SOLUSIO PLASENTA
TUTOR : dr. Leonardo W Permana, MARS
oleh :
Tuti Seli Sugiarti
10101023
: 131100438
b. Nama
: Ny. S
c. Usia
: 27 tahun
d. Alamat
:-
e. Agama
: Islam
f. Jenis kelamin
: Perempuan
g. Pekerjaan
:-
h. Status
: Menikah
i. Tanggal masuk
: 21-11-2013
j. Tanggal keluar
: 24-11-2013
2. Keluhan utama
Pasien ibu hamil masuk via UGD dengan keluhan keluar darah dari kemaluan
sejak 1 jam yang lalu.
3. RPS
Keluar darah dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu, Keluar darah banyak
sekitar 2 kali ganti duk awalnya hanya keluar. Keadaan yang memperberat
dan memperingan (-), BAB (+), BAK (+).
4. RPD
Riwayat DM (-)
5. RPK
6. Riwayat alergi
7. Riwayat psikososial
Merokok (+)
Alkohol (+)
8. Riwayat Haid
HPHT : 15/12/12
Siklus 28 hari
Dismenorhea (-)
9. Riwayat kehamilan
Hamil 1 : normal
Hamil 2 : normal
Hamil 3 : sekarang
Tidak ditanyakan
Tidak ditanyakan
B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: compos mentis
3. Vital sign
a. Suhu
: 36,50C
3
b. TD
: 100/90 mmHg
c. RR
: 30 x/menit
d. HR
: 120 x/menit
4. Status generalisata
a. Kulit
: DBN
b. Kepala
: DBN
c. Mata
d. Hidung
: DBN
e. Telinga
: DBN
f. Mulut
: DBN
g. Tenggorokan
: DBN
h. Leher
: DBN
i. Thorax
:
Paru paru
: DBN
Pa
: DBN
Pr
: DBN
Au
: DBN
Jantung
I
: DBN
Pa
: DBN
Pr
: DBN
Au
: DBN
Persarafan
Motorik : DBN
Sensorik : DBN
Genitourinaria
I
: DBN
Pa : DBN
Pr
-
: DBN
Muskuloskeletal
4
: 9,2 mg/dl
b. Gol. Darah
: B (Rh +)
c. Leukosit
: 9,57
d. LED
:-
e. Trombosit
: 239.000
f. Ht
: 30%
g. Eritrosit
: 4,44
h. Diff count
: eos (1), bas (0), stab (5), seg (57), lim (30), mon (7)
i. CT
: 4 menit
j. BT
: 2 menit
c. Lactamor 3x1
d. Becomc 1x1
Hari II :
a. Ceftriaxon 2x1
b. Gentamisin 2x1
c. Kycin 2x1 (skin test)
d. Pronalgis supp 3x1
2. Operasi SC (cito) Solusio Plasenta
3. Pra operasi : Gentamisin + dexametason + Ceftriaxon
Tanda vital : TD : 110/70, N : 80 x/menit, RR : 16 x/menit
4. Pasca operasi
Kesadaran : CM
Jalan nafas : spontan
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum
janin lahir. Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin
lahir. Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan
didiagnosis sebagai abortus imminens.
2. EPIDEMIOLOGI
Insiden solusio plasenta bervariasi, antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan.
Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio
plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan. Beberapa penelitianmelaporkan insidensi
solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Disini terlihat bahwa tidak
ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria
dalam menegakkan diagnosis.
Di Parkland Memorial Hospital terjadi 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi
seiring dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan
kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan . Menurut hasil penelitian yang
dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di
Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang dilakukan
oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5%
terjadi kasus solusio plasenta.
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus
kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Pada tabel 2.1 dapat dilihat bahwa solusio plasenta menempati tempat
pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan
dalam masa kehamilan.
Di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta didapat
angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta
terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio
plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat.
Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita
terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan
sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya. Sedangkan penelitian
yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004
dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam
256 persalinan.
