Oleh :
Pembimbing :
PENDAHULUAN .................................................................................... 2
KESIMPULAN .......................................................................................... 21
1
PENDAHULUAN
Angka seksio sesarea yang mendekati 25%, telah stabil dan mulai
menunjukkkan penurunan. Target nasional Amerika Serikat pada tahun 2000,
angka ini menjadi 15%, dengan angka yang dianjurkan 12% untuk seksio primer
dan 3% untuk seksio ulangan.1,2
Indikasi-indikasi utama seksio sesarea meliputi : bekas seksio sesarea
(8%), dystocia (7%), letak sungsang (4%), fetal distress (2%-3%) dan lain-lain.
Area-area utama penurunan harus terjadi pada katagori bekas seksio sesarea dan
dystocia.1,2
Kontributor terbesar pada tingginya angka seksio sesarea terletak pada
kategori seksio ulangan. Lebih sepertiga dari semua persalinan dengan seksio
sesarea terjadi dari hasil persalinan seksio sebelumnya. Wanita-wanita ini sering
ditatalaksana sesuai diktum “once a cesarean, always a cesarean”. 1,2
Topik-topik bekas seksio sesarea, trial of labor dan persalinan pervaginam
pada bekas seksio sesarea telah menjadi fokus pembahasan para praktisi, dalam
usaha untuk mencoba menurunkan angka seksio sesarea. 1,2
Penggunaan yang luas trial of labor dan persalinan pervaginam pada bekas
seksio sesarea akan menghasilkan penurunan angka ini lebih jauh. Negara-negara
di Eropa mencapai >50% persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea,
dibandingkan di Amerika Serikat yang hanya 25%. 1,
Tingkat kepedulian yang tinggi haruslah dimiliki para praktisi dalam
memutuskan untuk melakukan seksio sesarea pertama kali. Pengaruh sisa, berupa
parut uterus, berpengaruh pada 12%-14% wanita yang terlihat selama persalinan.
Para praktisi harus secara sadar mempertimbangkan pengaruh dari “sekali seksio
sesarea, selalu ada parut.” 1
Tahun 1978 merupakan tahun yang sangat berarti dalam sejarah persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea. Merril dan Gibbs melaporkan dari
Universitas Texas di San Antonio persalinan pervaginam pada bekas seksio
sesarea terbukti aman pada 83% bekas seksio sesarea. Laporan ini mewujudkan
ketertarikan pada persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea, pada waktu
2
dimana hanya 2% wanita Amerika yang ingin melahirkan pervaginam setelah
sebelumnya seksio sesarea. 2
United States Public Health Service, melalui Consensus Development
Conference on Cesarea Child Birth, pada tahun 1980 merekomendasikan
persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea dengan insisi uterus transversal
pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam
rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.2
Berdasarkan data dari rangkaian kasus yang memperlihatkan keamanan
suatu partus percobaan setelah seksio sesarea, American College of Obstetricians
and Gynecologist (ACOG) pada tahun 1988 mengeluarkan suatu committee
opinion yang menyatakan bahwa bagi wanita bekas seksio sesarea yang tidak
mempunyai kontra indikasi seperti insisi klasik, maka wanita tersebut harus diberi
konseling dan dimotivasi untuk melahirkan pervaginam. 2
Meskipun diketahui persalinan pervaginam pada bekas seksio telah
menunjukkan penurunan angka seksio sesarea, namun angka kesakitan yang
dihubungkan dengan kegagalan partus percobaan, yang meliputi resiko ruptura
uterus dan kemungkinan luaran neonatal dan maternal yang merugikan, menjadi
perhatian yang utama bagi banyak praktisi. Ruptura uteri merupakan resiko yang
sangat berbahaya, meskipun jarang terjadi, tetapi mengakibatkan komplikasi
obstetrik yang serius. 3
Banyak faktor yang dihubungkan dengan peningkatan angka kegagalan
partus percobaan, meliputi induksi persalinan, penggunaan prostaglandin, tipe
jahitan dengan lapisan tunggal atau dobel, berat anak yang lebih dari 4000 gram,
jarak antar persalinan yang pendek, indikasi seksio sebelumnya, usia ibu dan
riwayat persalinan pervaginam sebelumnya. 3,15
