Anda di halaman 1dari 6

Medikamentosa

1. Kortikosteroid

WHO merekomendasikan penggunaan antenatal kortikosteroid pada wanita hamil dengan risiko
persalinan premature di usia kehamilan 24 hingga 34 minggu tanpa klinis infeksi maternal dan
fasilitas perawatan bayi baru lahir terpenuhi.

Pada kasus wanita hamil dengan COVID-19 yang menjalani kelahiran prematur atas indikasi maternal
ataupun medis yang tidak dapat ditunda, pemberian kortikosteroid ditujukan untuk mempercepat
kematangan paru janin serta meminimalkan komplikasi peripartum.
Pada kasus wanita hamil dengan COVID-19 disertai gejala ringan, pemberian antenatal kortikosteroid
dipertimbangkan secara hati-hati, terutama keuntungan serta kerugian pemberian antenatal
terhadap risiko maternal. Pasien harus terinformasi dengan jelas sebelum janin dilahirkan.

Pada wanita hamil dengan COVID-19, walaupun pemberian kortikosteroid (hidrokortison ataupun
metilprednisolon) tidak melewati sawar/barrier plasenta, namun penggunaan berkepanjangan
sebagai terapi COVID-19 menjadi predisposisi maternal hiperglikemia serta imunosupresif yang
dapat meningkatkan replikasi virus dalam sel epitel paru.

2. Obat Anti Retroviral

Penelitian saat merekomendasikan penggunaan Remdesivir dan Chloroquine sebagai kandidat kuat
untuk pengobatan COVID-19. Remdesivir adalah obat antiviral nukleotida yang bekerja secara luas
dan secara efektif menghambat replikasi SARS-CoV-2 in-vitro. Hasil uji klinis (Clinical Trial) Remdisivir
untuk wanita hamil tidak didapatkan efek teratogenik pada janin, sehingga aman digunakan dalam
kehamilan.

Klorokuin fosfat telah terbukti menghambat infeksi coronavirus dengan meningkatkan pH endosom
yang diperlukan untuk fusi sel dan dengan mengganggu glikosilasi reseptor seluler SARS-CoV dalam
kultur sel.21 Meskipun klorokuin dan metabolitnya melintasi plasenta, namun dapat digunakan pada
semua trimester kehamilan tanpa peningkatan risiko hasil perinatal yang membahayakan. Efek
samping didapatkan pada penggunaak klorokuin dosis tinggi, berupa hipotensi sistolik yang dapat
memperburuk perubahan hemodinamik dari kompresi suport aortokaval dengan uterus yang hamil.
WHO merekomendasikan penggunaan Remdesivir dan Klorokuin fosfat pada tatalaksana wanita
hamil dengan COVID-19.

Terapi dengan Ribavirin, tidak dianjurkan karena adanya efek teratogenik berupa kelainan
kraniofasial serta cacat anggota tubuh serta menginduksi terjadinya keguguran. Kondisi didapatkan
dari hasil uji klinis menggunakan tikus hamil yang terpajan Ribavarin dengan dosis melebihi 25 mg /
kg, sehingga pemberian RIbavarin harus dihindari, terutama diawal kehamilan.

Terapi menggunakan Baricitinib diketahui sebagai obat potensial untuk pengobatan COVID-19
dengan menghambat endositosis SARS-CoV-2 ke dalam sel paru. Namun, Baricitinib
dikontraindikasikan pada kehamilan karena pada penelitian di hewan menunjukkan
embriotoksisitas.21 Hingga saat ini, belum ada vaksin yang disetujui untuk pencegahan COVID-19.
Vaksinasi untuk COVID-19 saat ini masih terus dikembangkan dan belum tersedia dalam waktu
dekat.

Hingga saat ini belum ada tatalaksana definitif kehamilan dan persalinan pada pandemi COVID-19.
Tatalaksana saat ini bersifat suportif dan dalam kerangka penelitian klinis. Tatalaksana lainnya sesuai
panduan tatalaksana COVID-19 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan.

3. Edukasi

Dalam upaya pencegahan dan memutus rantai infeksi, diperlukan tindakan pencegahan khusus yang
dapat meminimalkan serta mencegah infeksi silang antara petugas penyedia layanan kesehatan
dengan wanita hamil, terutama saat melakukan prosedur dengan kontak fisik dan atau risiko
paparan terhadap cairan tubuh/sekret.

Tatalaksana kehamilan dan persalinan pada pandemi COVID-19 didasarkan pada konsensus dan
rekomendasi praktik yang dianjurkan nasional maupun internasional. Terapi medikamentosa masih
terus dikembangkan melalui uji klinis (clinical trial), terutama penggunaan anti retroviral pada wanita
hamil.

Tata Laksana pada Kehamilan dan Persalinan

Pemeriksaan Antenatal

• Semua keluhan kehamilan diselesaikan secara jarak jauh, kecuali kondisi gawat darurat. Standar
waktu pemeriksaan kehamilan rutin dan tanpa komplikasi dijelaskan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kunjungan Kehamilan pada Kehamilan dengan infeksi COVID-19

Usia Gestasi Rawat Jalan/Poliklinik Ultrasonografi Komentar

<11 minggu Tidak perlu dilakukan Bila dicurigai Per Telfon/ lebih dini
kehamilan ektopik bila suspek kehamilan
ektopik

11-13 minggu Bila diperlukan Penentuan Usia Laboratorium Dasar:


Kehamilan/Penapisan DPL, UL, GDS, HIV,
Trimester 1 HBsAg, VDRL/TPHA
20 – 24 minggu Bila diperlukan Anatomi janin
28 minggu Bila diperlukan Bila diperlukan Laboratorium: TTGO,
DPL
32 minggu Bila diperlukan Bila diperlukan
36 minggu Bila diperlukan Bila diperlukan Laboratorium:
DPL, UL, Ur/Cr, OT/PT,
PT/APTT
37 minggu Persalinan Ya Bila diperlukan ANC per minggu

Pemeriksaan Ultrasonografi

• USG Penentuan/konfirmasi usia kehamilan

o Penapisan Trimester 1 berdasarkan HPHT disertai konfirmasi USG.

o USG sebelum 11 minggu dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan kehamilan


ektopik dan abortus/keguguran.

