Anda di halaman 1dari 38

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul :

“DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PLASENTA AKRETA”

OLEH:

Fik’ryah Eka Saputri

17014101164

Masa KKM 19 Maret 2018– 27 Mei 2018

Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada tanggal 2018,

untuk memenuhu syarat tugas Kepanitraan Klinik Madya di

bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT Manado

Koordinator Pendidikan Bagian Supervisor Pembimbing


Obstetri dan Ginekologi
FK UNSRAT Manado

dr. Ronny Albert A. Mewengkang, SpOG(K)


dr. Suzanna P. Mongan, SpOGPENDAHULUAN
(K)

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………. . ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… . 1

BAB II TINJAUAAN PUSTAKA ……………………………….. . 3

BAB III LAPORAN KASUS …………………………………….. . 4

BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………….... . 5

BAB V PENUTUP ………………………………………………. 23

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….. 20.

2
PENDAHULUAN

Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk


menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh
plasenta, menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas. Ketika villi
chorialis menginvasi hanya miometrium, dikatakan plasenta inkreta; sedangkan
plasenta perkreta menggambarkan invasi miometrium dan serosa, dan kadang-
kadang ke organ-organ yang berdekatan, seperti kandung kemih. Secara klinis,
plasenta akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta tidak
sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang
masif, menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada cidera ureter, kandung
kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan
dewasa, reaksi transfusi akut; ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal.
Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta akreta adalah
3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta membutuhkan
transfusi darah, dan 40% membutuhkan lebih dari 10 unit PRC. Kematian ibu
dengan plasenta akreta dilaporkan setinggi 7%. Kematian ibu dapat terjadi
meskipun perencanaan yang optimal, manajemen transfusi, dan perawatan
bedah. Studi kohort dari 39.244 wanita yang menjalani sesar, peneliti
mengidentifikasi 186 termyata dlakukan cesarean hysterectomy atas indikasi
yang paling sering adalah plasenta akreta (38%).1
Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia.
Plasenta perkreta adalah tipe yang jarang, jika tidak didiagnosis dini, dapat
menyebabkan morbiditas berat maternal. Seksio sesarea sebelumnya dan
operasi intrauterin merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta
akreta maupun perkreta. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat
operasi caesar telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi
32,8% pada tahun 2010.2 Jika tingkat operasi caesar terus meningkat pada
tingkat saat ini, lebih dari 50% dari semua kelahiran di AS diperkirakan
dilakukan dengan operasi caesar pada tahun 2020. Hal ini bisa mengakibatkan
lebih dari 6000 kasus plasenta previa, 4500 kasus plasenta akreta, dan 130
kematian ibu.2

3
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus plasenta akreta pada seorang
wanita 31 tahun yang dirawat di bagian obstetric dan ginekologi RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado.

4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Istilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke
dinding rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta.
Plasenta akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung
ke miometrium; plasenta inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta
menginvasi ke dalam miometrium; dan plasenta perkreta adalah plasenta
dimana vili plasenta menginvasi lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa
bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya misalkan kandung kemih.
Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan
7% adalah plasenta perkreta. Kedalaman dari invasi plasenta merupakan hal
yang penting secara klinis karena managemen intervensi bergantung padanya.
Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta akreta total, plasenta akreta
parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang
terlibat dalam invasi ke miometrium
Patogenesis plasenta akreta tidak jelas; namun ada beberapa teori yang
diusulkan. Abnormal vaskularisasi yang dihasilkan dari proses jaringan parut
setelah operasi dengan sekunder hipoksia lokal yang mengarah ke rusaknya
desidualisasi dan invasi trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal yang
paling menonjol, atau setidaknya merupakan teori yang paling didukung
sampai saat ini, menjelaskan patogenesis plasenta akreta pada tahap ini.3

B. Insiden dan Faktor Risiko


Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus
dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Peneliti telah melaporkan
kejadian plasenta akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-2002
di Amerika. Hal ini meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1 dari
4.027 kehamilan pada tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510
kehamilan pada tahun 1980.
Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta akreta adalah mereka
yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi
sesar sebelumnya dengan baik plasenta previa anterior atau posterior yang
melintasi parut uterus. Para penulis dari sebuah studi menemukan bahwa
dengan adanya suatu plasenta previa, risiko plasenta akreta adalah 3%, 11%,
40%, 61%, dan 67% untuk pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau

5
lebih pada masing-masing riwayat operasi kelahiran sesar.1 Faktor risiko
tambahan yang dilaporkan untuk plasenta akreta meliputi usia ibu dan
multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya, kuretase uterus sebelumnya, ablasi
endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi
dalam kehamilan, dan merokok. Meskipun ini dan faktor risiko lain telah
dijelaskan, kontribusi nyata akan frekuensi plasenta akreta tetap belum
diketahui.4
Tabel 1. Frekuensi plasenta akreta terkait jumlah kelahiran operasi sesar
dan dengan atau tanpa plasenta previa
Operasi Plasenta Tanpa Plasenta
Sesar Previa Previa
Pertama 3.3 0.03
(Primer)
Kedua 11 0.2
Ketiga 40 0.1
Keempat 61 0.8
Kelima 67 0.8
> 6 kali 67 4.7

C. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala.
Gejala yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk
perdarahan vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus
dengan plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta
akreta. Meskipun jarang, kasus dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi
karena syok hipovolemik dari ruptur uteri sekunder bisa karena plasenta
perkreta. Skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat selama kehamilan dari
trimester pertama hingga kehamilan aterm dengan tidak adanya tanda-tanda
persalinan.
Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-
organ lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah,
sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas
karena infeksi, kegagalan multisistem organ, dan kematian. Komplikasi genital,
saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada sekitar 15% kasus dan

6
cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis prenatal yang akurat
sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.3
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik
pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman
untuk pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam
hal pemeriksaan segmen bawah rahim.
Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis
plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi
positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler,
warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan
meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh
ultrasonografi grayscale saja.1

Gambar 1. Baris Echolucent yang sonographically: desidua basalis


pembuluh darah dan meluas seluruh panjang plasenta. Panah Tengah
menunjukkan daerah obliterasi dari menyerang plasenta kedua panah (kiri-
kanan) menunjukkan ruang retroplacental normal.

