Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2019


UNIVERSITAS TADULAKO

PIVAI Post SC Dan Histerktomi Subtotal a.i Ruptur

Uteri+IUFD+Makrosomia

Disusun Oleh :
ISMAIL
N 111 17 024

Pembimbing Klinik :
dr. NI MADE ASTIJANI GIRI, Sp.OG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : ISMAIL
No. Stambuk : N 111 17 024
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Kedokteran
Judul Referat : PIVAI Post SC Dan Histerektomi Subtotal a.i Ruptur Uteri+

IUFD + Makrosomia

Bagian : Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Bagian Ilmu Kandungan dan Penyakit Kandungan


RSUD Undata Palu
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, Mei 2019

Pembimbing Klinik Ko – Assisten

dr. Ni Made Astijani Giri, Sp.OG ISMAIL


N 111 17 024

2
PENDAHULUAN

Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di


samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang obstetri dapat
dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda (kurang dari 22 minggu),
perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca persalinan.

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan
pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada
kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan
pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. Penyebab kematian
janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit
kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus.

Penelitian deskriptif tentang profil kematian janin dalam rahim di Rumah


Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung periode 2000- 2002 mendapatkan 168 kasus
kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan. Selain itu evaluasi di RSHS dan 3
rumah sakit lain pada periode 1999-2003 menunjukkan insiden kasus ruptur uteri di
RSHS 0,09% (1:1074) dan di rumah sakit lain sedikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1:996).
Maka dari itu dapat disimpulkan, kasus ruptur uteri memberi dampak yang negatif baik
pada kematian ibu maupun bayi.
Maka sebab itulah dibuat referat ini untuk membahas lebih lanjut mengenai
rupture uteri, faktor resikonya, etiologinya, bagaimana mendiagnosisnya serta
penatalaksanaannya.

3
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau

persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu.

Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga

peritoneum dapat berhubungan.Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah

keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga

amnion dan rongga peritoneum.Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya

ikut ruptur dengan demikian janin sebagia atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh

kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen.

Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi

oleh peritoneum viserale.Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam

rongga peritoneum. Apabila pada rupture uteri peritoneum pada permukaan uterus

ikut robek, hal tersebut dinamakan rupture uteri komplet.

Pada dehisens (regangan) dari parut bekas bedah sesar kantong ketuban juga

belum robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka disebut telah terjadi

ruputura uteri pada parut.Dehisens bisa berubah jadi ruputura pada waktu partus atau

akibat manipulasi pada rahim yang berparut, biasanya bekas bedah sesar yang

lalu.Dehisens terjadi perlahan, sedangkan ruptura uteri terjadi secara dramatis.Pada

dehisens perdarahan minimal atau tidak berdarah, sedangkan pada ruptur uteri

perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan baru yang

meluas.

4
EPIDEMIOLOGI

Terjadinya rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih

merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinya. Kematian ibu

dan anak akibat rupture uteri masih tinggi. Sebuah kajian deskriptif tentang profil

kematian janin dalam rahim di RS Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 men-

dapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan.Penyebab

kematian janin dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan

penyulit kehamilan ruptur uteri dan penyulit medis diabetes melitus.

Lebih lanjut, dilakukan pula evaluasi kasus ruptur uteri di RS Hasan Sadikin

dan 3 rumah sakit jejaringnya pada periode 1999-2003. Hasilnya, insiden kasus

ruptur uteri di RS Hasan Sadikin 0,09% (1 : 1074). Insiden di rumah sakit jejaring se-

dikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1:996). Di RSHS, tidak didapatkan kematian ibu, se-

dangkan di 3 rumah sakit jejaring didapatkan sebesar 0,4%. Sebaliknya, kematian pe-

rinatal di RSHS mencapai 90% sedangkan di rumah sakit jejaring 100%. Maka dari

itu dapat disimpulkan, kasus ruptur uteri memberi dampak yang negatif baik pada

kematian ibu maupun bayi.