3. ETIOLOGI
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa kondisi yang menjadi predisposisi :
Hipertensi kronis dan preeklamsia
Bertambahnya usia dan paritas ibu
Trauma
Merokok dan penggunaan kokain
Dekompresi uterus yang mendadak
Tekanan pada vena kava inferior karena pembesaran uterus.
Pernah mengalami solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya.
Anomali uterus atau tumor uterus
Malnutrisi/defisiensi gizi.
Para ahli juga mengemukakan teori mengenai penyebab solusio plasenta : Akibat
turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruangan
interviller, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum
menjadi nekrosis, spasme hilang dan darah kembali ke dalam intervili, namun
pembuluh darah distal tadi sudah sedemikian rapuh sehingga mudah pecah,
kemudian terbentuk hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim.
Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retroplacenter.
4. FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya solusio plasenta :
Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada
separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi
8
5. PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh
darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik
terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan mendesak
jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala
dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang
pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan
darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terusmenerus karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu
berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya hematom subkhorionik akan
bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan lepas dari
dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, keluar melalui
vagina atau menembus masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan
ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung
hebat akan terjadi Uterus Couvelaire, dimana seluruh permukaan uterus akan tampak
bercak kebiruan atau berwarna ungu.
Uterus seperti ini akan terasa sangat tegang dan nyeri dan akan
mengganggu kontraktilitas uterus setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan
terjadi perdarahan post partum yang hebat. Akibat kerusakan miometrium dan bekuan
retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran
darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan
menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada
keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan
pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
6. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran
klinis
dari
kasus-kasus
pengelompokannya menurut gejala klinis :
10
solusio
7. KLASIFIKASI
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan
plasenta :
Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
11
12
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda
terbanyak dari kasus solusio plasenta. Berdasarkan kepada gejala-gejala dan tandatanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan
diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan
ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang
datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita
menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan palpasi perut sulit
meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara
lain:
a. Anamnesis
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat melokalisir
tempat mana yang paling sakit.
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (nonrecurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna
kehitaman .
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak
bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat
anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
c. Palpasi
- Fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas
140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih
dari sepertiga.
13
e. Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik
sewaktu his maupun di luar his.
- Apabila ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini
akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini
sering meragukan dengan plasenta previa.
f. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok.
Nadi cepat, kecil dan filiformis.
g. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan leukosit.
- Darah : Hb menurun (anemia), periksa golongan darah, lakukan cross-match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes
kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O
mg%).
h. Pemeriksaan plasenta
Saat setelah bayi dan plasenta lahir, periksa plasentanya. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah
beku di belakang plasenta., yang disebut hematoma retroplacenter.
i.
-
9. PENATALAKSANAAN
Penanganan solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:
Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta
14
15
10. KOMPLIKASI
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu :
Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah selesai sekalipun, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala
III dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat
keadaan syok sering tidak sesuai dengan proporsi perdarahan yang terlihat. Titik
akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan
segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka
kematian dan kesakitan ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat.
Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal,
tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan
yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya
perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan
darah. Pemberian
terapi cairan
bertujuan
mengembalikan
stabilitas
hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini
pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah
segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet
dan faktor pembekuan.
Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering pada solusio plasenta, pada
dasarnya disebabkan hipovolemia oleh karena perdarahan. Biasanya terjadi
nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong
dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok
dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya
dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi
penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi
hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134
kasus solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada
16
wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%.
Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi
gangguan pembekuan darah.
Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi
biru yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus
diangkat atau tidak tergantung pada kesanggupannya menghentikan perdarahan
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Gary Cunningham,F.Gant N. (et al), alih bahasa, andry hartono, Y. Joko S (et al). 2006.
Obstetri William Edisi 21. Jakarta : EGC
2. Llewellyn JD. 2009. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
3. Oxorn H. 2008. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia
Medika.
4. Mose JC. 2010. Perdarahan Antepartum dalam: Sastrawinata S. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.
5. Varney H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan vol. 1. Jakarta: EGC.
18