin.
Bila terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila
tidakteratasi, upaya penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia
kehamilan. Penanganan di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila
terdapatrenjatan, usia gestasi kurang dari 37 minggu, taksiran Berat Janin
kurang dari 2500g, maka:
- Bila perdarahan sedikit, rawat sampai sia kehamilan 37 minggu, lalulakukan
mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg IV/hari selama 3hari.
- Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam
Di atas Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti kehamilan preterm.
Bila tidak ada renjatan usia gestaji 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin
2500g atau lebih lakukan PDMO, bila temyata plasenta previa lakukan
persalinan perabdominam, bila bukan usahakan partus pervaginam.
10. Patofisiologi
Perdarahan anter partum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu
saat sekmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar dan menipis. Umumnya
terjadi pada trimester ke tiga karena segmen bawah uterus lebih. banyak mengalami
perubahan. Pelebaran sekmen bawah uterus dan. pembukaan servik menyababkan
sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan
sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan. tak dapat dihindarkankarena adanya
ketidakmampuan selaput otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada
plasenta letak normal.

8
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Plasenta Previa
1.) Pengkajian
a. Identitas klien : Nama, umur, pekerjaan, Pendidikan,
agama,suku/bangsa
b. Keluhan utama : Biasanya pasien mengalami pendarahan secara tiba
tiba, kadang kala di sertai dengan adanya kontraksi
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami pendarahan di jalan lahir, bewarna merah segar
2. Riwayat Kesehatan dahulu
Terkait penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan gangguan yang
menjadi pemicu munculnya placenta previa atau solutio placenta, misalnya:
riwayat tekanan darah sebelum hamil, riwayat pre eklampsia/eclampsia,
riwayat solusio placenta pada kehamilan sebelumnya, riwayat hipertensi
sebelumnya.
d. Riwayat keluarga
Tanyakan penyakit yang di derita oleh keluarganya
e. Pola aktivitas
Melaporkan kurang energi, nyeri, penurunan penampilan
f. Pola istirahat dan tidur
Biasanya pada klien ini istirahatnya terganggu karena sakit yang di rasakan
g. Integritas ego
Klien mengatakan mengeluh cemas dan ketakutan akan persalinan yang
abnormal karena proses persalinan yang Panjang
h. Nyeri atau ketidak nyamanan
Klien mengatakan nyeri akibat proses persalinan
i. Pemeriksaan fisik
1. Kepala dan leher
a. Kaji kebersihan dan distribusi kepala dan rambut
b. Kaji expresi wajah klien ( pucat, kesakitan)
c. tingkat kesadaran pasien baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Kesadaran kuantitatif diukur dengan GCS
d. Amati warna sklera mata ( ada tidaknya ikterik) dan konjungtiva mata
(anemis ada/tidak)- Amati dan periksa kebersihan hidung, ada tidaknya
pernafasan cupinghidung, deformitas tulang hidung.
e. Amati kondisi bibir
f. Kaji ada tidaknya kelenjat tiroid
2. Thorak
a. Paru
Hitung frekuensi pernafasan, inspeksi irama pernafasan, inspeksi
pengembangan kedua rongga dada simetris/tidak, auskultasi dan
identifikasi suara nafas pasien
b. Jantung dan sirkulasi darah
c. Raba kondisi akral hangat/dingin, hitung denyut nadi, identifikasikan
kecukupan volume pengisian nadi, reguleritas denyut nadi, ukurlah
tekanan darah pasien saat pasien berbaring/istirahat dan diluar his.

9
Identifikasikan ictus cordis dan auskultasi jantung identifikasi bunyi
jantung.
3. Payudara
Kaji pembesaran payudara, kondisi puting ( puting masuk, menonjol, atau
tidak) , kebersihan payudara dan produksi ASI.
4. Abdomen
a. Kaji pembesaran perut sesuai umur kehamilan
b. Lakukan pemeriksaan leopold 4
c. Periksa djj berapa kali denyut nadi janin 1 minggu keluar
d. Amati ada strsei pada abdomen/tidak
e. Ada tidaknya nyeri tekanan
5. Genetalia
a. kaji dan amati ada tidaknya perdarahan pevaginam
b. k/p lakukan pemeriksaan dalam didapatkan hasil serviks bisa sudah
terbukaatau tertutup, jika sudah maka serviks akan menonjol
6. Ekstermitas
a. Kaji ada tidaknya kelemahan
b. Capilerry revile time- Ada tidaknya oedema
c. Kondisi akral hangat/dingin- Ada tidaknya keringat dingin
d. Tonus otot , ada tidaknya kejang Pemeriksaan obstetric
e. Amati kondisi bibir ( kelembaban, warna, dan kesimetrisan )
f. Kaji ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid, bendungan vena jugularis

2.) Diagnosa keperawatan


1. Resiko cedera pada janin b.d Riwayat persalinan sebelumnya (D.0138)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)
3. Resiko pendarahan b.d komplikasi kehamilan (D.0012)

10
3.) Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


keperawat kriteria hasil
an
1. Resiko Tingkat Cedera Pemantauan denyut jantung bayi
cedera (L.14136) (I.02056)
pada janin
b.d Setelah dilakukan Observasi :
Riwayat Tindakan 2x24 1. Identifikasi status obstuktif
persalinan jam di harapkan : 2. Identifikasi Riwayat obstuktif
sebelumny 1. Pendaraha 3. Periksa denyut jantung janin
a. n menurun selama 1 menit
2. Gangguan 4. Monitor detak jantung janin
(D.0138) mobilitas
menurun Edukasi
3. Tekanan 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
darah pemantauan
membaik
4. Frekuensi
nadi
membaik
2. Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen nyeri (I.08238)
b.d agen (L.08066)
pencedera Observasi
fisiologis Setelah dilakukan 1. Identifikasi skala nyeri
Tindakan 2x24 2. Identifikasi factor yang
(D.0077) jam di harapkan : memperberat dan memperingan
1. Keluhan nyeri
nyeri 3. Identifikasi
menurun lokasi,karakteristik,durasi,freku
2. Kesulitan en, kualitas, integritas nyeri
tidur Terapeutik
menurun 1. Berikan ternik nonfarmakologi
3. Meringis untuk mengurangi rasa nyeri
menurun Edukasi
4. Gelisah 1. Jelaskan penyebab,periode,dan
menurun pemicu nyeri
5. Pola tidur 2. Jelaskan strategi meredakan
membaik nyeri
3. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
meredakan nyeri

3. Resiko Tingkat Pencegah pendarahan (I.02067)


pendaraha pendarahan
n b.d (L.02017) Observasi
komplikasi 1. Monitor tanda dan gejala
kehamilan pendarahan

11
(plasenta Setelah dilakukan 2. Monitor monitor nilai
previa) Tindakan 2x24 hematokrit/hemaglobin sebelum
jam di harapkan : dan setelah kehilangan darah
(D.0012) 1. Distensi 3. Monitor tanda-tanda vital
abdomen ortostatik
menurun 4. Monitor koagulasi
2. Pendaraha Teraupetik
n vagina 1. Pertahankan bed rest selama
menurun pendarahan
3. Pendaraha 2. Gunakan kasue pencegah
n pasca dekubulus
operasi 3. Hindari pengukuran suhu rektal
menurun Edukasi
4. Frekuensi 1. Jelaskan tanda dan gejala
nadi pendarahn
membaik 2. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari
konstipasi
3. anjurkan meningkatkan
makanan dan vitamin k