KLASIFIKASI

1. Menurut sebabnya :

a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil

i. pembedahan pada miometrium : seksio sesarea atau

histerektomi, histerorafia, miomektomi yang sampai

5
menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua

uterus atau bagian interstisial, metroplasti.

ii. Trauma uterus koinsidensial : instrumentasi sendok kuret atau

sonde pada penanganann abortus, trauma tumpul atau tajam

seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada kehamilan

sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy).

iii. Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim (born) yang

tidak berkembang

b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan

i. sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus

menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk

merangsang persalinan, trauma luar tumpul atau tajam, versi

luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion

atau kehamilan ganda.

ii. Dalam periode intrapartum : versi-ekstraksi, ekstraksi cunam

yang sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang

menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim,

tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam

melakukan manual plasenta.

iii. Cacat rahim yang didapat : plasenta inkreta atau perkreta,

neoplasia trofoblas, gestasional, adenomiosis, retroversio

uterus gravidus inkarserata.

2. Menurut Lokasinya :

6
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah

mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ),

miemektomi

b. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang

sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis

dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya

c. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi

forseps atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap

d. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina.

3. Menurut etiologinya :

a. Ruptur uteri spontanea

Rupture uteri spontanea dapat terjadi akibat dinding rahim yang lemah

seperti pada bekas operasi sesar, bekas miomektomi, bekas perforasi

tindakan kuret atau bekas tindakan plasenta manual. Rupture uteri

spontan dapat pula terjadi akibat peregangan luar biasa dari rahim

seperti pada ibu dengan panggul sempit, janin yang besar, kelainan

kongenital dari janin, kelainan letak janin, grandemultipara dengan

perut gantung (pendulum) serta pimpinan persalinan yang salah.

b. Ruptur uteri violenta

Rupture uteri violenta dapat terjadi akibat tindakan – tindakan seperti

misalnya Ekstraksi forceps, versi dan ekstraksi ,embriotomi ,braxton

hicks version, manual plasenta,kuretase ataupun trauma tumpul dan

tajam dari luar.

ETIOLOGI

7
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada

sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang

masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada

persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus

percobaan atau persalinan dirangsang dengan oksitosin atau sejenisnya.

Pasien yang berisiko tinggi antara lain :

A. persalinan yang mengalami distosia, grande multipara, penggunaan oksitosin

atau prostaglandin untuk mempercepat persalina

B. pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio

sesarea atau operasi lain pada rahimnya

C. pernah histerorafi

D. pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan

sebagainya.

Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea

klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always Sesarean Section. Pada

keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan)

untuk mencegah ruputura uteri dengan syarat janin sudah matang.

8
Gambar 1. Klasik dan low transverse insisi pada bedah sesar
(sumber : www.healthyrecipesdiary.org)

PATOFISIOLOGI

Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian,

dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus

uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri

terdorong ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar

dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi

segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang

membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi.

Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab

(misalnya : panggul sempit atau kepala besar) maka volume korpus yang bertambah

mengecil pada waktu ada his harus diimbangi perluasan segmen bawa rahim ke atas.

Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologis semakin meninggi kearah pusat

melewati batas fisiologis menjadi patologis yang disebut lingkaran bandl (ring van

bandl). Ini terjadi karena, rahim tertarik terus menerus kearah proksimal tetapi

tertahan dibagian distalnya oleh serviks yang dipegang ditempatnya oleh ligamentum

9
– ligamentum pada sisi belakang (ligamentum sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri

(ligamentum cardinal) dan pada sisi dasar kandung kemih (ligamentum

vesikouterina).

Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin tidak

kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama semakin tinggi

dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan dindingnya menjadi sangat

tipis. Ini menandakan telah terjadi rupture uteri iminens dan rahim terancam robek.

Pada saat dinding segmen bawah rahim robek spontan dan his berikutnya dating,

terjadilah perdarahan yang banyak (rupture uteri spontanea).

Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama pada

parut pada bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas seksio sesarea

profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang

tenang pada saat nifas memiliki kemampuan sembuh lebih cepat sehingga parut lebih

kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan

tua sebelum persalinan dimulai sedangkan pada bekas seksio profunda lebih sering

terjadi saat persalinan. Rupture uteri biasanya terjadi lambat laun pada jaringan –

jaringan di sekitar luka yang menipis kemudian terpisah sama sekali. Disini biasanya

peritoneum tidak ikut serta, sehingga terjadi rupture uteri inkompleta. Pada peristiwa

ini perdarahan banyak berkumpul di ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar.

DIAGNOSIS

Ruptura uteri iminens mudah dikenal pada ring van Bandl yang semakin

tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut karena

nyeri abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin.