• USG pemeriksaan anatomi janin

o Dilakukan terbaik pada usia kehamilan 20 – 24 minggu

o Bila temuan normal, kunjungan lanjutan dapat dilakukan rentang 4-8 minggu.

o Tawarkan pemeriksaan panjang serviks apabila ada riwayat persalinan preterm atau
berisiko tinggi

o Pada pasien obesitas, jika didapatkan kesulitan pemeriksaan, maka dapat dilakukan 2
minggu kemudian

• USG Pertumbuhan Janin

o Dilakukan 1 kali saja saat usia kehamilan 32 minggu


o Pemeriksaan lanjutan untuk Plasenta previa dan plasenta akreta diulang saat usia
kehamilan 34-36 minggu

Pemeriksaan Kardiotokografi (CTG)

Pemeriksaan rutin kardiotokografi tidak dianjurkan. Pemeriksaan dilakukan bila didapatkan indikasi
pada pasien tidak dicurigai infeksi COVID-19. Pada pasien ODP/PDP/Positif COVID-19 dengan gejala
ringan, pemeriksaan CTG dianjurkan saat usia 32-36 minggu (tiap minggu).

Bila gejala sedang atau berat dan dalam perawatan isolasi atau intensif, maka pemantauan
kesejahteraan janin dilakukan dengan pemeriksaan doppler per jam dan/per-shift tim jaga; ATAU
bila memungkinkan pemeriksaan CTG per hari.

1. Pemisahan tim selama jam pelayanan agar mengurangi risiko infeksi silang

a. Metode/Rute Persalinan
Metode persalinan mengacu pada faktor obstetri dan urgensi klinis. Hingga saat ini, belum ada bukti
yang meyakinkan tentang penularan vertikal maternal ke fetal, sehingga persalinan pervaginam tidak
menjadi kontraindikasi pada wanita hamil dengan COVID-19. Tindakan persalinan perabdominam
menjadi pilihan jika dibutuhkan persalinan yang darurat, salah satunya perburukan kondisi maternal,
seperti : perburukan derajat penyakit, gangguan ventilasi mekanik. Kondisi lain yang memerlukan
tindakan persalinan darurat adalah indikasi janin, yaitu gawat janin.

Tindakan persalinan pervaginam atau perabdominam, harus dilakukan dengan alat perlindungan diri
(APD) penuh serta menggunakan kamar bersalin/kamar operasi dengan ventilasi tekanan negatif.

b. Perawatan Bayi Baru Lahir (BBL) dan ASI

Edukasi kepada ibu mengenai potensi penularan SARS CoV-2 dari kontak erat dan droplet perlu
diberikan. Hingga saat ini, tidak didapatkan bukti penularan pemberian ASI ke bayi. Namun,
perawatan gabung atau Kangaroo mother care menjadi pertimbangan karena adanya kontak erat
yang dapat meningkatkan risiko penularan. Pemisahan perawatan bayi baru lahir (BBL) dan
pemberian ASI perah menjadi rekomendasi dalam tatalaksana bayi baru lahir

c. Alur Tata Laksana Kehamilan Ibu Hamil PDP/Positif COVID-19 di IGD

Tata Laksana pada Kehamilan dan Persalinan

Keputusan perlu pertimbangan kondisi ibu, stabilitas janin, dan usia kehamilan.

A. Tata laksana antenatal:

- Prioritas tata laksana utama adalah stabilisasi ibu

- Tata laksana kelainan penyerta yang sesuai, contohnya pre-eklampsia berat

- Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin harus sesuai indikasi

B. Tata laksana persalinan:

- Jika pasien hamil, konsultasi dengan spesialis obstetrik, neonatus, dan intensivist untuk keputusan
persalinan atau terminasi kehamilan.

- Lakukan induksi hingga perawatan pasca-persalinan di ruang isolasi jika menunda dianggap tidak
aman

- Operasi elektif pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir di ruang operasi kebidanan. Ruangan
harus dibersihkan sepenuhnya sesuai standar pasca operasi. Minimalisasi jumlah petugas selama
persalinan, masing-masing lengkap dengan APD sesuai panduan PPI. Patuhi Standard Contact dan
Droplet Precautions.

- Persiapan operasi dilakukan sesuai standar

- Teknik persalinan yang direkomendasikan belum ada yang memiliki bukti klinis kuat - Hanya 1
orang yang menemani pasien dalam persalinan. Orang tersebut harus menggunakan APD dan
diberikan informasi tentang risiko penularan

- Pantau janin secara kontinyu


- Jika terdapat gejala kelelahan ibu atau tanda hipoksia, pertimbangkan percepatan kala II dengan
tindakan operatif per vaginam

C. Tata laksana postpartum:

- Periksa bayi yang lahir dari ibu dengan COVID-19 atau PDP.

- WHO menganjurkan ASI sesuai standar tanpa memandang status COVID-19.

- Pemberian ASI dan kangaroo mother care oleh ibu dengan COVID-19 harus dibarengi dengan
higienitas yang mencakup cuci tangan sebelum menyentuh bayi, serta menggunakan masker ketika
dekat dengan bayi.

- Keputusan menyusui didiskusikan bersama dokter mempertimbangkan risiko kontak dan manfaat
menyusui.

Anda mungkin juga menyukai