4.) Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan membantu klien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan
teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan
evaluasi. Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama
merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana,
implementasi rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua merupakan
puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini,
perawat berusaha menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi klien. Fase
ketiga merupakan terminasi perawat-klien setelah implementasi keperawatan
selesai dilakukan. Langkah selanjutnya adalah menyimpulkan hasil pelaksanaan
intervensi keperawatan tersebut.
5.) Evaluasi
Evaluasi adalah suatu aktivitas yang direncanakan, terus menerus, aktifitas yang
disengaja dimana klien, keluarga dan perawat tenaga kesehatan professional
lainnya menentukan :
a. Kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai
b. Kefektifan dari rencana asuhan keperawatan
Di dalam pencatatan evaluasi, terdapat langkah-langkah penting yang harus
dilakukan:
a. Pengumpulan data dan pembentukan pernyataan kesimpulan.
b. Kepekaan terhadap kemampuan klien untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan
kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya. Faktor resiko yang juga
penting dalam terjadinya plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio
sebelumnya,kejadian plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat
seksio. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC
(Disseminated Intravascular Coagulopathy)Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat
disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing,
pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion
(Hanafiah, 2004). Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan
kongenital dan pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki
berat yang kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita
plasenta previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta
previa (Hanafiah, 2004).

13
DAFTAR PUSTAKA

Andika, P. (2022). Hubungan Usia Dan Partus Ibu Dengan Kejadian Plasenta Previa di
Rumah Sakit Umum Daerah. Chmk Midwifery Scientific Journal, 5, 392-401.
Andriyani, L. T., Zuhana, N., & Chabibah, N. (2022). Case Studies in Pregnant Women with
Placenta Previa Studi Kasus pada Ibu Hamil dengan Plasenta Previa. Journal Ilmiah
Keperawatan. 519-523.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016)Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

14
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
Volume 11| Nomor 1| Juni|2022 e-ISSN: 2654-
4563 dan p-ISSN: 2354-6093 DOI
10.35816/jiskh.v11i1.735
Literature Review
Plasenta Previa: Mekanisme dan Faktor Risiko

Brian Rocky Ramadhan

Artikel info Abstrak


Artikel history: Pendahuluan: Placenta previa adalah kelainan yang terjadi selama
Received kehamilan yang ditandai dengan adanya jaringan plasenta di dekat
2022-02-20 atau menutupi leher rahim. Tujuan: Mengkaji faktor risiko dan
mekanismenya dalam pembentukan plasenta previa. Metode:
Accepted Penelitian ini merupakan studi literature review, peneliti mencari.
Sumber ilmiah didapatkan dari google scholar dan Pubmed berupa
2022-04-19
textbook dan jurnal ilmiah yang berjumlah 27 buah. Hasil: Faktor
risiko plasenta previa, dan menunjukkan hubungan dengan usia ibu
Published lanjut, paritas, ibu merokok, pengobatan infertilitas, persalinan sesar
2022-06-01 sebelumnya, plasenta previa sebelumnya, dan aborsi berulang. Di
antara faktor-faktor risiko ini, beberapa telah meningkat selama
dekade terakhir termasuk tingkat operasi caesar, usia ibu lanjut, dan
jumlah wanita yang menjalani perawatan infertilitas. Plasenta previa
merupakan salah satu kedaruratan obstetri dan merupakan
penyumbang angka kematian ibu. Kesimpulan: Bahwa multiparitas,
riwayat operasi caesar sebelumnya, dan perawatan antenatal yang
Keywords: tidak memadai merupakan faktor risiko utama. Faktor-faktor risiko ini
Pregnancy; mungkin berguna untuk melakukan skrining terhadap ibu-ibu yang
Placenta Previa; berisiko. Hasil ibu dan perinatal yang merugikan terkait dengan
Mother's age; Plasenta previa dapat dikurangi dengan mendeteksi kondisi pada
periode antenatal dengan USG sebelum menjadi gejala.

Introduction: Placenta previa is a disorder that occurs during


pregnancy that is characterized by the presence of placental tissue
near or covering the cervix. Aim: Examine risk factors and their
mechanisms in the formation of placenta previa. Method: This study is
a literature review study, that researchers are looking for. Scientific
sources were obtained from Google Scholar and Pubmed in the form
of textbooks and scientific journals totaling 27 pieces. Results:
Placenta previa risk factors, and showed association with advanced
maternal age, parity, maternal smoking, infertility treatment, previous
cesarean delivery, previous placenta previa, and recurrent abortion.
Among these risk factors, some have increased over the past decade
including cesarean section rates, advanced maternal age, and the
number of women undergoing infertility treatment. Placenta previa is
one of the obstetric emergencies and is a contributor to maternal
mortality. Conclusion: That multiparity, a history of previous
cesarean sections, and inadequate antenatal care are major risk
factors. These risk factors may be useful for screening at-risk
mothers. Adverse maternal and perinatal outcomes associated with
placenta previa can be reduced by detecting the condition in the
antenatal period with ultrasound before it becomes symptomatic.

15
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Corresponding author : Brian Rocky Ramadhan
Email : brianrockyr@yahoo.com

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0


International License
Pendahuluan
Istilah plasenta previa mengacu pada plasenta yang menutupi atau dekat dengan ostium uteri
internum. Plasenta biasanya berimplantasi di segmen atas rahim. Pada plasenta previa, plasenta baik
seluruhnya atau sebagian terletak di dalam segmen bawah rahim. Secara tradisional, plasenta previa
telah dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu Plasenta previa lengkap, di mana plasenta menutupi
ostium internal dengan sempurna. Plasenta previa parsial, dimana plasenta menutupi sebagian
ostium uteri internum dimana hanya terjadi ketika os internal melebar sampai derajat tertentu.
Plasenta previa marginal, yang hanya mencapai ostium interna, tetapi tidak menutupinya dan
Plasenta letak rendah yaitu keadaan plasenta yang meluas ke segmen bawah rahim tetapi tidak
mencapai ostium internal (Hasegawa et al., 2017).
Plasenta Praevia adalah komplikasi obstetrik yang berpotensi parah di mana plasenta terletak di
dalam segmen bawah rahim, menghadirkan obstruksi pada serviks dan dengan demikian menjadi
penyulit proses kelahiran (Putri, 2019). Plasenta Praevia terjadi pada 1/200 kelahiran, mempersulit
sekitar 0,3% kehamilan dan berkontribusi pada sekitar 5% dari semua kelahiran prematur. Tingkat
kekambuhan adalah 4 sampai 8% dari kehamilan berikutnya (Ndomba et al., 2021). Plasenta previa
terjadi pada kira-kira 1 di antara 200 persalinan (0.5%) di Indonesia. Faktor risiko plasenta previa
meliputi riwayat operasi seksio sesarea, riwayat operasi uterus, ibu hamil yang berusia 35 tahun atau
lebih, multiparitas, kehamilan ganda dan riwayat miomektomi. Riwayat bedah sesar bahkan dapat
menaikkan insiden dua sampai tigakali lebih besar (Putri, 2019).
Pendarahan vagina tanpa rasa sakit selama trimester kedua atau ketiga kehamilan adalah muncul
sebagai manifetasi klinis yang sering ditemui. Pendarahan dapat dipicu dari hubungan seksual,
pemeriksaan vagina, persalinan, dan kadang-kadang mungkin tidak ada penyebab yang dapat
diidentifikasi. Pada pemeriksaan spekulum, terdapat perdarahan minimal hingga perdarahan aktif.
Plasenta dapat divisualisasikan pada pemeriksaan spekulum jika serviks melebar. Pemeriksaan digital
harus dihindari untuk mencegah perdarahan masif (Lockwood, Russo-Stieglitz and Berghella, 2019).
Pendarahan vagina akibat plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan postpartum yang
memerlukan transfusi darah, histerektomi, perawatan intensif ibu, septikemia, dan kematian ibu.
Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih besar atau sama dengan 1000 ml disertai
dengan tanda atau gejala hipovolemia yang terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan, terlepas dari
rute persalinan. Kondisi ini mungkin memerlukan transfusi darah, uterotonika, embolisasi arteri
uterina, ligasi arteri iliaka, tamponade balon, dan histerektomi. Plasenta previa yang tidak
terdiagnosis secara dini atau tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas baik bagi ibu maupun janin. Plasenta previa juga dikaitkan dengan kelahiran prematur,
berat badan lahir rendah, skor APGAR yang lebih rendah, durasi rawat inap yang lebih lama, dan
tingkat transfusi darah yang lebih tinggi. Wanita dengan plasenta previa dan riwayat operasi caesar