Gambaran klinik ruptura uteri adalah khas sekali. Oleh sebab itu pada umumnya

10
tidak sukar menetapkan diagnosisnya atas dasar tanda-tanda klinik yang telah

diuraikan. Untuk menetapkan apakah ruptura uteri itu komplit perlu dilanjutkan

dengan periksa dalam.

Pada ruptura uteri komplit jari-jari tangan pemeriksa dapat menemukan beberapa hal
berikut :
1. jari jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding perut yang
licin
2. dapat meraba pinggir robekan, biasanya terdapat pada bagian depan di
segmen bawah rahim
3. dapat memegang usus halus atau omentum melalui robekan
4. dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas oleh ujung-ujung jari-jari
tangan dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah meraba ujung
jari-jari tangan dalam.

Gambar 2. Ring van Bandl (www.healthyorigin.org)

GEJALA KLINIS
 Gejala Saat Ini :

o Nyeri Abdomen dapat tiba-tiba, tajam dan seperti disayat pisau.

Apabila terjadi ruptur sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang

intermitten, kuat dapat berhenti dengan tiba-tiba. Pasien mengeluh

nyeri uterus yang menetap.

11
o Perdarahan Pervaginam dapat simptomatik karena perdarahan aktif

dari pembuluh darah yang robek.

o berhentinya persalinan dan syok

o Nyeri bahu dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Ruptur uteri harus selalu diantisipasi bila pasien memberikan suatu riwayat

paritas tinggi, pembedahan uterus sebelumnya, seksio sessaria atau

miomektomi.

 Pemeriksaan Umum

Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut,

biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen.

 Pemeriksaan Abdomen

o Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan

kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi

janin.Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi

jantung janin tiba-tiba menghilang.

o Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak,

disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahan

intraperitoneum.

 Pemeriksaan Pelvis

o Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak

lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke

dalam rongga peritoneum.

12
o Perdarahan pervaginam mungkin hebat.

o Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual

segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri.Segmen uterus bagian

bawah merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur.

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi

adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptura uteri. Syok hipovolemik

terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk

selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Darah

segar mempunyai kelebihan selain menggantikan darah yang hilang juga

mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dan karena itu lebih bermanfaat

demi mencegah dan memngatasi koagulopati dilusional akibat pemberian cairan

kristaloid yang umumnya banyak diperlukan untuk mengatasi atau mencegah

gangguan keseimbangan elektrolit antar-kompartemen cairan dalam tubuh dalam

menghadapi syok hipovolemik.

Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptura uteri telah

terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi

termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien

tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan

menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah. Sayangnya hasil

pemeriksaan kultur dan resistensi bakteriologik dari sampel darah pasien baru

diperoleh beberapa hari kemudian. Antibiotika spektrum luas dalam dosis tinggi

biasanya diberikan untuk mengantisipasi kejadian sepsis. Syok hipovolemik dan

sepsis merupakan sebab-sebab utama yang meninggikan angka kematian maternal

dalam obstetrik.
13
Meskipun pasien bisa diselamatkan, morbiditas dan kecacatan tetap tinggi.

Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus yang belum punya anak

hidup meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam. Jalan keluar

bagi kasus ini untuk mendapatkan keturunan tinggal satu pilihan melalui assisted

reproductive technology termasuk pemanfaatan surrogate mother yang hanya

mungkin dikerjakan pada rumah sakit tertentu dengan biaya tinggi dan dengan

keberhasilan yang belum sepenuhnya menjanjikan serta dilema etik. Kematian

maternal dan/atau perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi

sosial yang sulit mengatasinya.

PENANGANAN
Dalam menghadapi masalah ruptura uteri semboyan prevention is better than

cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan di

mana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar

persalinannya berlangsung di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan

berpengalaman. Bila telah terjadi ruptura uteri tindakan terpilih hanyalah

histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan

kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian

antibiotika spektrum luas, dan sebagainya.

Tindakan – tindakan pada rupture uteri :

a. Histerektomi

Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan

uterus) pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak

bisa lagi hamil dan mempunyai anak. Histerektomi dapat dilakukan melalui

14
irisan pada bagian perut atau melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada

jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan

berbagai pertimbangan lainnya.