Ultrasonografi pada plasenta akreta dapat kita lihat seperti berikut ini:
1) Trimester Pertama
a) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus
telah berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta akreta pada trimester
ketiga.

7
b) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental
bed pada trimester pertama berkorelasi dengan plasenta akreta.
c) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan
yang penting. Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS
tertanam ke bekas luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada dasar
kandung kemih (Figure 1). Jika tidak ditangani, implantasi bekas luka caesar
dapat menyebabkan kelainan utama pada plasenta seperti plasenta akreta,
perkreta, dan inkreta. Penanganan implantasi pada bekas luka caesar termasuk
injeksi langsung pada kantung kehamilan dengan methotrexate di bawah
bimbingan USG.3
Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese appearance,
adalah salah satu yang paling penting sonografi plasenta akreta di trimester
ketiga. Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan perubahan jaringan
plasenta akibat paparan jangka panjang dari pulsatile blood flow. Ketika
multipel, terutama 4 atau lebih lacunae, temuan ini telah berkorelasi dengan
tingkat deteksi 100% untuk plasenta akreta. Penanda ini juga memiliki tingkat
positif palsu rendah, tetapi harus dicatat bahwa plasenta akreta telah dilaporkan
dengan tidak adanya multipel vascular lacunae pada plasenta.3
Tabel 2. Temuan USG yang menunjukkan hubungan dengan plasenta
akreta
1 Hilangnya zona retroplasenta hipoekhoik
normal
2 Lakuna dengan vaskularisasi multipel (ruang
vascular ireguler) di plasenta, memberikan
gambaran “keju Swiss”
3 Pembuluh darah atau jembatan jaringan
plasenta-tepi plasenta, gambaran myometrium-
kandung kemih atau serosa uterus menyilang
4 Ketebalan myometrium retroplasenta < 1 mm
5 Gambaran pembuluh koheren yang beragam
dengan Doppler 3D di basal

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

8
Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi dan
membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta
abnormal. Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi diagnostik
yang sebanding MRI dan USG untuk plasenta akreta, MRI dianggap sebagai
modalitas tambahan dan menambahkan sedikit dengan akurasi diagnostik
ultrasonografi. Namun, ketika ada temuan USG ambigu atau kecurigaan dari
akreta plasenta posterior, dengan atau tanpa plasenta previa, ultrasonografi
mungkin tidak cukup. Sebuah studi prospektif seri dari 300 kasus yang
dipublikasikan pada tahun 2005 menunjukkan bahwa MRI mampu
menguraikan anatomi invasi dan menghubungkannya dengan sistem vaskular
anastomosis daerah sekitar. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa
menggunakan MRI irisan aksial dapat mengkonfirmasi invasi dari parametrium
dan kemungkinan keterlibatan ureter.
Kontroversi seputar penggunaan berbasis kontras gadolinium meskipun
menambah spesifisitas diagnosis plasenta akreta dengan MRI. Penggunaan
kontras gadolinium MRI memungkinkan untuk lebih jelas melukiskan
permukaan relatif luar plasenta terhadap miometrium dan membedakan antara
heterogen pembuluh darah dalam plasenta dari yang disebabkan oleh pembuluh
darah ibu. Ketidakpastian mengenai risiko efek ke janin oleh gadolinium
karena mampu melintasi plasenta dan mudah memasuki sistem peredaran darah
janin, The Contrast Media Safety Committee of the European Society of
Urogenital Radiology dari literatur terakhir menentukan bahwa tidak ada
pengaruh pada janin yang dilaporkan setelah penggunaan media kontras
gadolinium. Namun, American College of Radiology guidance document for
safe MRI practices merekomendasikan bahwa gadolinium intravena harus
dihindari selama kehamilan dan harus digunakan hanya jika benar-benar
penting.1
Peran MRI dalam mendiagnosis plasenta akreta masih diperdebatkan. Dua
studi banding terakhir telah menampilkan sonografi dan MRI sebanding: dalam
studi pertama 15 dari 32 wanita terdiagnosis akreta (sensitivitas 93%
dibandingkan 80% dan spesifisitas 71% dibandingkan 65% untuk USG
dibandingkan MRI); di studi kedua 12 dari 50 wanita akhirnya memiliki akreta

9
dan MRI dan Doppler menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal mendeteksi
plasenta akreta (P = 0,74), meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi
kedalaman infiltrasi di kasus plasenta akreta (P <0,001). Banyak penulis telah
menganjurkan MRI bagi perempuan yang pada temuan USGnya inconclusive.
Fitur MRI utama plasenta akreta meliputi:
● uterine bulging
● intensitas sinyal heterogen dalam plasenta
● dark intraplacental bands pada pencitraan T2.5
Beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat sensitivitas MRI 80%-85%
dengan spesifisitas 65%-100% dalam hal mendiagnosis plasenta akreta.3
3. Pemeriksaan laboratorium
Ada faktor risiko plasenta akreta yang dapat diperiksa dengan skrining
MSAFP seperti untuk cacat tabung saraf dan aneuploidies. Hung dan temannya
(1999) menganalisis lebih dari 9300 wanita diskrining untuk Down syndrome
pada 14 sampai 22 minggu. Mereka melaporkan 54 kali lipat meningkat risiko
untuk akreta pada wanita dengan plasenta previa. Risiko untuk akreta
meningka 8x lipat bila kadar MSAFP melebihi 2,5 MoM; itu meningkat 4x
lipat ketika kadar free beta-hCG yang lebih besar dari 2,5 MoM; dan itu
meningkat tiga kali lipat saat usia ibu adalah 35 tahun atau lebih.6
4. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil
dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi. Diagnosis
definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau
tertanam pada miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara
mereka.3
5. Indeks Plasenta Akreta (IPA)
Nilai pada masing-masing parameter sonografi yang digunakan dalam
indeks ini ditunjukkan pada Tabel 4. Probabilitas invasi sesuai dengan nilai-
nilai tersebut termasuk sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (PPV), dan
nilai prediksi negatif (NPV) untuk setiap nilai indeks disajikan pada Tabel 5.7

10
Tabel 4. Nilai masing-masing parameter ditambahkan bersama-sama untuk
menghasilkan Skor Indeks Plasenta Akreta
Parameter Nilai
Operasi sesar > 2 3.0
Lakuna
Grade 3 3.5
Grade 2 1.0
Letak sagittal terkecil dari ketebalan
Myometrium
< 1 mm 1.0
1-3 mm 0.5
3-5 mm 0.25
Plasenta previa anterior 1.0
Bridging vessel 0.5
Jika parameter tidak ada, maka nilainya adalah 0.