16
memiliki peningkatan risiko PAS. Risiko plasenta akreta adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67%, masing-
masing untuk operasi sesar pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau lebih (Anderson-Bagga
and Sze, 2019).
Etiologi dari kondisi ini masih belum jelas. Insiden insersi plasenta rendah meningkat dengan usia ibu
lanjut, kehamilan ganda, multiparitas, merokok, operasi caesar sebelumnya dan riwayat kuretase,
penghentian kehamilan (Fitriana, 2019). Komplikasi katastropik ini tidak hanya menimbulkan risiko
bagi janin, tetapi juga membahayakan nyawa ibu. Di satu sisi, komplikasi ibu utama Plasenta Praevia
adalah perdarahan postpartum yang membutuhkan transfusi darah dan histerektomi yang juga dapat
menyebabkan kerusakan kandung kemih selama operasi (Pradana and Asshiddiq, 2021). Di sisi lain,
kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, sindrom gangguan pernapasan, masuk ke unit
perawatan intensif neonatal serta kematian perinatal adalah masalah neonatal yang signifikan.
Kematian perinatal pada kehamilan dengan penyulit PP adalah sekitar 4-8% (Ogu and Adinma, 2021).
Literature review ini bertujuan untuk mengkaji faktor risiko dan mekanismenya terhadap
terbentuknya plasenta previa.

Metode
Penelitian ini merupakan studi literature review, di mana peneliti mencari, menggabungkan inti sari
serta menganalisis fakta dari beberapa sumber ilmiah yang akurat dan valid, yang mengkaji tentang
Plasenta previa mengenai mekanisme dan faktor risiko. Pada proses penelitian ini, peneliti mencari,
menggabungkan inti sari serta menganalisis fakta dari beberapa sumber ilmiah yang akurat dan valid
yang dijadikan sebagai premis dalam penelitian ini Penelusuran artikel melalui database, Google
Scholar dan Pubmed dengan kata kunci yang digunakan Plasenta previa (Placenta Previa),
mekanisme (mechanisms), faktor risiko (risk factors). Kriteria artikel yang digunakan yaitu
dipublikasikan 5 tahun terakhir yaitu dari 2017 sampai 2022, jurnal mempunyai judul dan isi yang
sesuai dengan tujuan penelitian, full text, dan keterkaitan dan didapatkan sebanyak 32 jurnal yang
sesuai.

Hasil Dan Pembahasan


Plasenta previa adalah kelainan yang terjadi selama kehamilan yang ditandai dengan adanya jaringan
plasenta di dekat atau menutupi leher rahim. Risiko terbesar dari plasenta previa adalah perdarahan.
Pendarahan sering terjadi saat bagian bawah rahim mulai meregang dan memanjang sebagai
persiapan untuk melahirkan. Saat serviks mulai menipis dan melebar, perlekatan plasenta pada
dinding rahim terlepas, sehingga terjadi perdarahan (Jing et al., 2018). Semua plasenta yang
menutupi ostium (sampai tingkat tertentu) disebut previa, dan yang dekat tetapi tidak di atas ostium
disebut letak rendah. Insiden plasenta previa adalah 3-5 per 1000 kehamilan di seluruh dunia, dan
masih terus meningkat karena meningkatnya angka seksio sesarea, karena bekas luka rahim di
segmen bawah dapat menarik implantasi plasenta yang rendah. Insidensinya jauh lebih tinggi pada
pertengahan kehamilan daripada pada minggu ke 36 ke atas karena pembentukan segmen bawah
rahim dan mungkin karena trofotropisme yang mengakibatkan resolusi plasenta previa (Karnati,
Kollikonda and Abu-Shaweesh, 2020). Beberapa penelitian berusaha untuk menentukan faktor risiko
untuk plasenta previa, dan menunjukkan hubungan dengan usia ibu lanjut, paritas, ibu merokok,
perawatan infertilitas, persalinan sesar sebelumnya, plasenta previa sebelumnya, dan aborsi
berulang. Di antara faktorfaktor risiko tersebut, beberapa telah meningkat selama dekade terakhir
termasuk tingkat operasi caesar, usia ibu lanjut, dan jumlah wanita yang menjalani perawatan
infertilitas. Neonatus yang lahir dari ibu dengan plasenta previa lebih mungkin menderita kelahiran
prematur, kematian perinatal, malformasi kongenital, dan skor Apgar pada 1 menit dan 5 menit lebih
rendah dari 7. Morbiditas perinatal juga dipelajari bahwa mayoritas bayi memerlukan resusitasi dan

17
masuk NICU. Selain itu, hasil yang paling substansial dari gangguan ini adalah kecil untuk usia
kehamilan dan berat badan lahir rendah (Jeon et al., 2018).
Komplikasi plasenta previa terbatas tidak hanya pada periode antepartum tetapi juga pada
perjalanan intrapartum dan postpartum yang juga dapat diperumit dengan tingginya angka kelahiran
sesar, histerektomi peripartum, perlekatan plasenta yang tidak sehat, dan perdarahan postpartum.
Penelitian sebelumnya memperkirakan tingkat histerektomi di antara wanita dengan plasenta previa
menjadi 5%. Kehamilan dengan komplikasi plasenta previa juga memiliki tingkat anemia postpartum
yang jauh lebih tinggi (OR 5,5, 95% CI: 4,4-6,9) dan keterlambatan keluar dari rumah sakit. Penelitian
telah menunjukkan bahwa plasenta previa juga membawa risiko komplikasi bedah yang lebih besar.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan besarnya, faktor risiko, dan
luaran neonatal dan ibu dari kehamilan dengan komplikasi plasenta previa (Adere, Mulu and
Temesgen, 2020).

