Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Plasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk


menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh
plasenta, menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas. Ketika villi
chorialis menginvasi hanya miometrium, dikatakan plasenta inkreta; sedangkan
plasenta perkreta menggambarkan invasi miometrium dan serosa, dan kadang-
kadang ke organ-organ yang berdekatan, seperti kandung kemih.1
Secara klinis, plasenta akreta menjadi masalah saat persalinan ketika
plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan
obstetrik yang masif, menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada cidera
ureter, kandung kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan
pernapasan dewasa, reaksi transfusi akut; ketidakseimbangan elektrolit, dan
gagal ginjal. Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta
akreta adalah 3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta
membutuhkan transfusi darah, dan 40% membutuhkan lebih dari 10 unit PRC.
Kematian ibu dengan plasenta akreta dilaporkan setinggi 7%. Kematian ibu
dapat terjadi meskipun perencanaan yang optimal, manajemen transfusi, dan
perawatan bedah. Studi kohort dari 39.244 wanita yang menjalani sesar,
peneliti mengidentifikasi 186 termyata dlakukan cesarean hysterectomy atas
indikasi yang paling sering adalah plasenta akreta (38%).1
Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia.
Seksio sesarea sebelumnya dan operasi intrauterin merupakan faktor risiko
yang paling umum untuk plasenta akreta. Sebuah penelitian baru menunjukkan
bahwa tingkat operasi caesar telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun 1970
menjadi 32,8% pada tahun 2010.2 Jika tingkat operasi caesar terus meningkat
pada tingkat saat ini, lebih dari 50% dari semua kelahiran di AS diperkirakan
dilakukan dengan operasi caesar pada tahun 2020. Hal ini bisa mengakibatkan
lebih dari 4500 kasus plasenta akreta, dan 130 kematian ibu.2

1
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus plasenta akreta pada seorang
wanita 31 tahun yang dirawat di bagian obstetric dan ginekologi RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Istilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke
dinding rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta.
Plasenta akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung
ke miometrium. Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta,
Kedalaman dari invasi plasenta merupakan hal yang penting secara klinis
karena managemen intervensi bergantung padanya. Plasenta akreta dapat
dibagi lagi menjadi plasenta akreta total, plasenta akreta parsial, dan plasenta
akreta fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang terlibat dalam invasi
ke miometrium.3

B. Insiden dan Faktor Risiko


Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus
dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Peneliti telah melaporkan
kejadian plasenta akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-
2002 di Amerika. Hal ini meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1
dari 4.027 kehamilan pada tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510
kehamilan pada tahun 1980. Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta
akreta adalah mereka yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang
disebabkan oleh operasi sesar sebelumnya dengan baik plasenta previa
anterior atau posterior yang melintasi parut uterus. 4

C. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Klinis
Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala.
Gejala yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk
perdarahan vaginal dan kram. 3

3
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta,
dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif
65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%..1
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Tingkat sensitivitas MRI 80%-85% dengan spesifisitas 65%-100%
dalam hal mendiagnosis plasenta akreta.3
3. Pemeriksaan laboratorium
Hung dan temannya (1999) melaporkan 54 kali lipat meningkat risiko
untuk akreta pada wanita dengan plasenta previa. Risiko untuk akreta
meningka 8x lipat bila kadar MSAFP melebihi 2,5 MoM dan
meningkat tiga kali lipat saat usia ibu adalah 35 tahun atau lebih.6
4. Patologi Anatomi
Penegakan diagnosis plasenta akreta secara pasti dibuat berdasarkan
hasil dari patologi anatomi yang diperoleh setelah dilakukan
histerektomi..3
5. Indeks Plasenta Akreta (IPA)
Kemungkinan invasi meningkat dengan meningkatnya skor IPA,
sehingga skor dari 9 meningkatkan kemungkinan 96% dari invasi
plasenta histologis.7

D. Manajemen
1. Manajemen Antepartum
Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan
dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila plasenta akreta tegak
didiagnosi. 4
Timing of delivery harus individual, tergantung pada keadaan dan
preferensi pasien. Salah satu pilihan adalah dengan melakukan terminasi
setelah paru janin matang yang dibuktikan dengan amniosentesis. Pada sebuah
studi yang melibatkan 99 kasus plasenta akreta yang didiagnosis sebelum
persalinan, 4 dari 9 dengan persalinan >36 minggu diperlukan terminasi