Tabel 5. Sensitivitas, spesifisitas, dan nilai-nilai prediksi positif dan negatif


pada setiap skor IPA pada penelitian Rac dkk.7
I N Probabilitas Sensitifitas Spesifisitas PPV NPV
PA invasi,% (95% CI) (95% CI) (95% CI) (95% CI)
(95% CI)
> 1 5 100 19 38 100
0 (1-15) (88-100) (10-31) (27-49) (72-100)
> 1 10 97 47 47 97
1 (4-22) (82-100) (34-61) (34-61) (82-100)
> 2 19 93 58 52 94
2 (10-32) (77-99) (44-70) (38-66) (81-99)
> 4 33 86 68 57 91
3 (22-47) (68-96) (54-79) (41-72) (78-97)
> 6 51 72 85 70 86
4 (36-66) (53-87) (73-93) (51-85) (75-94)
> 6 69 52 92 75 79
5 (50-83) (33-71) (81-97) (51-91) (68-88)
> 2 83 31 100 100 75
6 (63-93) (15-51) (94-100) (66-100) (64-84)
> 2 91 24 100 100 73
7 (73-97) (10-44) (94-100) (59-100) (62-82)
> 5 96 17 100 100 71
8 (81-99) (6-36) (94-100) (48-100) (61-81)

11
Seperti terlihat pada tabel, kemungkinan invasi meningkat dengan
meningkatnya skor IPA, sehingga skor dari 9 meningkatkan kemungkinan 96%
dari invasi plasenta histologis.7
PPV menggambarkan nilai prediksi skor indeks dibandingkan dengan
kemungkinan invasi, yang didasarkan pada karakteristik individu pasien
berasal dari populasi kita. Dengan menambahkan variabel USG untuk
karakteristik pasien pada pengamatan yang berasal dari populasi berisiko
tinggi, IPA dapat menetapkan probabilitas invasi dinilai untuk evaluasi setiap
pasien.7

D. Manajemen
1. Manajemen Antepartum
Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan
dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta akreta tegak
didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta akreta harus dijadualkan untuk
ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah yang lengkap dan memiliki bank
darah yang dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar berbagai produk darah.
Suplementasi dengan besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan zat
besi dan daya dukung oksigenasi.4
Perencanaan persalinan mungkin melibatkan ahli anestesi, dokter
kandungan, dokter bedah panggul seperti ahli onkologi ginekologi, ahli bedah
intensiv, neonatologist, bedah urologi, ahli hematologi, dan ahli radiologi
intervensi untuk mengoptimalkan outcome pasien. Untuk meningkatkan
keselamatan pasien, adalah penting bahwa persalinan dilakukan oleh tim
obstetri berpengalaman yang termasuk ahli bedah kebidanan, dengan spesialis
bedah lainnya, seperti urolog, dokter bedah umum, dan ahli ginekologi-
onkologi, tersedia jika diperlukan. Karena risiko kehilangan darah yang besar,
perhatian harus diberikan untuk kadar hemoglobin ibu sebelum operasi, jika
mungkin. Banyak pasien dengan plasenta akreta membutuhkan kelahiran
prematur darurat karena perdarahan banyak yang tiba-tiba.

12
Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta akreta harus individual.
Keputusan ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien, dokter kandungan,
dan neonatologist. Konseling pasien harus mencakup diskusi kebutuhan
potensial untuk histerektomi, risiko perdarahan yang besar, dan kemungkinan
kematian ibu. Meskipun persalinan telah direncanakan, rencana kemungkinan
persalinan darurat harus dikembangkan untuk masing-masing pasien, yang
mungkin termasuk managemen perdarahan maternal.
Timing of delivery harus individual, tergantung pada keadaan dan
preferensi pasien. Salah satu pilihan adalah dengan melakukan terminasi
setelah paru janin matang yang dibuktikan dengan amniosentesis. Namun, hasil
analisis keputusan baru-baru ini menyarankan untuk mengkombinasikan
outcome ibu dan bayi dioptimalkan pada pasien stabil dengan terminasi pada
34 minggu kehamilan tanpa amniosintesis. Keputusan untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dan waktu pemberiannya harus individual.1 Pada
sebuah studi yang melibatkan 99 kasus plasenta akreta yang didiagnosis
sebelum persalinan, 4 dari 9 dengan persalinan >36 minggu diperlukan
terminasi emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada perdarahan antepartum
atau komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saat akhir prematur dapat
diterima untuk mengurangi kemungkinan persalinan darurat yang terjadi
dengan segala komplikasinya.4
2. Manajemen Preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan
dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial.
Penilaian oleh anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi.
Kedua teknik anestesi baik umum dan regional telah terbukti aman dalam
situasi klinis ini. Antibiotik profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam
setelah operasi atau kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif
Cystoscopy dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera
saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way
ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan irigasi,
drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama diseksi.
Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap potensi perdarahan

13
masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam situasi trauma
menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen
plasma harus tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi darah
dan unit darah lainnya harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi
tanda-tanda vital pasien dan stabilitas hemodinamik pasien.1
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu
dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk
memberikan visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta
sebelum pengeluaran janin.4
3. Manajemen Operatif
Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang
dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur
dengan plasenta ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan
dengan morbiditas akibat perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini
tidak dapat dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk wanita yang
memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan di masa depan. Oleh karena itu,
manajemen operasi plasenta akreta dapat individual tergantung kasusnya
masing masing.
Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi modifikasi dorsal
litotomi dengan kemiringan lateral yang kiri untuk memungkinkan penilaian
langsung dari perdarahan vagina, menyediakan akses untuk penempatan paket
vagina, dan memungkinkan tambahan ruang untuk asisten bedah. Karena
prosedur ini diantisipasi akan berkepanjangan, padding dan posisi untuk
mencegah kompresi saraf dan pencegahan dan pengobatan hipotermia adalah
penting. Meminimalkan kehilangan darah sangat penting. Pilihan sayatan harus
dibuat berdasarkan habitus tubuh pasien dan sejarah operasi pasien.
Penggunaan sayatan vertikal linea mediana mungkin dilakukan karena
memberikan daerah cukup jika histerektomi diperlukan. Insisi uterus klasik,
sering transfundal, mungkin diperlukan untuk menghindari plasenta dan
memungkinkan pengeluaran bayi. Ultrasound pemetaan lokas plasenta, baik
sebelum operasi atau intraoperatif, mungkin dapat membantu. Karena positive
predictive value ultrasonografi untuk plasenta akreta berkisar dari 65% hingga