Usia Ibu saat hamil, Kehamilan yang diklasifikasikan sebagai komplikasi dengan usia ibu lanjut
didefinisikan ketika usia ibu lebih besar atau sama dengan 35 tahun pada perkiraan tanggal
persalinan.1,2 Karena berbagai faktor sosial ekonomi, termasuk usia yang tertunda saat menikah,
mengejar pendidikan lanjutan dan karir, dan tingkat perceraian dan pernikahan kembali yang lebih
tinggi, serta perkembangan, dan kemajuan dalam teknologi reproduksi berbantuan, prevalensi
kehamilan yang terkait dengan usia ibu lanjut telah meningkat.
Roustaei melakukan penelitian untuk menilai hubungan usia ibu lanjut dengan plasenta previa dan
untuk mengeksplorasi efek usia ibu lanjut pada hasil maternal dan neonatal dari plasenta previa.
Studi ini adalah studi kohort berbasis register, menggunakan data dari tiga registrasi kesehatan
Finlandia dari tahun 2004 hingga 2008, termasuk informasi dari 283.324 wanita dan bayi mereka
yang baru lahir. Hubungan antara AMA dan plasenta previa dimodelkan menggunakan regresi logistik
bertahap mundur. Pemodelan regresi logistik multivariabel digunakan untuk menilai pengaruh usia
ibu 35 tahun atau lebih pada hasil ibu dan bayi dari plasenta previa. Ukuran hasil utama adalah
transfusi darah, solusio plasenta, kelahiran prematur <37 minggu, masuk Neonatal Intensive Care
Unit (NICU), berat lahir rendah <2.500 g dan skor Apgar rendah pada 5 menit. Sebanyak 283.324
persalinan, 714 (0,3%) di antaranya dengan komplikasi plasenta previa. Usia ibu lanjut merupakan
faktor risiko independen untuk plasenta prevai, Adjusted Odds Ratio (AOR) 1,54; 95% Confidence
Interval (CI) (1,30-1,83). Hasil ibu dan bayi yang merugikan umumnya meningkat pada wanita dengan
plasenta previa, dengan pola yang berbeda di seluruh kelompok umur. Dengan mempertimbangkan
wanita tanpa plasenta previa sebagai kelompok referensi, AOR 95% CI pada usia ibu lanjut dan wanita
muda dengan previa adalah 7,3 (5,0-10,6) dan 6,8 (5,2-8,9) dalam transfusi darah, 11,3 (5,4-23,3) dan
10,9 (6,1 - 19.6) pada solusio plasenta. Pada luaran neonatal, AOR dan 95% CI pada usia ibu lanjut
dan wanita muda dengan plasenta previa adalah 8,8 (6,6-11,6) dan 11,7 (9,7-14,1) pada kelahiran
prematur, 4,0 (3,0-5,3) dan 4,9 (4,1-5,9) di NICU masuk, 4.0 (2.8-5.7) dan 5.9(4.7-7.4) pada berat
badan lahir rendah, 2.7 (1.5-4.9) dan 3.3 (2.2-5.0) pada skor Apgar rendah pada 5 menit. Hasilnya
menunjukkan bahwa usia ibu lanjut merupakan faktor risiko independen untuk plasenta previa. Usia
ibu lanjut dengan plasenta previa memiliki risiko penyesuaian yang sedikit lebih tinggi dari transfusi
darah dan solusio plasenta dibandingkan wanita yang lebih muda dengan plasenta previa, tetapi
tidak memiliki risiko hasil neonatal yang lebih besar (Roustaei, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Sihombing mencari hubungan usia ibu dengan kejadian plasenta
previa. Metode penelitian yang digunakan berupa observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Camatha Sahidya Kota Batam Tahun 2019. Data diambil dari
catatan rekam medik pasien dari periode 1 Juni – 31 Juni 2019. Teknik pengambilan sampel adalah
Total sampling dimana jumlah sampel sama dengan populasi sebesar 135 orang pada periode bulan

18
Juni tahun 2019. Hasil penelitian dianalisis dengan distribusi frekuensi di tabulasi silang kemudian
diuji dengan uji Chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 135 ibu didapatkan 4 ibu
(17,4%) dari 23 ibu Usia >35 tahun dinyatakan kedalam kelompok Plasenta Previa dan 19 ibu (82,6%)
dari 23 ibu Usia >35 tahun dinyatakan dalam kelompok Tidak Plasenta Previa. Serta didapatkan 112
orang ibu yang berusia 20-35 tahun dari 135 ibu yang mana ada 2 ibu (1,8%) yang dinyatakan dalam
kelompok Plasenta Previa dan 110 ibu (98,2%) dinyatakan dalam kelompok Tidak Plasenta Previa.
Hasil analisis Chi-Square didapatkan nilai signifikansinya p = 0,008. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah terdapat hubungan yang bermakna antara Usia Ibu dengan kejadian Plasenta Previa
(Sihombing, 2020).

Multiparitas; Patofisiologi plasenta previa pada multiparitas mirip dengan usia yang diduga akibat
perubahan aterosklerotik pada uterus dan infark yang menyebabkan perfusi plasenta yang kurang.
Penelitian yang dilakukan oleh Kuribayashi et al pada tahun 2021 untuk mengetahui faktor risiko
perdarahan antepartum (APH) pada wanita dengan plasenta previa. Dalam penelitian kohort
retrospektif ini, peneliti menganalisis rekam medis dari 233 wanita dengan kehamilan tunggal dengan
plasenta previa yang persalinannya dilakukan di rumah sakit antara Januari 2009 dan Juli 2018. Hasil:
Dari 233 wanita yang termasuk dalam penelitian ini, 130 ( 55,8%) memiliki APH. Pada kelompok APH,
usia kehamilan dan berat lahir neonatus secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok tanpa perdarahan. Usia ibu <30 tahun dan multiparitas diidentifikasi sebagai faktor risiko
signifikan untuk APH baik dalam analisis univariat maupun multivariat. Berfokus pada rute persalinan
sebelumnya pada wanita multipara, risiko APH secara signifikan lebih tinggi pada wanita multipara
yang pernah mengalami setidaknya satu kali persalinan pervaginam dibandingkan dengan wanita
nulipara (rasio odds yang disesuaikan (OR): 3,42 [interval kepercayaan 95%: 1,83– 6.38]). Penelitian
ini menunjukkan bahwa wanita dengan plasenta previa yang berusia di bawah 30 tahun dan yang
memiliki riwayat persalinan pervaginam memiliki risiko yang signifikan untuk mengalami APH
(Kuribayashi et al., 2021).

Penelitian yang dilakukan Qamar et al pada tahun 2019 untuk mengetahui hubungan plasenta previa
dengan multiparitas dan riwayat seksio sesarea pada ibu hamil. Penelitian dilakukan di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RS Gabungan Militer Lahore, dari Jan 2017 sampai Juni 2017. Bahan dan
Metode: Penelitian ini melibatkan 254 pasien dengan plasenta previa yang dilaporkan di Instalasi
Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat RS Gabungan Militer Lahore. Setelah mengambil
persetujuan, variabel hasil yaitu paritas dan riwayat persalinan sesar sebelumnya bersama dengan
demografi pasien dicatat pada proforma yang dirancang khusus. Hasil yang diperoleh dari 254 pasien
dengan plasenta previa, mayoritas berada pada kelompok usia 31-40 tahun yaitu 55,51%. Kelompok
usia 20-30 tahun berturut-turut adalah 37,79%. Analisis distribusi paritas menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien dengan plasenta previa adalah multigravida yaitu 81,10% dan hanya 18,89%
kasus primigravida. Sebagian besar pasien yang datang pada usia kehamilan 37 minggu yaitu 57,08%
dan 62,59% kasus memiliki riwayat operasi caesar sebelumnya (Qamar et al., 2019).