4
emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada perdarahan antepartum atau
komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saat akhir prematur dapat diterima
untuk mengurangi kemungkinan persalinan darurat yang terjadi dengan segala
komplikasinya.4

2. Manajemen Preoperatif
Antibiotik profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah
operasi atau kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif
Cystoscopy dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera
saluran kemih. Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap
potensi perdarahan masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam
situasi trauma menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan
fresh frozen plasma harus tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor
koagulasi darah dan unit darah lainnya harus diberikan dengan cepat sesuai
dengan kondisi tanda-tanda vital pasien dan stabilitas hemodinamik pasien.1

3. Manajemen Operatif
Secara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang
dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur
dengan plasenta ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan
dengan morbiditas akibat perdarahan yang signifikan. 5

4. Manajemen Postoperatif
Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda
vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus
diukur melalui kateter urin. Pemantauan vena sentral ,dan penilaian perifer
oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus..
Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk mereka yang membutuhkan
bedrest, dapat mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.4

5
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. MA
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTP
Alamat : Tanamon Utara Jaga 7 Kec Sinonsayang
MRS tanggal : 19 Maret 2018; 21:29 WITA
No. Rekam medik : 52.63.37

B. ANAMNESIS
Anamnesis Umum
Keluhan utama : Keluar air dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dirujuk dari RS Kalooran Amurang
dengan diagnosis, G3P2A0 31 tahun hamil 34-35 minggu. KPD 1 hari + bekas
SC + riwayat asma. Janin intrauterin tunggal hidup letak kepala”. Keluar air
dari jalan lahir sejak 1 hari, Nyeri perut ingin melahirkan (+), pelepasan
lendir dan darah dari jalan lahir (+), Pergerakan janin SMRS (+). Pasien
sudah pernah dirawat di RS Kalooran bulan Februari 2018 karena perdarahan.
Nyeri kepala (-), kejang (-), mual (-), muntah (-) Nyeri ulu hati (-), pandangan
kabur disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit hipertensi (-), DM, jantung, paru-paru dan hati disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit hipertensi (-), DM, jantung, paru-paru dan hati disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Merokok dan konsumsi alkohol di sangkal.

6
Anamnesis Obstetri-Ginekologi
Riwayat Haid
- Menarche : 12 tahun
- Siklus haid : Teratur setiap bulan (siklus 28 hari)
- Lama haid : 4-5 hari
- Banyak haid : 2-3 pembalut/hari
- HPHT : 3 Agustus 2017
Riwayat Perkawinan dan Kehamilan
- Menikah :1x, selama 12 tahun.
G3P2A0
- P1 : 2006/ Rumah/ Aterm/ Spt LBK/ Bidan/ ♀ / 2200g/ Sehat
- P2 : 2014/ RS Kalooran/ Aterm/ SC/ Dokter/ ♂/ 2500g/ Meninggal
- Riwayat Abortus (-)
- ANC : 5x di RS Kalooran Imunisasi TT (2x)
Riwayat KB
- Riwayat KB Pil (2014, Selama 4 tahun)

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Preasens
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis (E4 M6 V5)
Tekanan darah : 125/70 mmHg
Nadi : 83 kali/menit, reguler
Respirasi : 24 kali/menit, teratur
Suhu badan : 36,5oC
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 158 cm
IMT : 28,04 kg/m2

2. Status Generalis
Kepala : dbn
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Hiperemis (-/-)

7
Telinga : Sekret (-/-)
Mulut : Karies (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : dbn
Cor : Bunyi Jantung Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Sp. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Pemeriksaan leopold, TFU: 27 cm
Perkusi : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Oedem (-)

3. Status Obstetrik
Pemeriksaan Leopold :
Leopold I TFU : 27 cm, dan fundus uteri kosong
Leopold II  Punggung kiri kesan keras, bundar dan melenting.
Punggung Kanan kesan lunak, kurang bundar, dan kurang
melenting
Leopold III  Teraba tahanan memanjang.
Leopold IV  Teraba tahanan memanjang dan belum masuk PAP.
Inspekulo : Tampak cairan keluar dari OUE, OUE Terbuka, portio
livide (+)
VT : EFF 75%, Pembukaan 1-2 cm, Ketuban (-),sisa putih
keruh, PP masih tinggi

