Anda di halaman 1dari 29

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang 

Pendarahan masih merupakan 3 penyebab utama kematian maternal

(ibu) tertinggi, disamping preeklamsi/eklamsi dan infeksi. Pendarahan dalam

 bidang obstetri dibagi menjadi 3 yaitu, pendarahan pada kehamilan muda

(kurang dari 22 minggu), pendarahan pada kehamilan lanjut, pendarahan saat

 persalinan, dan pendarahan pasca persalinan (masa nifas) (Riskesdas, 2018).

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk pendarahan pada kehamilan

lanjut dan pada saat persalinan selain dari plasenta previa, solusio plasenta, dan

gangguan pembekuan darah. Pendarahan pada keahmilan lanjut yaitu

 pendarahan yang terjadi pada kehamilan yang lebih dari 22 minggu sampai
sebelum bayi dilahirkan sedangkan pendarahan pada persalinan adalah

 pendarahan intrapartum sebelum kelahiran.

Penyumbang kematian terbesar bayi dalam kandungan adalah faktor

dari ibu yaitu partus lama akibat ruptur uteri dan diabetes militus. Maka hali ini

menandakan bahwa ruptur uteri memberikan dampak negatif pada kematian

ibu atau bayi. Kelahiran spontan pasca kelahiran caesar pada kehamilan

sebelumnya dituding berperan besar terhadap kasus ruptur uteri.

B.   Rumusan Masalah 

Bagaimana pendokumentasian asuahan kebidanan pada ibu ruptur uteri dengan

metode SOAP?

C.   Tujuan 

1.   Untuk dapat mengetahui pengertian dari Ruptur Uteri.

2.   Untuk dapat mengetahui kasus Ruptur Uteri di

indonesia. 3.  Untuk dapat mengetahui klasifikasi Ruptur

Uteri.

4.   Untuk dapat mengetahui etiologi Ruptur Uteri.


5.   Untuk dapat mengetahui menegakkan

diagnosis. 6.  Untuk dapat mengetahui

penanggulangannya.

7.  Untuk mengetahui bagaimana cara pendokumentasian kasus asuhan

kebidanan apada ibu ruptur uteri dengan metode SOAP?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pengertian Ruptur Uteri

Ruptur uteri adalah Keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi

hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum atau

hubungan kedua rongga masih dibatasi oleh peritoneum viserale. (Sarwono,

2010).

Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat di

lampauinya daya regang miometrium (Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal Dan Neonatal, 2011).

Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada kehamilan atau dalam

 persalinan dengan atau tanpa robeknya peritoneum viceral (Obstetri dan

Ginekologi, 2012).

Rupture uteri atau robeknya dinding rahim terjadi akibat terlampauinya

daya regang miometrium. Pada bekas seksio sesarea, resiko terjadinya rupture

uteri lebih tinggi (Kemenkes, 2013:129).

Terjadinya ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin

masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya.

Kematian ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka

kematian yang tinggi kita jumpai di negara- negara yang sedang berkembang,

seperti afrika dan asia. Angka ini sebenarnyadapat diperkecil bila ada

 pengertian dari para ibu dan masyarakat prenatal care, pimpinan partus yang

 baik, disamping fasilitas pengangkutan daerah-daerah periver dan penyediaan

darah yang sukup juga merupakan faktor yang penting. Ibu-ibu yang telah

melakukan pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi

dan perasaan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosis yang
tepat serta tindakan yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi

(Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2011).

B.   Klasifikasi Ruptur Uteri

1.  Menurut keadaan robek

a.   Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal)

Yaitu ruptur uteri yang hanya bagian dinding uterus yang ribek

sedangkan bagian mukosa (peritoneum) masih utuh.

 b.  Ruptur uteri komplit (transperitoneal)

Yaitu ruptur uteri dinding dan mukosanya robek sehingga dapat

 berada di rongga perut.

2.   Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi:

 
a. Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,

seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.

 b.  Segmen Bawah Rahim

Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR

tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.

c.  Serviks Uteri

Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi

dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.

d.  Kolpoporeksis-Kolporeksis

Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

3.   Menurut penyebab terjadinya, ruptur uteri di bagi menjadi:

a.   Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil:

•   Pembedahan pada miometrium: seksio sesaria atau histerotomi,

histerorafia, Miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan


otot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian interstisial,

metroplasti.

•   Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde

 pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau

 palu, ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in


 previous pregnancy).