Menurut Loveno 1999, pada awal tahun 1989, ada beberapa laporan yang
dipublikasikan dari Amerika Serikat dan Canada yang mengatakan bahwa
persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea adalah lebih beresiko daripada
yang diperkirakan. Contohnya Scott 1991 melaporkan dari Utah didapatkan 12
wanita bekas seksio sesarea mengalami ruptura uteri pada waktu partus percobaan
(trial of labor), 2 wanita memerlukan histerektomi, ada 3 kematian perinatal dan 2
bayi mengalami kelainan neurologik jangka panjang yang signifikan. 2
3
Selanjutnya Porter dan kawan-kawan 1998 melaporkan bahwa ada 26
kejadian ruptura uteri di Salt lake City antara tahun 1990–1996 dan 23% bayi
meninggal atau menderita kelainan akibat asfiksia intra partum. 2
Menurut Flamm 1997, laporan-laporan diatas telah menimbulkan keraguan
tentang keamanan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea sehingga
menimbulkan kontroversi. Dengan demikian ACOG pada tahun 1998 dan 1999
mengeluarkan suatu bulletin praktek yang menyarankan pendekatan yang hati-hati
terhadap partus percobaan, di dalam bulletin tertulis “oleh karena ruptura uteri
sangat berbahaya, persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea harus
dilakukan di institusi yang lengkap peralatannya untuk mengatasi keadaaan
emergensi dan dengan adanya dokter ahli yang dapat segera datang untuk
memberikan pertolongan emergensi”.2
Berdasarkan pengamatan ACOG 1999 terbukti bahwa persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea menimbulkan resiko yang kecil, tetapi
signifikan untuk terjadinya ruptura uteri sehingga mengakibatkan keadaan yang
jelek bagi ibu dan janin. Perkembangan ini telah merubah pendapat dari
pendukung persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea sehingga mereka
perlu untuk mereevaluasi rekomendasi terhadap persalinan pervaginam pada
bekas seksio sesarea. 2
Sebuah studi retrospective yang dilakukan oleh Lydon-Rochelle dan
kawan-kawan pada tahun 2001 dengan jumlah populasi yang besar, melibatkan
20.095 wanita bekas seksio sesaria, menyimpulkan angka kejadian ruptura uteri
pada persalinan pervagianam spontan pada bekas seksio sesarea 5,2/1000,
sedangkan yang diinduksi tanpa prostaglandin sebesar 7,7/1000, dan yang
diinduksi dengan prostaglandin 24.5 / 1000. 3
Resiko ruptura uteri pada persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea
adalah nyata dan bahwa resiko ini secara dramatis meningkat bila persalinan
diinduksi, khususnya bila prostaglandin digunakan untuk induksi. Data-data ini
sebaiknya dipertimbangkan pada wanita-wanita yang akan menjalani persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea dengan menggunakan inform consent untuk
partus percobaan. 3
4
Pemahaman yang baik tentang resiko ruptura uteri pada persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea sebaiknya menjadi perhatian yang serius
bagi para praktisi agar dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap
wanita dengan bekas seksio sesarea yang akan menjalani persalinan pervaginam
sesuai dengan syarat, kriteria dan indikasi yang tepat.
5
TINJAUAN PUSTAKA
RUPTURA UTERI
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat
berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang pada
kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada
bagian bawah uterus. Apabila pada ruptura uteri, peritoneum pada permukaan
uterus ikut robek, hal itu dinamakan ruptura uteri kompleta ; jika tidak ruptura
uteri inkompleta. 4,6
Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, atau
membujur, atau miring dan bias agak ke kiri atau ke kanan. 4,6
Menurut cara terjadinya ruptura uteri dibedakan menjadi :
1. Ruptura uteri spontan, yaitu ruptura uteri yang terjadi secara spontan
tanpa intervensi pada uterus yang utuh. Terjadi terutama pada wanita
dengan paritas yang tinggi.
2. Ruptura uteri traumatik, yaitu disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena
jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya.