8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (19 Maret 2018 jam 19.08 WITA)
Darah Urinalisa
Leukosit : 18.0 103/µL Makroskopis:
Eritrosit : 3.87 x 106/µL Warna : Kuning Muda
Hemoglobin : 11.1 g/dL Kekeruhan : Jernih
Hematokrit : 34 % Mikroskopis:
Trombosit : 340 103µL Eritrosit : 5-6/LPB
MCH : 28.7 pg Leukosit : 10-20/LPB
MCHC : 32.7 g/dL Epitel : 2-3/lpk
MCV : 87.8 fL Bakteri : Negatif
Jamur : Negatif
PT Amoeba : Negatif
@Detik : 11.9detik Kimia:
@INR : 0.93 detik Berat Jenis : 1010
pH :8
APPT : 23.4 detik
Leukosit : 2+
Nitrit : negatif
Protein : negatif
Glukosa : negatif
Keton : 3+
Urobilinogen : negatif
Bilirubin : negatif
Darah/ Eritrosit : 1+

9
USG (19 Maret 2018):

Janin Intra Uterine Tunggal.

FM (+), FHM (+)

BPD : 8 cm

AC : 30,5 cm

FL : 6,7 cm

EFW : 2300-2400 gr

AFL : >2 cm

Plasenta : insersi di Endometrium gr II-III

Kesan: Hamil 34-35 minggu + Letak lintang + Oligohidramnion (Riw KPD)

E. RESUME MASUK
Pasien merupakan rujukan dari RS Kalooran,dengan diagnosis G3P2A0 31
tahun hamil 35-36 minggu Inpartu Kala I + bekas SC + riwayat asma . Janin
intrauterin tunggal hidup letak lintang + Oligohidramnion. MRS tanggal 19
Maret 2018 jam 19:29 WITA. Pasien datang dengan keluhan keluar air dari
jalan lahir sejak 1 hari, nyeri perut ingin melahirkan (+), pelepasan lendir dan

10
darah dari jalan lahir (+), pergerakan janin SMRS (+). Pasien sudah pernah
dirawat di RS Kalooran bulan Februari 2018 karena perdarahan. Keluhan
penyerta seperti nyeri kepala , kejang, mual, muntah, nyeri ulu hati, dan
pandangan kabur disangkal. Saat dirujuk ke RSUP Prof.Dr. Kandou pasien
sudah terpasang IVFD RL 28 gtt dan telah di injeksi Ceftriaxone 2x1 gr
secara intravena. Pasien juga sudah diberikan terapi nifedipin 10 mg (tanggal
19 Maret 2018; 17:00 WITA).
Pemeriksaan obstetrik didapatkan perut terlihat membesar asimetris pada
inspeksi. Pada pemeriksaan Leopold I TFU 27cm dan fundus uteri kosong..
Pada pemeriksaan Leopold II, sebelah kiri kesan keras, bundar dan melenting,
sebelah kanan kesan lunak, kurang bundar, dan kurang melenting. Pada
Leopold III teraba tahanan memanjang. Leopold IV teraba tahanan
memanjang dan belum masuk PAP. Belum didapatkan adanya his. BJJ: 145-
150x/menit. Pemeriksaan dalam didapatkan EFF 75%, pembukaan 1-2 cm,
ketuban (-) sisa putih keruh, PP masih tinggi. Pemeriksaan USG pada pasien
didapatkan kesan hamil aterm janin intrauterin tunggal hidup letak lintang +
oligohidramnion.

F. DIAGNOSIS
G3P2A0 31 tahun hamil 35-36 minggu inpartu kala I + Bekas SC + Riwayat
asma . Janin intrauterin tunggal hidup letak lintang + oligodiramnion.

Sikap:

- Sectio sesarea cito


- Antibiotik Ceftriaxone 2x 1 gr
- Cek lab, UL, EKG, Crossmatch, NST
- Konseling Informed consent, sedia darah persedian operasi
- Observasi TTV, His, BJJ
- Lapor DPJP  advis : Seksio sesarea cito

G. LAPORAN OPERASI

11
Status Pre Operasi
Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 85 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36.7⁰C

Diagnosis Prabedah G3P2A0 31 tahun hamil post SCTP atas indikasi


lentak lintang + bekas sc + riwayat asma.
Janin intrauterine tunggal hidup letak lintang.