•   Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak

 berkembang.

 b.  Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan:

•   Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat secara terus menerus,

 pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk meransang persalinan,

instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang amnion seperti

larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter

 pengukur tekanan intrauterin, trauma luar tumpu atau tajam, versi luar,

 pembesaran rrahim yang berlebihan misalnya hidramnion dan

kehamilan ganda.

•   Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yang

sukar, ekstraksi bokong, anomali jantung yang menyebabkan distensi

yang berlebihan pada segmen bawah rahim, teanan yang kuat pada

uterus saat melahirkan, kesulitan dlam melakukan manual plasenta.

•   Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau parkreta, neoplasia

trofoblas gastasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidus

inkarserata.

4.   Menurut etiologinya, ruptur uteri dibedakan menjadi:

a.   Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC

Miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan

 plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang

rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus


seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim,

misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli

dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.

 b.  Karena peregangan yang luar biasa dari rahim

misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin


 besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan

grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari janin :

Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia;

kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi

dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah.

Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix:

conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan

sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga

 pimpinan partus yang salah.

c.  Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain

seperti:

•   Ekstraksi Forsep

•   Versi dan ekstraksi

•   Embriotomi

•   Versi Braxton Hicks

•   Sindroma tolakan (Pushing syndrome)

•   Manual plasenta

•   Kuretase

•   Ekspresi Kristeller atau Crede

•   Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan

•   Trauma tumpul dan tajam dari luar.


5.   Komplikasi

a.   Gawat janin

 b.  Syok hipovolemik

Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera

mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam


waktu cepat digantikan dengan tranfusi darah.

c.  Sepsis

Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur

uteri telah terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami

 berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam

keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi

antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis

yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.

d.  Kecacatan dan morbiditas.

•   Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum

 punya anak hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang

 berat dan mendalam.

•   Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah

keluarga merupakan komplikasi sosial yang sulit

mengatasinya.

C.   Tanda-Tanda Ruptur Uteri


Menurut buku kapita selekta tanda-tanda ruptur uteri yaitu:

1.   Nyeri abdomen

Dapat terjadi tiba-tiba, tajam dan seperti di sayat pisau. Apabila tejadi

ruptur saat persalinan, kontraksi uterus yang intermiten dan kuat akan

 berhenti secara tiba-tiba, dan pasien akan mengeluh nyeri uterus yang

menetap.

2.  Pendarahan pervaginan


Dapat simptomatik karena karena pendarahan aktif dari pembuluh

darah yang robek.

Sebelum mendiagnosa pasien terkena ruptura uteri maka, petugas

kesehatan harus mengenal tanda-tanda dari gejala ruptura uteri mengancam.

Hal ini dimakksudkan agar petugas kesehatan seperti bidan dapat mencegah

ruptura uteri yang sebenarnya.

Tanda-tanda gejala ruptura uteri yang mengancam adalah:

a.   Dalam anamnesa, pasien mengatakan telah ditolong/dibantu oleh

dukun/bidan, dan partus sudah lama berlangsung atau partus macet.

 b.  Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut

c.   Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang

kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.

d.   Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.

e.   Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut

kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).

f.   His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.

g.   Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan

keras terutama sebelah kiri atau keduanya.

h.   Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR

teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.

i.   Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang

ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada

kateterisasi ada hematuri.

 j.  Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)

k.  Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti

oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Jika ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan terjadi gejala

ruptur uteri yang sebenarnya yaitu:

1.   Gejala yang terlihat saat anamnesis dan inspeksi:

•   Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,

menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah,

takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps

•   Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.

•   Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.

•   Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.

•   Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-

lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat

 jalan lahir.
•   Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan

dibahu.

•   Kontraksi uterus biasanya hilang.

•   Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung

dan meteoristis (paralisis usus).

2.   Gejala yang teraba saat palpasi:

•   Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema

subkutan.

•   Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas

 panggul.

•   Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut,

maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan

disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras

sebesar kelapa.

•    Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.


3.   Auskultasi

Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit

setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga

 perut.

 
4. Pemeriksaan dalam
•   Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah

dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang

agak banyak

•   Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding

rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka

dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan

kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti

dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat

diraba fundus uteri.

5.   Kateterisasi

Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin

setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi

ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.

