Anda di halaman 1dari 59

KEHAMILAN DENGAN PLASENTA INKRETA

CLINICO PATHOLOGICO CONFERENCE

Zaki Afif

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan karuniaNya sehingga

kami dapat menyelesaikan CPC ini.Pada kesempatan ini perkenankan kami dengan

segala kerendahan hati dan segala rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih

kepada berbagai pihak yang telah mendukung selama penulis menyelesaikan studi

sampai tersusun CPC ini. Terutama ditujukan kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang atas

kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya Malang.

2. Direktur RSU Dr. Saiful Anwar Malang atas kesempatan yang diberikan

kepada kami untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri

dan Ginekologi di lingkungan RSU Dr. Syaiful Anwar Malang

3. Prof. Dr. Soetomo Soewarto, SpOG(K), Guru Besar kami, atas segala

motivasi, bimbingan dan nasehat selama kami menjalankan pendidikan ini.

4. Dr. dr. Kusnarman Keman, SpOG(K), Kepala Laboratorium dan Kepala

SMF Obsterti Ginekologi FK Universitas Brawijaya/RSU Dr. Saiful Anwar

Malang atas segala nasehat, ilmu dan bimbingan selama pendidikan.

5. dr. Imam Wahyudi, SpOG(K), atas semua perhatian, bimbingan, dukungan

dan nasihat selama pendidikan.

6. dr. Nugrahanti Prasetyorini, SpOG(K)selaku pembimbing CPC ini. Terima

kasih atas segala kesempatan dan waktu yang diberikan, wawasan, saran

dan koreksi serta bimbingannya selama menyusun dan menulis CPC ini.

2
7. Dr. dr. Siti Candra Windhu B., SpOG(K), selaku Ketua Program Studi

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi FK

Universitas Brawijaya Malang/RSU Dr. Saiful Anwar Malang, atas segala

bimbingan, nasihat dan saran selama pendidikan ini.

8. dr. Yahya Irwanto, SpOG(K), selaku Sekretaris Program Studi Program

Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi FK Universitas

Brawijaya Malang/RSU Dr. Saiful Anwar Malang sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing Akademik atas segala bimbingan dan nasihat selama

pendidikan ini.

9. dr. Sutrisno, SpOG(K), kepala IRNA III RSU Dr. saiful Anwar Malang, atas

segala dukungan, motivasi, bimbingan, nasehat, kesabaran, kepercayaan

dan kemudahan yang telah dan selalu diberikan kepada kami dalam

menghadapi dan menjalani pendidikan sampai saat ini.

10. Seluruh supervisor/staf pengajar/guru-guru kami di lingkungan SMF/Lab

Obstetri Ginekologi FK Universitas Brawijaya / RS Dr. Saiful Anwar Malang

dan Rumah Sakit Jejaring, atas segala nasehat, bimbingan, dan arahan yang

telah diberikan selama kami mengikuti ini.

11. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda H. Abdul Wahab dan Ibunda Hj.

Muhsinah, yang tanpa lelah memberikan kasih sayang, cinta, dukungan baik

secara moril maupun materiil, membesarkan, menjaga dan mendampingi

dalam suka dan duka kepada penulis. Terima kasih atas segala doa dan

restu yang tidak pernah putus dan kasih sayang yang tidak dapat terukur

atas pelajaran hidup yang sangat bermanfat. Kepada bapak mertua dan

almarhum ibu mertua atas segala dukungan, doa, kasih sayang dan restu

selama menjalani pendidikan ini.

3
12. Drg. Navella Restina, istriku tercinta yang penuh pengertian, kebesaran hati,

ketulusan, kesabaran dan keikhlasan memberikan kesempatan, dorongan,

semangat serta doa untuk menjalani dan menyelesaikan pendidikan ini.

Keduabuah hatiku tercinta Zada Nafal Afif dan Zayin Faqiih Afif atas

pengertian, cinta, hiburan, doa dan restunya selama menempuh pendidikan.

13. Teman–teman seperjuangan dalam pendidikan ini dr. Lusiana, dr. Mulyohadi,

dr. Wasilul, dr. Robert atas segala suka dan duka yang kita lalui bersama.

14. Seluruh teman sejawat peserta PPDS I Obstetri Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya/RSU dr. Saiful Anwar Malang, atas

kerjasama, pengertian dan bantuannya dalam menempuh dan

menyelesaikan pendidikan ini.

15. TKP OBG mbak Rini, mbak Emma, mbak Widya, mbak Detri, mbak Vina atas

semua bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama kami menjalankan

pendidikan ini.

16. Bidan-bidan, perawat dan seluruh staf IRNA III serta Poliklinik RSUD Dr.

Syaiful Anwar Malang yang telah bekerja sama selama pendidikan ini

17. Pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan yang telah membantu baik secara

moril maupun materi selama ini.

Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar–besarnya atas semua

kesalahan yang kami lakukan selama kami menempuh pendidikan ini.Kami

harap CPC ini dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Obstetri dan Ginekologi.

Malang, Oktober 2016

Zaki Afif

4
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
I.PENDAHULUAN 1
II.LAPORAN KASUS 3
2.1.Identitas 3
2.2.Subjektif 3
2.3.Objektif 4
2.4.Assesment 6
2.5.Planning 7
2.6.Follow Up 10
III.PERMASALAHAN 17
3.1.Bagaimana Etiologi dan Faktor Resiko 17
3.2.Bagaimana Gambaran Klinis 17
3.3. Bagaimana Penegakan Diagnosis 18
3.4. Bagaimana Penatalaksanaan 18
3.5. Bagaimana Follow Up dan Prognosis 18
IV.PEMBAHASAN 19
4.1 Etiologi dan Faktor Resiko 19
4.2 Gambaran Klinik 21
4.3 Penegakan Diagnosis 23
4.4 Penatalaksanaan 35
4.5 Follow Up dan Prognosis 44
V. RINGKASAN 47
VI. DAFTAR PUSTAKA 48

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 GS Melekat pada Bekas SC ....................................................... 25

Gambar 2.2 Lakuna Kehamilan 18 Mingu …………………………………….. 26

Gambar 2.3 Plasenta Normal..................................…........…………………. 27

Gambar 2.4 Plasenta Previa Totalis .....................................……………….... 28

Gambar 2.5 Plasenta Normal dan Vesica Urinaria ...............……................... 28

Gambar 2.6 Histopatologis Plasenta inkreta .................................................. 35

6
DAFTAR TABEL

4.1 Frekuensi Plasenta inkreta dengan Jumlah Operasi sesar ................... 21

4.2 Performa Diagnostik Ultrasound ........................................................... 30

7
BAB 1

PENDAHULUAN

Plasentaadherent dibagi menjadi tiga yaitu plasenta akreta, inkreta dan

perkreta.Ketika villi chorialis menginvasi menembus miometrium, dikatakan plasenta

inkreta; sedangkan plasenta perkreta menggambarkan invasi miometrium dan

serosa, dan kadang-kadang ke organ-organ yang berdekatan, seperti kandung

kemih (Kathryn and Susan, 2012). Secara klinis, plasenta inkreta menjadi masalah

saat persalinan ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh

perdarahan obstetrik yang masif, menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada

cedera ureter, kandung kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan

pernapasan dewasa, reaksi transfusi akut; ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal

ginjal(Fitzpatrick et al. 2014). Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita

dengan plasenta inkreta adalah 3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan

plasenta inkreta membutuhkan transfusi darah, dan 40% membutuhkan lebih dari 10

unit PRC (ACOG, 2012).

Plasenta akreta, inkreta dan perkreta menyebabkan 7% -10% dari kasus

kematian ibu di dunia.Plasenta inkreta adalah tipe yang jarang,jika tidak didiagnosis

dini, dapat menyebabkan morbiditas berat maternal.Seksio sesarea sebelumnya dan

operasi intrauterin merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta akreta

maupun inkreta. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat operasi caesar

telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi 32,8% pada tahun 2012.

Jika tingkat operasi caesar terus meningkat pada tingkat saat ini, lebih dari 50% dari

semua kelahiran di AS diperkirakan dilakukan dengan operasi caesar pada tahun

8
2020. Hal ini bisa mengakibatkan lebih dari 6000 kasus plasenta previa, 4500 kasus

plasenta akreta, inkreta dan perkreta serta 130 kematian ibu (Sivasankar,2012).

Masih tingginya angka kegagalan dari penanganan plasenta akreta, inkreta

dan perkreta terutama inkreta seperti kasus ini serta kematian ibu dari kasus

plasenta inkreta ini sendiri secara umum dan khususnya masih jarangnya kasus

plasenta inkreta di RSUD Saiful Anwar Malang sehingga penulis menyusun laporan

kasus mengenai kehamilan dengan plasenta inkreta agar dimaksudkan apabila

terdapat kasus serupa maka kita bisa mendeteksi secara dini dan melakukan

persiapan untuk penanganan kasus ini.

Pada Clinico Pathological Conference (CPC) ini akan dibahas wanita hamil

usia 29 tahun dengan plasenta inkreta yang terdiagnosis saat kehamilan 38-

39minggu. Harapan kami, tulisan ini akan menambah wawasan kita mengenai

kehamilan dengan plasenta inkreta, terutama dalam hal mendiagnosis dan

penanganan yang tepat.

