Uteri+IUFD+Makrosomia
Disusun Oleh :
ISMAIL
N 111 17 024
Pembimbing Klinik :
dr. NI MADE ASTIJANI GIRI, Sp.OG
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : ISMAIL
No. Stambuk : N 111 17 024
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Kedokteran
Judul Referat : PIVAI Post SC Dan Histerektomi Subtotal a.i Ruptur Uteri+
IUFD + Makrosomia
2
PENDAHULUAN
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan
pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada
kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan
pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. Penyebab kematian
janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit
kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus.
3
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga
keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga
ikut ruptur dengan demikian janin sebagia atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh
kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen.
Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi
oleh peritoneum viserale.Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam
rongga peritoneum. Apabila pada rupture uteri peritoneum pada permukaan uterus
Pada dehisens (regangan) dari parut bekas bedah sesar kantong ketuban juga
belum robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka disebut telah terjadi
ruputura uteri pada parut.Dehisens bisa berubah jadi ruputura pada waktu partus atau
akibat manipulasi pada rahim yang berparut, biasanya bekas bedah sesar yang
dehisens perdarahan minimal atau tidak berdarah, sedangkan pada ruptur uteri
perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir parut atau robekan baru yang
meluas.
4
EPIDEMIOLOGI
Terjadinya rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinya. Kematian ibu
dan anak akibat rupture uteri masih tinggi. Sebuah kajian deskriptif tentang profil
kematian janin dalam rahim di RS Hasan Sadikin, Bandung periode 2000-2002 men-
dapatkan 168 kasus kematian janin dalam rahim dari 2974 persalinan.Penyebab
kematian janin dalam rahim paling tinggi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan
Lebih lanjut, dilakukan pula evaluasi kasus ruptur uteri di RS Hasan Sadikin
dan 3 rumah sakit jejaringnya pada periode 1999-2003. Hasilnya, insiden kasus
ruptur uteri di RS Hasan Sadikin 0,09% (1 : 1074). Insiden di rumah sakit jejaring se-
dikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1:996). Di RSHS, tidak didapatkan kematian ibu, se-
dangkan di 3 rumah sakit jejaring didapatkan sebesar 0,4%. Sebaliknya, kematian pe-
rinatal di RSHS mencapai 90% sedangkan di rumah sakit jejaring 100%. Maka dari
itu dapat disimpulkan, kasus ruptur uteri memberi dampak yang negatif baik pada
KLASIFIKASI
1. Menurut sebabnya :
5
menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua
tidak berkembang
2. Menurut Lokasinya :
6
a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah
miemektomi
b. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang
sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis
3. Menurut etiologinya :
Rupture uteri spontanea dapat terjadi akibat dinding rahim yang lemah
spontan dapat pula terjadi akibat peregangan luar biasa dari rahim
seperti pada ibu dengan panggul sempit, janin yang besar, kelainan
ETIOLOGI
7
Ruptura uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada
sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang
masih utuh. Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada
persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus
C. pernah histerorafi
D. pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea
klasik berlaku adagium Once Sesarean Section always Sesarean Section. Pada
keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih elective cesarean section (ulangan)
8
Gambar 1. Klasik dan low transverse insisi pada bedah sesar
(sumber : www.healthyrecipesdiary.org)
PATOFISIOLOGI
Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian,
dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus
uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri
terdorong ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar
dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi
segmen atas rahim yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang
Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab
(misalnya : panggul sempit atau kepala besar) maka volume korpus yang bertambah
mengecil pada waktu ada his harus diimbangi perluasan segmen bawa rahim ke atas.
melewati batas fisiologis menjadi patologis yang disebut lingkaran bandl (ring van
bandl). Ini terjadi karena, rahim tertarik terus menerus kearah proksimal tetapi
tertahan dibagian distalnya oleh serviks yang dipegang ditempatnya oleh ligamentum
9
– ligamentum pada sisi belakang (ligamentum sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri
vesikouterina).
Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin tidak
kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama semakin tinggi
dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan dindingnya menjadi sangat
tipis. Ini menandakan telah terjadi rupture uteri iminens dan rahim terancam robek.
Pada saat dinding segmen bawah rahim robek spontan dan his berikutnya dating,
Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama pada
parut pada bekas seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut bekas seksio sesarea
profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang
tenang pada saat nifas memiliki kemampuan sembuh lebih cepat sehingga parut lebih
kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan
tua sebelum persalinan dimulai sedangkan pada bekas seksio profunda lebih sering
terjadi saat persalinan. Rupture uteri biasanya terjadi lambat laun pada jaringan –
jaringan di sekitar luka yang menipis kemudian terpisah sama sekali. Disini biasanya
peritoneum tidak ikut serta, sehingga terjadi rupture uteri inkompleta. Pada peristiwa
ini perdarahan banyak berkumpul di ligamentum latum dan sebagian lainnya keluar.