Diagnosis Pascabedah P3A0 31 tahun post SCTP atas indikasi letak lintang +
bekas SC + Post HT subtotalis atas indikasi Plasenta
Akreta

Tanggal operasi 20/03/2018 Jam operasi dimulai Jam operasi selesai


02.07 04.15

Tindakan Operasi Sectio Caesarea dan Histerektomi Subtotalis

Dokter Penanggung dr. Abraham Maukar, Sp.OG


Jawab

Laporan Operasi

Pasien dibaringkan terlentang di atas meja operasi. Dilakukan tindakan


desinfeksi pada daerah abdomen dan sekitarnya. Abdomen di tutup dengan dock steril ,
kecuali lapang pandang operasi. Dalam keadaan spinal anestesi dilakukan insisi
pflmenstiel. Insisi pfamenstiel di perdalam lapis demi lapis sampai fascia. Fascia dijepit
kocher, digantung kecil lalu di perlebar kekiri dan kanan, tmpak otot. Otot disisihkan
secara tumpul ke lateral . peritoneum dijepit dengan 2 pinset. Diangkat, setelah yakin
tidak ada jaringan usus dibawahnya , digunting kecil lalu di perlebar keatas dan
kebawah. Haag abdomen dipasang , tampak uterus gravidarum. Identifikasi plika vesika
uterium, plika vesika uterine dijepit dengan pinset, digantung kecil lalu di perlebar kekiri
dan kekanan. Plika vesika uterine disisihkan kebawah dan dilindungi dengan haag

12
abdomen. Identifikasi SBR, dilakukan transisi semilunar pada SBR, insisi diperdalam
dengan cavum uterine di tembus secara tumpul. Keluar cairan ketuban berwarna putih
keruh.identifikasi janin letak lintang . janin dilahirkn dengan menaic klem jam 02.12
lahir bayi laki-laki/ SCTP/2200 gram/ 45 cm/ 6-8. Sementara jalan nafas dibersihkan
dengan penghisap lendir, tali pusat dijepit dengan umbilical klem dan klem kocher lalu
digantung diantara kedua klem tersebut. Selanjutnya bayi diserahkan kepada sejawat
neonati untuk perawatan selanjutnya. Identifikasi plasenta implantasi di korpus posterior
meluas ke lateral . plasenta sulit dilepaskan. Eksplorasi kesan plasenta akreta. Eksplosari
uterus, tampak perlekatan luas SBR dengan vesika urinaria dan usus. Diputuskan
dilakukan histerektomi subtotalis. Ligamentum rotundum kiri dijepit dengan 2 klem,
digunting dan dijahit. Demikian juga pada sisi kanan. Identifikasi plika vesika uterine,
dijepit dengan pinset dan diperluas ke kiri dan kekanan. Sampai pangkal ligamentum
rotundum. Vesika urinaria disisihkan ke bawah ligamentum latun kiri dan kanan di tebus
secara tumpul untuk dibuat jendela. Pangkal tuba, ligamentum ovarii propin kiri dijepit 3
klem, digantung dam dijahit ligasi. Identifikasi arteri uterine. Sisi kiri dijepit 3 klem
digunting dan dijahit double ligasi. Demikian juga pada sisi kanan. Ligamentum
kardimole sisi kiri dijepit 2 klem, digunting dan dijahit demikian juga pada sisi kanan.
Corpus uteri diklem dengan 2 klem bengkok dan dipotong, pangkal sisa korpus uteri
dijahit jelujur. Kontrol perdarahan (-) rongga abdomen dibersihkan dari sisa darah dan
bekuan darah. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. Peritoneum dijahit jelujur
dengan chronic catgut 2/0 tapper. Otot dijahit secara simpul dengan chronic catgut 2/0
tapper. Fascia dijahit secara jelujur dengan safil 1 tapper. Lemak dijhit simpul dengan
plain catgut 2/0 tapper. Kulit dijahit dengan subkutikuler dengan chronic catgut 2/0
cutting. Luka operasi ditutup dengan kassa steril. Operasi selesai.