Ada beberapa jenis histerektomi yang perlu kita ketahui. Berikut ini

adalah penjelasannya :

o Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim

diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu,

penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih

perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.

o Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim

diangkat secara keseluruhannya.

o Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini

mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua

ovarium.

o Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas

vagina, jaringan, dan kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini

biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa

menyelamatkan nyawa penderita.

15
Gambar 4. Macam Histerektomi ( www.medscape.com)

b. Histerorafi

Histerorafi adalah tindakan operatif dengan mengeksidir luka dan dijahit

dengan sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia kecuali bila

luka robekan masih bersih dan rapi pasiennya belum punya anak hidup.

PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada uterus yang masih utuh

atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada bekas seksio

sesarea atau pada dehisens perdarahan yang terjadi minimal sehingga tidak sampai

menimbulkan kematian maternal dan kematian perinatal. Faktor lain yang

mempengaruhi adalah kecepatan pasien menerima tindakan bantuan yang tepat dan

cekatan. Ruptura uteri spontan dalam persalinan pada rahim yang tadinya masih utuh

mengakibatkan robekan yang luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan bisa

meluas ke lateral dan mengenai cabang-cabang arteri uterina atau ke dalam

16
ligamentum latum atau meluas ke atas atau ke vagina disertai perdarahan yang

banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan kematian yang jauh lebih tinggi.

17
BAB III
STATUS PASIEN
Tanggal Pemeriksaan : 31-03-2019
Jam : 17.35 WITA
Ruangan : Ruangan ICVCU RSUD Undata

IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 35 tahun
Alamat : JL. Cempedak
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

ANAMNESIS
P5A1 Usia Kehamilan : 40 minggu
HPHT : ?-05-2019 Menarche : 10 tahun
TP : ?-02-2019 Perkawinan : Pertama (11 tahun)

Keluhan Utama :
Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien dengan GVPIIIAI masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan sejak ± 4 jam SMRS, disertai nyeri ulu hati (+), mual , muntah,nyeri perut
termbus belakang disertai pelepasan lendir,darah air, pusing, sakit kepala, pandangan
kabur.
Pasien merupakan rujukan dari Rs. Woodward dengan Dx : GVPIIIAI +anemia
in pregnancy
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat DM tipe 2, asthma dan
riwayat penyakit katup jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga : pasien memiliki riwayat penyakit keluarga yaitu DM


tipe 2
18
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

Riwayat Kontrasepsi :
Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi.

Riwayat Obstetri :
Anak Tahun Tempat Penolong Jenis BBL
ke kelamin
bayi
1 2008 Di rumah Bidan Laki-laki 2100gr

2 2009 RS. undata Kuretase Abotus

3 2011 Rumah Bidan Perempuan 2200gr

4 2015 rumah Bidan Laki-laki 2100gr

5 Kehamilan Rs. Undata


sekrang

Riwayat KB : Pasien tidak pernah menggunakan KB


Riwayat ANC : Pasien tidak pernah memeriksakan kehamilannya
Riwayat Imunisasi :-

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg Suhu : 36,6ºC
Nadi : 82 kali/menit Respirasi : 32 kali/menit

Kepala – Leher :

19
Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
dalam batas normal
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni reguler

Abdomen :
I : Tampak cembung
A : Peristaltik usus (+) kesan normal
P : Timpani diseluruh kuadran
P : Nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : tidak dilakukan
Leopold II : tidak dilakukan
Leopold III : tidak dilakukan
Leopold IV : tidak dilakukan

Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) : tidak dilakukan

Ekstremitas :
Atas : Akral dingin -/-, edema -/-
Bawah : Akral dingin -/-, edema -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
WBC : 32,5 x 103/uL
RBC : 3,8 x 106/uL
20
HCT : 35.1 %
HGB : 7.9 g/dL
PLT : 450 x 103/uL

RESUME
Pasien umur 35 tahun dengan GVPIIIAI masuk rumah sakit dengan keluhan
sesak nafas yang dirasakan sejak ± 4 jam SMRS, disertai nyeri ulu hati (+), mual ,
muntah,nyeri perut termbus belakang disertai pelepasan lendir,darah air, pusing,
sakit kepala, pandangan kabur.
Berdasarkan pemeriksaan fisik di dapatkan TD : 130/80 mmHg, N 120 x/m, P
32 x/m, S 36,6 oc, pemeriksaan dalam vagina : tidak dilakukan.

