Anda di halaman 1dari 15

Plasenta akreta adalah istilah umum untuk menggambarkan kondisi klinis

ketika bagian dari plasenta, atau seluruh plasenta, menginvasi dinding rahim
sehingga sulit terlepas. Ketika villi chorialis menginvasi hanya miometrium,
dikatakan plasenta inkreta; sedangkan plasenta perkreta menggambarkan invasi
miometrium dan serosa, dan kadang-kadang ke organ-organ yang berdekatan,
seperti kandung kemih. Secara klinis, plasenta akreta menjadi masalah saat
persalinan karena ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti
oleh perdarahan obstetrik yang masif, menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada
cidera ureter, kandung kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan
pernapasan dewasa, reaksi transfusi akut; ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal
ginjal. 1 Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia.
Plasenta perkreta adalah tipe yang jarang, namun jika tidak didiagnosis dini, dapat
menyebabkan morbiditas berat maternal. Seksio sesarea sebelumnya dan operasi
intrauterin merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta akreta
maupun perkreta.2

DEFINISI
Istilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke dinding
rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Plasenta akreta
adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke miometrium;
plasenta inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi ke dalam
miometrium; dan plasenta perkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi
lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ
intraabdomen lainnya misalkan kandung kemih. Sekitar 75% dari plasenta adherent
adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan 7% adalah plasenta perkreta. Kedalaman
dari invasi plasenta merupakan hal yang penting secara klinis karena managemen
intervensi bergantung padanya. Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta
akreta total, plasenta akreta parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah
jaringan plasenta yang terlibat dalam invasi ke miometrium.
PATOGENESIS
Patogenesis plasenta akreta belum pasti; namun ada beberapa teori yang diusulkan.
Vaskularisasi abnormal yang dihasilkan dari proses jaringan parut setelah operasi
disertai hipoksia lokal yang mengarah ke rusaknya desidualisasi dan invasi
trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal yang paling menjelaskan
patogenesis plasenta akreta sampai saat ini.3

EPIDEMIOLOGI
Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus dengan
tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Peneliti telah melaporkan kejadian plasenta
akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-2002 di Amerika. Hal ini
meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1 dari 4.027 kehamilan pada
tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510 kehamilan pada tahun 1980.
FAKTOR RISIKO
Wanita yang telah mempunyai kerusakan
miometrium yang disebabkan oleh operasi
sesar sebelumnya dengan baik plasenta previa
anterior atau posterior yang melintasi parut
uterus merupakan kelompok paling berisiko.
Para penulis dari sebuah studi menemukan
bahwa dengan adanya suatu plasenta previa,
risiko plasenta akreta untuk pertama, kedua,
ketiga, keempat, dan kelima atau lebih pada
masing-masing riwayat operasi kelahiran sesar
adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67%. 1 Faktor
risiko tambahan yang dilaporkan untuk
plasenta akreta meliputi usia ibu dan multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya,
kuretase uterus sebelumnya, ablasi endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma,
anomali rahim, hipertensi dalam kehamilan, dan merokok..4

DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN KLINIS
Mayoritas pasien dengan plasenta akreta asimtomatik. Gejala yang berhubungan
dengan plasenta akreta mungkin termasuk perdarahan vaginal dan kram. Temuan
ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa, yang merupakan
faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Meskipun jarang, kasus dengan nyeri
akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik dari ruptur uteri sekunder
bisa karena plasenta perkreta. Skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat selama
kehamilan dari trimester pertama hingga kehamilan aterm dengan tidak adanya
tanda-tanda persalinan.
Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-organ
lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah, sindrom
gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas karena infeksi,
kegagalan multisistem organ, dan kematian. Komplikasi genital, saluran kemih
yang umum dan termasuk cystotomy pada sekitar 15% kasus dan cidera ureter
sekitar 2% kasus. Untuk itu, diagnosis prenatal yang akurat sangat penting untuk
meminimalisir risiko ini.3

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Ultrasonografi
USG transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik pelengkap dan
harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman untuk pasien dengan
plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam hal pemeriksaan segmen
bawah rahim. Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk
mendiagnosis plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%,
nilai prediksi positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya
Doppler, warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan
meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh
ultrasonografi grayscale saja.1
Ultrasonografi pada plasenta akreta dapat kita lihat seperti berikut ini:
First Trimester
1) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus telah
berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta akreta pada trimester ketiga.
2) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental bed pada
trimester pertama berkorelasi dengan plasenta akreta.
3) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang
penting. Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS tertanam ke
bekas luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada dasar kandung kemih (Figure
1). Jika tidak ditangani, implantasi bekas luka caesar dapat menyebabkan kelainan
utama pada plasenta seperti plasenta akreta, perkreta, dan inkreta. Penanganan
implantasi pada bekas luka caesar termasuk injeksi langsung pada kantung
kehamilan dengan methotrexate di bawah bimbingan USG.3