14
93%, adalah wajar untuk menunggu pelepasan plasenta spontan untuk
mengkonfirmasi plasenta akreta secara klinis.
Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika
histerektomi diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan
plasenta in situ, dengan cepat menggunakan "whip stitch" untuk menutup incisi
histerotomi, dan lanjutkan dengan histerektomi. Sedangkan histerektomi
dilakukan dengan cara biasa, diseksi flap kandung kemih dapat dilakukan
relatif lambat, setelah kontrol jaringan pembuluh arteri uterus tercapai, dalam
kasus akreta anterior, tergantung pada temuan intraoperatif. Kadang-kadang,
histerektomi subtotal dapat dipertimbangkan, namun perdarahan terus-menerus
dari leher rahim mungkin menghalangi managemen ini dan membuat
histerektomi total tetap diperlukan.
Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta akreta
yang meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface, mengambil tali
pusatnya, dan meninggalkan plasenta in situ, dengan reseksi parsial plasenta
untuk meminimalkan ukurannya. Namun, hal ini harus dipertimbangkan hanya
bila pasien memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan masa depan serta
stabilitas hemodinamik yang baik, status koagulasi normal, dan bersedia
menerima risiko akibat managemen ini. Pasien harus diberi konseling bahwa
hasilnya ini tidak dapat diprediksi dan bahwa ada peningkatan risiko
komplikasi yang signifikan termasuk histerektomi. Kasus yang dilaporkan dari
kehamilan yang sukses berikutnya pada pasien yang diobati dengan pendekatan
ini jarang terjadi. Pendekatan ini harus ditinggalkan dan histerektomi dilakukan
jika perdarahan yang berlebihan. Dari 26 pasien yang diobati dengan
pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil terhindar dari histerektomi, sedangkan 5
(19,3%) pada akhirnya dilakukan histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21
pasien yang terhindar dari histerektomi tidak memerlukan pengobatan
tambahan, termasuk ligasi arteri hipogastrik, embolisasi arteri, methotrexate,
transfusi produk darah, antibiotik, atau kuretase. Kecuali dalam kasus-kasus
tertentu, histerektomi tetap managemen pilihan untuk pasien dengan plasenta
akreta.1

15
Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi,
prosedur yang dapat kita lakukan yakni:
 Pelvic artery ligation and ambolization
 Pelvic pressure packing
 Aortic compresion and clamping.4
4. Manajemen Postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta beresiko untuk
mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif
seperti hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi
berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan
harus dipikirkan. Sindrom Sheehan (baik transien dan permanen) telah
dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum yang massif, dan hiponatremia
mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah
diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru,
cidera paru akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan pernapasan
akut.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda
vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus
diukur melalui kateter urin. Pemantauan vena sentral ,dan penilaian perifer
oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus.
Koreksi koagulopati dan anemia berat dengan produk darah harus dilakukan.
Pasien harus dievaluasi secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka
sayatan perut dan vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal
berulang atau retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan
serum elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria,
kemungkinan cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus
dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk mereka yang
membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.4

16
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : MA
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTP
Alamat : Tanamon Utara Jaga 7 Kec Sinonsayang
MRS tanggal : 19 Maret 2018; 21:29 WITA
No. Rekam medik : 52.63.37

B. ANAMNESIS
Anamnesis Umum
Keluhan utama
Keluar air dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dirujuk dari RS Kalooran Amurang dengan diagnosis:
“G3P2A0 31 tahun hamil 34-35 minggu. KPD 1 hari + bekas SC + riwayat
asma
Janin intrauterin tunggal hidup letak kepala”
Keluar air dari jalan lahir sejak 1 hari, Nyeri perut ingin melahirkan (+),
pelepasan lendir dan darah dari jalan lahir (+), Pergerakan janin SMRS (+).
Pasien sudah pernah dirawat di RS Kalooran bulan Februari 2018 karena
perdarahan. Nyeri kepala (-), kejang (-), mual (-), muntah (-) Nyeri ulu hati
(-), pandangan kabur disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit hipertensi (-), DM, jantung, paru-paru dan hati disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit hipertensi (-), DM, jantung, paru-paru dan hati disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Merokok dan konsumsi alkohol di sangkal.
Anamnesis Obstetri-Ginekologi
Riwayat Haid
- Menarche : 12 tahun
- Siklus haid : Teratur setiap bulan (siklus 28 hari)
- Lama haid : 4-5 hari
- Banyak haid : 2-3 pembalut/hari

17
- HPHT : 3 Agustus 2017
Riwayat Perkawinan dan Kehamilan
- Menikah:1x, selama 12 tahun.
G3P2A0
- P1 : 2006/ Rumah/ Aterm/ Spt LBK/ Bidan/ ♀ / 2200g/ Sehat
- P2 : 2014/ RS Kalooran/ Aterm/ SC/ Dokter/ ♂/ 2500g/ Meninggal
- Riwayat Abortus (-)
- ANC : 5x di RS Kalooran Imunisasi TT (2x)
Riwayat KB
- Riwayat KB Pil (2014, Selama 4 tahun)

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Preasens
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis (E4 M6 V5)
Tekanan darah : 125/70 mmHg
Nadi : 83 kali/menit, reguler
Respirasi : 24 kali/menit, teratur
Suhu badan : 36,5oC
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 158 cm
IMT : 28,04 kg/m2

2. Status Generalis
Kepala : dbn
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Hiperemis (-/-)
Telinga: Sekret (-/-)
Mulut : Karies (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : dbn
Cor : Bunyi Jantung Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) normal