9
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

Nama : Ny. Nur Eni

Umur : 29 tahun

Menikah : 1x, selama 5 tahun

Agama : Islam

Alamat : Curah Ampel, Pakis, Malang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nama suami : Tn. Adi Purnomo

Umur : 28 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Sales alat elektronik

Pasien kiriman SPOG dengan plasenta previa dan suspek plasenta akreta
tanggal 19 September 2016

2.2 Subyektif

- Pasien datang ke poli hamil RSSA


- Riwayat persalinan yang lalu
No. At/P/Ab/E BBL Cara Poenolong L/P Umur H/M
Lahir
1 Aterm 3450 SC a.i RSSA L 5 th H
partus
kasep
2 Hamil ini

10
- Riwayat ANC : SpOG 1x
Bidan 2x
- HPHT : 28 Desember 2015
- TP : 4-10-2016, sesuai usia kehamilan 38-39 minggu

2.3 Obyektif

2.3.1 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tinggi badan : 146 cm

Berat badan : 56 kg

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/mnt

Pernapasan : 20 x/mnt

Temperatur : Tax : 36,7o C Trec : 36,9 C

Kepala / leher : Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik

Thorax : Cor/Pulmo dalam batas normal

Abdomen : Fundus uteri 33 cm,letak bujur U, DJJ 152x/mnt (Doppler),


TBJ 3100gr, His (-) negatif

VT : tidak dilakukan

Extremitas : akral hangat, pitting oedema (-)

11
2.3.2 Pemeriksaan Penunjang

Hasil USG (19-09-2016) :

12
Tampak janin intrauterine T/H

Letak bujur kepala di bawah

BPD : 9,5 (38w5d)

AC : 35,49 (39w3d)

FL : 6,61(34w0d)

EFW : 3404 gr

AFI : 22,18

Placenta implantasi di corpus anterior, menutupi seluruh OUI.

Tampak lakuna-lakuna soliter, tampak plasenta akreta.

Maturasi grade 2

Tidak tampak anomali mayor

FT,FM, FWB baik

Hasil NST (19-09-2016)

Baseline rate 150 bpm

Variability 5-20 bpm

Acceleracy (+)

Deceleracy (-)

NST kategori 1

Laboratorium

Hemoglobin : 10,8 gr/dl

Trombosit : 238.000/ µL

P.C.V : 33,3 %

PPT : 9,1

13
APTT : 10.910/µL

Hasil Konsul Cardiologi:

1. G2P1001Ab000 gr 38-39 mg T/H + riwayat APB e.c Placenta Previa +


Placenta Akreta + bekas SC
2. Status kardiologi :
 ESC intermediate risk
 GCRI class I
 RCRI class I

Terapi :

Saat ini tidak ada tatalaksana khusus di bidang kardiologi. Pasien tidak
kami raber

Hasil konsul Bedah urologi:

Bersedia untuk pendampingan operasi

Hasil konsul Anestesi

ASA I

2.4 Assesment
G2P1001Ab000 gr 38-39 mgg T/H
+ Plasenta previa totalis
+ Plasenta akreta
+ Bekas SC

2.5 Planning
- Pro SC primer besok tanggal 20-9-2016
- MRS untuk persiapan operasi

14
Tanggal 19 September 2016 pukul 13.34 WIB

Subjektif

Pasien MRS, direncanakan operasi primer besok tanggal 20-09-2016

Objektif
Keadaan umum : baik, GCS 456
Tekanan darah : 110/70
N : 80 x/ menit,
RR : 20 x/ menit
K/L : an -/-, ikt -/-
Thorax : C/ S1 S2, tunggal, murmur (-)
P/

Rh - - Wh - -
- - - -
- - - -

Abdomen : TFU 33 cm, letak bujur U, DJJ 146x/mnt (Doppler), TBJ 3100
gr, His (-) negatif
VT : Tidak dilakukan

Laboratorium :

DL : 11,0/12.030/34,4/246.000
FH : 9,6/27,5
OT/PT : 23/24
Ur/ Cr : 4,5/0,38
Alb : 3,4
GDS : 73
SE : 132/3,46/108

15
Assestment
G2P1001Ab000 gr 38-39 mgg T/H
+ Plasenta previa totalis
+ Plasenta akreta
+ Bekas SC

Planning
PDx: -
PTx:
- Pro SC primer 20-9-2016
- Persiapan operasi:
 Puasa 8 jam sebelum operasi
 IVFD RL 1000 cc
 Inj. Cefazolin 2 gr iv (skin test)
 Inj. Ranitidin 1 amp iv
 Inj. Metoklopramid 1 amp iv
- Daftar OK, SP, sedia darah
- Pasang DC di OK
PMo :
Obs VS, Keluhan, His, DJJ, fluxus
KIE
Acc Supervisor

16
LAPORAN OPERASI

Operator : dr. Nugrahanti, SpOG-K

Asisten Operator : dr. KAF/dr. YUT

Tanggal Operasi : 20/9/2016

Tindakan operasi : SC + SVH

Uraian Operasi:

1. Pasien ditidurkan telentang di meja operasi dengan GA

2. Antisepsis dengan betadine, demarksi lapangan operasi dengan doek steril.

3. Insisi linea mediana dari dalam supra simfisis sampai bawah umbilikus.

Diperdalam tajam sampai cavum peritoneum terbuka.Tampak uterus

gravidarum.

4. Tampak vesica urinaria lengket sampai SBR, tampak bridging vein menutupi

SBR. Insisi di atas SBR dilebarkan dengan jari. Tampak plasenta di anterior

meluas menutupi OUI dan lengket menembus miometrium. Bayi dilahirkan

dengan meluksir kepala, lahir bayi ♂, BB 3096/50 AS 7/9. Kemudian bayi

dirawat.

5. Plasenta dilahirkan dengan tarikan sebisa mungkin dengan sisi seminimal

mungkin di bagian SBR ke bawah. Perdarahan aktif. Diputuskan dilakukan SVH.

6. Ligamentum rotundum dekstra dan sinistra diklem, dipotong dan dijahit

7. Tunnel avaskuler. Ligamentum Ovari proprium D/S diklem, dipotong dan dijahit

dengan menyisakan ovarium D/S

8. Ligasi a. Uterina D/S, diklem, dipotong dan dijahit.

9. Amputasi uteri setinggi insisi SBR. Dibuat jahitan sudut D/S, dijahit dengan

jelujur satu-satu

10. Evaluasi perdarahan aktif tidak ada.

17
11. Reperitonealisasi

12. Dipasang drain abdomen dengan rectal tube

13. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

14. Operasi selesai

Outcome bayi :

Pukul 11.23 lahir bayi laki-laki berat 3096 gr panjang 50 cm AS 7-9.

2.6 Follow up post operasi


Tgl Subyektif Obyektif Diagnosis Rencana
20-09- Post op KU : cukup, CM GCS 456 P2002Ab000 pp SC + PDx: cek DL 2 jam post
2016 TD : 107/60 mmHg SVH dengan SAB hr- op
Obgyn N : 108x/mnt 0 a/i plasenta PTx :
13.00 RR: 20x/mnt inkreta+Riwayat APB - Puasa s/d flatus/ BU
Tax : 36,7 ec plasenta previa (+)
K/L : an -/- , ikt -/- totalis + Bekas SC - IVFD RL: D5 = 1:1
Th: C/ S1 S2 tunggal, - Bila HB < 10 gr/dl pro
murmur (-) transfusi PRC 2
P/ Rh -/-, Wh - / - lb/hari s.d Hb ≥ 10
Abd flat, soefl, BU (-), met gr/dl
(-), luka operasi tertutup - Tidak boleh angkat
kassa kering kepala s.d 12 jam
GE: flux (-) post op
Prod urin: 50 cc/jam - Tx injeksi :
Prod drain: minimal - Cefazolin 3x1 gr
IV
- Ranitidin 2x1
amp iv
- Kalnex 3x1 amp
iv
- Ketorolac 3x1
amp iv
- Alinamin F 3x1
amp iv
- Dicinon 3x1 amp
- Vit C 1x1 amp iv
PMo : Obs VS, keluhan,
luka op, prod urin, prod
drain
20-09- Post op KU cukup, GCS 456 P2002Ab000 post SC PDx:
2016 TD : 106/63 mmHg + SVH dengan SAB PTx :
Obgyn N : 93x/mnt hr-0 a/i plasenta - Puasa s/d flatus/ BU
16.00 RR :18x/mnt inkreta + plasenta (+)