D.   Patofisiologi

1.   Ruptur uteri spontan : Ruptur ini terjadi secara spontan pada uterus yang utuh

(tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat

 berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya : panggul yang sempit,

hidrosefalus, janin yang letak lintang,dll. Segmen bawah uterus makin lama

makin diregangkan. Pada suatu saat regangan yang terus bertambah

melampaui batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.


2.   Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah multi

 paritas, stimulus oksitosin, dll. Disini di tengah  –  tengah miometrium sudah

terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus

menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah meniumbulkan robekan.

 
3. Pada persalinan kurang lancar, dukun – dukun biasanya melakukan tekanan
keras kebawah terus menerus pada fundus uteri, hal ini dapat menambah

tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan

terjadinya ruptur uteri.

4.   Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi/indikasi yang tidak tepat

 bisa menyebabkan ruptur uteriruptur uteri traumatik. Ruptur uteri yang

disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan. Robekan ini

 bisa terjadi setiap saat pada masa kehamilan jarang terjadi, karena rupanya

otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi

adalah ruptur uteri violenta, karena distosia sudah ada regangan segmen

 bawah rahim dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan

timbulnya ruptur uteri. Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada

letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar

yang lain adalah ketika melakukan embriotomi. Selain itu perlu

dilakukan

 pemeriksaan kavum uteri dengan tanga untuk mengetahui terjadinya ruptur

uteri.
5.   Ruptur uteri pada luka ekas parut. Diantara parut – parut bekas seksio sesarea,

 parut yang terjadi setelah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan

ruptur uteri daripada parut bekas ruptur uteri profunda. Hal ini disebabkan

oleh luka pada segmen bawah rahim yang menyerupai daerah uterus yang

lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga

 parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas parut sesarea klasik juga lebih

sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedangkan

pada parut

 bekas seksio profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri paska
 bekas seksio sesarea bisa menimbilkan gejala – gejala seperti telah diuraikan

lebih dahulu, akan terjadi bisa juga terjadi tanpa menimbulkan banyak gejala.

Dalam hal ini tidak terjadi robekan secara mendadak melainkan lambat laun

 jaringan disekitar luka semakin menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali

dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritonium tidak ikut serta
sehingga terdapat ruptur inkomplet. Pada peristiwa ini ada kemungkinan
arteri

 besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul diligamen dan

sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal didalam uterus dan his kadang

- kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri

 pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar terluka, terjadi gejala

– gejala perdarahan, anemia, syok, dan janin dalam uterus meninggal.

E.   Penanganan Ruptur Uteri

Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus

dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan

distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau

 pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan

segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus

segera diselesaikan.

Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada

kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan

 perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa

dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat

dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan

bisa diterima. Jadi, segera perbaiki shok dan kekurangan darah.

Penanganan Ruptur uteri adalah sebagai berikut :


a.   Perbaiki syok dan kekurangan darah : Berikan segera cairan isotonik

(ringer laktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15  – 20 menit , berika

oksigen.

 b.  Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta. Fasilitas

 pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan.


c.  Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan

memungkinkan, lakukan reparasi uterus.

d.   Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien

mengkhawatirkan lakukan histerektomi.

e.   Lakukan bilasan peritoneal dan pasang drain dari kavum abdomen

f.   Antibiotika dan serum anti tetanus.

Bila terdapat tanda – tanda infeksi (demam, menggigil, darah bercampur

cairan ketuban berbau, hasil apusan atau biakan darah) segera berikan

antibiotik spektrum luas. Bila terdapat tanda – tanda trauma alat genitalia

atau luka yang kotor, tanyakan saat terakhir mendapatkan tetanus toksoid.

Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan terhadap

tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0.5 ml IM.

Secara singkat penanganan ruptur uteri berdasarkan tingkat fasilitas

kesehatannya adalah sebagai berikut :

Kategori Fasilitas kesehatan Penanganan


Polindes - Infus dan antibiotika
-  Rujuk Terencana
Puskesmas -  Stabilisasi
-  Rujuk
Rumah Sakit -  Reparasi
-  Histerektomi
Bila keadaan umum penderita mulai membaik dan diagnosa telah

ditegakkan, selanjutnya dilakukan laparotomi (tindakan pembedahan) dengan

tindakan jenis operasi:

a.  Histerektomi, baik total maupun subtotal.

 
 b. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.

c.  Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang

cukup

Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara

lain:

a.  Keadaan umum

 b.  Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta

c.  Jenis luka robekan

d.   Tempat luka

e.   Perdarahan dari luka

f.   Umur dan jumlah anak hidup

g.   Kemampuan dan keterampilan penolong.