3. Ruptura uteri pada parut uterus adalah jenis yang sering ditemukan pada
bekas seksio sesarea, terutama jenis klasik. Penting untuk membedakan
antara ruptura pada parut seksio sesarea dan terbukanya (dehisensi) parut
bekas seksio sesarea. 5
Ruptura uteri pada jaringan parut pada bekas seksio sesarea adalah
terpisahnya jaringan parut pada bekas insisi, ruptura selaput ketuban, sehingga
terdapat hubungan antara kavum uteri dan kavum abdomen dan sebagian atau
seluruh janin telah berada di dalam kavum abdomen yang ditandai dengan gejala
perdarahan yang hebat dan dapat mengakibatkan mortalitas terhadap janin
maupun terhadap ibu. Perdarahan biasanya berasal dari pinggir robekan jaringan
parut atau dari perluasan luka pada jaringan uterus yang sehat. 4
Sebaliknya pada dehisensi parut seksio sesarea, selaput janin tidak pecah
dan oleh karena itu, janin tidak keluar ke dalam kavum peritoneum, luka yang
terbuka tidak meliputi seluruh jaringan parut, dan perdarahan hanya sedikit atau
6
tidak ada, terjadi perlahan-lahan, sedangkan ruptura uteri sangat simptomatik dan
kadang-kadang fatal. Dengan timbulnya persalinan atau manipulasi intra uterine,
suatu dehisensi dapat menjadi ruptura.4
Etiologi
Ruptura uteri timbul sebagai akibat adanya perlukaan atau anomali. Ini
mungkin dihubungkan dengan trauma atau komplikasi persalinan pada uterus
yang tidak terdapat parut.4,6
Penyebab terbanyak dari ruptura uteri adalah terpisahnya parut bekas
seksio sesarea. Farmer dan kawan-kawan (1991) melaporkan bahwa 2/3 dari lebih
11.000 wanita bekas seksio sesarea yang menjalani trial of labor, didapatkan
insiden ruptura uteri sekitar 0,8%.4
Klasifikasi Penyebab Ruptura uteri :4
1. Perlukaan uterus sebelum kehamilan ini
Pembedahan yang mengenai endometrium :
Seksio sesarea atau histerotomi.
Penjahitan kembali bekas ruptura uteri.
Insisi miomektomi yang dekat dengan endometrium atau menembus
endometrium.
Reseksi kornu yang dalam untuk mengambil pars interstitialis.
Eksisi septum uterus (metroplasti)
Trauma uterus yang terjadi secara kebetulan :
Abortus menggunakan alat ( sonde, kuret, atau alat lain)
Trauma tajam atau tumpul ( kecelakaan, pisau, peluru)
Ruptura uteri yang tidak memberi tanda (silent rupture) pada
kehamilan sebelumnya.
7
Larutan hipertonik yang disuntikkan intra amniotik
Perforasi oleh kateter pemantauan.
Trauma eksternal, tajam maupun tumpul.
Distensi uterus yang berlebihan ( janin multiple, hidramnion)
Pada waktu kelahiran :
Versi dalam.
Kelahiran forsep yang sukar.
Ekstraksi sungsang.
Anomali janin yang meregangkan segmen bawah rahim
Dorongan pada fundus yang kuat untuk melahirkan bayi.
Pengeluaran plasenta yang sulit.
8
Pada uterus yang sudah diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau
hanya ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus,
tanpa ditemukannya sikatrik diantarnya.2
Sifat suatu jaringan parut klasik pada korpus uteri hamil, berbeda dengan
jaringan parut yang terbatas pada segmen bawah uterus.
Pertama, kemungkinan ruptura suatu jaringan parut klasik beberapa kali lebih
besar dibandingkan dengan parut pada segmen bawah uterus.
Kedua, bila parut klasik mengalami ruptura, pada sepertiga kasus, terjadi sebelum
persalinan dimulai. Ruptura seringkali terjadi beberapa minggu sebelum aterm.
Parut segmen bawah uterus terbatas pada bagian uterus yang tidak kontraktil,
jarang mengalami ruptura sebelum persalinan, dan hanya sedikit sekali yang
ruptura pada waktu persalinan.6
Dehisensi parut seksio sesarea segmen bawah uterus jauh lebih sering
terjadi dibandingkan dengan ruptura parut yang sebenarnya, terutama bila bekas
9
insisi uterus melintang. Dehisensi (parut terbuka) yang hanya tertutup oleh
peritoneum tersebut, dalam beberapa hal tampaknya tidak menimbulkan kesulitan
pada persalinan maupun sesudahnya.6
Gambaran Klinik
10
Kekuatan kontraksi uterus.
Kemungkinan untuk terjadinya ruptura uteri harus dicurigai pada keadaan
dimana kontraksi uterus makin kuat dan progresif, sedangkan bagian
terendah dari janin tetap belum masuk pintu atas panggul.
Lingkaran Bandl.
Pada keadaan normal, lingkaran retraksi letaknya sedikit di atas simfisis
dan ini dapat diraba pada persalinan normal. Lingkaran ini naik perlahan-
lahan dari atas simfisis kea rah pusat, mendekati atau lebih tinggi dari
pusat sehingga SBR menjadi sangat tipis sekali.