DIAGNOSIS
Ruptura uteri iminens mudah dikenal pada ring van Bandl yang semakin
tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut karena
nyeri abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin.
Gambaran klinik ruptura uteri adalah khas sekali. Oleh sebab itu pada umumnya
10
tidak sukar menetapkan diagnosisnya atas dasar tanda-tanda klinik yang telah
diuraikan. Untuk menetapkan apakah ruptura uteri itu komplit perlu dilanjutkan
Pada ruptura uteri komplit jari-jari tangan pemeriksa dapat menemukan beberapa hal
berikut :
1. jari jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding perut yang
licin
2. dapat meraba pinggir robekan, biasanya terdapat pada bagian depan di
segmen bawah rahim
3. dapat memegang usus halus atau omentum melalui robekan
4. dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas oleh ujung-ujung jari-jari
tangan dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah meraba ujung
jari-jari tangan dalam.
GEJALA KLINIS
Gejala Saat Ini :
11
o Perdarahan Pervaginam dapat simptomatik karena perdarahan aktif
Ruptur uteri harus selalu diantisipasi bila pasien memberikan suatu riwayat
miomektomi.
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Abdomen
intraperitoneum.
Pemeriksaan Pelvis
12
o Perdarahan pervaginam mungkin hebat.
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi
adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa ruptura uteri. Syok hipovolemik
terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk
selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan transfusi darah segar. Darah
mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dan karena itu lebih bermanfaat
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptura uteri telah
terjadi sebelum tiba di rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi
termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien
tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan
menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah. Sayangnya hasil
pemeriksaan kultur dan resistensi bakteriologik dari sampel darah pasien baru
diperoleh beberapa hari kemudian. Antibiotika spektrum luas dalam dosis tinggi
dalam obstetrik.
13
Meskipun pasien bisa diselamatkan, morbiditas dan kecacatan tetap tinggi.
Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus yang belum punya anak
hidup meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam. Jalan keluar
bagi kasus ini untuk mendapatkan keturunan tinggal satu pilihan melalui assisted
mungkin dikerjakan pada rumah sakit tertentu dengan biaya tinggi dan dengan
PENANGANAN
Dalam menghadapi masalah ruptura uteri semboyan prevention is better than
cure sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan di
mana pun persalinan itu berlangsung. Pasien risiko tinggi haruslah dirujuk agar
persalinannya berlangsung di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang cukup dan
histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan
kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian
a. Histerektomi
uterus) pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak
bisa lagi hamil dan mempunyai anak. Histerektomi dapat dilakukan melalui
14
irisan pada bagian perut atau melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada
jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan
Ada beberapa jenis histerektomi yang perlu kita ketahui. Berikut ini
adalah penjelasannya :
diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu,
ovarium.
15
Gambar 4. Macam Histerektomi ( www.medscape.com)
b. Histerorafi
luka robekan masih bersih dan rapi pasiennya belum punya anak hidup.
PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri pada uterus yang masih utuh
atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada bekas seksio
sesarea atau pada dehisens perdarahan yang terjadi minimal sehingga tidak sampai
mempengaruhi adalah kecepatan pasien menerima tindakan bantuan yang tepat dan
cekatan. Ruptura uteri spontan dalam persalinan pada rahim yang tadinya masih utuh
mengakibatkan robekan yang luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan bisa
16
ligamentum latum atau meluas ke atas atau ke vagina disertai perdarahan yang
banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan kematian yang jauh lebih tinggi.
17
BAB III
STATUS PASIEN
Tanggal Pemeriksaan : 31-03-2019
Jam : 17.35 WITA
Ruangan : Ruangan ICVCU RSUD Undata
IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 35 tahun
Alamat : JL. Cempedak
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
ANAMNESIS
P5A1 Usia Kehamilan : 40 minggu
HPHT : ?-05-2019 Menarche : 10 tahun
TP : ?-02-2019 Perkawinan : Pertama (11 tahun)
Keluhan Utama :
Sesak nafas
Riwayat Kontrasepsi :
Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi.
