Pasien datang ke Poliklinik Psikiatri RS Prof. Dr. V.
L Ratumbuysan 2 hari yang lalu
tepatny pada hari Sabtu, 13 Oktober 2018. Pasien datang ke Poliklinik oleh suaminya karena pasien sering merasa cemas dan takut bila mendengar suara sirine ambulans, suara kucing ,suara burung pada malam hari, dan suara lonceng orang meninggal. Keluhan seperti ini pertama dirasakan pasien pada April 2013. Dimana stressor awalanya pasien sangat merasa kesedihan karena kehilangan anak bungsu kesayangannya yang meninggal karena kecelakaan bermotor pada Desember 2012. Setelah kematian anaknya, pasien sering merasakan nyeri di dada, berdebar-debar, merasa seperti tercekik, mual, berkeringat dingin di tangan dan takut mati. Semenjak saat itu selama 2 tahun apabila muncul gejala-gejala seperti diatas pasien segera masuk rumah sakit dan bolak balik praktik dokter untuk mendapatkan pengobatan namun pasien belum juga menemukan dokter dan obat yang dapat menghilangkan gejala dan kecemasannya. Suatu ketika, tetangga pasien mengusulkan untuk pasien berobat ke RS Prof. Dr V. L Ratumbuysang. Pasien pun diantar ke Poliklinik Rs Prof. Dr. V. L Ratumbuysang pada Mei 2015 dan mendapatkan pengobatan disana. Dari 2015-2017 pasien rutin minum obat,dan kontrol ke poli. Gejala pasien mulai menghilang bahkan pasien sempat menghentikan sendiri pengobatannya karena sudah merasa baikan. 5 bulan kemudian tepatnya Maret 2018 pasien pindah ke rumahnya di Jl.Trans Kalasey dan disana pasien kembali mengalami serangan nya dikarenakan sering mendengar ambulans dan sudah berhenti mengkonsumsi obatnya. Pasien merasa intensitas kecemasan dan ketakutannya lebih sering muncul. Setiap mendengar bunyi ambulans, suara kucing, suara burung pada malam hari dan lonceng orang meninggal, rasa takutnya muncul , pasien merasa sakit dada, berkeringat dingin, sesak, dan gugup sekurang- kurangnya 30 menit. Pasien bingung menjelaskan rasa takutnya, pasien hanya bias menceritakan perasaaan seperti takut untuk mati ketika mendengar hal-hal tersebut. Pasien langsung meminum obat diazepam. Obat yang harusnya 2 kali sehari diminum pasien 7 kali sehari. Akibatnya pasien mengalami ketergantungan obat . menurutnya obat tersebut memberikan kepercayaan diri dan ketenangan untuknya. Pasien kemudian diantar ke rumah sakit Prof. Dr. V. L Ratumbuysang. Ibu pasien pernah mengalami keluhan serupa pada umur 45 tahun selama 7 bulan tapi kemudian sembuh dan tidak pernah merasa keluhan seperti itu lagi.