Hematuria.
Hematuria merupakan tanda yang berharga, tetapi tidak ditemukan darah
dalam urine belum tentu dapat menyingkirkan adanya ruptura uteri.
Adanya darah disebabkan oleh karena regangan yang berlebihan dan
adanya luka memar pada dinding kandung kencing akibat adanya
peregangan segmen bawah uterus yang menempel pada kandung kencing.
Hematuria tidak selalu ditemukan pada ruptura uteri parut seksio sesarea.
Multiparitas
Diperlukan penilaian yang seksama akan bahaya terjadinya ruptura uteri
dengan meningkatnya paritas. Walaupun ukuran panggul wanita tidak
berubah tetapi ukuran janin seringkali bervariasi dan bertambah besar
dengan meningkatnya paritas, sehingga multiparitas tidak menjamin
persalinan menjadi lancar.
11
Sebelum terjadinya ruptura uteri umumnya penderita menunjukkan gejala
ruptura uteri membakat : gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat serta
diraskan nyeri yang terus menerus pada perut bagian bawah/ segmen bawah rahim
dan ligamentum rotundum tegang dan nyeri pada perabaan, tampak lingkaran
Bandl yang tinggi sampai mendekati pusat.4,5,6
Pada saat terjadinya ruptura uteri terdapat gejala klinis yang klasik
meliputi yaitu perasaan nyeri dan nyeri tekanan di daerah perut, kontraksi uterus
berhenti, syok, perdarahan pervaginam dan nadi menjadi cepat 4,5,6
Nyeri perut
Adanya rasa sakit yang hebat dan tiba-tiba seperti merasa ada robekan
dalam perutnya, merupakan tanda yang khas sesaat akan terjadi ruptura
uteri. Biasanya nyeri ini disertai dengan keluhan rasa cemas, gelisah,
lemah, pusing, nyeri suprapubik, sesak napas.
Adanya syok dengan nadi yang cepat secara tiba-tiba merupakan tanda
yang sangat klasik pada ruptura uteri, tetapi bukan merupakan kriteria
untuk menegakkan diagnosa.
Bagian anak mudah diraba, hilangnya gerakan janin, jika janin sebagian
atau seluruhnya sudah berada di luar uterus. Pada palpasi didapat bagian
terendah janin sudah keluar dari PAP dan mudah digerakkan, kontur
uterus sebagai massa yang bulat sebesar kehamilan 16 minggu.
12
Adanya tanda-tanda perdarahan tertutup (perdarahan dalam) atau adanya
tanda cairan bebas dalam rongga perut merupakan gejala yang penting pada
ruptura uteri, terutama bila meraba massa yang nyeri pada perut.4,6,7
Pada pemeriksaan dalam kadang-kadang ditemui diskontinuitas jaringan
sehingga jari-jari pemeriksa dapat meraba organ rongga perut atau tampak usus
keluar melalui vagina, selanjutnya bila masih teraba bagian bawah anak, bagian
ini mudah didorong ke atas dan tampak darah mengalir dari vagina.4,6,7
Gejala ruptura uteri parut bekas seksio sesarea pada umumnya sama
dengan gejala ruptura lainnya, akan tetapi harus diingat kemungkinan ruptura
parut seksio sesaria tanpa gejala.
Bila perdarahan pervaginam pada permulaan persalinan parut bekas seksio
sesarea dengan anak yang hidup, kemungkinan adanya ruptura uteri yang tidak
mempunyai gejala (silent rupture). Demikian juga perdarahan hebat setelah
persalinan pervaginam dari penderita dengan parut bekas seksio sesarea dengan
bayi hidup ini menunjukkan ruptura parut.
13
kurang lebih sama, di RS. Dr. Kariadi Semarang 60%, di RS. Dr. Hasan Sadikin
Bandung 48,6%. 17
Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa resiko persalinan pervaginam
pada bekas seksio sesarea lebih rendah dibandingkan dengan dilakukan seksio
sesarea kembali. Pada kenyataannya berbagai penelitian memperlihatkan bahwa
tidak terdapat peningkatan angka kesakitan atau kematian ibu dan bayi dengan
melakukan persalinan pervaginam pada pasien bekas seksio sesarea.8,11,12
Tetapi beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa komplikasi yang
cukup berat pada ibu dan bayi yang dikaitkan dengan gagalnya partus percobaan
pada persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea, yaitu ruptura uteri telah
menjadi perhatian serius bagi para praktisi. Untuk itu persalinan pervaginam pada
pasien bekas seksio sesarea harus dilakukan dengan pertimbangan yang cermat
dan teliti.8,11,12
14
Faktor yang berpengaruh
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan persalinan pada bekas
seksio sesarea telah diteliti selama bertahun-tahun. Ada banyak factor yang
dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas
seksio sesarea .2,10,11,13,15,16,18,19
15
sesarea klasik, irisan ini dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan
cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi
sepanjang kehamilan atau persalinan berikutnya.