KU Post Operasi :

T : 105/60 mmHg

N : 120 kali/menit

R : 18 kali/menit

S: 36,7oC

13
Perdarahan : 2000 cc

Diuresis : 100 cc

Instruksi Post Operasi :

- IVFD RL : D5 →2 : 2 → 20 gtt/menit
- Ceftriaxone 2 x 1 gr iv selama 2 hari
- Metronidazole 2 x 500 mg iv selama 1 hari
- Kaltrofen 1 x 2 supp rectal selama 2 hari
-Asam traneksamat 3 x 500 mg iv selama 1 hari
- Cek DL 6 jam post op
- Cek Hb, Hb< 8 gr/dL, transfusi PRC
- Observasi TNRS, Perdarahan

Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi (20 Maret 2018)

- Leukosit : 21.000 /uL


- Eritrosit : 3.18 10^6/uL
- Hemoglobin : 8.4 g/dL
- Hematokrit : 18.9 %
- Trombosit : 154.000/uL
- MCH : 29.3 pg
- MCHC : 33.8 g/dL
- MCV : 86.5 fL

14
H. FOLLOW UP
Ruangan PACU : 20 Maret 2018 (07.00 WITA)
S : Nyeri luka post operasi VAS : 2
07.00
O : KU Cukup, Kesadaran CM
TD : 105/65 mmHg R : 20x/mnt
N :98x/mnt S : 36,5OC
Kepala : Mata Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Luka post operasi tertutup kasa steril
Urine : 60 cc/jam
A : P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu Post caesarian HT 3 jam atas indikasi
Plasenta akreta
Lahir bayi/ ♂/2200gram/45cm/AS 6-8
P: - Terapi Injeksi
- Mobilisasi bertahap
- Cek DL 6 jam post transfuse
- Obs TTV, Perdarahan, produksi urine

Rabu, 21 Maret 2018


07.00 S : Nyeri luka operasi VAS : 1
O : KU Cukup, Kesadaran CM
TD : 100/60 mmHg R: 18 x/menit
N : 80x/menit S: 36,5 oC
Kepala : Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen : Kontraksi baik
Luka operasi terawat
A: P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu post SCTP + Histerektomi subtotalis H 2 atas
indikasi plasenta akreta + letak lintang + bekas SC + anemia
Lahir bayi/ ♂/ SCTP/ 2200gram/ 45cm/ AS 6-8
P: - Terapi antibiotic oral
- Tablet penambah darah
- Rencana transfusi PRC 1 kantong
- Observasi TTV, Kontraksi, Perdarahan

15
Kamis, 22 Maret 2018
S: Nyeri luka operasi VAS : 1

08.00 O : KU Cukup, Kesadaran CM


TD : 115/70 mmHg R: 18 x/menit
N : 88x/menit S: 36,5 oC
Kepala : Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi baik
Luka operasi terawat
A: P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu post SCTP + Histerektomi subtotalis H 3 atas
indikasi plasenta akreta + letak lintang + bekas SC + anemia
Lahir bayi/ ♂/ SCTP/ 2200gram/ 45cm/ AS 6-8
P: - Terapi antibiotik oral
- Terapi analgesik oral
- Rencana transfusi PRC 1 kantong
- Observasi TTV, Kontraksi, Perdarahan

Jumat , 23 Maret 2018


S: Nyeri luka operasi -
O : KU Cukup, Kesadaran CM
08.00
TD : 118/68 mmHg R: 18 x/menit
N : 86x/menit S: 36,5 oC
Kepala : Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi baik
Luka operasi terawat
A: P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu post SCTP + Histerektomi subtotalis H 4 atas
indikasi plasenta akreta + lentang lintang + bekas SC
Lahir bayi/ ♂/SCTP/2200gram/45cm/AS 6-8
P: - Terapi antibiotic oral
- R/ rawat jalan

16
Jumat , 24 Maret 2018
07.00
S: Nyeri luka operasi -
O : KU Cukup, Kesadaran CM
TD : 118/68 mmHg R: 18 x/menit
N : 86x/menit S: 36,5 oC
Kepala : Mata Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi baik
Luka operasi terawat
A: P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu post SCTP + Histerektomi subtotalis H 4 atas
indikasi plasenta akreta + lentang lintang + bekas SC
Lahir bayi/ ♂/SCTP/2200gram/45cm/AS 6-8
P: - Terapi antibiotic oral
- Rawat jalan