F.   Komplikasi

Komplikasi yang paling menakutkan adalah dapat mengancam hidup

ibu dan janin adalah ruptur uteri. Ruptur uteri pada jaringan parut dapat

dijumpai secara jelas atau tersembunyi. Secara anatomis, ruptur uteri di bagi

menjadi ruptur uteri komplit (symtomatic ruptur) dan dehisens (symtomatic

ruptur). Pada kasus ruptur uteri komplit terjadi diskonstinuitas dinding uterus

 berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran khorioamnion.

Sedangkan ruptur uteri disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut

uterus tanpa robekan dan tidak terjadi perdarahan. Ketika ruptur uteri terjadi,

histerektomi, tranfusi darah dapat menyebabkan asfiksia neonatus. Kematian


ibu dan janin dapat terjadi tanpa ruptur uteri yang paling sering terjadi adalah

 pola denyut jantung janin yang tidak menjamin dengan decelerasi menunjang

delerasi lambat, variable, bradikardi atau denyut jantung hilang sama

sekalijuga dapat terjadi. Gejala dan tanda lain termasuk nyeri uterus atau perut,

hilangnya

stasion bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipertensi.

G.   Pemeriksaan penunjang

1.  Pemeriksaan Umum

Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut

 biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen.

2.   Pemeriksaan Abdomen

Sewaktu penilaian, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur

uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri

dapat terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi

dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus

dapat

 berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang.

Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai

dengan nyeri lepas mengidentifikasikan adanya perdarahan intraperitonium.

3.   Pemeriksaan Pelvis 

Menjelang kelahiran bagian presentasi mengalami regresi dan tidak


lagiterpalpasi melalui vagina bila janintelah mengalami ekstrusi ke dalam

rongga peritonium. Perdarahan pervaginam mungkin hebat. Ruptur uteri

setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus

bagian

 bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat

yang paling lazim dari ruptur langsung kedalam rongga peritonium, yang

dapat dikenali melalui :

•    permukaan serosa uterus yang halus dan licin

•   adanya usus dan omnentum


•    jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas.

4.   Tes Laboratorium

Hitung darah lengkap dan apusan darah. Batas dasar hemoglobin dan nilai

hematokrin dapat tidak menjelaskan banyaknya kehilangan darah. Urinalisis

: hematuri sering menunjukkan adanya hubungan dengan perlukaan


kandung kemih. Golongan darah dan rhesus sampai 6 unit darah
dipersiapkan untuk

tranfusi bila diperlukan.


BAB III

TINJAUAN KASUS

Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Kala I Dan Kala II Patologis Dengan Ruptur Uteri Pada Ny. A 

A.  PENGKAJIAN
Dilaksanakan Pada

Hari/Tanggal : Senin, 12 Juni 2017

Jam : 14.30 WIB

Tempat : BPS Mawar


 DATA SUBJEKTIF
  Biodata Pasien

 Nama Istri : Ny. “A”  Suami : Tn. “M” 

Umur : 42 tahun 50 tahun

Suku : Sasak Sasak

Agama : Islam Islam 

Pendidikan : SD SD 

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Buruh 


Alamat : Pelonggok, BB I 

2.  Keluhan Utama dan Alasan Datang

a.  Keluhan utama

 Nyeri perut bagian bawah, nyeri perut saat dipegang , ibu merasa cemas,
 perut terasa sangat sakit jika datang kontraksi, dan terasa sering ingin

BAK.Keluarga mengatakan telah di bantu oleh dukun di pimpin


mengejan sejak 3 jam yang lalu dan di bantu di dorong oleh dukun sejak 1

 jam yang lalu.


 b.  Alasan Datang
Bayi tidak lahir – lahir dan ibu merasa tidak kuat lagi menahan sakit.
3.  Riwayat Obstetri

 Riwayat Menstruasi
 Menarche: 14 tahun
•  Siklus/Lama : 28 Hari
•  Perdarahan : sedang
•  Dismenorea : Ada

3.2  Riwayat kehamilan


sekarang HPHT 07-09-
2016.

selama hamil ibu tidak mengalami keluhan yang berarti.

TTI kehamilan 16 minggu dan TT 2 kehamilan 20 minggu.

