Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM PADA NY. A.

S DENGAN

RUPTUR UTERI DI KLINIK BIDAN S.Siregar

KAB. HUMBANG HASUNDUTAN

OLEH:

Nama :Tio Mela Rosa Purba

NIM : 1902032

Dosen Pembimbing : Helfrida Sihite ,SST.MKM

PRODI D-III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KESEHATAN BARU JALAN BUKIT INSPIRASI SIPALAKKI

KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

T. A 2021/2022
BAB I

TINJAUAN TEORITIS MEDIS

1.1 Definisi

Ruptur uteri merupakan komplikasi gawat adlam bidang obstetri yang memerlukan
tindakan dan penanganan serius. (Manuaba, 2015;161) ruptur uterus adalah robeknya
dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari
28 minggu.

Ruptur uteri adalah Keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan
langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum atau hubungan kedua rongga
masih dibatasi oleh peritoneum viserale. (Sarwono, 2016)

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan
lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan
darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan
setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada
persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.

Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat di lampauinya
daya regang miomentrium. (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, 2014).

Ruptur uteri adalah suatu robekan pada dinding uterus yang terjadi karena uterus
tidak dapat menerima tekanan. Robekan uterus dapat ditemukan pada sebagian besar
bagian bawah uterus, termasuk robekan pada vagina (Mitayani, 2013)

1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Ruptur uteri menurut keadaan robek :
1. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal)
Ruptur uteri yang hanya dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa
(peritoneum) tetap utuh.
2. Ruptur uteri komplit (transperitoneal)
Rupture uteri yang selain dinding uterusnya robek, lapisan serosa (peritoneum) juga
robek sehingga dapat berada di rongga perut.
Klasifikasi ruptur uteri menurut kapan terjadinya
1. Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat disebabkan
oleh:
 Bekas seksio sesaria
 Bekas enukleasi mioma uteri
 Bekas kuretase/ plasenta manual
 Sepsis post partum
 Hipoplasia uteri
2. Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum)
Ruptur uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju/ turun
yang dapat disebabkan oleh:
 Versi ekstraksi
 Ekstraksi forcep
 Ekstraksi bahu
 Manual plasenta
Klasifikasi ruptur uteri menurut etiologinya
1. Ruptur uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah atau dinding uterus masih
baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju atau tidak turun.
2. Ruptur uteri traumatika (violent)
Ruptur uteri yang terjadi oleh karena adanya rudapaksa pada uterus.
3. Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada dinding uterus sebagai
akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus sebelumnya.
1.3 Etiologi

Faktor etiologi ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: faktor trauma pada
uterus, faktor jaringan parut pada uterus, dan faktor yang terjadi secara spontan. Faktor
trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan. Kecelakaan sebagai faktor trauma
pada uterus berarti tidak berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya
trauma pada abdomen, sedangkan tindakan berarti berhubungan dengan proses
kehamilan dan persalinan misalnya versi ekstraksi, ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi,
manual plasenta, dan ekspresi/dorongan. Faktor jaringan parut pada uterus paling sering
karena parut bekas seksio sesaria, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi,
histerotomi, histerorafi dan lain-lain. Faktor yang menyebabkan ruptur uteri secara
spontan misalnya kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, kelainan
panggul, dan tumor pada jalan lahir.

Ruptur uteri disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya,
karena trauma, sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh atau normal
(tanpa ada jaringan parut). Angka kejadian Ruptur Uteri paling sering pada pasien yang
mengalami seksio sesar, karena adanya jaringan parut.

Berikut beberapa penyebab lain yang dapat menyebabkan ruptur uteri:

1) Riwayat miomectomia, histerektomi, histerorafia, histerotomi, perforasi waktu


keratase, pelepasan plasenta secara manual
2) Trauma tumpul dan tajam dari luar,
3) Ekstraksi forcep, versi ekstraksi, embriotomi, ekspresi kristeller atau crede
4) Kelainan kongenital uterus (dinding rahim tipis dan regang, retrofleksia uteri gravida
dengan sakulasi, grandemultipara dengan perut gantung)
5) Panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul, adanya tumor pada jalan lahir,
rigid cervik
6) Penyakit pada rahim
7) Gangguan pada janin (janin yang besar (makrosomia), janin hidrosefalus, kelainan
letak janin, dan hamil ganda)