18
Tax : 36,7 previa totalis+bekas - IVFD RL: D5 = 1:1
Sat O2: 95% on udara SC - Bila HB < 10 gr/dl pro
ruangan + Hipoalbuminemia transfusi PRC 2
Prod drain: minimal lb/hari s.d Hb ≥ 10
Prod urine: ± 50 cc/jam gr/dl
Th: C/ S1 S2 tunggal, - Tidak boleh angkat
murmur (-) kepala s.d 12 jam
P/ Rh -/-, Wh -/ - post op
Abd flat, soefl, BU (+) N - Tx injeksi :
GE: flux (-) - Cefazolin 3x1 gr
IV
- Ranitidin 2x1
amp iv
Laboratorium - Kalnex 3x1 amp
(16.49) iv
DL8,10/24.300/24,5/ - Ketorolac 3x1
114.000 amp iv
- Alinamin F 3x1
amp iv
- Dicinon 3x1 amp
- Vit C 1x1 amp iv
PMo : Obs VS, keluhan,
luka op, prod urin, prod
drain
21-09- - KU cukup, CM GCS 456 P2002Ab000 post SC PDx: cek alb, ur/cr, BGA,
2016 TD : 98/65 mmHg + SVH dengan SAB SE
Obgyn N : 97x/mnt hr-1 a/i APB ec PTx :
08.10 RR :20x/mnt plasenta previa - IVFD RL: D5 = 1:1
NC: 4 lpm totalis+ plasenta  20 tpm
K/L: an -/-, ikt -/- inkreta+bekas SC - Tx injeksi :
Th: C/ S1 S2 tunggal, + Hipoalbuminemia - Metronidazole
murmur (-) 3x500 mg IV
P/ Rh -/-, Wh -/- - Cefazolin 3x1 gr
Abd flat, soefl, BU (+) N. iv
Luka operasi tertutup kasa - Tx oral :
kering - Asam mefenamat
GE: flux (-) 3x500 mg
Prod drain 300 cc/16 jam - Asam
serohemoragic traneksamat
3x500 mg
- Rob 1x1
Laboratorium : - Dicinon 3x500
(06.07) mg
DL:9,70/17.460/26,4/ - Pro transfusi
108.000 albumin 20% s/d
(18.37) albumin > 3
SE : 135/3,42/111 - Aff drain bila prod
Alb : 2,3 drain ≤ 50 cc/24 jam

19
Pmo: Obs VS, luka
operasi, prod drain
22-9- Kembung KU cukup, CM GCS 456 P2002Ab000 post SC PDx: cek DL post
2016 (+) TD : 102/67 mmHg + SVH dengan SAB transfusi, Albumin
Obgyn N : 80x/mnt hr-2 a/i APB ec PTx :
07.30 RR :20x/mnt plasenta previa - Stop injeksi, aff DC
K/L: an -/-, ikt -/- totalis+ plasenta - Transfusi Albumin
Th: C/ S1 S2 tunggal, inkreta+bekas SC 20% s/d Alb ≥ 3
murmur (-) + Hipoalbuminemia gr/dl
P/ Rh ---/---, Wh - - -/ - - - - Diet TKTP extra
Abd flat, soefl, BU (+) N, kutuk-putih telur
met (+) - Tx oral :
GE: flux (-) - Cefadroxil 2x500
Prod drain 100 cc/18 jam - Asam mefenamat
serohemoragic 3x500 mg
- Disfatyl 3x2 tab
- Asam
Laboratorium : traneksamat
(11.21) 3x500
SE : 130/3,44/109 - Dicinon 3x500
Ur/cr : 11,4/0,3 mg
(10.23) - Strocain 3x1 tab
BGA : 7,36/34,9/68,7/19,8/- - Alinamin F 3x1
5,9/93,4/9,3/37 - Pindah Ruangan
biasa
Pmo: Obs VS, luka
operasi, prod drain

23-9- Kembung KU cukup, CM GCS 456 P2002Ab000 post SC PDx: cek DL post
2016 (+) TD : 100/70 mmHg + SVH dengan SAB transfusi, Albumin
Obgyn N : 80x/mnt hr-3 a/i APB ec PTx :
07.00 RR :20x/mnt plasenta previa - Transfusi Albumin
K/L: an -/-, ikt -/- totalis+ plasenta 20% s/d Alb ≥ 3
Th: C/ S1 S2 tunggal, inkreta+bekas SC gr/dl
murmur (-) + Hipoalbuminemia - Diet TKTP extra
P/ Rh ---/---, Wh - - -/ - - - kutuk-putih telur
Abd flat, soefl, BU (+) N, - Tx oral :
met (+) - Cefadroxil 2x500
GE: flux (-) - Asam mefenamat
Prod drain 100 cc/18 jam 3x500 mg
- Disfatyl 3x2 tab
Laboratorium : - Asam
Alb : 2,49 traneksamat
3x500
- Dicinon 3x500
mg
- Strocain 3x1 tab
- Alinamin F 3x1
Pmo: Obs VS, luka

20
operasi, prod drain

24-9- Flatus (+) KU cukup, CM GCS 456 P2002Ab000 post SC PDx: cek DL post
2016 BAB (-) TD : 110/70 mmHg + SVH dengan SAB transfusi
Obgyn N : 80x/mnt hr-4 a/i APB ec PTx :
07.30 RR :20x/mnt plasenta previa - Transfusi Albumin
K/L: an -/-, ikt -/- totalis+plasenta 20% s/d Alb ≥ 3
Th: C/ S1 S2 tunggal, inkreta+bekas SC gr/dl
murmur (-) + hipoalbuminemia - Diet TKTP extra
P/ Rh -/-, Wh -/ - kutuk-putih telur
Abd flat, soefl, BU (+) N, - IVFD NS 0,9%
met (-) lifeline
GE: flux (-) - Tx oral :
Produksi drain 140 cc/24 - Cefadroxil 2x500
jam serohemoragic - Asam mefenamat
3x500 mg
- Disfatyl 3x2 tab
- Asam
traneksamat
3x500
- Strocain 3x1 tab
- Alinamin F 3x1
Pmo: Obs VS, luka
operasi, prod drain

25-9- Kel (-) KU cukup, CM GCS 456 P2002Ab000 post PDx: cek Alb post
2016 TD : 110/80 mmHg SCTP + SVH dengan transfusi
Obgyn N : 80x/mnt SAB hr-5 a/i APB ec PTx :
08.30 RR :20x/mnt plasenta previa - Transfusi Albumin
K/L: an -/-, ikt -/- totalis+plasenta 20% s/d Alb ≥ 3
Th: C/ S1 S2 tunggal, akreta+bekas SC gr/dl
murmur (-) + Hipoalbuminemia - Diet TKTP extra
P/ Rh ---/---, Wh - - -/ - - - kutuk-putih telur
Abd flat, soefl, BU (+) N, - Usul Aff drain
met (-), luka op tertutup - Tx oral :
kassa kering. - Cefadroxil 3x500
GE: flux (-) - Asam mefenamat
Produksi drain 50 cc/24 jam 3x500 mg
serohemoragic - Disfatyl 3x2 tab
- Asam
traneksamat
3x500 mg
- Dicinon 3x500
mg
Pmo: Obs VS, luka
operasi, prod drain
Pasien boleh pulang
c/Spv-----------------ACC

21
Hasil PA tanggal 26-9-2016

Makroskopik :

Diterima uterus tanpa cervix dan adnexa, berat 530 gr berukuran 11 x 10 x 5 cm.

Pada irisan endometrium terdapat perdarahan jarak dengan serosa 0,5 cm belum

menembus, tidak didapatkan tumor dan jaringan lepas tak teratur lebih kurang

diameter 3,5 cm (4 buah) putih keabuan.

Mikroskopik :

Sediaan berasal dari uterus menunjukkan jaringan villi-villi chorealis dilapisi

trofoblast proliferatif serta beberapa ghost villi.

Tidak ditemukan jaringan desidua.

Masih kami lakukan potongan ulang gross untuk menentukan infiltrasi villi pada

myometrium.

Kesimpulan :

Uterus tanpa cervix dan adnexa, operasi :

Dapat merupakan bagian dari sisa kehamilan.

Masih kami lakukan potongan ulang gross untuk menentukan infiltrasi villi pada

myometrium.

Hasil PA Potong Ulang

Makroskopik :

Diterima uterus tanpa cervix dan adnexa, berat 530 gr berukuran 11 x 10 x 5 cm.

Pada irisan endometrium terdapat perdarahan jarak dengan serosa 0,5 cm belum

menembus, tidak didapatkan tumor dan jaringan lepas tak teratur lebih kurang

diameter 3,5 cm (4 buah) putih keabuan.

22
Mikroskopik :

Sediaan berasal dari uterus menunjukkan jaringan villi-villi chorealis dilapisi

trofoblast proliferatif serta beberapa ghost villi.

Tidak ditemukan jaringan desidua.

Setelah kami lakukan potong ulang gross, kami dapatkan villi chorealis diantara

myometrium.

Kesimpulan :

Uterus, tanpa cervix dan adnexa, Operasi :

Dapat merupakan bagian dari sisa kehamilan disertai plasenta increta.

23
BAB 3
PERMASALAHAN

3.1 Bagaimana etiologi dan faktor resiko dari plasenta inkreta

Kehamilan dengan plasenta inkreta mempunyai etiologi sejak awal

pembentukan plasenta. Plasenta inkreta adalah plasenta yang melekat secara

abnormal pada uterus, dimana villi korionik berhubungan langsung dengan

miometrium tanpa desidua diantaranya dan plasenta menginvasi hingga

miometrium.

Faktor resiko yang terbesar yaitu bekas operasi sesar sebelumnya. Semakin

banyak jumlah persalinan dengan seksio sesaria sebelumnya maka semakin besar

resiko terjadinya plasenta inkreta.

1.2 Bagaimana gambaran klinis dari plasenta inkreta

Biasanya gejalanya terjadi perdarahan jalan lahir saat kehamilan dikarenakan

plasenta previa. Bisa juga terjadi ruptur uteri saat kehamilan sehingga menyebabkan

perdarahan intraabdominal sampai terjadi kematian baik ibu maupun janin.