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami seorang ibu, baik lahir hidup maupun lahir
mati. Pada multipara plasenta previa terjadi karena berkurangnya vaskularisasi dan atrofi pada
desidua akibat persalinan sebelumnya yang dapat menyebabkan plasenta melebar ke permukaan
dan menutup jalan lahir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan paritas dengan
kejadian plasenta previa di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi Tahun 2018. Metode yang
digunakan adalah penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang
mengalami plasenta previa di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi Tahun 2018. Metode
yang digunakan adalah Probability sampling dengan teknik Simple Random Sampling dan
menggunakan rumus Slovin. Hasil: Hasil uji statistik diperoleh p= 0,001 (p<0,05) yang berarti ada

19
hubungan antara paritas dengan kejadian plasenta previa. Kesimpulan pada penelitian ini adalah
terdapat Hubungan Paritas dengan Kejadian Plasenta Previa di RSUD Dr.Chasbullah Abdulmadjid Kota
Bekasi Tahun 2018.

Persalinan sesar sebelumnya; Penelitian yang dilakukan oleh Parvin et al pada tahun 2017 menilai
hubungan yang signifikan antara plasenta previa dan kehamilan caesar sebelumnya Jenis penelitian
deskriptif observasional cross sectional berdasarkan teknik non-probabilitas ini dilakukan di Rumah
Sakit Faridpur Medical College dari Juli 2015 - Juni 2016. Sebanyak 150 ibu hamil diteliti.. Dalam
penelitian ini , wanita dengan c-section sebelumnya dipilih; dimana 16 pasien (10,67%) ditemukan
memiliki plasenta previa dan 134 pasien (89,33%) tidak ditemukan. Rerata usia subjek penelitian
adalah 27,25 ± 3,43 tahun dengan jumlah pasien maksimal berusia antara 25 hingga 29 tahun. Di
antara populasi penelitian posisi plasenta lainnya adalah anterofundal 90 (60%) dan posterofundal 44
(29,33%). Frekuensi plasenta previa dari 16 wanita yang menjalani satu operasi caesar adalah 11
(10%), dua operasi caesar adalah 4 (11,4%) dan tiga operasi caesar adalah 1 (20%). Ada hubungan
yang signifikan (p nilai < 0,05) antara jumlah operasi caesar dan plasenta previa. Ditemukan
hubungan yang signifikan antara plasenta previa dan operasi caesar segmen bawah (LSCS) dalam
penelitian ini (Parvin et al., 2017).

Penelitian yang dilakukan Sindiani et el untuk mengevaluasi dampak seksio sesarea segmen bawah
sebelumnya pada hasil ibu dan janin pasien dengan non-adherent placenta previa. Metode yang
digunakan adalah studi retrospektif dari semua pasien yang melahirkan di rumah sakit universitas
rujukan tersier melalui operasi caesar uterus bagian bawah dengan non-adherent placenta previa,
selama periode 10 tahun. Didatapkan Sembilan puluh pasien dengan plasenta previa yang tidak
melekat dimasukkan, 54 pasien tanpa riwayat sesar sebelumnya dan 36 pasien dengan riwayat bedah
sesar sebelumnya. Pasien dengan riwayat seksio sesarea secara signifikan lebih mungkin mengalami
cedera organ yang tidak disengaja, transfusi 4 atau lebih unit sel darah merah, transfusi plasma beku,
jahitan kompresi uteri, ligasi arteri uterina, dan histerektomi peripartum. Ada peningkatan yang
signifikan dalam insiden cedera viskus sekitar yang tidak disengaja, transfusi 4 unit atau lebih sel
darah merah, transfusi plasma beku segar, jahitan kompresi brace uterus, ligasi arteri uterina, dan
histerektomi peripartum pada pasien dengan nonadherent plasenta previa dan operasi caesar
sebelumnya, dibandingkan dengan adherent placenta previa dan pasien yang tidak ada riwayat
operasi caesar sebelumnya, dengan tidak ada perbedaan dalam hasil perinatal (Sindiani et al., 2021).
Penelitian yang dilakukan oleh Trianingsih bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
riwayat Sectio caesarea (SC) dan riwayat placenta previa pada kehamilan sebelumnya dengan
kejadian Placenta Previa. Penelitian ini menggunakan rancangan analitik case control dan dilakukan
pada 306 ibu yang bersalin di RSUDAM Provinsi Lampung dari tahun 2010 sampai tahun 2012, terdiri
dari 153 kasus dan 153 kontrol. Didapatkan hasil ada pengaruh antara riwayat SC (0,000), dan riwayat
placenta previa pada kehamilan sebelumnya (0,000) dengan kejadian placenta previa di RSUDAM
Provinsi Lampung tahun 2010 – 2012. Oleh karena itu disarankan kepada tenaga kesehatan untuk
dapat melaksanakan pemeriksaan Antenatal Care yang intensif kepada para ibu hamil yang memiliki
riwayat SC dan riwayat Placenta Previa pada kehamilan sebelumnya (Trianingsih, 2019).

Kelainan uterus yang menghambat implantasi normal; Penelitian yang dilakukan oleh Jenabi &
Fereidooni dalam studi epidemiologi melaporkan bahwa leiomioma uteri dapat meningkatkan risiko
plasenta previa. Sampai saat ini, meta-analisis belum dilakukan untuk menilai hubungan antara
leiomioma uteri dan plasenta previa. Meta-analisis ini dilakukan untuk memperkirakan hubungan
antara leiomioma uteri dan risiko plasenta previa. Metode yang digunakan sistematis dilakukan di
database utama PubMed, Web of Science, dan Scopus dari tahun paling awal hingga Juni 2017.
Heterogenitas lintas studi dieksplorasi oleh Q-test dan statistik I2. Bias publikasi dinilai dengan tes

20
Begg dan Egger. Hasil tersebut ditunjukkan dengan menggunakan estimasi odds ratio (OR) dengan
interval kepercayaan 95% (CI) menggunakan model random-effect. Hasil: Penelusuran literatur
meliputi 1.218 artikel hingga Juni 2017 dengan 255.886 wanita. Berdasarkan perkiraan OR yang
diperoleh dari studi kasus-kontrol dan kohort, ada hubungan yang signifikan antara leiomioma uteri
dan plasenta previa dalam studi yang disesuaikan (2,21; 95% CI: 1,48, 2,94). Kesimpulan yang
didapatkan yaitu berdasarkan laporan dalam studi observasional bahwa leiomioma uteri merupakan
faktor risiko plasenta previa dalam studi yang disesuaikan (Jenabi and Fereidooni, 2019).

Endometriosis adalah penyakit ginekologi umum yang ditandai dengan peradangan kronis, dengan
perkiraan prevalensi sekitar 5-15% pada wanita usia reproduksi. Penelitian yang dilakukan oleh
Matsuzaki et al bertujuan untuk menilai hubungan antara plasenta previa dengan endometriosis.
Peneliti melakukan tinjauan sistematis literatur hingga 30 Juni 2021, dan 24 studi memenuhi kriteria
inklusi. Menggunakan analisis gabungan yang disesuaikan, peneliti menemukan bahwa wanita
dengan endometriosis memiliki tingkat plasenta previa yang meningkat secara signifikan (rasio odds
yang disesuaikan (OR) 3,17, interval kepercayaan 95% (CI) 2,58-3,89 dibandingkan dengan mereka
yang tidak memiliki endometriosis. Dalam analisis yang tidak disesuaikan, endometriosis berat
dikaitkan dengan peningkatan prevalensi plasenta previa (OR 11,86, 95% CI 4,32-32,57), sedangkan
endometriosis non-berat tidak berkaitian (OR
2,16, 95% CI 0,95-4,89). Khususnya, satu penelitian menunjukkan bahwa plasenta previa dengan
endometriosis dikaitkan dengan peningkatan perdarahan intraoperatif (1,515 mL versus 870 mL, p
<0,01) dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki endometriosis. Sayangnya, tidak ada
penelitian yang menilai mekanisme molekuler yang mendasari plasenta previa pada pasien dengan
endometriosis. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara
endometriosis dan insiden yang lebih tinggi dari plasenta previa, serta hasil pembedahan yang buruk
selama persalinan sesar. Oleh karena itu, pengembangan agen atau metode terapi baru diperlukan
untuk mencegah plasenta previa pada wanita dengan endometriosis (Matsuzaki et al., 2021).