Penyebab ruptur uteri dibedakan menjadi:

a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
Miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara
manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas
interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus
bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain
atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim
Misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti
janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat
karena kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus,
anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi
rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan
putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix:
conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi;
grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang
salah.
c. Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
 Ekstraksi Forsep
 Versi dan ekstraksi
 Embriotomi
 Versi Braxton Hicks
 Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
 Manual plasenta
 Kuretase
 Ekspresi Kristeller atau Crede
 Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
 Trauma tumpul dan tajam dari luar.
1.4 Anatomi
Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak di atas
penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur silindris di
bawah, yakni serviks, yang terletak di bawah orifisium internum uteri. Uterus adalah
organ yang memiliki otot yang kuat dengan ukuran panjang 7 cm, lebar 4 cm, dan
ketebalan 2,5 cm (Junquera, 2007).
Dinding rahim terdiri dari 3 lapisan :
1) Peritoneum ( dinding uterus luar)
Penebalan peritonium diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat saraf.
Bagian ini meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen (perut)
2) Myometrium (Lapisan paling tebal)
Myometrium terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat
mendorong isinya keluar saat proses persalinan.Diantara serabut-serabut otot terdapat
pembuluh darah, pembulh lymfe dan urat syaraf.
3) Endometrium ( Lapisan terdalam)
Endometrium menebal ketika terjadi pembuahan yang tebalnya dipengaruhi hormon
kehamilan.

Fungsi uterus yaitu untuk menahan ovum yang telah di buahi selama
perkembangan. Sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba
uterina ke uterus.

Uterus akan terus tertekan seiring berkembang dan bertambah besarnya ukuran
janin, hal ini mampu memberikan tekanan pada Uterus. Pada Uterus mampu juga
terjadi robekan karena tidak mampu menahan adanya tekanan. Hal ini dinamakan
ruptur Uteri.

1.5 Patofisiologi
a. Ruptur uteri spontan.
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor
pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik karena ada
halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll.
Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pad suatu saat
regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium,
maka terjadilah ruptur uteri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah multiparitas,
stimulus oksitosin, dll. Disini ditengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak
jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga
regangan lebih mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan
keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan
pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur
uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat
bisa menyebabkab ruptur uteri.
b. Ruptur uteri traumatic.
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan.
Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena
rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi
adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta. Disini karena dystosia sudah
ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin
mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.
Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan
bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain adalah ketika melakukan
embriotomi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk
mengetahui terjadinya ruptur uteri.
c. Ruptur uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio
sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio
sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang
menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan
lebih baik, sehingga parut lebih kuat.
Ruptur uteri pada bekas parut sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad
kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas
seksio sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio
sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan
tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala.
Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan
lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali
dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga
terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar
terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian
keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas
luka. Jika arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok, janin dalam
uterus meningggal pula.
1.6

Manifestasi Klinis
1. Gambaran klinis ruptur uteri didahului oleh gejala gejala ruptur uteri yang
membakat, yaitu:
 Didahului his yang kuat dan terus menerus
 Rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah
 Nyeri waktu ditekan
 Gelisah atau seperti ketakutan
 Nadi dan pernapasan cepat
 Lingkaran retraksi (van bandle ring) meninggi sampai mendekati pusar
 Segmen bawah uterus tegang
 Nyeri pada perabaan
 Ligamentum rotunda menegang
2. Setelah terjadi ruptur uteri dijumpai gejala-gejala:
a) Syok
b) Perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut)
c) Pucat
d) Nadi cepat dan halus
e) Pernapasan cepat dan dangkal
f) Tekanan darah turun
g) Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung di bawah dinding
perut
h) Ada nyeri tekan
i) Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi
j) Umumnya janin sudah meninggal
3. Jika kejadian ruptur uteri telah lama terjadi, akan timbul gejala-gejala:
a) Meteorismus
b) Defence muscular
c) Sulit meraba bagian janin
Menurut buku kapita selekta tanda-tanda ruptur uteri yaitu:

1. Nyeri abdomen
Dapat terjadi tiba-tiba, tajam dan seperti di sayat pisau. Apabila tejadi ruptur saat
persalinan, kontraksi uterus yang intermiten dan kuat akan berhenti secara tiba-tiba,
dan pasien akan mengeluh nyeri uterus yang menetap.
2. Pendarahan pervaginan
Dapat simptomatik karena karena pendarahan aktif dari pembuluh darah yang robek.

Sebelum mendiagnosa pasien terkena ruptura uteri maka, petugas kesehatan harus
mengenal tanda-tanda dari gejala ruptura uteri mengancam. Hal ini dimakksudkan agar
petugas kesehatan seperti bidan dapat mencegah ruptura uteri yang sebenarnya.