Perdarahan post partum juga sering dijumpai dikarenakan retensi plasenta

atau sisa plasenta yang tertinggal saat manajemen kala III. Perdarahan masif

sampai menyebabkan syok pada pasien.

24
3.3 Bagaimana penegakan diagnosis dari plasenta inkreta

Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, proses

penegakan diagnosis pada kasus plasenta inkreta membutuhkan pemeriksaan

penunjang yang lebih rinci terutama dengan ultrasonografi bahkan sampai MRI.

3.4 Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada plasenta inkreta

Penatalaksanaan pada kehamilan dengan plasenta inkreta adalah dengan

seksio sesaria bahkan sampai dilakukan histerektomi. Penatalaksanaan terdiri dari

saat preoperatif, operatif dan pascaoperatif. Sangat penting mendiagnosa plasenta

inkreta saat masih dalam kehamilan sehingga menentukan penatalaksanaan dan

persiapan yang tepat.

3.5 Bagaimanafollow up dan prognosis kehamilan dengan plasenta inkreta

Sehubungan dengan masih jarangnya kasus ini maka follow up yang baik

harus dilakukan. Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta inkreta beresiko

untuk mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif

seperti hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan.

Prognosis dari plasenta inkreta ini sendiri tergantung pemeriksaan yang tepat,

kerjasama berbagai spesialis sebagai tim, persiapan darah dan tenaga yang

terampil. Kemungkinan untuk diakukan operasi seksio sesar histerektomi saat

operasi sangat besar sehingga diperlukan penjelasan dan inform consent kepada

pasien dan keluarga.

25
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Etiologi dan Faktor Resiko

Plasenta adherent menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke dinding

rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Plasenta akreta

adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke miometrium;

plasenta inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi ke dalam

miometrium; dan plasenta perkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi

lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ

intraabdomen lainnya misalkan kandung kemih.Sekitar75% dari plasenta adherent

adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan 7% adalah plasenta perkreta.Kedalaman

dari invasi plasenta merupakan hal yang penting secara klinis karena managemen

intervensi bergantung padanya. Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta

akreta total, plasenta akreta parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah

jaringan plasenta yang terlibat dalam invasi ke myometrium (Eliza and Alfred, 2013).

Patogenesis plasenta akreta, inkreta dan perkreta tidak jelas, namun ada

beberapa teori yang diusulkan. Abnormal vaskularisasi yang dihasilkan dari proses

jaringan parut setelah operasi dengan sekunder hipoksia lokal yang mengarah ke

rusaknya desidualisasi dan invasi trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal

yang paling menonjol, atau setidaknya merupakan teori yang paling didukung

sampai saat ini, menjelaskan patogenesis plasenta inkreta pada tahap ini (Eliza and

Alfred, 2013).

Telah diduga juga bahwa abnormalitas permukaan plasenta dan uterus pada

wanita dengan plasenta akreta, inkreta dan perkretaakan memicu pelepasan alpha-

26
fetoprotein fetus kedalam sirkulasi maternal, mengakibatkan peningkatan serum

alpha-fetoprotein maternal (MSAFP) (ACOG,2012).

Kupferminc dkk, menganalisa 44 kasus wanita yang menjalani histerektomi

cesarian, menemukan 9 dari 20 (45%) dengan plasenta akreta mengalami

peningkatan level MSAFP (antara 2.7 dan 40.3 multiples of the median [MoMs]).

Dimana seluruh kontrol memiliki level MSAFP dalam batas normal (2.0MoMs).

Penelitian serupa oleh Zenop dkk menemukan peningkatan level MSAFP pada

trimester kedua (antara 2,3 dan 5,5 MoMs) pada 45% dari 11 wanita dengan

plasenta akreta, dimana tidak ada satupun kontrol yang mengalami plasenta previa

tanpa plasenta akreta yang mengalami peningkatan level MSAFP.Walaupun

penelitian ini dalam lingkup yang kecil, mereka menyarankan agar wanita yang

mengalami peningkatan level MSAFPdengan atau tanpa penyebab lainnya harus

diingatkan akan peningkatan resiko plasenta akreta, inkreta dan perkreta

(ACOG,2012).

Insiden plasenta inkreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus

dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat.Peneliti telah melaporkan kejadian

plasenta inkreta sebagai 1 dari 533.000 kehamilan untuk periode 1992-2002 di

Amerika. Hal ini meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1 dari 4.027

kehamilan pada tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 12.510 kehamilan pada

tahun 2000 (AJOG,2010).

Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta inkreta adalah mereka yang

telah mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi sesar

sebelumnya dengan baik plasenta previa anterior atau posterior yang melintasi parut

uterus. Para penulis dari sebuah studi menemukan bahwa dengan adanya suatu

plasenta previa, risiko plasenta akreta, inkreta dan perkreta adalah 3%, 11%, 40%,

27
61%, dan 67% untuk pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau lebih pada

masing-masing riwayat operasi kelahiran sesar. Faktor risiko tambahan yang

dilaporkan untuk plasenta inkreta meliputi usia ibu dan multiparitas, bedah rahim lain

sebelumnya, kuretase uterus sebelumnya, ablasi endometrium, Asherman

syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi dalam kehamilan, dan merokok.

Meskipun ini dan faktor risiko lain telah dijelaskan, kontribusi nyata akan frekuensi

plasenta inkreta tetap belum diketahui (AJOG,2010).

Tabel 4.1 Frekuensi plasenta akreta,inkreta,perkreta terkait jumlah kelahiran


operasi sesar dan dengan atau tanpa plasenta previa
Operasi Sesar Plasenta Previa Tanpa Plasenta Previa

PPertama (Primer) 3.3 0.03

KKedua 11 0.2

KKetiga 40 0.1

KKeempat 61 0.8

KKelima 67 0.8

> ke-6 kali 67 4.7

Pada pasien ini mempunyai faktor resiko bekas operasi sesar satu kali 5

tahun yang lalu. Disebutkan pada tabel 1 diatas bahwa resiko terjadinya plasenta

inkreta dengan plasenta previa pada bekas operasi sesar satu kali sebesar 3,3%,

resiko tersebut merupakan presentasi terkecil tetapi terjadi pada pasien ini.

4.2 Gambaran Klinik

Gambaran klinik dari plasenta inkreta diantaranya perdarahan, ruptur uterus

dan inversio uteri.Invasi ke kandung kemih sangat berhubungan dengan posisi dari

implantasi plasenta, kedalaman invasi ke miometrium dan luas dari perlekatan

28
abnormal dari plasenta.Invasi plasenta ke dalam miometrium pada tempat bekas

operasi seksio sesar bisa menyebabkan ruptur uteri sebelum persalinan aterm

(Vyshka et al. 2010).

Pada kalaIII persalinan plasenta belum lahir setelah 30 menit dan perdarahan

banyak, atau jika dibutuhkan manual plasenta dan terkadang sulit untuk dilakukan.

Plasenta inkreta dapat menimbulkan terjadinya perdarahan obsterik yang masif,

sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti dissaminated intravascular

coagulopathy, memerlukan tindakan histerektomi, cedera operasi pada ureter,

kandung kemih, dan organ visera lainnya, adult respiratory distress syndrome, gagal

ginjal, hingga kematian. Jumlah darah yang hilang saat persalinan pada wanita

dengan plasenta inkreta rata-rata 3000 – 5000 ml. Plasenta inkreta menjadi

penyebab utama dilakukannya histerektomi cesarian (Cunningham, 2010).

Terkadang plasenta inkreta dapat menyebabkan ruptura uteri spontan pada

trimester kedua dan ketiga, menyebabkan terjadinya perdarahan intraperitoneal,

yang bisa menimbulkan kematian. Plasenta inkreta dapat menimbulkan perdarahan

postpartum hebat, sehingga dilakukan operasi sesar dengan histerectomy (RCOG,

2011).

Pada pasien ini tidak sampai terjadi persalinan spontan dikarenakan plasenta

inkreta sudah terdiagnosis saat pasien dilakukan USG saat kontrol ke SpOG lalu

dirujuk ke Rumah Sakit dimana usia kehamilan 38-39 minggu, sehingga segera

direncanakan operasi sesar secara terjadwal keesokan harinya. Pasien sebelumnya

tidak mengetahui bahwa kehamilannya mengalami plasenta inkreta dikarenakan

belum terdiagnosis. Pada pasien ini tidak sampai terjadi persalinan spontan

sehingga perdarahan post partum saat kala III tidak sampai terjadi.

29
4.3 Penegakan Diagnosis

1. AnamnesisdanPemeriksaan fisik

Kebanyakan pasien dengan plasenta inkreta tidak menunjukkan gejala.Gejala

yang berhubungan denganplasenta inkreta mungkin termasuk perdarahan vaginal

dan kram.Temuanini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa,

yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta inkreta.Meskipun jarang, kasus

dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik dari ruptur uteri

sekunder bisa karena plasenta inkreta.Skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat

selama kehamilan dari trimester pertama hingga kehamilan aterm dengan tidak

adanya tanda-tanda persalinan (Eliza and Alfred,2013).