Rosenberg (1996) menjelaskan bahwa dengan pemeriksaan Ultrasonografi
(USG) trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat diketahui ketebalan
segmen bawah rahim. Ketebalan SBR > 4,5 mm pada usia kehamilan 37
minggu adalah pertanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak
sembuh sempurna didapat jika ketebalan SBR 3,5 mm. Oleh sebab itu
pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining
dalam memilih cara persalinan bekas seksio sesarea.
16
Penanganan Umum
Usahakan mencari penyebab terjadinya parut uterus, mungkin karena
seksio sesarea, ruptura uteri, miomektomi atau reseksi kornu anterior. Parut uterus
karena bekas seksio sesarea korporal, dua kali seksio sesaria segmen bawah rahim
atau ruptura uteri, dilakukan seksio sesarea ulangan. Jika tidak ada kontra
indikasi, lakukan persalinan pervaginam dan monitor kemajuan persalinan dengan
partograf. 9,11
Kehamilan dengan riwayat seksio sesarea korporal atau vertikal dapat
terjadi ruptura seebelum persalinan atau pada fase laten. Pada parut uterus
transversal, ruptura terjadi pada fase aktif atau pada fase ekspulsi. Kelahiran
pervaginam setelah seksio sesarea sering terbukti aman, tetapi hanya
dipertimbangkan pada bekas seksio sesarea transversal profunda dengan indikasi
yang tidak menetap. Pasien harus diberi informasi risiko ruptura uteri yang relatif
rendah 0,5 – 1 %.9,11
Pada kehamilan :
Pemeriksaan antenatal harus lebih sering.
Indikasi seksio sesarea yang lalu harus diketahui dengan pasti untuk
menentukan apakah ada indikasi yang tetap atau tidak untuk dapat
mempertimbangkan kemungkinan bias lahir pervaginam.
Selama kehamilan harus benar-benar dicegah terjadinya komplikasi
kehamilan terutama anemia.
Untuk menentukan sikap apakah akan dilakukan seksio sesare ulangan perlu
dipertimbangkan hal-hal berikut : apa indikasi seksio sesarea terdahulu,
apakah telah pernah mengalami persalinan pervaginam sebelum dan sesudah
seksio sesarea, taksiran berat badan janin sekarang, bagaimana kondisi
serviks (pendataran, kaku dan lain-lain), apakah fasilitas rumah sakit cukup
baik, bagaimana tipe seksio sesarea sebelumnya, apakah terjadi komplikasi
sesudah seksio sesarea sebelumnya dan bagaimana presentasi dan posisi
janin sekarang.
17
Pada persalinan :
Pastikan apakah pasien sudah in partu atau belum. Persalinan hanya boleh
dilakukan di rumah sakit yang lengkap kamar operasinya.
Jika pasien dalam fase persalinan harus diawasi ketat : tanda vital, rasa sakit
dan tanda-tanda perdarahan / ruptura uteri spontan.
Tentukan letak/ presentasi janin dan turunnya. Jika janin presentasi kepala
dapat dilakukan partus percobaan.
Pastikan indikasi seksio sesarea yang lalu bukan indikasi tetap.
Penatalaksanaan
Pada kehamilan
Pemeriksaan antenatal harus lebih sering untuk mencegah terjadinya
komplikasi pada kehamilan. Jika terjadi anemia harus segera diatasi. Pasien harus