Sebuah studi prospektif yang dilakukan oleh Roy pada tahun 2020, dilakukan di Departemen Obstetri
dan Ginekologi, Teerthanker Mahaveer Medical College & Research Centre, Moradabad, Uttar
Pradesh, India, selama 1 tahun. Total 100 wanita yang dirawat dengan diagnosis fibroid dengan
kehamilan selama masa penelitian ini dilibatkan. Ultrasonogram dilakukan pada kunjungan
pemesanan dan pasien dengan fibroid 5 cm ke atas dilibatkan dalam penelitian ini. Hasilnya yaitu
total 100 wanita yang hamil dengan fibroid dimasukkan. Usia ratarata dalam populasi penelitian
adalah 28,7 tahun. Fibroid lebih sering terjadi pada multigravida 74 (74%), dan primigravida sebanyak
26 (26%). 38 (38%) wanita tidak menunjukkan gejala selama kehamilan. Dari 100 wanita, 28 (28)
diketahui kasus fibroid menjadi hamil, sisanya 72 (72%) didiagnosis memiliki fibroid selama
kunjungan antenatal rutin. 23 wanita (23%) mengalami nyeri, 13 di antaranya (13%) mengancam
persalinan prematur, 10 (10%) mengalami keguguran spontan, dan 7 (7%) mengalami anemia, dan
terdiagnosis plasenta previa pada 9 (9%) . Kesimpulan yang didapatkan adalah kehamilan dengan
fibroid berhubungan dengan komplikasi pada masa antepartum, intrapartum, dan post partum.
Kelainan tersebut membutuhkan tindak lanjut dan evaluasi yang sering. Sebagian besar fibroid tidak
menunjukkan gejala, tetapi dapat mempengaruhi perjalanan kehamilan dan persalinan tergantung
pada lokasi dan ukurannya (Roy, 2020).

Kuretase; King et al melaukukan penelitian dengan tujuan untuk menentukan


karakteristik ibu yang terkait dengan plasenta previa persisten. Sebuah studi kohort retrospektif
dilakukan di mana 705 wanita hamil yang didiagnosis dengan plasenta letak rendah atau plasenta
previa antara 17 dan 24 minggu kehamilan diidentifikasi dari satu institusi antara tahun 2003 dan
2017. Hasil utama termasuk plasenta previa persisten (yaitu, persisten jaringan plasenta dalam jarak

21
2 cm dari ostium interna) pada atau setelah 36 minggu 0 hari. Mereka dengan plasentasi abnormal
(misalnya, vasa previa, plasenta akreta) atau melahirkan sebelum 36 minggu 0 hari dikeluarkan.
Penelitian ini menghasilkan bahwa wanita dengan riwayat sesar tujuh kali lebih mungkin memiliki
plasenta previa persisten (rasio odds 7,0, interval kepercayaan 95%, 3,7-13,1). Riwayat kuretase atau
evakuasi intrauterin dalam keadaan plasenta previa meningkatkan kemungkinan plasenta previa
persisten hampir 3 kali lipat (rasio odds, 2,5, interval kepercayaan 95%, 1,3-5,0). Sampai saat ini,
penelitian oleh King adalah penelitian kohort retrospektif terbesar yang menilai faktor risiko ibu
terkait dengan plasenta previa persisten; dan merupakan yang pertama mendeteksi korelasi yang
signifikan secara statistik antara riwayat operasi intrauterin dan plasenta previa yang persisten (King
et al., 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Husain et al bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian plasenta
previa dengan riwayat kehamilan pada pasien di RS Bhayangkara Manado RSU GMIM Pancaran Kasih
Manado, RS Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan
retrospektif dengan desain cross sectional. Subjek penelitian adalah ibu hamil atau ibu yang bersalin
dari bulan Januari 2017 sampai dengan Desember 2018 yang mengalami plasenta previa. Subyek
penelitian sebanyak 72 kasus yang diperoleh dengan menggunakan non random sampling. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa plasenta previa paling banyak terjadi pada subjek berusia 35 tahun
sebanyak 30 subjek (41,7%), multiparitas sebanyak 39 subjek (54,2%), tidak ada riwayat sectio
caesarea sebanyak 39 subjek (54,2%), dan tidak ada riwayat sectio caesarea sebanyak 39 subjek
(54,2%). riwayat kuretase sebanyak 66 subjek
(91,7%). Disimpulkan ada hubungan kejadian plasenta previa dengan usia 35 tahun serta
multiparitas, meskipun tidak ada hubungan kejadian plasenta previa dengan sectio caesaria serta
riwayat kuretase (Husain, Wagey and Suparman, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi riwayat seksio
sesarea dengan kejadian plasenta previa. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan
menggunakan pendekatan case control untuk mengetahui mengetahui hubungan frekuensi riwayat
seksio sesarea dengan kejadian plasenta previa di RSIA Pertiwi kota Makassar periode 2015-2017.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin di RSIA Pertiwi tahun 20152017 dengan
sampel penelitian berjumlah 48 sampel dan menggunakan perbandingan sampel kasus dan sampel
kontrol (1:1) dimana 48 ibu dengan mengalami plasenta previa dan 48 ibu tidak mengalami plasenta
previa. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan riwayat seksio sesarea > 2x dan
mengalami plasenta previa sebanyak 11 kasus (22,9%), ibu dengan riwayat seksio sesarea > 2x dan
tidak mengalami plasenta previa sebanyak 3 kasus (6,3%). Kemudian ibu yang tidak memilik riwayat
seksio sesarea atau dengan riwayat seksio sesarea < 2x dan mengalami plasenta previa sebanyak 37
kasus (77,1%) dan ibu yang t idak memilik riwayat seksio sesarea atau dengan riwayat seksio sesarea
< 2x dan tidak plasenta previa sebanyak 45 kasus (93,8%). Hasil uji statistik chi-square didapatkan
nilai P = 0,021. Sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat seksio sesarea
dengan kejadian plasenta previa. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai seksio
sesarea dengan kejadian plasenta previa dengan metode yang berbeda (Farzani, Anurogo and
Mulyadi, 2019).

Merokok; Merokok selama kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat karena banyak
efek samping yang terkait dengan perilaku tersebut, termasuk pembatasan pertumbuhan intrauterin,
plasenta previa, solusio plasenta, penurunan fungsi tiroid ibu, ketuban pecah dini prematur, berat
badan lahir rendah, kematian perinatal, dan kehamilan ektopik. Diperkirakan 58% persalinan
prematur, 13-19% persalinan aterm pada bayi dengan berat badan lahir rendah, 2334% kasus
sindrom kematian bayi mendadak (SIDS), dan 5-7% bayi prematur terkait kematian dapat dikaitkan

22
dengan merokok ibu prenatal. Risiko merokok selama kehamilan melampaui komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan. Anak-anak yang lahir dari ibu yang merokok selama kehamilan
memiliki peningkatan risiko asma, kolik infantil, dan obesitas pada masa kanak-kanak (Frank Wolf,
Bar-Zeev and Solt, 2018).