18
Palpasi : Pemeriksaan leopold, TFU: 27 cm
Perkusi : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Oedem (-)

3. Status Obstetrik
Pemeriksaan Leopold :
Leopold I TFU : 27 cm, dan fundus uteri kosong
Leopold II  Punggung kiri kesan keras, bundar dan melenting.
Punggung Kanan kesan lunak, kurang bundar, dan kurang
melenting
Leopold III  Teraba tahanan memanjang.
Leopold IV  Teraba tahanan memanjang dan belum masuk PAP.
Inspekulo : Tampak cairan keluar dari OUE, OUE Terbuka, portio
livide (+)
VT : EFF 75%, Pembukaan 1-2 cm, Ketuban (-),sisa putih
keruh, PP masih tinggi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (26 Januari 2018 jam 1908 WITA)
Darah Urinalisa

19
Makroskopis:
Warna : Kuning Muda
Leukosit : 18.0 103/µL Kekeruhan : Jernih
Eritrosit : 3.87 x 106/µL Mikroskopis:
Hemoglobin : 11.1 g/dL Eritrosit : 5-6/LPB
Hematokrit : 34 % Leukosit : 10-20/LPB
Epitel : 2-3/lpk
Trombosit : 340 103µL Bakteri : Negatif
MCH : 28.7 pg Jamur : Negatif
Amoeba : Negatif
MCHC : 32.7 g/dL Kimia:
MCV : 87.8 fL Berat Jenis : 1010
pH :8
Leukosit : 2+
PT Nitrit : negatif
Protein : negatif
@Detik : 11.9detik Glukosa : negatif
@INR : 0.93 detik Keton : 3+
Urobilinogen : negatif
APPT : 23.4 detik Bilirubin : negatif
Darah/ Eritrosit : 1+

USG (19 Maret 2018):

20
21
Janin Intra Uterine Tunggal.

FM (+), FHM (+)

BPD : 8 cm

AC : 30,5 cm

FL : 6,7 cm

EFW : 2300-2400 gr

AFL : >2 cm

Plasenta : insersi di Endometrium gr II-III

Kesan: Hamil 34-35 minggu + Letak lintang + Oligohidramnion (Riw KPD)

E. RESUME MASUK
Pasien merupakan rujukan dari RS Kalooran,dengan diagnosis G3P2A0 31
tahun hamil 35-36 minggu Inpartu Kala I + bekas SC + riwayat asma . Janin
intrauterin tunggal hidup letak lintang + Oligohidramnion. MRS tanggal 29
Mei 2018 jam 19:29 WITA. Pasien datang dengan keluhan keluar air dari
jalan lahir sejak 1 hari, nyeri perut ingin melahirkan (+), pelepasan lendir dan
darah dari jalan lahir (+), pergerakan janin SMRS (+). Pasien sudah pernah
dirawat di RS Kalooran bulan Februari 2018 karena perdarahan. Keluhan
penyerta seperti nyeri kepala , kejang, mual, muntah, nyeri ulu hati, dan
pandangan kabur disangkal. Saat dirujuk ke RSUP Prof.Dr. Kandou pasien
sudah terpasang IVFD RL 28 gtt dan telah di injeksi Ceftriaxone 2x1 gr
secara intravena. Pasien juga sudah diberikan terapi nifedipin 10 mg (tanggal
19 Maret 2018; 17:00 WITA).
Pemeriksaan obstetrik didapatkan perut terlihat membesar asimetris pada
inspeksi. Pada pemeriksaan Leopold I TFU 27cm dan fundus uteri kosong..
Pada pemeriksaan Leopold II, sebelah kiri kesan keras, bundar dan melenting,
sebelah kanan kesan lunak, kurang bundar, dan kurang melenting. Pada
Leopold III teraba tahanan memanjang. Leopold IV teraba tahanan
memanjang dan belum masuk PAP. Belum didapatkan adanya his. BJJ: 145-

22
150x/menit. Pemeriksaan dalam didapatkan EFF 75%, pembukaan 1-2 cm,
ketuban (-) sisa putih keruh, PP masih tinggi. Pemeriksaan USG pada pasien
didapatkan kesan hamil aterm janin intrauterin tunggal hidup letak lintang +
oligohidramnion.

F. DIAGNOSIS
G3P2A0 31 tahun hamil 35-36 minggu inpartu kala I + Bekas SC + Riwayat
asma

Janin intrauterin tunggal hidup letak lintang + oligodiramnion.

Sikap:

- Sectio sesarea cito


- Antibiotik Ceftriaxone 2x 1 gr
- Cek lab, UL, EKG, Crossmatch, NST
- Konseling Informed consent, sedia darah persedian operasi
- Observasi TTV, His, BJJ
- Lapor DPJP  advis : Seksio sesarea cito

G. LAPORAN OPERASI
Telah dilakukan section caesarea dan histerektomi subtotalis tanggal 20 Maret
2018
Status Pre-Operasi:
TD: 120/70 mmHg N: 85x/menit R: 20x/menit S: 36,7⁰C
G3P2A0 31 tahun hamil post SCTP atas indikasi lentak lintang + bekas
sc + riwayat asma
Janin intrauterine tunggal hidup letak lintang
Jenis operasi : section caesarea dan histerektomi subtotalis
Jam operasi dimulai : Jam 02.07 WITA
Jam selesai operasi : Jam 04.15 WITA
- Lama Operasi : 2 jam 8 menit
- DPJP Operator: dr. Abraham Maukar, Sp.OG
- Jalannya Operasi:
Pasien dibaringkan terlentang di atas meja operasi. Dilakukan tindakan
desinfeksi pada daerah abdomen dan sekitarnya. Abdomen di tutup dengan
dock steril , kecuali lapang pandang operasi. Dalam keadaan spinal
anestesi dilakukan insisi pflmenstiel. Insisi pfamenstiel di perdalam lapis
demi lapis sampai fascia. Fascia dijepit kocher, digantung kecil lalu di
perlebar kekiri dan kanan, tmpak otot. Otot disisihkan secara tumpul ke