Riwayat Obstetri :
Anak Tahun Tempat Penolong Jenis BBL
ke kelamin
bayi
1 2008 Di rumah Bidan Laki-laki 2100gr
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg Suhu : 36,6ºC
Nadi : 82 kali/menit Respirasi : 32 kali/menit
Kepala – Leher :
19
Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
dalam batas normal
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni reguler
Abdomen :
I : Tampak cembung
A : Peristaltik usus (+) kesan normal
P : Timpani diseluruh kuadran
P : Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Obstetri :
Leopold I : tidak dilakukan
Leopold II : tidak dilakukan
Leopold III : tidak dilakukan
Leopold IV : tidak dilakukan
Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) : tidak dilakukan
Ekstremitas :
Atas : Akral dingin -/-, edema -/-
Bawah : Akral dingin -/-, edema -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
WBC : 32,5 x 103/uL
RBC : 3,8 x 106/uL
20
HCT : 35.1 %
HGB : 7.9 g/dL
PLT : 450 x 103/uL
RESUME
Pasien umur 35 tahun dengan GVPIIIAI masuk rumah sakit dengan keluhan
sesak nafas yang dirasakan sejak ± 4 jam SMRS, disertai nyeri ulu hati (+), mual ,
muntah,nyeri perut termbus belakang disertai pelepasan lendir,darah air, pusing,
sakit kepala, pandangan kabur.
Berdasarkan pemeriksaan fisik di dapatkan TD : 130/80 mmHg, N 120 x/m, P
32 x/m, S 36,6 oc, pemeriksaan dalam vagina : tidak dilakukan.
DIAGNOSIS
PIVAI Post SC & histerektomi subtotal a/i anemia+IUFD+ ruptur uteri + sepsis+
riwayat penyakit jantung+ sepsis
PENATALAKSANAAN post SC
- Sectiocesarea + histerektomi subtotal.
- IVFD RL : dextrose 1;1 20 tpm
- Meropenem 1 amp/ 12jam /iv
- Ranitidin 1 amp/8 jam /iv
- Asam traneksamat 1 amp/8 jam/iv
- Oxytocin 1 amp/ setiap ganti cairan
LAPORAN PEMBEDAHAN
1. Pasien dibaringkan terlentang di meja operasi dibawah pengaruh spinal
anastesi.
2. Disinfeksi lapangan opesari dan sekitarnya, pasang duk steril
3. Insisi area operas dengan metode midline secara tajam lapis demi lapis kontrol
perdarahan.
4. Adomen terbuka, didapatkan darah diruangan interabdominal ±400cc
identifikasi rongga abdomen, didapatkan uterus terjadi ruptur.
21
5. Insisi uterus lapis demi lapis, kontrol perdarahan, lahirkan bayi dengan
presentasi letak belakang kepala, potong tali pusat.
6. Injeksi uterus dengan 1 ampul oksitosin, lahirkan plasenta secara manual,
plasenta lahir lengkap.
7. Lakukan histerektomi subtotal, kontrol perdarahan
Bersihkan cavum abdomen. Lakukan penjahitan abdomen lapis demi lapis,
8. Operasi selesai
PEMBAHASAN
Ruptur Uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga
keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga
22
ikut ruptur dengan demikian janin sebagia atau seluruh tubuhnya telah keluar oleh
kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga abdomen.
Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi
oleh peritoneum viserale.Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam
rongga peritoneum. Apabila pada rupture uteri peritoneum pada permukaan uterus
Pada kasus, Pasien umur 35 tahun dengan GVPIIIAI masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak ± 4 jam SMRS, disertai nyeri ulu hati (+),
mual , muntah,nyeri perut termbus belakang disertai pelepasan lendir,darah yang
banyak, air, pusing, sakit kepala, pandangan kabur.
Pada kasus juga pasien mengalami Nyeri Abdomen dapat tiba-tiba, tajam
dan seperti disayat pisau. Dan disertai Perdarahan Pervaginam yang simptomatik.
Hal ini sesusai teori dimana pada pasien dengan ruptur uteri didapatkan, Nyeri
Abdomen dapat tiba-tiba, tajam dan seperti disayat pisau. Apabila terjadi ruptur
sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang intermitten, kuat dapat berhenti dengan
tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri uterus yang menetap. Perdarahan Pervaginam dapat
23
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.
Norwitz, Errol dan Schorge, John, 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi Edisi
kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Leveno KJ, Cunningham FG, Norman F. Alexander GJM, Blomm SL, Casey BM.
Dashe JS, Shefield JS, Yost NP. In: William Manual of Obstetrics. Edisi 2010.
The University of Texas Southwestern Medical Centre at Dallas. 2010
24