Komplikasi plasenta inkreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-

organ lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah,

sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas

karena infeksi, kegagalan multisistem organ, dan kematian. Komplikasi genital,

saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada sekitar15% kasus dan

cedera ureter sekitar 2% kasus.Oleh karena itu diagnosisprenatal yang akurat

sangat penting untuk meminimalkan risiko ini (Eliza and Alfred, 2013).

Pada pasien ini didapatkan keluhan selama kehamilan terutama keluhan

perdarahan dari jalan lahir berupa flek-flek dikarenakan plasenta previa totalis saat

usia kehamilan sekitar 6 bulan. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan kepala

bayi floating dikarenakan kondisi plasenta previa totalisnya.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Ultrasonografi

Ultrasonografitransvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik

pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan.USG transvaginal aman untuk

30
pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam hal

pemeriksaan segmen bawah rahim (Rac and Dashe, 2015).

Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis

plasenta inkreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi

positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaandaya Doppler, warna

Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikanmeningkatkan

sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh ultrasonografi

grayscale saja (ACOG, 2012).

Vyshka et al (2010) melaporkan nilai prediksi positif 78% dan nilai prediksi

negatif 94%, penulis lain mengatakan bahwa USG hanya bisa mendeteksi sekitar

33% kasus dari plasenta akreta atau inkreta.

Ultrasonografi pada plasenta akreta, inkreta atau perkreta dapat kita lihat

seperti berikut ini:

Trimester Pertama :

1) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus telah

berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta akreta, inkreta atau perkreta

pada trimester ketiga.

2) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental bedpada

trimester pertama berkorelasi dengan plasenta akreta, inkreta dan perkreta.

3) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang penting.

Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS tertanam ke

bekas luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada dasar kandung kemih

(gambar 1). Implantasi bekas luka caesar dapat menyebabkan kelainan utama

pada plasenta seperti plasenta akreta, perkreta, dan inkreta (Rac and Dashe,

2015).

31
Gambar 1. GS melekat pada bekas SC
Keterangan : Segmen bawah uterus dengan gestasional sac (GS) pada skar bekas SC.
Ruang vaskuler multipel yang irreguler dalam placental bed ditunjukkan oleh arah
panah. Hasilnya adalah placenta inrcreta anterior.

Meskipun ada laporan kasus dari plasenta inkreta didiagnosis pada trimester

pertama atau pada saat abortus usia kehamilan < 20 minggu, nilai prediktif trimester

pertama USG untuk diagnosis ini masih belum diketahui. USG pada trimester

pertama tidak boleh digunakan secara rutin untuk menegakkan atau mengecualikan

diagnosis plasenta inkreta.Wanita dengan plasenta previa atau "plasenta letak

rendah" yang melintas pada bekas luka uterus pada awal kehamilan harus menjalani

follow up pencitraan pada trimester ketiga dengan memperhatikan adanya potensi

karena plasenta akreta, inkreta dan perkreta (Eliza and Alfred, 2013).

Trimester Kedua dan Ketiga :

1) Beberapa vascular lacunae dalam plasenta telah memiliki korelasi dengan

sensitivitas yang tinggi (80%-90%) dan tingkat positif palsu rendah untuk

plasenta akreta, inkreta dan perkreta(gambar 2). Placenta lacunae pada

trimester kedua tampaknya memiliki sensitivitas dan positive predictive value

sangat tinggi dibanding marker lain untuk plasenta inkreta (Rac and Dashe,

2015).

32
Gambar 2. Lakuna pada kehamilan 18 minggu
Keterangan : Tampak beberapa vascular lacunae dalam plasenta pada uk 18 minggu.Hal
terebut memiliki korelasi dengan sensitivitas yang tinggi (80%-90%) dan tingkat
positif palsu rendah untuk plasenta akreta,inkreta dan perkreta.

2) Kehilangan zona hipoekhoik retroplasenta yang normal, juga disebut sebagai

hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim, adalah salah satu

penanda (gambar 3). Temuan sonografi ini telah dilaporkan memiliki tingkat

deteksi sekitar 93% dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 57%. Nilai

rerata false positive, bagaimanapun, telah berada di kisaran 21% atau lebih

tinggi. Penanda ini tidak boleh digunakan sendiri, karena hal ini sangat

tergantung pada sudut pengambilan saat USG dan dapat absen pada

plasenta anterior yang normal (Rac and Dashe, 2015).

33
Gambar 3.Plasenta normal
Keterangan :Zona hipoekhoik retroplasenta yang normal diantara plasenta dandinding
uterus.

3) Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih

termasuk gangguan garis, penebalan garis, ketidakteraturan garis, dan

peningkatanvaskularisasi pada pencitraan warna Doppler (gambar 4). Normal

permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih adalah garis tipis

lebar yang halus tanpa ireguleritas atau vaskular yang meningkat (gambar 5).

Kelainan permukaan antara uterus serosa-kandung kemih ini meliputi,

penebalan, ireguleritas, peningkatan vaskularisasi, seperti varises danbulging

plasenta ke dalam dinding posterior kandung kemih (Rac and Dashe, 2015).

34
Gambar 4. Plasenta previa totalis
Keterangan : A. Tampak gambaran penebalan dan irregularitas uterus lapisan serosa pada
kehamilan dengan placenta previa komplet. B. Tampak gambaran peningkatan
vaskularisasi

35
Gambar 5. Plasenta normal dan vesica urinaria
Keterangan: Tampak lapisan serosa uterus normal dengan permukaan lapisan vesica
urinaria yang halus tanpa iregularitas atau tanda vaskular.

Temuan USG di bawah ini berhubungan erat dengan sensitifitas dan

spesifisitas yang tinggi untuk plasenta inkreta.

1. Ekstension dari vili ke dalam miometrium, serosa, atau kandung kemih

mengarahkan ke plasenta akreta, inkreta ataupun perkreta.

2. Aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler sonografi terkait dengan

plasenta inkreta (ACOG, 2012).

Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese appearance,

adalah salah satu yang paling penting pada sonografi plasenta inkreta di trimester

ketiga. Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan perubahan jaringan plasenta

akibat paparan jangka panjang dari pulsatile blood flow.Ketika multipel, terutama 4

atau lebih lacunae, temuan ini telah berkorelasi dengan tingkat deteksi 100% untuk

plasenta inkreta(Baughman, 2008).

Kriteria USG untuk plasenta akreta, inkreta dan perkreta menurut RCOG

Guideline antara lain yakni:

Greyscale:

● Hilangnya zona sonolucent retroplasenta

● Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur

● Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface

● Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih

● abnormal placenta lacunae

36
Doppler:

● Difus atau fokal aliran lacunar

● Danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity >15 cm/detik)

● Hipervaskularisasi serosa-bladder interface

● Markedly dilated vessels over peripheral subplacental zone

3D Power Doppler:

● Banyak koheren pembuluh darah melibatkan seluruh pertemuan antara

serosa uterus dengan kandung kemih (basal viewl)

●Hipervaskularisasi (lateral view)

● Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic branching,

detour vessels (lateral view)(RCOG, 2011).

Tabel 4.2Performa diagnostik pada beberapa modalitas ultrasound berbeda

Sensitivity Specificity Positif Risk


(%) (%) Prediktif
value (%)
Greyscale 95 76 82 93

Colour doppler 92 68 76 89

Three-
Dimensional 100 85 88 100
power doopler

37
Walaupun penyebab lakuna pada plasenta belum diketahui, banyak penulis

menyatakan bahwa lakuna ini digunakan untuk memprediksi adanya plasenta

adherent. Visualisasi dari lakuna mempunyai sensitivitas 79% pada usia 15-20

minggu dan sensitivitas 93% pada 15-40 minggu kehamilan. Lakuna menyerupai

gambaran ‘mouth-eaten’ pada plasenta, tapi tidak selalu mempunyai aliran

turbulansi, bentuknya ireguler, kadang lebih lonjong daripada bulat dan permukaan

yang rata.Lakuna ini tidak mempunyai batas yang echogenik (Comstock. 2005).

b. Magnetic resonance imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi dan

membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta

abnormal.Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi diagnostik yang

sebanding MRI dan USG untuk plasenta inkreta, MRI dianggap sebagai modalitas

tambahan dan menambahkan sedikit dengan akurasi diagnostik

ultrasonografi.Namun, ketika ada temuan USG ambigu atau kecurigaan dari inkreta

plasenta posterior, dengan atau tanpa plasenta previa, ultrasonografi mungkin tidak

cukup (Rajeev and Meiri, 2010).

38
Sebuah studi prospektif seri dari 300 kasus yang dipublikasikan pada tahun

2005 menunjukkan bahwa MRI mampu menguraikan anatomi invasi dan

menghubungkannya dengan sistem vaskular anastomosis daerah sekitar. Selain itu,

penelitianinimenunjukkan bahwa menggunakan MRI irisan aksial dapat

mengkonfirmasi invasi dari parametrium dan kemungkinan keterlibatan ureter (Rac

and Dashe, 2015).