Merokok dan penggunaan tembakau selama kehamilan telah dikaitkan dengan hasil kehamilan yang
merugikan, termasuk keguguran spontan, solusio plasenta, kelahiran prematur dan berat badan lahir
rendah. Selain itu, merokok selama kehamilan berdampak pada perkembangan janin dan neonatus,
meningkatkan angka infeksi dan dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas kardiovaskular
pediatrik jangka panjang pada keturunannya. Mengidentifikasi penggunaan produk tembakau ibu
memungkinkan intervensi yang ditargetkan. Penghentian penggunaan tembakau dan pencegahan
paparan asap rokok merupakan strategi intervensi klinis utama selama kehamilan dan
direkomendasikan oleh pedoman obstetri. Penyelidikan tentang penggunaan tembakau dan paparan
asap harus menjadi bagian rutin dari kunjungan pranatal dan dokter harus memberikan konseling
yang disesuaikan dengan kehamilan bagi mereka yang merokok (Diamanti et al., 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Mursiti dan Nurhidayati menilai pengaruh merokok terhadap Insiden
plasenta previa. Penelitian ini menghasilkan bahwa merokok dapat meningkatkan dua kali lipat risiko
plsenta previa pada wanita yang merokok. Hal ini terjadi karena karbon dioksida yang terhirup dapat
menyebabkan hipertrofi plasenta sehingga mempengaruhi perkembangan plasenta. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ibu perokok pasif terhadap kejadian plasenta previa.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif survey, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan untuk
menggambarkan suatu keadaan secara objektif. Metode pengambilan sampel dengan accidental
sampling sebanyak 20 responden yang mengalami plasenta previa pada bulan November 2107-Mei
2018. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ibu dengan plasenta previa perokok pasif
sebanyak 15 orang (75%) dan ibu pemberian plasenta previa perokok pasif sebanyak 5 orang (25%)
Kesimpulannya, terdapat 15 ibu bersalin perokok pasif plasenta previa (75%) di RSUD Kendal (Mursiti
and Nurhidayati, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Shobeiri dan Jenabi yang membahas tentang hubungan positif antara
plasenta previa dan merokok selama kehamilan. Namun, hasil penelitian ini tidak konsisten.
Tujuannya adalah untuk melakukan meta-analisis dari hubungan antara merokok selama kehamilan
dan plasenta previa. Metode basis data elektronik utama, termasuk PubMed, Web of Science, dan
Scopus dicari hingga Juni 2015. Heterogenitas lintas studi dieksplorasi dengan Q-test dan statistik I2.
Kemungkinan bias publikasi dinilai menggunakan tes Begg dan Egger. Hasilnya dilaporkan
menggunakan perkiraan rasio odds (OR) dengan interval kepercayaan 95% menggunakan model efek
acak. Hasil penelusuran literatur menghasilkan 991 publikasi hingga Oktober 2015 dengan 9.094.443
peserta. Berdasarkan model efek acak, dibandingkan dengan wanita bukan perokok, perkiraan OR
dan RR plasenta previa adalah 1,42 (95% CI: 1,30, 1,54) dan 1,27 (95% CI: 1,18, 1,35). Kesimpulan yng
didapatkan terdapat cukup dokumen berdasarkan studi observasional bahwa merokok selama
kehamilan secara signifikan terkait dengan peningkatan risiko plasenta previa. Oleh karena itu,
merokok selama kehamilan dapat dianggap sebagai prediktor terjadinya plasenta previa (Shobeiri
and Jenabi, 2017).

Riwayat Abortus; Penelitian yang dilakukan oleh Adel et al dengan tujuan penelitian untuk
mengetahui hubungan antara riwayat abortus komplet dan inkomplet dengan kejadian plasenta
previa di RSUD Al-Ihsan Bandung periode 2017-2018. Jenis penelitian ini adalah analitik
observasional dengan desain penelitian case control. Data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan data rekam medis, didapatkan 99 pasien sebagai kasus dan 198 pasien sebagai kontrol
yang jumlah keseluruhan sampel adalah 297 pasien. Data dianalisis dengan menggunakan Chi-square

23
tabel 2 x 2. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi plasenta previa di RSUD Al-Ihsan Bandung
periode 2017 dan 2018 adalah sebesar 2,3%. Secara statistik didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05)
terdapat hubungan bermakna antara riwayat abortus komplet dan inkomplet dengan kejadian
plasenta previa. Adanya riwayat abortus pada kehamilan sebelumnya baik yang dilakukan kuretase
maupun spontan berpengaruh terhadap terjadinya plasenta previa (Ade, Widjadjanegara and
Yuniarti, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Kuswandi pada tahun 2016 bertujuan untuk mengetahui hubungan
riwayat abortus spontan dengan kuretase pada kasus plasenta previa ibu bersalin di ruang bersalin dr.
RSUD Adjidarmo Rangkasbitung Kabupaten Lebak Tahun 2014. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
dengan pendekatan case control. Populasi penelitian ini adalah 2736 ibu bersalin yang mengalami
plasenta previa dan yang tidak, yang terdiri dari 188 ibu dengan plasenta previa sebagai kelompok
kasus dan 188 ibu tanpa plasenta previa sebagai kelompok kontrol. Sehingga jumlah sampel yang
diambil adalah 376 perempuan. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple random
sampling. Teknik analisis data yang tergabung dalam penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan
bivariat. Hasil penelitian menunjukkan kasus plasenta previa yang ditemukan sebesar 6,87%;
sedangkan riwayat abortus spontan 37,2%; dan riwayat kuretase adalah 18,9%. Ada hubungan
riwayat abortus spontan dan kuretase terhadap kasus plasenta previa pada ibu bersalin. Untuk
mencegah terjadinya plasenta previa, tenaga medis perlu melakukan deteksi dini kehamilan
(Kuswandi, 2016).

Simpulan Dan Saran


Plasenta previa merupakan salah satu kedaruratan obstetri dan merupakan penyumbang angka
kematian ibu. Studi ini menunjukkan bahwa multiparitas, riwayat operasi caesar sebelumnya, dan
perawatan antenatal yang tidak memadai merupakan faktor risiko utama. Faktorfaktor risiko ini
mungkin berguna untuk melakukan skrining terhadap ibu-ibu yang berisiko. Hasil ibu dan perinatal
yang merugikan terkait dengan Plasenta previa dapat dikurangi dengan mendeteksi kondisi pada
periode antenatal dengan USG sebelum menjadi gejala. Studi lanjutan tidak hanya menyoroti
perawatan yang komprehensif untuk mengobati Plasenta previa dan komplikasinya dengan tepat
tetapi dapat mengatasi masalah ini dengan memperhatikan faktor risiko dan melakukan
penindaklanjutannya. Hal ini menuntut untuk mendidik ibu dan membuat mereka sadar akan
pentingnya perawatan antenatal dan memtahu nasehat yang diberikan oleh tenaga Kesehatan.

Ucapan terima kasih


Ucapan terimakasih ditujukan kepada seluruh dokter spesialis Spesialis Obstetri dan Ginekologi RSUD
Dr. H Abdul Moeloek atas bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan, ucapan terimakasih juga
diutujukan terhadap bidan dan perawat yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga
tinjauan pustaka ini dapat tertulis dengan baik. Penulis berharap tinjauan pustaka ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi sesama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Daftar Rujukan
Ade, N., Widjadjanegara, H. and Yuniarti, Y. (2020) ‘Hubungan antara Riwayat Abortus Komplet dan
Inkomplet dengan Kejadian Plasenta Previa di Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Provinsi
Jawa Barat Periode 2017-2018’.