3.3  Riwayat kehamilan terdahulu


1)  Tahun 2009 Lahir Spontan pervaginam 2)  Tahun 2012 Lahir Spontan pervaginam 3)  Hamil ini
3.4 Pergerakan janin

Ibu mengatakan sebelum mulas gerakan janin sangat kuat, dan pada

saat his gerakan janin sedikit berkurang


 Ibu tidak pernah merokok dan minum jamu dan obat  – obatan kecuali dari tenaga kesehatan
 Berat badan sebelum hamil 46 kg

  Riwayat Keluarga berencana


 Ibu pernah berKB yaitu KB suntik 3 bulan
  Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Dahulu


 ibu tidak pernah menderita penyakit menular seperti hepatitis,tbc,

dll
 Ibu tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti DM, tekanan darah tinggi, jantung

 Riwayat kesehatan sekarang


 Ibu tidak sedang menderita penyakit menular seperti hepatitis,tbc,

dll
 Ibu tidak sedang menderita penyakit keturunan seperti DM, tekanan darah tinggi, jantung
5.3 Riwayat kesehatan keluarga

 Dikeluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti


hepatitis,tbc, dll
 Dikeluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti DM, tekanan darah tinggi, jan
 Di keluarga tidak ada keturunan kembar

6.  Makan dan minum terakhir


Terakhir makan dengan porsi sedang sekitar pukul 9.00 wib.

7.  BAB dan BAK

Ibu mengatakan bahwa BAB terakhir setelah bangun tidur sekitar pukul

06.00 wib, dan BAK terakhir sekitar pukul 10.00 wib.


8.  Tidur dan istirahat
Ibu biasa tidur 6-7 jam setiap hari dan setelah mulas-mulas ibu tidak dapat

 beristirahat.
9.  Psikologis

Ibu mengaharapkan kondisi anak sehat, karena ibu sedikit cemas dengan
 persalinan kali ini.

 DATA OBJEKTIF
 Pemeriksaan umum

Keadaan umum : lemah

Tanda – t anda vital : TD: 90/60 mmhg, pernafasan : 28x/menit, nadi : 90x/I suhu : 38’c.
Kesadaran : Komposmentis

 Pemeriksaan fisik
a.  Insfeksi

Rambut : bersih dan tidak ada ketombe

Wajah: sintettis, keadaan bersih tidak ada polip, pucat


Mata : sintetis konjungtiva pucat skelera tidak ikterik, fungsi

 penglihatan baik

Hidung : simetris keadaan bersih, tidak ada polip dan fungsi

 penciuman baik

Gigi dan mulut : mulut kering, keadaan bersih dan tidak ada caries gigi dan lidah keringg dan haus
Telinga: simetris kiri dan kanan

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.


Dada : payudara simetris kanan dan kiri.

Mamae : areola mamae menonjol terjadi hyp

adanya pembesaran payudara kolostrum sudah keluar sedikit

Abdomen : tidak ada luka bekas operasi, terdapat Ring Bundl Ekstermitas : tidak ada oedema pada
Rektum: tidak ada hemoroid dan tidak ada varices.

 b.  Palpasi

MC Donald : 33 cm

TBJ : (33-11) x 155 = 3.410 gr

Leopold I : TFU 3 jari dibawah px, pada fundus teraba bagian bulat

lunak tidak melenting yang teraba bagian bokong

Leopold II : perut sebelah kanan ibu teraba bagian panjang dan luas

 berarti punggung
Leopold III : bagian terendah janin teraba bagian bulat keras dan melenting yang berarti kepala. Kepala sudah masuk PAP
His: ada 5x / 10 menit lamanya 50 detik.

Leopold IV : Divergen, Penurunan 1/5

c.  Auskultasi
Dada : paru –  p  aru tidak terdengar ronchi dan wheezing dan jantung

tidak terdengar bunyi mur-mur

DJJ : terdengar tidak teratur dengan frekuensi 168x/mnt.


d.  Perkusi
Reflek patela : positif (+).

 Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan 10.30 wib. Dengan hasil :
a.  Pengeluaran pervaginam berupa darah segar sedikt - sedikit
 b.  Dinding vagina normal tidak ada benjolan atau kelainan. c.   Vulva oedem dan portio tidak teraba
  Pembukaan lengkap 10 cm
  Ketuban ( -) jernih
  Penunjuk : Ubun Ubun Kecil
  Presentasi : Belakang Kepala
h.  Penyusupan : 0
i. Penurunan : Hodge IV

4.  Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan

B.  INTERPRETASI DATA DASAR


a.  Pemeriksaan Fisik

KU : Lemah Kesadaran : Composmentis

TD : 100/80 RR : 26x/i Nadi : 90x/iSuhu : 38oC


b.  Ibu mengatakan hamil anak ke 3, usia kehamilan 9 bulan

HPHT 07 – 09 – 2006TP : 14 – 06 – 2007

Ibu mengatakan nyeri perut bagian bawah, nyeri perut saat dipegang , ibu

merasa cemas, keluarga mengatakan telah di bantu oleh dukun di pimpin


mengejan sejak 3 jam yang lalu dan di bantu di dorong oleh dukun sejak 1 jam yang lalu dan ibu merasa tidak kuat lagi menahan sa
c.  Inspeksi :

Pemeriksaan wajah : pucat

Pemeriksaan mata : konjungtiva pucat

Pemeriksaan Gigi dan mulut : mulut kering, keadaan bersih dan tidak ada

caries gigi dan lidah keringg dan haus


Pemeriksaan abdomen : terdapat ring bundl 
d.  Palpasi

Leopold I : petengahan pusat Px, pada fundus teraba bokong

Leopold II : puka

Leopold III : presentasi kepala

Leopold IV : sebagian besar sudah masuk PAP, penurunan 1/5

TFU MC. Donald 33 cm, TBJ : 3410 gr

DJJ Tidak teratur 168x/i


e.  Pemeriksaan Dalam
Vulva ; oedem ;Pembukaan : 10 cm ; Ketuban (-) ; Portio tidak teraba;

Penyusupan = 0 ;Penurunan : Kepala Hodge III , Penunjuk UUK , Presentasi

Belakang Kepala ; keluar darah segar dari vagina sedikit - sedikit


Masalah : ibu merasa tidak kuat lagi menahan sakit

C.  DIAGNOSA
Ibu G3P2A0 Hamil 40 minggu inpartu kala II dengan suspect ruptur uteri Janin

Tunggal Hidup Intra Uterin Preskep dengan gawat janin

D.  DIAGNOSA POTENSIAL :


Ibu G3P2A0 Hamil 40 minggu inpartu kala II dengan suspect ruptur uteri

 potensial terjadi syok

Janin Tunggal Hidup Intra Uterin Preskep dengan gawat janin potensial IUFD
E.  TINDAKAN SEGERA :

 Perbaiki keadaan umum


 Penuhi kebutuhan cairan, pasang Infus 500 ml dalam 15 -20 menit dan

 beri oksigen 
 Berikan antibiotik  
RVENSI
posisi nyaman pada ibu
ahu ibu bahwa telah terjadi komplikasi pada persalinannya 3.  Beri dukungan psikologis
u Djj secara ketat
a rujuk ibu dan dampingi saat merujuk dengan membawa Baksokuda (Bidan, Alat, Keluarga, Surat (dokumentasi), Obat, Kendaraan, Uang,
LEMENTASI

Mengatur posisi nyaman pada ibu


Memberi tahu ibu dan keluarga bahwa telah terjadi komplikasi pada
rsalinannya kemungkinan terjadi robekan pada rahim yang disebabkan oleh ibu mengedan terlalu lama dan didorong oleh dukun, akibat k
nin ibu mengalami gawat janin.
Memberi dukungan psikologis seperti menjelaskan pada ibu bahwa ibu dan
nin akan selalu dipantau keadaannya dan diberikan penanganan semaksimal mungkin untuk menyelamatkan ibu dan janin
memantau Djj secara ketat , setiap 15 menit
5.  Merujuk ibu dan dampingi saat merujuk dengan membawa Baksokuda (Bidan, Alat, Keluarga, Surat (dokum
H.  EVALUASI

  Ibu memilih posisi yang nyaman bagi ibu 


  Ibu dan keluarga telah mengetahui keadaan ibu dan bayinya 3.  Ibu dan keluarga menerima keadaan ibu dan bayinya 
4.  Keadaan umum ibu lebih baik dari sebelumnya 5.  Darah utk tranfusi telah tersedia
6.  Ibu telah dirujuk ke RS umum daerah
Pembahasan 

Sesuai dengan Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kementrian Kesehatan RI,

 bahwa pelayanan atau asuhan standar minimal pemeriksaan 10 T. Pasien tidak

 pernah melakukan kunjungan ANC. Dari hasil anamnesa didapat Ny. A berumur

42 tahun, hamil yang ke 3, menurut teori bahwa umur yang baik untuk ibu hamil
adalah 20-35 tahun agar segalanya sehat, baik reproduksinya maupun

 psikologinya. Berarti tidak sama antara teori dengan kasus yang diambil, jadi

Ny. A tergolong resiko tinggi.