Kontroversiseputar penggunaan berbasis kontras gadolinium meskipun

menambah spesifisitas diagnosis plasenta inkreta dengan MRI.Penggunaan kontras

gadolinium MRI memungkinkan untuk lebih jelasmelukiskan permukaan relatif luar

plasenta terhadap miometrium dan membedakan antara heterogen pembuluh darah

dalam plasenta dari yang disebabkan oleh pembuluh darah ibu. Ketidakpastian

mengenai risiko efek ke janin oleh gadolinium karena mampu melintasi plasenta dan

mudah memasuki sistem peredaran darah janin, The Contrast Media Safety

Committee of the European Society of Urogenital Radiology dari literatur terakhir

menentukan bahwa tidak ada pengaruh pada janin yang dilaporkan setelah

penggunaan media kontras gadolinium. Namun, American College of

Radiologyguidance document for safe MRI practices merekomendasikan bahwa

gadolinium intravena harus dihindari selama kehamilan dan harus digunakan hanya

jika benar-benar penting (ACOG, 2012).

Dua studi banding terakhir telah menampilkan sonografi dan MRI sebanding:

dalam studi pertama 15 dari 32 wanita terdiagnosis inkreta (sensitivitas 93%

dibandingkan 80% dan spesifisitas 71% dibandingkan 65% untuk USG dibandingkan

MRI). Di studi kedua 12 dari 50 wanita akhirnya memiliki inkreta dan MRI dan

Doppler menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal mendeteksi plasenta inkreta

(P = 0,74), meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi kedalaman infiltrasi di kasus

39
plasenta akreta, inkreta ataupun perkreta (P<0,001). Banyak penulis telah

menganjurkan MRI bagi perempuan yang pada temuan USGnya inconclusive

(Rajeev and Meiri, 2010).

Fitur MRI utama plasenta akreta, inkreta atau perkreta meliputi:

● Uterine bulging

● Intensitas sinyal heterogen dalam plasenta

● Dark intraplacental bands pada pencitraan

Beberapa peneliti melaporkan bahwa tingkat sensitivitas MRI80%-85%

denganspesifisitas 65%-100% dalam hal mendiagnosis plasenta inkreta (Baughman,

2008).

Pada pasien ini saat dilakukan USG ditemukan plasenta implantasi di corpus

anterior meluas menutupi seluruh ostium uteri internum. Tampak juga gambaran

lakuna-lakuna soliter serta gambaran plasenta adherent. Pasien tidak sempat

dilakukan pemeriksaan MRI dikarenakan keterbatasan waktu dimana kehamilan

sudah aterm.

c. Pemeriksaan laboratorium

Ada faktor risiko plasenta akreta yang dapat diperiksa denganskrining

MSAFP seperti untuk cacat saraf dan aneuploidies.Hung(1999) menganalisis lebih

dari 9300 wanita diskrining untuk Down syndrome pada 14 sampai 22

minggu.Mereka melaporkan 54 kali lipat meningkat risiko untuk plasenta adherent

pada wanita dengan plasenta previa. Risiko untuk plasenta adherent meningkat 8x

lipat bila kadar MSAFP melebihi 2,5 MoM; itu meningkat 4x lipat ketika kadar free

beta-hCG yang lebih besar dari 2,5 MoM; dan itu meningkat tiga kali lipat saat usia

ibu adalah 35 tahun atau lebih (Cunningham, 2010).

40
Diagram diatas menunjukkan monitoring fetal DNA dan BHCG darah ibu post

partum. Biasanya fetal DNA sudah tidak terdeteksi 2 jam post partum dan plasma

BHCG sudah tidak terdeteksi 11 hari post partum. Pada pasien ini fetal DNA masih

terdeteksi sampai 10 minggu post partum dan BHCG masih terdeteksi sampai 2

minggupost partum. Didapatkan kesimpulan bahwa fetal DNA dan BHCG dapat

merupakan marker untuk plasenta yang masih tersisa setelah post partum (Jimbo et

al. 2003).

Pasien ini sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan MSAFP dikarenakan

sudah terlihat gambaran dari plasenta adherent dari hasil USG. Dan untuk

pemeriksaan MSAFP memang belum tersedia di Rumah Sakit ini.

d. Patologi Anatomi

Penegakan diagnosis plasenta inkreta secara pasti dibuat berdasarkan hasil

dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan histerektomi. Diagnosis

definitif tergantung pada visualisasi dari villi chorialis yang menginvasi atau tertanam

41
pada miometrium dengan tidak adanya desidua di lapisan antara mereka (Eliza and

Alfred, 2013)

Uterus pasien ini setelah operasi kemudian diperiksakan secara patologi

anatomi dan didapatkan hasil menunjukkan adanya invasi villi chorealis diantara

miometrium dengan kesimpulan plasenta inkreta.

Gambar 6 Trophoblastic Islands in the myometrium


(haematoxylin and eosin, original magnification × 40).

4.4 Penatalaksanaan plasenta inkreta

Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan

dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta inkreta tegak

didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta inkreta harus dijadwalkan untuk

ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah yang lengkap dan memiliki bank darah

yang dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar berbagai produk

42
darah.Suplementasi dengan besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan simpanan

zat besi dan daya dukung oksigenasi(Fitzpatrick et al. 2014).

Perencanaanpersalinan mungkin melibatkan ahli anestesi, dokter

kandungan, dokter bedah panggul seperti ahli onkologi ginekologi, ahli bedah

intensive, neonatologist, bedah urologi, ahli hematologi, dan ahli radiologi intervensi

untuk mengoptimalkan outcome pasien. Untuk meningkatkan keselamatan pasien,

adalah penting bahwa persalinan dilakukan oleh tim obstetri berpengalaman yang

termasuk ahli bedah kebidanan, dengan spesialis bedah lainnya, seperti urologi,

dokter bedah umum, dan ahli ginekologi-onkologi, tersedia jika diperlukan. Karena

risiko kehilangan darah yang besar, perhatian harus diberikan untuk kadar

hemoglobin ibu sebelum operasi.Banyak pasien dengan plasenta inkreta

menghasilkan kelahiran prematur karena perdarahan banyak yang tiba-tiba

(Cunningham, 2010).

Timing of deliverypada kasus dugaan plasenta inkreta harus

individual.Keputusan ini harus dibuat bersama-sama dengan pasien, dokter

kandungan, dan neonatologist.Konseling pasien harus mencakup diskusi kebutuhan

potensial untuk histerektomi,risiko perdarahan yang besardankemungkinan kematian

ibu.Meskipun persalinan telah direncanakan, rencana kemungkinan persalinan

darurat harusdikembangkan untuk masing-masing pasienyang mungkin termasuk

managemen perdarahan maternal (AJOG, 2010).

43
Timing of deliverytergantung pada keadaan dan preferensi pasien.Salah satu

pilihan adalah dengan melakukan terminasi setelah paru janin matang yang

dibuktikan dengan amniosentesis.Namun, hasil analisis keputusan baru-baru ini

menyarankan untukmengkombinasikan outcome ibu dan bayi dioptimalkan pada

pasien stabil dengan terminasi pada 34-36 minggu kehamilan (Chalubinski M.

2013).Pada sebuah studi yang melibatkan 9kasus plasenta inkreta yang didiagnosis

sebelum persalinan, 4 dari 9 dengan persalinan >36 minggu diperlukan terminasi

emergensi karena perdarahan.Jika tidak ada perdarahan antepartum atau

komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saatakhir prematur dapat diterima untuk

mengurangikemungkinan persalinan darurat yang terjadi dengan segala

komplikasinya (AJOG, 2010).

1. Manajemen preoperatif

Persalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan

dukungan pelayanan yang diperlukan untukmengelola komplikasi potensial.Penilaian

oleh anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi.Kedua teknik

anestesi baik umum dan regional telah terbukti aman dalam situasi klinis

ini.Antibiotik profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi

atau kehilangandarah 1.500 mL yang diperkirakan.Preoperatif Cystoscopy dengan

penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera saluran

kemih.Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way ditempatkan di

44
kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan irigasi, drainase, dan distensi

kandung kemihyang diperlukanselama diseksi.Sebelum operasi, bank darah harus

dipersiapkan terhadap potensi perdarahanmasif. Rekomendasi saat ini untuk

penggantian darah dalam situasi trauma menunjukkan rasio 1:1= PRC : fresh frozen

plasma. PRC dan fresh frozen plasma harus tersedia dalam kamar

operasi.Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah lainnya harus diberikan

dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien dan stabilitas

hemodinamik pasien (ACOG, 2012).

USG pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu dalam

menentukanpendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk memberikan

visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta sebelum

pengeluaran janin (AJOG, 2010).

Pada pasien ini manajemen pre operatifnya sudah direncanakan dengan

melibatkan ahli bedah kebidanan yang berpengalaman, bedah urologi, perinatologi

dan persiapan ketersediaan darah yang cukup. Kadar hemoglobin pasien ini

sebelum operasi adalah 11,0 g/dL yang merupakan kadar normal. Sebelumnya

memang tidak dipasang stent ureter sehingga resiko saat operasi mengenai ureter

cukup besar tetapi pada pasien ini ureter teridentifikasi dengan jelas sehingga

cedera ureter bisa dihindari.

45
USG sebelum operasi sudah dilakukan untuk mengetahui pemetaan lokasi

plasenta sehingga dapat merencanakan tempat insisi yang tepat agar tidak

mengenai plasenta.Pada pasien ini plasenta implantasi di corpus anterior meluas

menutupi jalan lahir sehingga insisi direncanakan diatas dari segmen bawah rahim

tepat diatas impalantasi plasenta.