Meskipun ada laporan kasus terisolasi dari plasenta akreta didiagnosis pada
trimester pertama atau pada saat abortus usia kehamilan < 20 minggu, nilai prediktif
trimester pertama USG untuk diagnosis ini masih belum diketahui. USG pada
trimester pertama tidak boleh digunakan secara rutin untuk menegakkan atau
mengecualikan diagnosis plasenta akreta. Atau, karena asosiasi mereka dengan
plasenta akreta, wanita dengan plasenta previa atau "plasenta letak rendah " yang
melintas pada bekas luka uterus pada awal kehamilan harus menjalani follow up
pencitraan pada trimester ketiga dengan memperhatikan adanya potensi karena
plasenta akreta.4
Second and Third Trimesters

1) Beberapa vascular lacunae dalam plasenta telah memiliki korelasi dengan


sensitivitas yang tinggi (80% -90%) dan tingkat positif palsu rendah untuk plasenta
akreta (Figure 2) . Placenta lacunae pada trimester kedua tampaknya memiliki
sensitivitas dan positive predictive value sangat tinggi dibanding marker lain untuk
plasenta akreta.
2) Kehilangan zona hipoekhoik retroplasenta yang normal, juga disebut
sebagai hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim, adalah salah satu
penanda (Figure 3). Temuan sonografi ini telah dilaporkan memiliki tingkat deteksi
sekitar 93% dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 57%. Nilai rerata false
positive, bagaimanapun, telah berada di kisaran 21% atau lebih tinggi. Penanda ini
tidak boleh digunakan sendiri, karena hal ini sangat tergantung pada sudut
pengambilan saat USG dan dapat absen pada plasenta anterior yang normal.
3) Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih
termasuk gangguan garis, penebalan garis, ketidakteraturan garis, dan peningkatan
vaskularisasi pada pencitraan warna Doppler (Figure 4) . Normal permukaan antara
serosa uterus dengan kandung kemih adalah garis tipis lebar yang halus tanpa
ireguleritas atau vaskular yang meningkat (Figure 5). Kelainan permukaan antara
uterus serosa-kandung kemih ini meliputi, penebalan, ireguleritas, peningkatan
vaskularisasi, seperti varises dan bulging plasenta ke dalam dinding posterior
kandung kemih.
Temuan USG di bawah ini berhubungan erat dengan sensitifitas dan spesifisitas
yang tinggi untuk plasenta akreta.
4) Ekstension dari vili ke dalam miometrium, serosa, atau kandung kemih
mengarahkan ke plasenta akreta.
5) Ketebalan miometrium retroplasenta kurang dari 1 mm merupakan temuan
yang karakteristik.
6) Aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler sonografi terkait
dengan plasenta akreta.
Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese appearance, adalah
salah satu yang paling penting sonografi plasenta akreta di trimester ketiga.
Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan perubahan jaringan plasenta akibat
paparan jangka panjang dari pulsatile blood flow. Ketika multipel, terutama 4 atau
lebih lacunae, temuan ini telah berkorelasi dengan tingkat deteksi 100% untuk
plasenta akreta. Penanda ini juga memiliki tingkat positif palsu rendah, tetapi harus
dicatat bahwa plasenta akreta telah dilaporkan dengan tidak adanya multipel
vascular lacunae pada plasenta.3
Kriteria USG untuk plasenta akreta menurut RCOG Guideline antara lain yakni:
Greyscale:
● Hilangnya zona sonolucent retroplasenta
● Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur
● Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface
● Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih
● abnormal placenta lacunae
Doppler:
● Difus atau fokal aliran lacunar
● danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity > 15 cm /detik)
● Hipervaskularisasi serosa-bladder interface
● markedly dilated vessels over peripheral subplacental zon
3D Power Doppler:
● Banyak koheren pembuluh darah melibatkan seluruh pertemuan antara serosa
uterus dengan kandung kemih (basal viewl)
● Hipervaskularisasi (lateral view)
● Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic branching,
detour vessels (lateral view).5
b. Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi dan
membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta
abnormal. Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi diagnostik yang
sebanding MRI dan USG untuk plasenta akreta, MRI dianggap sebagai modalitas
tambahan dan menambahkan sedikit dengan akurasi diagnostik ultrasonografi.
Namun, ketika ada temuan USG ambigu atau kecurigaan dari akreta plasenta
posterior, dengan atau tanpa plasenta previa, ultrasonografi mungkin tidak cukup.
Sebuah studi prospektif seri dari 300 kasus yang dipublikasikan pada tahun 2005
menunjukkan bahwa MRI mampu menguraikan anatomi invasi dan
menghubungkannya dengan sistem vaskular anastomosis daerah sekitar. Selain itu,
penelitian ini menunjukkan bahwa menggunakan MRI irisan aksial dapat
mengkonfirmasi invasi dari parametrium dan kemungkinan keterlibatan ureter.
Kontroversi seputar penggunaan berbasis kontras gadolinium meskipun menambah
spesifisitas diagnosis plasenta akreta dengan MRI. Penggunaan kontras gadolinium
MRI memungkinkan untuk lebih jelas melukiskan permukaan relatif luar plasenta
terhadap miometrium dan membedakan antara heterogen pembuluh darah dalam
plasenta dari yang disebabkan oleh pembuluh darah ibu. Ketidakpastian mengenai
risiko efek ke janin oleh gadolinium karena mampu melintasi plasenta dan mudah
memasuki sistem peredaran darah janin, The Contrast Media Safety Committee of
the European Society of Urogenital Radiology dari literatur terakhir menentukan
bahwa tidak ada pengaruh pada janin yang dilaporkan setelah penggunaan media
kontras gadolinium. Namun, American College of Radiology guidance document
for safe MRI practices merekomendasikan bahwa gadolinium intravena harus
dihindari selama kehamilan dan harus digunakan hanya jika benar-benar penting.1
Peran MRI dalam mendiagnosis plasenta akreta masih diperdebatkan. Dua studi
banding terakhir telah menampilkan sonografi dan MRI sebanding: dalam studi
pertama 15 dari 32 wanita terdiagnosis akreta (sensitivitas 93% dibandingkan 80%
dan spesifisitas 71% dibandingkan 65% untuk USG dibandingkan MRI); di studi
kedua 12 dari 50 wanita akhirnya memiliki akreta dan MRI dan Doppler
menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal mendeteksi plasenta akreta (P = 0,74),
meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi kedalaman infiltrasi di kasus plasenta
akreta (P <0,001). Banyak penulis telah menganjurkan MRI bagi perempuan yang
pada temuan USGnya inconclusive.
Fitur MRI utama plasenta akreta meliputi:
● uterine bulging
● intensitas sinyal heterogen dalam plasenta
● dark intraplacental bands pada pencitraan T2.5
Beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat sensitivitas MRI 80%-85% dengan
spesifisitas 65%-100% dalam hal mendiagnosis plasenta akreta.3