DIAGNOSIS
PIVAI Post SC & histerektomi subtotal a/i anemia+IUFD+ ruptur uteri + sepsis+
riwayat penyakit jantung+ sepsis

PENATALAKSANAAN post SC
- Sectiocesarea + histerektomi subtotal.
- IVFD RL : dextrose 1;1 20 tpm
- Meropenem 1 amp/ 12jam /iv
- Ranitidin 1 amp/8 jam /iv
- Asam traneksamat 1 amp/8 jam/iv
- Oxytocin 1 amp/ setiap ganti cairan

LAPORAN PEMBEDAHAN
1. Pasien dibaringkan terlentang di meja operasi dibawah pengaruh spinal
anastesi.
2. Disinfeksi lapangan opesari dan sekitarnya, pasang duk steril
3. Insisi area operas dengan metode midline secara tajam lapis demi lapis kontrol
perdarahan.
4. Adomen terbuka, didapatkan darah diruangan interabdominal ±400cc
identifikasi rongga abdomen, didapatkan uterus terjadi ruptur.
21
5. Insisi uterus lapis demi lapis, kontrol perdarahan, lahirkan bayi dengan
presentasi letak belakang kepala, potong tali pusat.
6. Injeksi uterus dengan 1 ampul oksitosin, lahirkan plasenta secara manual,
plasenta lahir lengkap.
7. Lakukan histerektomi subtotal, kontrol perdarahan
Bersihkan cavum abdomen. Lakukan penjahitan abdomen lapis demi lapis,
8. Operasi selesai

FOLLOW UP post operasi


Hari pertama (1 april 2019)
S: Perdarahan per vaginam (+) sedang, nyeri perut (+), mual (-), muntah (-), BAB (-)
BAK lancar.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis, GCS E4M6V5TD: 120/70 mmHg
N: 80 x/mnt
R: 32x/mnt
S: 37,6
A: PIVAI Post SC histerektomi subtotal a/i anemia+ ruptur uteri + sepsis+ riwayat
penyakit jantung+ sepsis

P: - IVFD RL : dextrose 1;1 20 tpm


- Meropenem 1 amp/ 12jam /iv
- Ranitidin 1 amp/8 jam /iv
- Asam traneksamat 1 amp/8 jam/iv
- Oxytocin 1 amp/ setiap ganti cairan
- Sulfat ferous 1x1
BAB IV

PEMBAHASAN
Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga

peritoneum dapat berhubungan.Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah

keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga

amnion dan rongga peritoneum.Peritoneum viserale dan kantong ketuban keduanya

22
ikut ruptur dengan demikian janin sebagia atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh

kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen.

Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi

oleh peritoneum viserale.Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam

rongga peritoneum. Apabila pada rupture uteri peritoneum pada permukaan uterus

ikut robek, hal tersebut dinamakan rupture uteri komplit.4

Pada kasus, Pasien umur 35 tahun dengan GVPIIIAI masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak ± 4 jam SMRS, disertai nyeri ulu hati (+),
mual , muntah,nyeri perut termbus belakang disertai pelepasan lendir,darah yang
banyak, air, pusing, sakit kepala, pandangan kabur.
Pada kasus juga pasien mengalami Nyeri Abdomen dapat tiba-tiba, tajam

dan seperti disayat pisau. Dan disertai Perdarahan Pervaginam yang simptomatik.

Hal ini sesusai teori dimana pada pasien dengan ruptur uteri didapatkan, Nyeri

Abdomen dapat tiba-tiba, tajam dan seperti disayat pisau. Apabila terjadi ruptur

sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang intermitten, kuat dapat berhenti dengan

tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri uterus yang menetap. Perdarahan Pervaginam dapat

simptomatik karena perdarahan aktif dari pembuluh darah yang robek.

23
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.

Norwitz, Errol dan Schorge, John, 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi Edisi
kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Leveno KJ, Cunningham FG, Norman F. Alexander GJM, Blomm SL, Casey BM.
Dashe JS, Shefield JS, Yost NP. In: William Manual of Obstetrics. Edisi 2010.
The University of Texas Southwestern Medical Centre at Dallas. 2010

24

Anda mungkin juga menyukai