24
Adere, A., Mulu, A. and Temesgen, F. (2020) ‘Neonatal and Maternal Complications of Placenta
Praevia and Its Risk Factors in Tikur Anbessa Specialized and Gandhi Memorial Hospitals:
Unmatched Case-Control Study’, Journal of Pregnancy, 2020, pp.
1–9. doi:10.1155/2020/5630296.
Anderson-Bagga, F.M. and Sze, A. (2019) ‘Placenta previa’.
Diamanti, A. et al. (2019) ‘Smoking cessation in pregnancy: An update for maternity care
practitioners’, Tobacco induced diseases, 17, pp. 57–57. doi:10.18332/tid/109906.
Farzani, D.A., Anurogo, D. and Mulyadi, A.A. (2019) ‘Hubungan Frekuensi Riwayat Seksio Sesarea
Dengan Kejadian Plasenta Previa Di Rsia Pertiwi Kota Makassar Periode Tahun 2015-2017’, JIKI
Jurnal Ilmiah Kesehatan IQRA, 7(01), pp. 22–25.
Fitriana, K.R. (2019) ‘Efek Konsumsi Alkohol dan Merokok Pada Wanita Hamil’, Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 8(2), pp. 233–237.

Frank Wolf, M., Bar-Zeev, Y. and Solt, I. (2018) ‘[Interventions For Supporting Women To Stop Smoking
In Pregnancy]’, Harefuah, 157(12), pp. 783–786.
Hasegawa, J. et al. (2017) ‘Improving the accuracy of diagnosing placenta previa on transvaginal
ultrasound by distinguishing between the uterine isthmus and cervix: a prospective
multicenter observational study’, Fetal diagnosis and therapy, 41(2), pp. 145–151.

Husain, W.R., Wagey, F. and Suparman, E. (2020) ‘Hubungan Kejadian Plasenta Previa dengan Riwayat
Kehamilan Sebelumnya’, e-CliniC, 8(1).
Jenabi, E. and Fereidooni, B. (2019) ‘The uterine leiomyoma and placenta previa: a metaanalysis’, The
Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, 32(7), pp. 1200–1204.
Jeon, H. et al. (2018) ‘Women with Endometriosis, Especially Those Who Conceived with Assisted
Reproductive Technology, Have Increased Risk of Placenta Previa: Metaanalyses’, Journal of
Korean Medical Science, 33(34). doi:10.3346/jkms.2018.33.e234.
Jing, L. et al. (2018) ‘Effect of site of placentation on pregnancy outcomes in patients with placenta
previa’, PLOS ONE, 13(7), p. e0200252. doi:10.1371/journal.pone.0200252.

Karnati, S., Kollikonda, S. and Abu-Shaweesh, J. (2020) ‘Late preterm infants–Changing trends and
continuing challenges’, International Journal of Pediatrics and Adolescent Medicine, 7(1), pp.
38–46.
King, L.J. et al. (2020) ‘Maternal risk factors associated with persistent placenta previa’, Placenta, 99,
pp. 189–192.
Kuribayashi, M. et al. (2021) ‘Evaluation of the risk factors for antepartum hemorrhage in cases of
placenta previa: a retrospective cohort study’, Journal of International Medical Research,
49(11), p. 03000605211054706.

Kuswandi, K. (2016) ‘Hubungan Riwayat Abortus Dan Riwayat Kuretase Dengan Kejadian Plasenta
Previa’, Jurnal Obstretika Scientia, 4(1). Available at:
https://ejurnal.latansamashiro.ac.id/index.php/OBS/article/view/166 (Accessed: 15 December
2021).
Lockwood, C.J., Russo-Stieglitz, K. and Berghella, V. (2019) ‘Placenta previa: epidemiology, clinical
features, diagnosis, morbidity and mortality’, UpToDate. Updated July, 1.

25
Matsuzaki, Shinya et al. (2021) ‘Placenta Previa Complicated with Endometriosis: Contemporary
Clinical Management, Molecular Mechanisms, and Future Research Opportunities’,
Biomedicines, 9(11), p. 1536.

Mursiti, T. and Nurhidayati, T. (2020) ‘Identifikasi Ibu Bersalin Perokok Pasif Terhadap Kejadian
Placenta Previa Di Rumah Sakit Wilayah Kabupaten Kendal’, Midwifery Care Journal, 1(2), pp.
7–12.
Ndomba, M. et al. (2021) ‘Risk Factors and Outcomes of Placenta Praevia in Lubumbashi,
Democratic Republic of Congo’, 2, p. 1002.
doi:10.26420/AustinJPregnancyChildBirth.2021.1002.
Ogu, R.N. and Adinma, J.I.B.-D. (2021) ‘Aetiology and Management of Obstetric Haemorrhage’, in
Okonofua, F. et al. (eds) Contemporary Obstetrics and Gynecology for Developing Countries.
Cham: Springer International Publishing, pp. 235–247. doi:10.1007/978-3-03075385-6_20.
Parvin, Z. et al. (2017) ‘Relation of Placenta Praevia with Previous Lower Segment Caesarean
Section (LUCS) in our Clinical Practice’, Faridpur Medical College Journal, 12(2), pp. 75–77.
Pradana, M.A.R.A. and Asshiddiq, M.R.F. (2021) ‘Hubungan Antara Paritas dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum’, Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), pp. 326–331.

Putri, M.E. (2019) Gambaran Faktor Resiko Kejadian Plasenta Previa Di Rsud Panembahan
Senopati Bantul Yogyakarta Tahun 2016-2017. s1_sarjana. Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta.
Available at: http://lib.unisayogya.ac.id (Accessed: 15 December 2021).

Putri, N.A. (2019) ‘Plasenta Previa Sebagai Faktor Protektif Kejadian Preeklamsia Pada Ibu Hamil’,
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 8(2), pp. 79–84.

Qamar, S. et al. (2019) ‘Association Of Placenta Praevia With Multiparity & Previous Caesarean
Section In Pregnant Women’, Pafmj, 69(1), pp. 43–46.

Roustaei, Z. (2017) ‘Advanced maternal age and placenta previa for women giving birth in Finland: a
register-based cohort study’.

Roy, D.P. (2020) ‘Fibroid uterus and its impact on feto-maternal outcome in pregnancy: A prospective
study’, Clinical Medicine, 07(10), p. 6.
Shobeiri, F. and Jenabi, E. (2017) ‘Smoking and placenta previa: a meta-analysis’, The journal of
maternal-fetal & neonatal medicine, 30(24), pp. 2985–2990.
Sihombing, F.D.M. (2020) ‘Hubungan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Plasenta Previa Di Rumah Sakit
Camatha Sahidya Kota Batam’, Zona Kedokteran: Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Batam, 9(3), pp. 28–34.

Sindiani, A. et al. (2021) ‘The impact of previous cesarean section on the outcome of patients with
non-adherent placenta previa’, Gynecological Surgery, 18(1), pp. 1–5.

Trianingsih, I. (2019) ‘Hubungan Riwayat Sectio Caesarea Dan Riwayat Placenta Previa Pada
Kehamilan Sebelumnya Dengan Kejadian Placenta PREVIA’, Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai,
6(2), pp. 65–68.

26

Anda mungkin juga menyukai