23
lateral . peritoneum dijepit dengan 2 pinset. Diangkat, setelah yakin tidak
ada jaringan usus dibawahnya , digunting kecil lalu di perlebar keatas dan
kebawah. Haag abdomen dipasang , tampak uterus gravidarum.
Identifikasi plika vesika uterium, plika vesika uterine dijepit dengan
pinset, digantung kecil lalu di perlebar kekiri dan kekanan. Plika vesika
uterine disisihkan kebawah dan dilindungi dengan haag abdomen.
Identifikasi SBR, dilakukan transisi semilunar pada SBR, insisi
diperdalam dengan cavum uterine di tembus secara tumpul. Keluar cairan
ketuban berwarna putih keruh.identifikasi janin letak lintang . janin
dilahirkn dengan menaic klem jam 02.12 lahir bayi laki-laki/ SCTP/2200
gram/ 45 cm/ 6-8. Sementara jalan nafas dibersihkan dengan penghisap
lendir, tali pusat dijepit dengan umbilical klem dan klem kocher lalu
digantung diantara kedua klem tersebut. Selanjutnya bayi diserahkan
kepada sejawat neonati untuk perawatan selanjutnya. Identifikasi plasenta
implantasi di korpus posterior meluas ke lateral . plasenta sulit dilepaskan.
Eksplorasi kesan plasenta akreta. Eksplosari uterus, tampak perlekatan
luas SBR dengan vesika urinaria dan usus. Diputuskan dilakukan
histerektomi subtotalis. Ligamentum rotundum kiri dijepit dengan 2 klem,
digunting dan dijahit. Demikian juga pada sisi kanan. Identifikasi plika
vesika uterine, dijepit dengan pinset dan diperluas ke kiri dan kekanan.
Sampai pangkal ligamentum rotundum. Vesika urinaria disisihkan ke
bawah ligamentum latun kiri dan kanan di tebus secara tumpul untuk
dibuat jendela. Pangkal tuba, ligamentum ovarii propin kiri dijepit 3 klem,
digantung dam dijahit ligasi. Identifikasi arteri uterine. Sisi kiri dijepit 3
klem digunting dan dijahit double ligasi. Demikian juga pada sisi kanan.
Ligamentum kardimole sisi kiri dijepit 2 klem, digunting dan dijahit
demikian juga pada sisi kanan. Corpus uteri diklem dengan 2 klem
bengkok dan dipotong, pangkal sisa korpus uteri dijahit jelujur. Kontrol
perdarahan (-) rongga abdomen dibersihkan dari sisa darah dan bekuan
darah. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. Peritoneum dijahit jelujur
dengan chronic catgut 2/0 tapper. Otot dijahit secara simpul dengan
chronic catgut 2/0 tapper. Fascia dijahit secara jelujur dengan safil 1

24
tapper. Lemak dijhit simpul dengan plain catgut 2/0 tapper. Kulit dijahit
dengan subkutikuler dengan chronic catgut 2/0 cutting. Luka operasi
ditutup dengan kassa steril. Operasi selesai.
Perdarahan : 2000 cc
Dieresis : 100 cc

Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi (20 Maret 2018)

- Leukosit : 24.000 /uL


- Eritrosit : 3.18 10^6/uL
- Hemoglobin : 8.4 g/dL
- Hematokrit : 18.9 %
- Trombosit : 154.000/uL
- MCH : 29.3 pg
- MCHC : 33.8 g/dL
- MCV : 86.5 fL

H. FOLLOW UP
Ruangan PACU : 20 Maret 2018 (07.00 WITA)

Selasa, 20 Maret 2018


S : Nyeri luka post operasi VAS : 2
07.00
O : KU Cukup, Kesadaran CM
TD : 105/65 mmHg R : 20x/mnt
N :98x/mnt S : 36,5OC
Kepala : Mata Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Luka post operasi tertutup kasa steril
Urine : 60 cc/jam
A : P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu Post caesarian HT 3 jam atas indikasi
Plasenta akreta
Lahir bayi/ ♂/2200gram/45cm/AS 6-8
P: - Terapi Injeksi
- Mobilisasi bertahap
- Cek DL 6 jam post transfuse
- Obs TTV, Perdarahan, produksi urine

25
Rabu, 21 Maret 2018

S: Nyeri luka operasi VAS : 1

07.00 O : KU Cukup, Kesadaran CM


TD : 100/60 mmHg R: 18 x/menit
N : 80x/menit S: 36,5 oC
Kepala : Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen :
Kontraksi baik
Luka operasi terawat
A: P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu post SCTP + Histerektomi subtotalis H 2 atas
indikasi plasenta akreta + letak lintang + bekas SC + anemia
Lahir bayi/ ♂/ SCTP/ 2200gram/ 45cm/ AS 6-8
P: - Terapi antibiotic oral
- Tablet penambah darah
- Rencana transfuse PRC 1 kantong
- Observasi TTV, Kontraksi, Perdarahan

Kamis, 22 Maret 2018

S: Nyeri luka operasi VAS : 1


O : KU Cukup, Kesadaran CM
TD : 115/70 mmHg R: 18 x/menit
22/03/201 N : 88x/menit S: 36,5 oC
8 Kepala : Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi baik
08.00 Luka operasi terawat
A: P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu post SCTP + Histerektomi subtotalis H 3 atas
indikasi plasenta akreta + letak lintang + bekas SC + anemia
Lahir bayi/ ♂/ SCTP/ 2200gram/ 45cm/ AS 6-8
P: - Terapi antibiotik oral
- Terapi analgesik oral

26
- Observasi TTV, Kontraksi, Perdarahan

Jumat , 23 Maret 2018

S: Nyeri luka operasi -


O : KU Cukup, Kesadaran CM
TD : 118/68 mmHg R: 18 x/menit
N : 86x/menit S: 36,5 oC
Kepala : Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi baik
Luka operasi terawat
A: P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu post SCTP + Histerektomi subtotalis H 4 atas
indikasi plasenta akreta + lentang lintang + bekas SC
Lahir bayi/ ♂/SCTP/2200gram/45cm/AS 6-8
P: - Terapi antibiotic oral
- Rawat jalan

I. FOLLOW UP PEMERIKSAAN PENUNJANG


23 Maret 2018 2018 jam 14:45 WITA
Urinalisa
Makroskopis:
Warna : Kuning
Kekeruhan : Jernih
Mikroskopis:
Eritrosit : 0-1/LPB
Leukosit : 3-5/LPB
Epitel : 2-3/lpk
Bakteri : Positif
Jamur : Negatif
Amoeba : Negatif
Kimia:
Berat Jenis : 1005
pH :7