17
I. FOLLOW UP PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (24 Maret 2018 jam 14.45 WITA)
Darah Urinalisa
Leukosit : 10 x 103/µL Makroskopis:
Eritrosit : 4.87 x 106/µL Warna : Kuning Muda
Hemoglobin : 12 g/dL Kekeruhan : Jernih
Hematokrit : 38 % Mikroskopis:
Trombosit : 340 103µL Eritrosit : 5-6/LPB
MCH : 28.7 pg Leukosit : 10-20/LPB
MCHC : 32.7 g/dL Epitel : 2-3/lpk
MCV : 87.8 fL Bakteri : Negatif
Jamur : Negatif
PT Amoeba : Negatif
@Detik : 11.9detik Kimia:
@INR : 0.93 detik Berat Jenis : 1010
pH :8
APPT : 23.4 detik
Leukosit : 2+
Nitrit : negatif
Protein : negatif
Glukosa : negatif
Keton :negatif
Urobilinogen : negatif
Bilirubin : negatif
Darah/ Eritrosit :negatif

18
BAB III

PEMBAHASAN

Yang akan dibahas dalam diskusi ini adalah :

1. Faktor resiko

2. Diagnosis

3. Penanganan

4. Komplikasi

5. Prognosis

A. Faktor Resiko
Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta akreta adalah mereka
yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi
sesar sebelumnya. 4
Tabel 1. Frekuensi plasenta akreta terkait jumlah kelahiran operasi sesar
dan dengan atau tanpa plasenta previa

Operasi Sesar Plasenta Previa Tanpa Plasenta Previa

Pertama 3.3 0.03


(Primer)

Kedua 11 0.2

Ketiga 40 0.1

Keempat 61 0.8

Kelima 67 0.8

> 6 kali 67 4.7

Dikutip dari The American Institute of Ultrasound in Medicine4

19
Faktor risiko tambahan yang dilaporkan untuk plasenta akreta meliputi
usia ibu (>30 tahun) , multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya, kuretase
uterus sebelumnya, ablasi endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma,
anomali rahim, hipertensi dalam kehamilan, dan merokok.4
Pada kasus pasien memiliki resiko tinggi yaitu telah memiliki riwayat
operasi sesar sebelumnya pada tahun 2014 di RS Kalooran dengan berat badan
lahir 2500 gram. Selain itu pasien juga memiliki faktor resiko lainnya yaitu
usia ibu lebih dari 30 tahun .

B. Diagnosis
Diagnosis pada kasus plasenta akreta ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kebanyakan pasien dengan
plasenta akreta tidak menunjukkan gejala. Gejala yang berhubungan dengan
plasenta akreta biasanya berupa perdarahan vaginal dan kram.5 Pada kasus
pasien datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahir sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri pada perut, dan pasien sudah pernah dirawat di RS
Kalooran bulan Februari 2018 karena perdarahan. 4

Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis


plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi
positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%.4

Tabel 2. Temuan USG yang menunjukkan adanya plasenta akreta

1 Hilangnya zona retroplasenta hipoekhoik normal

2 Lakuna dengan vaskularisasi multipel (ruang


vascular ireguler) di plasenta, memberikan
gambaran “keju Swiss”

3 Pembuluh darah atau jembatan jaringan plasenta-


tepi plasenta, gambaran myometrium-kandung
kemih atau serosa uterus menyilang

4 Ketebalan myometrium retroplasenta < 1 mm

20
5 Gambaran pembuluh koheren yang beragam
dengan Doppler 3D di basal

Dikutip dari American Journal of Obstetrics and Gynaecology4

Pada kasus kesan USG yang didapatkan hamil 34-35 minggu + letak
lintang + Oligohidramnion dengan plasenta insersi di endometrium grade II-
III. Kasus plasenta akreta ini sulit diidentifikasi dikarenakan posisinya terapat
pada daerah posterior, sehingga saat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi
tidak dapat teridentifikasi dengan jelas.