dirujuk segera mungkin/ trimester ketiga ke rumah sakit. Awasi kemungkinan
terjadinya ruptura uteri spontan sebelum ibu in partu.9,11
Pada pasien dengan riwayat operasi segmen bawah rahim seharusnya
dirawat pada usia kehamilan 38 minggu untuk mengevaluasi kasus dan rencana
18
penatalaksanaan berikutnya, serta mencegah kegelisahan pasien terutama jika
nyeri persalinan muncul lebih awal dari yang diperkirakan.7,9,11
Pada pasien dengan insisi klasik atau histerotomi, seharusnya dirawat pada
usia kehamilan 36 minggu. Kemungkinan untuk terjadi ruptura uteri pada tipe ini
lebih sering terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan.7,
Semua kasus dengan parut yang lemah pada segmen bawah rahim juga
harus dirawat pada usia kehamilan 36 minggu. Contohnya plasenta previa dapat
menyebabkan kelemahan pada parut bekas seksio sesarea karena :7
1. Imperfect apposition karena operasi yang cepat.
2. Trombosis dari sinus plasenta yang menyebabkan sepsis karena letaknya
yang dekat dengan vagina.
Pada persalinan
Jika pasien dalam fase persalinan, pasien harus diawasi ketat : tanda-tanda
vital, rasa sakit pada perut / uterus bagian bawah, perdarahan dan tanda-tanda
ruptura uteri spontan.9
Tentukan letak/presentasi janin dan turunnya presentasi. Jika janin
presentasi kepala, lakukan partus percobaan, jika criteria untuk persalinan
pervaginam dipenuhi dan tidak ada kontra indikasi. Lakukan penilaian partus
percobaan setiap 2 jam, kalau tidak ada kemajuan lakukan seksio ulangan.9
Kala II harus dipersingkat, pasien dibolehkan mengejan 15 menit, jika
bagian terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan mengejan 15 menit
lagi. Bila setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan
ekstraksi vakum atau ekstraksi forsep (cunam).9
19
bekas seksio sesarea tidak perlu dilakukan, kecuali ada perdarahan atau tanda-
tanda ruptura uteri yang lain. 8,9,14,15
PERSALINAN BEKAS
SEKSIO SESAREA
Tipe Seksio
Sesarea
Letak dan
Presentasi
Partus
Percobaan
Maju Gagal
Ekstraksi Vakum/
Ekstraksi Forceps
20
Sumber : Saifuddin AB. Kehamilan dan Persalinan dengan Parut Uterus. Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : 2001 ; 322.
21
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23
11. Scott JR : Avoiding Labor Problems During Vaginal Birth After Cesarean
Delivery. In Clinical Obstetrics and Gynecology. Lippincot–Raven Publisher,
Philadelphia 1997, Volume 4 , Number 3 : 532-541.
12. Miller AWF, Hanretty KP : Labor in Women Previously Delivered by
Caesarean Section. In Abnormal Labor. In Obstetric Illustrated. 5 th Ed.
Churchill Livingstone, 1997 : 280.
13. Shimonovitz S, Botosneano A, Hochner-Celnikier D : Successful First
Vaginal Birth After Cesarean Cection : A Predictor of Reduced Risk for
Uterine Rupture in Subsequent Deliveries. In Isr Med Assoc J, 2000, Jul (7) :
526-528.
14. Zellop CM, Shipp TD, Repke JT, et al : Uterine Rupture During Induced or
Augmented Labor in Gravid Women with One Prior Cesarean Delivery. In
Am J Obstet Gynecol, Oct 1999 ; 181(4) : 882-886.
15. Hashima JN, Eden KB, Osterweil P, et al : Predicting Vaginal Birth After
Cesarean Delivery : A Review Of Prognostic Factors and Screening Tools.
American Journal of Obstetrics and Gynecology, February 2004, Vol 190,
Number 2 : 1-14.
16. Weinstein D, Benshushan A, Tanos V, et al : Predictive Score for Vaginal
Birth After Cesarean Section. In American Journal of Obstetrics and Gyne-
Cology, 1996 : 174 : 192-198.
17. Edy F, Hatta AR, Dino R : Perslainan Bekas Seksio Sesar di Rumah Sakit
Otorita batam Riau Periode 1 Januari 1997–30 Juni 2000. Dalam Kumpulan
Makalah Ilmiah KOGI XII Yogyakarta, 2003 : 65-70
18. Rozenberg P, Goffinet F, Phillipe H, et al : Which Women Who Have Had A
Previous Cesarean Section ? In Paper Ultrasonographic Measurement of
Uterine Segmen to Asses of Defects of Scared Uterus. In Lancet, 1996 ; 347 :
281-284.
19. Guleria K, Dhall K : Pattern of Cervical Dilatation in Previous Segment
Cesarean Section Patients. IN Indian Journal Medicine Assosiation, 1197 ;
95 : 131-134
24