27
Leukosit : negatif
Nitrit : negatif
Protein : negatif
Glukosa : negatif
Keton : negatif
Urobilinogen : negatif
Bilirubin : negatif

28
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien dengan plasenta akreta kebanyakan tidak menunjukkan gejala. Gejala


yang berhubungan dengan plasenta akreta biasanya berupa perdarahan
vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan
plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta
akreta..5Salah satu yang paling penting dalam mendeteksi adanya plasenta
akreta, yaitu dengan menanyakan riwayat pembedahan pada uterus
sebelumnya (seperti: seksio sesaria, miomektomi, kuretase, dan lain-lain),
usia ibu, adakah riwayat plasenta previa pada pemeriksaan USG
sebelumnya.4,5 Pada anamnesis kasus, pasien datang dengan keluhan keluar
air dari jalan lahir sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut ingin
melahirkan (+), pelepasan lendir dan darah dari jalan lahir (+), Pergerakan
janin SMRS (+). Pasien sudah pernah dirawat di RS Kalooran bulan Februari
2018 karena perdarahan. Nyeri kepala (-), kejang (-), mual (-), muntah (-)
Nyeri ulu hati (-), pandangan kabur disangkal. Riwayat pembedahan (+) yaitu
sectio sesarea pada anak kedua pada tahun 2014 di RS Kalooran, dengan
berat badan lahir 2500g.

4
1. Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American
Institute of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.
2. 5Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta
Accreta, American Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2010,Washington
DC.

Selain anamnesis, pemeriksaan penunjang juga diperlukan dalam


mendiagnosis plasenta akreta. Dalam kepustakaan pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan yaitu ultrasonografi (USG), Magnetic Resonance
Imaging (MRI), pemeriksaan laboratorium, patologi anatomi, Penilaian
Terjadinya Plasenta Akreta dengan Indeks Plasenta Akreta (IPA). Temuan USG
yang menunjukkan adanya plasenta akreta yaitu hilangnya zona retroplasenta
hipoekhoik normal, Lakuna dengan vaskularisasi multipel (ruang vascular

29
ireguler) di plasenta, memberikan gambaran “keju Swiss”, Pembuluh darah
atau jembatan jaringan plasenta-tepi plasenta, gambaran myometrium-kandung
kemih atau serosa uterus menyilang, Ketebalan myometrium retroplasenta < 1
mm, dan Gambaran pembuluh koheren yang beragam dengan Doppler 3D di
basal.4 Fitur MRI utama plasenta akreta meliput, uterine bulging, intensitas
sinyal heterogen dalam plasenta, dan dark intraplacental bands pada
pencitraan T2.5 Beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat sensitivitas MRI
80%-85% dengan spesifisitas 65%-100% dalam hal mendiagnosis plasenta
akreta.3 Dalam pemeriksaan laboratorium ada faktor risiko plasenta akreta yang
dapat diperiksa dengan skrining MSAFP seperti untuk cacat tabung saraf dan
aneuploidies. Hung dan temannya (1999) menganalisis lebih dari 9300 wanita
diskrining untuk Down syndrome pada 14 sampai 22 minggu. Mereka
melaporkan 54 kali lipat meningkat risiko untuk akreta pada wanita dengan
plasenta previa. Risiko untuk akreta meningka 8x lipat bila kadar MSAFP
melebihi 2,5 MoM; itu meningkat 4x lipat ketika kadar free beta-hCG yang
lebih besar dari 2,5 MoM; dan itu meningkat tiga kali lipat saat usia ibu adalah
35 tahun atau lebih.6 Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat
berdasarkan hasil dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan
histerektomi. Diagnosis definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis
yang menginvasi atau tertanam pada miometrium dengan tidak adanya desidua
di lapisan antara mereka.3 Pada penilaian terjadinya plasenta akreta dengan
Indeks Plasenta Akreta (IPA), kemungkinan invasi meningkat dengan
meningkatnya skor IPA, sehingga skor dari 9 meningkatkan kemungkinan 96%
dari invasi plasenta histologis.7

pada kasus dilakukan pemeriksaan penunjang ultrasonografi didapatkan kesan


insersi di endometrium grade II-III, pemeriksaan laboratorium dengan hasil
leukosit dan keton yang tinggi serta eritrosit, hemoglobin dan hematokrit yang

30
rendah. Selain itu untuk menunjang rencana operasi dilakukan pemeriksaan non
stress test, dan elektrokardiogram.

Penanganan pada pasien dengan plasenta akreta meliputi manajemen antepartum,


manajemen preopertif, dan manajemen operatif. Pada manajemen antepartum,
karerena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan
dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta akreta tegak
didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta akreta harus dijadualkan untuk
ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah yang lengkap dan memiliki bank darah
yang dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar berbagai produk darah.
Suplementasi dengan besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan zat
besi dan daya dukung oksigenasi.4 Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta
akreta harus individual. Keputusan ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien,
dokter kandungan, dan neonatologist. Konseling pasien harus mencakup diskusi
kebutuhan potensial untuk histerektomi, risiko perdarahan yang besar, dan
kemungkinan kematian ibu. Meskipun persalinan telah direncanakan, rencana
kemungkinan persalinan darurat harus dikembangkan untuk masing-masing
pasien, yang mungkin termasuk manajemen perdarahan maternal.4 Persalinan
harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan dukungan pelayanan
yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial. Penilaian oleh anestesi
harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi baik
umum dan regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik
profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau
kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif Cystoscopy dengan
penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera saluran kemih.
Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way ditempatkan di kandung
kemih melalui uretra untuk memungkinkan irigasi, drainase, dan distensi
kandung kemih, yang diperlukan, selama diseksi. Sebelum operasi, bank darah
harus dipersiapkan terhadap potensi perdarahan masif. Rekomendasi saat ini
untuk penggantian darah dalam situasi trauma menunjukkan rasio 1:1 PRC :
fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen plasma harus tersedia dalam kamar
operasi. Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah lainnya harus diberikan
dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien dan stabilitas