c. Pemeriksaan laboratorium
Ada faktor risiko plasenta akreta yang dapat diperiksa dengan skrining MSAFP
seperti untuk cacat tabung saraf dan aneuploidies. Hung dan temannya (1999)
menganalisis lebih dari 9300 wanita diskrining untuk
Down syndrome pada 14 sampai 22 minggu. Mereka melaporkan 54 kali lipat
meningkat risiko untuk akreta pada wanita dengan plasenta previa. Risiko untuk
akreta meningka 8x lipat bila kadar MSAFP melebihi 2,5 MoM; itu meningkat 4x
lipat ketika kadar free beta-hCG yang lebih besar dari 2,5 MoM; dan itu meningkat
tiga kali lipat saat usia ibu adalah 35 tahun atau lebih.6
d. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil dari
patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi. Diagnosis definitif
tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau tertanam pada
miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara mereka.3

TATALAKSANA

1. Tatalaksana antepartum
Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan dilakukan
sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta akreta tegak didiagnosis,
wanita dengan dicurigai plasenta akreta harus dijadualkan untuk ditangani oleh RS
dengan fasilitas bedah yang lengkap dan memiliki bank darah yang dapat
memfasilitasi transfusi jumlah besar berbagai produk darah. Suplementasi dengan
besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan zat besi dan daya dukung
oksigenasi.4
Perencanaan persalinan mungkin melibatkan ahli anestesi, dokter kandungan,
dokter bedah panggul seperti ahli onkologi ginekologi, ahli bedah intensiv,
neonatologist, bedah urologi, ahli hematologi, dan ahli radiologi intervensi untuk
mengoptimalkan outcome pasien. Untuk meningkatkan keselamatan pasien, adalah
penting bahwa persalinan dilakukan oleh tim obstetri berpengalaman yang
termasuk ahli bedah kebidanan, dengan spesialis bedah lainnya, seperti urolog,
dokter bedah umum, dan ahli ginekologi-onkologi, tersedia jika diperlukan. Karena
risiko kehilangan darah yang besar, perhatian harus diberikan untuk kadar
hemoglobin ibu sebelum operasi, jika mungkin. Banyak pasien dengan plasenta
akreta membutuhkan kelahiran prematur darurat karena perdarahan banyak yang
tiba-tiba.
Timing of delivery pada kasus dugaan plasenta akreta harus individual. Keputusan
ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien, dokter kandungan, dan
neonatologist. Konseling pasien harus mencakup diskusi kebutuhan potensial untuk
histerektomi, risiko perdarahan yang besar, dan kemungkinan kematian ibu.
Meskipun persalinan telah direncanakan, rencana kemungkinan persalinan darurat
harus dikembangkan untuk masing-masing pasien, yang mungkin termasuk
managemen perdarahan maternal.
Timing of delivery harus individual, tergantung pada keadaan dan preferensi pasien.
Salah satu pilihan adalah dengan melakukan terminasi setelah paru janin matang
yang dibuktikan dengan amniosentesis. Namun, hasil analisis keputusan baru-baru
ini menyarankan untuk mengkombinasikan outcome ibu dan bayi dioptimalkan
pada pasien stabil dengan terminasi pada 34 minggu kehamilan tanpa amniosintesis.
Keputusan untuk pemberian kortikosteroid antenatal dan waktu pemberiannya
harus individual.1 Pada sebuah studi yang melibatkan 99 kasus plasenta akreta yang
didiagnosis sebelum persalinan, 4 dari 9 dengan persalinan >36 minggu diperlukan
terminasi emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada perdarahan antepartum atau
komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saat akhir prematur dapat diterima
untuk mengurangi kemungkinan persalinan darurat yang terjadi dengan segala
komplikasinya.4

2. Tatalaksana preoperatif
Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan dukungan
pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial. Penilaian oleh
anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi
baik umum dan regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik
profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau kehilangan
darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif Cystoscopy dengan penempatan
stent ureter dapat membantu mencegah cedera saluran kemih. Beberapa
menyarankan bahwa kateter Foley three way ditempatkan di kandung kemih
melalui uretra untuk memungkinkan irigasi, drainase, dan distensi kandung kemih,
yang diperlukan, selama diseksi. Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan
terhadap potensi perdarahan masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah
dalam situasi trauma menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan
fresh frozen plasma harus tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi
darah dan unit darah lainnya harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi
tanda-tanda vital pasien dan stabilitas hemodinamik pasien.1
USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu dalam
menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk
memberikan visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta
sebelum pengeluaran janin.4