2. Manajemen operatif

Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang

dicurigai plasenta inkreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur dengan

plasentaditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan dengan

morbiditas akibat perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat

dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk wanita yang memiliki keinginan

yang kuat untuk kesuburan di masa depan. Oleh karena itu, manajemen operasi

plasenta inkreta dapat individual tergantung kasusnya masing masing (Comstock,

2014).

Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi modifikasi dorsal litotomi

dengan kemiringan lateral yang kiri untuk memungkinkan penilaian langsung dari

perdarahan vagina, menyediakan akses ke vagina, dan memungkinkan tambahan

ruang untuk asisten bedah. Karena prosedur ini diantisipasi akan berkepanjangan,

padding dan posisi untuk mencegah kompresi saraf dan pencegahan dan

pengobatan hipotermia adalah penting. Meminimalkan kehilangan darah sangat

46
penting.Pilihan sayatan harus dibuat berdasarkan habitus tubuh pasien dan sejarah

operasi pasien.Penggunaan sayatan vertikal linea mediana mungkin dilakukan

karena memberikan daerah cukup jika histerektomi diperlukan.Insisi uterus klasik,

sering transfundal, mungkin diperlukan untuk menghindari plasenta dan

memungkinkan pengeluaran bayi.Ultrasound pemetaan lokasi plasenta, baik

sebelum operasi atau intraoperatif, mungkin dapat membantu.Karena positive

predictive valueultrasonografi untuk plasenta inkreta berkisar dari 65% hingga 93%,

adalah wajar untuk menunggupelepasan plasenta spontan untuk mengkonfirmasi

plasenta inkreta secara klinis (Sivasankar, 2012).

Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika histerektomi

diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan plasenta in situ, dengan

cepat menggunakan "whip stitch" untuk menutup incisi histerotomi, dan lanjutkan

dengan histerektomi. Sedangkan histerektomi dilakukan dengan cara biasa, diseksi

flap kandung kemih dapat dilakukan relatif lambat, setelah kontrol jaringan pembuluh

arteri uterus tercapai, dalam kasus adherentdi anterior, tergantung pada temuan

intraoperatif. Kadang-kadang, histerektomi subtotal dapat dipertimbangkan, namun

perdarahan terus-menerus dari leher rahim mungkin menghalangi managemen ini

dan membuat histerektomi total tetap diperlukan (John W, 2007).

Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta inkreta

yang meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface, mengambil tali pusatnya, dan

47
meninggalkan plasenta in situ, dengan reseksi parsial plasenta untuk meminimalkan

ukurannya. Namun, hal ini harus dipertimbangkan hanya bila pasien memiliki

keinginan yang kuat untuk kesuburan masa depan serta stabilitas hemodinamik

yang baik, status koagulasi normal, dan bersedia menerima risiko akibat

managemen ini (Comstock, 2014).

Penatalaksanaan kehamilandenganplasenta inkreta harus menjadi usaha

multidisiplin oleh ahli yang berpengalaman. Apabila masih ingin mempertahankan

fungsi reproduksi maka penanganan adalah dengan meninggalkan plasenta setelah

melahirkan bayi sedangkan jika ingin mengurangi perdarahan dan kebutuhan

transfusi maka dilakukan histerektomi(Fitzpatrick et al. 2014).

Pasien harus diberi konselingbahwa hasilnya ini tidak dapat diprediksi dan

bahwa ada peningkatan risiko komplikasi yang signifikan termasuk

histerektomi.Kasus yang dilaporkan dari kehamilan yang sukses berikutnya pada

pasien yang diobati dengan pendekatan ini jarang terjadi.Pendekatan ini harus

ditinggalkan dan histerektomi dilakukan jika perdarahan yang berlebihan (Kimberly

B,2002). Dari 26 pasien yang diobati dengan pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil

terhindar dari histerektomi, sedangkan 5 (19,3%) pada akhirnya dilakukan

histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21 pasien yang terhindar dari histerektomi

tidak memerlukan pengobatan tambahan, termasuk ligasi arteri hipogastrik,

embolisasi arteri, methotrexate, transfusi produk darah, antibiotik, atau kuretase.

Kecuali dalam kasus-kasus tertentu, histerektomi tetap managemen pilihan untuk

pasien dengan plasenta inkreta (Resnik R, 2015).

48
Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi,

prosedur yang dapat kita lakukan yakni:

 Pelvic artery ligation and embolization

 Pelvic pressure packing

 Aortic compresion and clamping(AJOG, 2010)

Metotrexate adalah antagonis asam folat yang telah digunakan dalam terapi

konservatif plasenta adherent, metotrexate bekerja terutama menekan pembelahan

sel secara cepat dan efektif mencegah proliferasi trofoblas, namun saat ini banyak

ahli berpendapat bahwa setelahpersalinanplasentatidak lagi melakukan pembelahan

dan metotrexate tidak dibutuhkan. Musalli et all melaporkan tiga kasus yang dicurigai

plasenta inkreta yang diterapi konservatif. 2/3 kasus dapat diterapkan

pemberianmetotrexate.Dua laporan kasusmelaporkan kegagalan terapi konservatif

plasenta inkreta dengan mengunakanmetotrexate.Tidak adastudi berskala besar

yang membandingkan kelompok dengan metotrexate dan tanpa metotrexate. Oleh

karena itu saat ini tidak terdapat data yang cukup meyakinkan metotrexate

bermanfaat untuk plasenta akreta, inkreta maupun perkreta (Kayem G, 2012).

Salim and Labib (2003) menyebutkan pengambilan plasenta sebagian pada

operasi seksio sesarea penting bila ingin mempertahankan fungsi reproduksi.Bila

hemodinamik pasien stabil, plasenta inkreta bisa diterapi dengan

Metotrexate.Keberhasilan terapi ini dievaluasi dengan pemeriksaan BHCG dan MRI.

Pemeriksaan non invasive MRI pada plasenta inkreta sangat bermanfaat

untuk diagnosis dan untuk mengevaluasi respon terapi dari Metotrexate. Metotrexate

merupakan antimetabolit dari asam folat yang mempunyai mekanisme menghambat

49
pertumbuhan trophoblas, mengurangi neovaskularisasi dari plasenta dan

menghambat pertumbuhan plasenta (Salim and Labib,2003).

Vesica urinaria merupakan organ yang paling sering terlibat dibandingkan

organ extrauterin lain. Keterlibatan plasenta inkreta berhubungan secara signifikan

dengan tingkat morbiditas. Washecka dan behling melakukan meta analisis dari 54

kasus yang dilaporkan dengan plasenta inkreta yang disertai keterlibatan vesica

urinaria. Mereka menemukan hematuria sebelum persalinan sebesar 31%.Walaupun

sistoskopi telah dilakukan pada 12 pasien tersebut, pemasangan sistoskopi tidak

memberikan bantuan dalam diagnosis. Pada 33%kasus diagnosis ditegakan dengan

USG atau MRI pada asuhan prenatal, morbiditas maternal tinggi dengan 39

mengalami komplikasi urologi. Diantaranya laserasi vesica uriaria (26%), fistula

urinaria (13%), hematuria makroskopis (9%), penurunan kapasitas vesica urinaria.

Sistektomi parsial dibutuhkan pada 24 kasus (44%), terdapat kematian maternal

sebanyak 3 kasus dan kematian fetus sebanyak 14 kasus (John W, 2007).

Penatalaksanaan pasien dengan keterlibatan vesica urinaria memerlukan

perencanaan perioperatif yang hati-hati dan harus melibatkanuroginekologis,

urologis, dan atau ahli onkologi ginekologi.Sistoskopi perioperatif dan penempatan

cincin ureter dapat untuk menurunkan resiko kerusakan struktur.Keterlibatan vesica

urinaria memerlukan pembedahan vesica urinaria dan pada kasus yang jarang juga

pembedahan ureter (John W, 2007).

Pasien ini didiagnosis awal dengan plasenta adherent saat usia kehamilan

sudah 38-39 minggu dan direncanakan seksio sesaria terjadwal. Saat durante

operasi didapatkangambaran bridging vein pada segmen bawah rahim dan vesica

urinaria sulit teridentifikasi. Insisi dilakukan diatas SBR sehingga tidak mengenai

50
plasenta. Plasenta implantasi di corpus anterior meluas kebawah menutupi seluruh

jalan lahir dan ditemukan juga perlengketan hebat dengan vesika urinaria juga

sehingga diputuskan langsung dilakukan SVH (Supra Vaginal Histerektomi) dan

perlengketan dengan vesika urinaria tersebut dibiarkan tanpa dilakukan manipulasi

apapun. Diharapkan perdarahan akan berhenti dan plasenta yang tersisa akan

terabsorbsi dengan sendirinya. Saat operasi terlihat plasenta menembus sampai

miometrium seperti gambaran plasenta inkreta.Perdarahan yang banyak saat

operasi ± 3000 cc dapat diatasi dengan pemberian cairan dan transfusi darah

sebanyak 4 kalf.

Sisa plasenta yang masih tertinggal diobservasi dan dilakukan penjahitan

pada daerah dengan perdarahan yang masih aktif sehingga perdarahan berhenti.

Pemberian Metotrexate tidak dilakukan karena setelah operasi tidak ditemukan

perdarahan pervaginam dan tidak ada keluhan lainnya, diharapkan sisa plasenta

yang masih tertinggal akan terabsorbsi dengan sendirinya.