C. Penanganan
Penanganan pada pasien dengan plasenta akreta meliputi manajemen
antepartum, manajemen preopertif, dan manajemen operatif. Pada
manajemen antepartum, karerena perdarahan yang signifikan umum terjadi
dan ada kemungkinan dilakukan sesarean histerektomi akan diperlukan bila
plasenta akreta tegak didiagnosis, wanita dengan dicurigai plasenta akreta
harus dijadualkan untuk ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah yang
lengkap dan memiliki bank darah yang dapat memfasilitasi transfusi jumlah
besar berbagai produk darah. Suplementasi dengan besi oral dianjurkan untuk
memaksimalkan simpanan zat besi dan daya dukung oksigenasi.4
Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia.
Secara klinis, plasenta akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta
tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik
yang masif, menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada cidera ureter,
kandung kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan
pernapasan, reaksi transfusi akut, ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal
ginjal. Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta
akreta adalah 3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta
membutuhkan transfusi darah, dan 40% membutuhkan lebih dari 10 unit PRC.
Kematian ibu dengan plasenta akreta dilaporkan setinggi 7%. Kematian ibu
dapat terjadi meskipun perencanaan yang optimal, manajemen transfusi, dan
perawatan bedah. Studi kohort dari 39.244 wanita yang menjalani sesar,

21
peneliti mengidentifikasi 186 termyata dlakukan cesarean hysterectomy atas
indikasi yang paling sering adalah plasenta akreta (38%).5

Pada kasus ini pasien didiagnosis G3P2A0 31 tahun hamil post SCTP
atas indikasi lentak lintang + bekas sc + riwayat asma. Diagnosis
plasenta akreta kemudian ditegakkan saat operasi ditemukan adanya
plasenta yang sulit untuk dilepaskan. Saat diidentifikasi, plasenta
implantasi di korpus posterior meluas ke lateral. Pada ek splorasi uterus,
tampak perlekatan luas SBR dengan vesika urinaria dan usus. Diputuskan
dilakukan histerektomi subtotalis. Setelah operasi, pasien kemudian di
observasi tanda-tanda vital, kontaksi, perdarahan dan di periksa darah
lengkapnya. Pasien kemudian diberkan terapi antibiotic oral, tablet penambah
darah, transfusi PRC sampai Hb ≥ 10, dan dirawat luka.

22
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pasien di diagnosis dengan P3A0 31 tahun hamil 35-36 minggu post SCTP +
Histerektomi subtotalis H 4 atas indikasi plasenta akreta + lentang lintang + bekas
SC. Lahir bayi/ ♂/SCTP/2200gram/45cm/AS 6-8. Pada pasien dilakukan tindakan
sectio caesarea dan histerektomi subtotalis. Histerektomi subtotalis dilakukan
karena saat di eksplorasi didapatkan perlekatan plasenta yang sulit dilepaskan
selain itu saat uterus di sehubungan dengan di temukannya perlekatan plasenta
yang sulit dilepas. Pasien kemudian dirawat di ruangan pemulihan dengan
observasi tanda-tanda vital dan dilanjutkan dengan perawatan di bangsal selama 4
hari post operasi.

B. Saran
Diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam melakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang terutama dalam mendiagnosis plasenta akreta,
mengingat banyaknya komplikasi yang dapat terjadi apabila tidak di tatalaksana
dengan trepat. .Diperlukan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) yang baik
pada pasien dan keluarga untuk mengoptimalkan kesejahteraan pasien baik
sebelum, selama maupun setelah pengobatan.Selain itu penyuluhan mengenai
Plasenta akreta penting dilakukan.Serta edukasi para ibu hamil tentang pentingnya
peran pemeriksaan antenatal yang bermutu dan teratur demi keselamatan ibu dan
bayi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. InfoDatin. 2014. Situasi Kesehatan IBU. Jakarta: Pusat data dan informasi
kementrian kesehatan RI.
2. Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. Edisi 4.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. h.531-461.
3. Wibowo N, Irwinda R, Frisdiantiny E, Karkata MK, Mose CJ, Chalid MT,
dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Pre-eklampsia. POGI, Jakarta. 2016.
4. Wiknyosastro Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Trijatmi Rochimhadhi; Ilmu
Kebidanan. Ed.4, Jakarta, 2009.
5. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi JM. Preeclampsia :
pathophysiology, diagnosis, and management. Vascular Health and Risk
Management. 2011;(7):467-74.
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman
BL dkk. Williams Obstetrics. Edisi 24. USA: McGraw-Hill Education;
2014. h. 728-69.
7. Khan H, Ramus RM. HELLP Syndrome: Background, Pathophysiology,
Etiology. Medscape. 2015; 1-3.

24

Anda mungkin juga menyukai