3. Tatalaksana operatif
Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang dicurigai
plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur dengan plasenta
ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan dengan morbiditas akibat
perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai
pengobatan lini pertama untuk wanita yang memiliki keinginan yang kuat untuk
kesuburan di masa depan. Oleh karena itu, manajemen operasi plasenta akreta dapat
individual tergantung kasusnya masing masing.
Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi modifikasi dorsal litotomi
dengan kemiringan lateral yang kiri untuk memungkinkan penilaian langsung dari
perdarahan vagina, menyediakan akses untuk penempatan paket vagina, dan
memungkinkan tambahan ruang untuk asisten bedah. Karena prosedur ini
diantisipasi akan berkepanjangan, padding dan posisi untuk mencegah kompresi
saraf dan pencegahan dan pengobatan hipotermia adalah penting. Meminimalkan
kehilangan darah sangat penting. Pilihan sayatan harus dibuat berdasarkan habitus
tubuh pasien dan sejarah operasi pasien. Penggunaan sayatan vertikal linea mediana
mungkin dilakukan karena memberikan daerah cukup jika histerektomi diperlukan.
Insisi uterus klasik, sering transfundal, mungkin diperlukan untuk menghindari
plasenta dan memungkinkan pengeluaran bayi. Ultrasound pemetaan lokas
plasenta, baik sebelum operasi atau intraoperatif, mungkin dapat membantu.
Karena positive predictive value ultrasonografi untuk plasenta akreta berkisar dari
65% hingga 93%, adalah wajar untuk menunggu pelepasan plasenta spontan untuk
mengkonfirmasi plasenta akreta secara klinis.
Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika histerektomi
diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan plasenta in situ, dengan
cepat menggunakan "whip stitch" untuk menutup incisi histerotomi, dan lanjutkan
dengan histerektomi. Sedangkan histerektomi dilakukan dengan cara biasa, diseksi
flap kandung kemih dapat dilakukan relatif lambat, setelah kontrol jaringan
pembuluh arteri uterus tercapai, dalam kasus akreta anterior, tergantung pada
temuan intraoperatif. Kadang-kadang, histerektomi subtotal dapat
dipertimbangkan, namun perdarahan terus-menerus dari leher rahim mungkin
menghalangi managemen ini dan membuat histerektomi total tetap diperlukan.
Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta akreta yang
meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface, mengambil tali pusatnya, dan
meninggalkan plasenta in situ, dengan reseksi parsial plasenta untuk meminimalkan
ukurannya. Namun, hal ini harus dipertimbangkan hanya bila pasien memiliki
keinginan yang kuat untuk kesuburan masa depan serta stabilitas hemodinamik
yang baik, status koagulasi normal, dan bersedia menerima risiko akibat
managemen ini. Pasien harus diberi konseling bahwa hasilnya ini tidak dapat
diprediksi dan bahwa ada peningkatan risiko komplikasi yang signifikan termasuk
histerektomi. Kasus yang dilaporkan dari kehamilan yang sukses berikutnya pada
pasien yang diobati dengan pendekatan ini jarang terjadi. Pendekatan ini harus
ditinggalkan dan histerektomi dilakukan jika perdarahan yang berlebihan. Dari 26
pasien yang diobati dengan pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil terhindar dari
histerektomi, sedangkan 5 (19,3%) pada akhirnya dilakukan histerektomi. Namun,
sebagian besar dari 21 pasien yang terhindar dari histerektomi tidak memerlukan
pengobatan tambahan, termasuk ligasi arteri hipogastrik, embolisasi arteri,
methotrexate, transfusi produk darah, antibiotik, atau kuretase. Kecuali dalam
kasus-kasus tertentu, histerektomi tetap managemen pilihan untuk pasien dengan
plasenta akreta.1
Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi, prosedur yang
dapat kita lakukan yakni:
 Pelvic artery ligation and ambolization
 Pelvic pressure packing
 Aortic compresion and clamping.4

4. Tatalaksana postoperatif
Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta beresiko untuk
mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif
seperti hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan.
Disfungsi ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan.
Sindrom Sheehan (baik transien dan permanen) telah dilaporkan terjadi akibat
perdarahan postpartum yang massif, dan hiponatremia mungkin merupakan tanda
awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah diberikan saat intraoperatif,
pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru, cidera paru akut terkait transfusi, dan
/ atau sindrom gangguan pernapasan akut.
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda vital
(tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Urin output harus diukur
melalui kateter urin. Pemantauan vena sentral dan penilaian perifer oksigenasi
dengan pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus. Koreksi
koagulopati dan anemia berat dengan produk darah harus dilakukan. Pasien harus
dievaluasi secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka sayatan perut dan
vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal berulang atau
retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan serum elektrolit harus
dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria, kemungkinan cedera saluran
kemih yang tidak diketahui harus dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan kompresi
intermiten untuk mereka yang membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko
komplikasi tromboemboli.4

REFERENSI

1. The American College of Obstetricans and Gynecologists. Placenta Accreta


Spectrum. The American College of Obstetricans and Gynecologists. 2018; 132(6):
e259-e275
2. Sivasankar C. Perioperative management of undiagnosed placenta percreta:
case report and management strategies. International Journal of Women’s Health.
2012; 4: 451-454
3. Berkley EM, Abuhamad AZ. Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta. The
American Institute of Ultrasound in Medicine. 2013; 32:1345-1350
4. Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta
Accreta. American Journal of Obstetrics and Gynaecology. 2010; 203(5):430-439
5. Green – top Guideline No 27a. Placenta praevia placenta accreta: diagnosis
and management. Royal College of Obstetricans and Gynaecologists. 2018: 126(1)
6. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse,Spong, Williams Obstetrics
24edition, Chapter 35: Obstetrics Haemorrhage, pp 776-780, 2014.

Anda mungkin juga menyukai