 Nyeri perut bagian bawah, keluar darah pada kemaluan, sesak nafas dan

nadi cepat yang dialami ibu. Tekanan darah Ny A juga mengalami penurun 90/60

mmHg. Muka pucat, konjungtiva pucat. Pada pemeriksaan abdomen terdapat ring

 bundl. Menurut teori adalah tanda gejala ruptur uteri Dikarenakan adanya

komplikasi kehamilan pada Ny.A yang disebabkan oleh persalinan di bantu oleh

dukun yang telah dipimpin mengejan sejak 3 jam yang lalu dan didorong sejak 1

 jam yang lalu., maka harus segera dirujuk ke tempat yang memiliki fasilitas yang

memadai, hal ini sesuai dengan APN 2008 rujukan dalam kondisi optimal dan

tepat waktu.
BAB IV

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Ruptur uteri adalah robekan dinding uterus yang dapat terjadi saat

periode antenatal ketika induksi, persalinan, dan kelahiran atau bahkan selama

stadium ketika persalinan saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu.

Ruptur uteri dapat disebabkan oleh dinding rahim yang lemah dan cacat,

misalnya pada bekas SC, kuratase, pelepasan plasenta secara manual dan

tindakan persalinan lainnya, serta kerena peregangan luar biasa pada rahim.

Untuk mencegah terjadinya ruptur uteri sebelum persalinan, penolong

 persalinan telah melakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah ada tanda-tanda

yang dapat menyebabkan ruptur uteri. Bila telah terjadi ruptur uteri maka

lakukan penanganan shok terlebih dahulu yaitu pemberan cairan intravena,

oksigen, transfusi darah, dan bila diagnosa telah ditegakkan maka lakukan

laparatomi (pembedahan).

B.   Saran

Saran yang dapat kami sampaikan yaitu seorang bidan atau tenaga

kesehatan lainnya harus lebih cepat mendiagnosa dan menegakkan diagnosa,

agar kematian ibu karena ruptur uteri bisa berkurang di indonesia.


MAKALAH

MATA KULIAH ASUHAN KEBIDANAN


KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL
RUPTUR UTERI PADA KALA I DAN KALA II

DOSEN :

HJ. SRI YUN UTAMA, S.PD, S.ST.,M.Kn

OLEH KELOMPOK 8 :

1.  Asnimar NIM PO71241190058


2.  Sulastri Fitriani NIM PO71241190116
3.  Litta Minisia NIM PO71241190111
4.  Supiyani NIM PO71241190077
5.  Yohana NIM PO71241190105

DIV ALIH JENJANG KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena dengan Karunia-

 Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Asuhan Kebidanan

Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan judul RUPTUR UTERI”,

semaksimal mungkin dan tepat pada waktunya.

Kami ucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah mendukung dan

memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini terutama pada Dosen

Pembimbing yaitu Ibu Hj. Sri Yun Utama, S.Pd, S.ST, MKM. Kami menyadari

 bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan maka dari itu kami

dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,

khususnya Mahasiswa D-IV kebidanan Poltekkes Kemenkes Jambi. Akhir kata kami

mengucapkan banyak terima kasih.

Jambi, September 2019

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………   i


DAFTAR ISI ………………………………………………………… BAB ii
1.  I
Pendahuluan....................................................................  1
2.  BAB II
Tinjauan Teori...................................................................  3
3.  BAB III
Tinjauan Kasus..................................................................  17
4.  BAB IV
Kesimpulan dan saran...................................................  26
DAFTAR PUSTAKA

Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2011.  Buku
Panduan Praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. 325

hlm.
Kemenkes, 2013.  Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar
dan rujukan. 329 hlm.

--------------, 2018. Riset kesehatan dasar tahun 2018  .

Martin.L, 2017. Buku saku Obstetri dan ginekologi ECG. 245 hlm.

Sarwono Prawirohardjo, 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


 Dan Neonatal.

Anda mungkin juga menyukai