4.5 Follow up dan Prognosis Kehamilan dengan Plasenta Inkreta

Pasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta inkreta beresiko untuk

mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif seperti

hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan.Disfungsi

ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan.Sindrom

Sheehan (baik transien dan permanen) telah dilaporkan terjadi akibat perdarahan

postpartum yang massif, dan hiponatremia mungkin merupakan tanda awal.Jika

51
volume besar kristaloid dan produk darah diberikan saatintraoperatif, pasien juga

berisiko untuk terjadi edema paru, cidera paru akut terkait transfusi, dan sindrom

gangguan pernapasan akut (AJOG, 2010).

Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda

vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan).Output urin harus diukur

melalui kateter urin.Pemantauan vena sentraldan penilaian periferoksigenasi dengan

pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus.Koreksi koagulopati dan

anemia berat denganproduk darah harus dilakukan.Pasien harus dievaluasi secara

klinis untuk potensi kehilangan darah dari lukasayatan perutdan kemungkinan

pendarahanintraabdominal berulang atau retroperitoneal(Cunningham, 2010).

Fungsi ginjal harus dievaluasi dankelainan serum elektrolit harus

dikoreksi.Jika ada hematuria persisten atau anuria, kemungkinan cedera saluran

kemih yang tidak diketahui harus dipertimbangkan.Mobilisasi awal, dan kompresi

intermiten untuk mereka yang membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko

komplikasi tromboemboli (Kayem G, 2012).

Pada pasien ini dikarenakan perdarahan yang cukup banyak saat operasi

yaitu ± 3000 cc dan setelah operasi diketahui kadar hemoglobin yaitu 8,1 g/dL.

Kadar hemoglobin tidak terlalu banyak turun dikarenakan saat operasi sudah

mendapatkan cairan dan transfusi darah sebanyak 4 kalf. Setelah operasi dilakukan

transfusi darah lagi 1 kalf sehingga kadar hemoglobin meningkat menjadi 9,7 g/dL.

Kadar albumin post operasi turun menjadi 2,3 g/dL sehingga memerlukan transfusi

albumin 20% sampai kadar albumin ≥ 3 g/dL. Kadar serum elektrolit masih dalam

batas normal dan fungsi ginjal yaitu ureum dan creatinin dalam batas normal yaitu

dengan kadar ureum 11,4 mg/dL dan kadar creatinin 0,30 mg/dL.

Produksi urin setelah operasi sebanyak 50 cc/jam dan tidak ditemukan

52
hematuria sehingga evaluasi adanya cedera vesika urinaria bisa disingkirkan. Pada

pasien ini juga dilakukan pemasangan drain pada abdomen untuk mengevaluasi

adanya perdarahan yang masih aktif atau tidak. Saat hari pertama dan kedua

produksi drain masih terlihat sebanyak ± 150 cc/ 24 jam seroushemoragik, saat hari

ketiga dan keempat post operasi produksi drain sudah mulai berkurang dan saat

hari kelima drain pada abdomen dilepas.

BAB5

53
RINGKASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus, wanita 29 tahun dengan plasenta inkreta.

Pasien pertama kali didiagnosis plasenta inkreta saat tanggal 19 Sepember 2016

saat dilakukan USG di Poli hamil RSSA Malangusia kehamilan 38-39 minggu dan

pada pasien ini direncanakan seksio sesaria elektif keesokan harinya tanggal 20

September 2016.

Pasien dengan riwayat seksio sesaria mempunyai faktor resiko paling besar

untuk terjadinya plasenta adherent. Disini ketelitian dari kita dalam hal USG sangat

diperlukan. MRI juga sangat diperlukan apabila dicurigai adanya plasenta adherent

sehingga dapat diketahui sebatas apa plasenta tersebut menembus lapisan uterus

sehingga perencanaan penanganan pada pasien bisa dilakukan secara terencana.

Haruslah waspada terhadap semua kehamilan dengan bekas operasi seksio sesar

sebelumnya terlebih didapatkan juga plasenta previa.

Dengan peningkatan dan perkembangan ilmu kedokteran, diagnosa dan

penatalaksaan pasien hamil dengan plasenta inkreta baik preoperatif, operatif dan

post operatif sehingga kehamilan dan outcome yang baik.Penatalaksanaan

kehamilan denganplasenta inkreta harus menjadi usaha multidisiplin oleh ahli yang

berpengalaman. Apabila masih ingin mempertahankan fungsi reproduksi maka

penanganan adalah dengan meninggalkan plasenta setelah melahirkan bayi

sedangkan jika ingin mengurangi perdarahan dan kebutuhan transfusi maka

dilakukan histerektomi.

DAFTAR PUSTAKA

54
ACOG. 2012. Placenta Accreta, Committee opinion The American College of
Obstetricans and Gynecologists. No 529: 120-207-11.

AJOG. 2010. Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta


Accreta, American Journal of Obstetrics and Gynaecology:Washington DC.

Baughman. 2008. Placenta Accreta: Spectrum of US and MR Imaging Findings.


RadioGraphics 2008; 28:1905–1916

Butt K and Gagnon A. 2002. Failure of methotrexate and internal iliac balloon
catheterization to manage placenta percreta. Obstet Gynecol 2002;99:981–
2

Bowman ZS. 2014. Interobserver Variability of Sonography for Prediction of Placenta


Accreta. J Ultrasound Med 2014; 33:2153–2158

Chalubinski. 2013. Prenatal sonography can predict degree of placental invasion.


Ultrasound Obstet Gynecol 2013; 42: 518–524. Vienna, Austria

Cunningham. 2010. Williams Obstetrics 23 edition, Chapter 35: Obstetrics


Haemorrhage, p: 776-780.

Comstock. 2014. The antenatal diagnosis of placenta accreta. BJOG 2014;121:171–


182.

Eliza and Alfred. 2013. Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American
Institute of Ultrasound in Medicine, USA.

Fitzpatrick et al. 2014.The management and outcomes of placenta accreta, increta,


and percreta in the UK: a population-based descriptive study. BJOG
2014;121:62–71. Oxford, United Kingdom.

Hamisa M,. 2014. Role of Doppler US and MRI in diagnosisof placenta accreta.
Elsevier. Egypt. Alexandria Journal of Medicine (2015) 51, 225–230.

John W. 2007.Spesific Sonographic Feature of Placenta Accreta.Ultrasound Obstet


Gynecol 2007. ISUOG: 29: 239-241

Jimbo et al. 2003.Placenta Increta: Postpartum Monitoring of Plasma CellfreeFetal


DNA. Placenta Acreta Chemical Chemistry, 49: no 9. Showa University
School of Medicine, Tokyo.

Kayem G. 2012. Management of Placenta Accreta. Dalam Arulkumaran S, A


Comprehensive Textbook of Postpartum Hemorrhage. An Essential Clinical
Reference for Effective Management. 2nd Edition. London

55
Kathryn and Susan. 2012. Incidence and Risk Factors for Placenta
Accreta/Increta/Percreta in the UK: A National Case-Control Study.
PlosOne.December 2012, Vol 7. Oxford, United Kingdom

Kimberly B,.2002. Failure of Methotrexate and Internal Iliac Balloon Catheterization


to Manage Placenta Percreta.Obstet Gynecol 2002; 99:981–2. ACOG 2002.
Vancouver. Canada

Rahimi. 2014. Ultrasound detection of placenta accreta in the first trimester of


pregnancy. Iran J Reprod Med Vol. 12. No. 6. pp: 421-426, June

Rac and Dashe. 2014. Ultrasound predictors of placental invasion: the Placenta
Accreta Index. Am J Obstet Gynecol;211

RCOG. 2011. Placenta praevia, placenta praevia accreta and vasa praevia:
diagnosis and management, Green – top Guideline No: 27.

Rac and Dashe. 2015. Ultrasound predictors of placental invasion: the Placenta
Accreta Index, American journal of obstetrics and gynecology, 212(3): 343-
e1.

Rajeevand Meiri. 2010. Imaging Placenta Accreta. TheThird Trimester of


Pregnancy.Vol 12 No 2.p: 17-23.

Resnik R. 2015. Clinical features and diagnosis of the morbidly adherent placenta
(placenta accreta, increta, and percreta).Up to date

Robinson BK and Grobman WA.2010. Effectiveness of timing strategies for delivery


of individuals with placenta previa and accreta. Obstet Gynecol ;116:835–
42.

Roshan et al. 2013. Placenta Increta in Week 10 of Pregnancy with Consecutive


Hysterectomy: A Case Report. Open Journal of Medical Imaging, 3: 171-
173. Ahvaz, Iran.

Salim A and Labib M. 2003.Correlations from gadopentetate dimeglumine-enhanced


magneticresonance imaging after methotrexate chemotherapy for
hemorrhagic placenta increta.BioMagnetic Research and Technology.
Atlanta Medical Center, USA.

Sivasankar. 2012. Perioperative management of undiagnosed placenta percreta:


case report and management strategies, International Journal of Women’s
Health, USA.

Vyshka et al. 2010. Placenta increta causing hemoperitoneum in the26th week of


pregnancy: a case report. Journal of Medical Case Reports.4 : 412.
Biomedical & Experimental Department, Faculty of Medicine,Tirana,
Albania.

56
Foto

57
58
59

Anda mungkin juga menyukai