31
hemodinamik pasien.1 Secara umum, manajemen operatif yang
direkomendasikan untuk kasus yang dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan
histerektomi sesarea prematur dengan plasenta ditinggalkan in situ karena
pengeluaran plasenta dikaitkan dengan morbiditas akibat perdarahan yang
signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai pengobatan lini
pertama untuk wanita yang memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan di
masa depan. Oleh karena itu, manajemen operasi plasenta akreta dapat individual
tergantung kasusnya masing masing. Pada manajemen postoperatif, pasien yang
menjalani histerektomi untuk plasenta akreta beresiko untuk mengalami
komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif seperti
hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda vital
(tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus diukur
melalui kateter urin. Pemantauan vena sentral ,dan penilaian perifer oksigenasi
dengan pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus. Koreksi
koagulopati dan anemia berat dengan produk darah harus dilakukan. Pasien harus
dievaluasi secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka sayatan perut
dan vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal berulang atau
retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan serum elektrolit
harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria, kemungkinan cedera
saluran kemih yang tidak diketahui harus dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan
kompresi intermiten untuk mereka yang membutuhkan bedrest, dapat
mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.4 pada kasus ini pasien didiagnosis
G3P2A0 31 tahun hamil post SCTP atas indikasi lentak lintang + bekas
sc + riwayat asma. Diagnosis plasenta akreta kemudian ditegakkan saat
operasi ditemukan adanya plasenta yang sulit untuk dilepaskan. Saat
diidentifikasi, plasenta implantasi di korpus posterior meluas ke lateral.
Pada eksplorasi uterus, tampak perlekatan luas SBR dengan vesika urinaria dan
usus. Diputuskan dilakukan histerektomi subtotalis. Setelah operasi, pasien
kemudian di observasi tanda-tanda vital, kontaksi, perdarahan dan di periksa
darah lengkapnya. Pasien kemudian diberkan terapi antibiotic oral, tablet
penambah darah, transfusi PRC sampai Hb ≥ 10, dan dirawat luka.

32
PENUTUP

A. Kesimpulan
Telah dilaporkan pasien atas nama Ny.MBrujukan dari RSU Walanda
Maramis dengan diagnosis G4P3A0 37 tahun hamil 29-30 minggu belum
inpartu +PEB.Janin intrauterin tunggal hidup letak kepala. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada pasien dilakukan tindakan konservatif . Pasien diberi

penatalaksanaan MgSO4 sesuai protokol,nifedipine 3x10 mg, dan


melakukan observasi tanda-tanda vital, his serta Bjj. Pemberian dexametason
juga tetap diberikan untuk membantu pematangan paru janin dan mengatasi
partial HELLP Syndrome. Pasien telah di pulangkan pada tanggal 02 Februari
2018 setelah terdapat perbaikan dari terapi konservatif.

B. Saran

33
Diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam melakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik, terutama dalam mendiagnosis preeklampsia berat, mengingat
banyaknya diagnosis banding dari keluhan tersebut.Diperlukan KIE (komunikasi,
informasi dan edukasi) yang baik pada pasien dan keluarga untuk
mengoptimalkan kesejahteraan pasien baik sebelum, selama maupun setelah
pengobatan.Selain itu penyuluhan mengenai PEB penting dilakukan.Serta edukasi
para ibu hamil tentang pentingnya peran pemeriksaan antenatal yang bermutu dan
teratur demi keselamatan ibu dan bayi.

DAFTAR PUSTAKA

1. InfoDatin. 2014. Situasi Kesehatan IBU. Jakarta: Pusat data dan


informasi kementrian kesehatan RI.

2. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. Edisi 4.


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. h.531-461.

3. Wibowo N, Irwinda R, Frisdiantiny E, Karkata MK, Mose CJ, Chalid MT,


dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Pre-eklampsia. POGI, Jakarta. 2016.

4. Wiknyosastro Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Trijatmi Rochimhadhi; Ilmu


Kebidanan. Ed.4, Jakarta, 2009.

5. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi JM. Preeclampsia :


pathophysiology, diagnosis, and management. Vascular Health and Risk
Management. 2011;(7):467-74.

34
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS,
Hoffman BL dkk. Williams Obstetrics. Edisi 24. USA: McGraw-Hill
Education; 2014. h. 728-69.

7. Khan H, Ramus RM. HELLP Syndrome: Background,


Pathophysiology, Etiology. Medscape. 2015; 1-3.

8. Khardori R. Type 2 Diabetes Mellitus. Emedicine. Jan 2017 [diakses 27


Februari 2017]Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/
117853-overview

9. Kartasurya MI. Pre-eclampsia Risk factors of Pregnant women in


Semarang , Indonesia. 2016;4531:31–7.

10. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Pedoman WHO Kerjasama
dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Perkumpulan Obstetry
dan Ginekologi Indonesia (POGI) dan katan Bidan Indonesia (IBI); 2013

11. Saputra Y, Perwitasari D. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi


Pada Pasien Ibu Hamil Pemegang Jampersal Di Rumah Sakit JOGJA
Jogyakarta Periode Januari – Agustus 2012. 2012. [Diakses 7 Januari
2016]. Diakses dari : http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=114675&val=5245

12. Magowan BA, Owen P, Thompson A. Clinial Obstetric and Gynecology.


Edisi 3. London: Saunders Elsevier; 2014. h. 291-7.

13. Yogi, E., Hariyanto, & Sombay, E. Hubungan Antara Usia Dengan
Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Poli Kia Rsud Kefamenanu Kabupaten
Timur Tengah Utara. Jurnal Delima Harapan. 2014;14-21.

35
DAFTAR HADIR
SEMINAR LAPORAN KASUS MAHASISWA
KEPANITERAAN KLINIK MADYA

Nama : Fik’ryah Eka Saputri


NRI :17014101164
Masa KKM : 19 Maret – 27 Mei 2018
Judul : Diagnosis dan Penatalaksanaan Plasenta Akreta
Tanggal Baca : Mei 2018

36
Pembimbing : dr. Ronny Albert A. Mewengkang, SpOG(K)

No Nama Tanda Tangan


1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
25 25
26 26
27 27
28 28
29 29
30 30
31 31
32 32
33 33
34 34
35 35

37
Koordinator Pendidikan Pembimbing Presentan

Bagian Obstetri dan Ginekologi

FK UNSRAT

dr. Suzanna P. Mongan, SpOG(K) dr. Ronny Albert A. Mewengkang, SpOG(K) Fik’ryah Eka Saputri

38

Anda mungkin juga menyukai