Tanda-tanda gejala ruptura uteri yang mengancam adalah:

1) Dalam anamnesa, pasien mengatakan telah ditolong/dibantu oleh dukun/bidan, dan


partus sudah lama berlangsung atau partus macet.
2) Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
3) Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
4) Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
5) Ada tanda dehidrasi karena parvtus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering,
lidah kering dan haus, badan panas (demam).
6) His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
7) Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduanya.
8) Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba
tipis dan nyeri kalau ditekan.
9) Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke
atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada
hematuri.
10) Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
11) Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem
porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

Jika ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan terjadi gejala ruptur uteri
yang sebenarnya yaitu:

1. Gejala yang terlihat saat anamnesis dan inspeksi:


 Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps
 Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
 Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
 Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
 Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih
kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
 Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
 Kontraksi uterus biasanya hilang.
 Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan
meteoristis (paralisis usus).
2. Gejala yang teraba saat palpasi:
 Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
 Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
 Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-
kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
 Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4. Pemeriksaan dalam
 Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat
didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
 Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita
temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis
seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5. Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah
mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau
forsep, embriotomi dan lain-lain.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Abdomen.
Pada waktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur
uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat
terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding
abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan
mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau segera
melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas
mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum
2. Pemeriksaan Pelvis.
Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi
terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga
peritoneum. Perdarahan pervaginam mungkin hebat. Ruptur uteri setelah melahirkan
dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri.
Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur.
Apabila robekannya lengkap, jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung
ke dalam rongga peritoneum, yang dapat dikenali melalui:
- Permukaan serosa uterus yang halus dan licin
- Adanya usus dan momentum
- Jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas
3. USG
Tanda-tanda ruptur uteri yang bisa ditemukan pada sonografi antara lain;
1) Identifikasi bagian kantung amnion yang menonjol,
2) Defek endometrium atau miometrium,
3) Hematoma ekstra uterus,
4) Haemoperitoneum atau cairan bebas
4. MRI
Multiplanar MR imaging menunjukkan penilaian menyeluruh terhadap dinding
rahim dan rongga peritoneum.
5. Pemeriksaan laboratorium.
Kadar Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) untuk menjelaskan banyaknya
kehilangan darah. Hb < 7 g/dl atau hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat.
6. Urinalisis
Untuk menilai apakah terjadi hematuria atau tidak, jiak terjadi hematuria
menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
7. Golongan Darah dan Rhesus
Untuk persipan transfusi darah jika diperlukan
1.8 Penatalaksanaan
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan
dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada
wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada
distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-
tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan
dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu
ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan
cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam
memulai pembedahan tidak akan bisa diterima. Jadi, segera perbaiki shok dan
kekurangan darah. Perbaikan shok meliputi pemberian oksigen, cairan intravean, darah
pengganti dan antibiotik untuk pencegahan infeksi.
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita
dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb.
Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi
dengan tindakan jenis operasi :
a. Histerektomi baik total maupun sub total
b. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
c. Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Selain itu, tindakan yang dapat dilakukan, diantaranya adalah :

1) Berikan segera cairan isotonic(ringer lakta atau garam fisiologi) 500ml dalam 15-20
menit dan siapkan laparatomy.
2) Lakukan laparatomy untuk melahirkan anak dan plasenta.
3) Bila konservasi uterus masih di perlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,lakukan
reprarasi uterus.
4) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkawatirkan lakukan
histerektomi.
5) Lakukan bilasan peritoneal dan pasang drai dari kavum abdomen.
6) Antibiotik dan serum anti tetanus
7) Bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, mengigil, darah bercampur cairan ketuban
berbau, hasil apusan atau biakan darah) segera berikan antibiotik sefektrum luas. Bila
terdapat tanda- tanda trauma alat genetalia atau luka yang kotor, tanyakan saat terakir
mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan
terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 m IM. (Sarwono
Prawiroharrdjo, 2007:170)
1.9 Komplikasi
a. Gawat janin
b. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan
tranfusi darah.
c. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi
sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk
periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera
memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita
peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.
d. Kecacatan dan morbiditas.
Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak hidup
akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi
sosial yang sulit mengatasinya.
1.10
BAB II

TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1. Data Biografi
Meliputi identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku), identitas
penanggung jawab, dan identitas masuk. Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20
tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama :
Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar  keringat dingin, kesulitan
nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli,
hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus
lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan :
Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
Tanda vital :
 T/D : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
 Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
 Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
 Suhu : Normal/ meningkat
 Kesadaran : Normal / turun
 Fundus uteri: lembek/keras, subinvolusi
 Kulit : Dingin, berkeringat, kering, pucat, capilary refill memanjan
 Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
 Kandung kemih : Distensi, produksi urin menurun/berkurang
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan
3. Resiko gangguan maternal-fetal dyad berhubungan dengan komplikasi kehamilan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (terputusnya kontinuitas jaringan
dan syaraf pada dinding uterus)
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
2.3 Intervensi Keperawatan

N Tujuan dan Kriteria


DIAGNOSA Intervensi
O Hasil
Resiko syok  Tidak tampak 1. Identifikasi penyebab perdarahan
1
berhubungan kehilangan darah 2. Monitor pasien dengan
dengan  Tekanan darah perdarahan
hipovolemi sistolik normal 3. Monitor jumlah darah yang hilang
(120mmHg) 4. Catat tingkat hemoglobin/
 Tekanan darah hematocrit sebelum dan setelah
diastolic normal kehilangan darah
(80mmHg) 5. Monitor tekanan darah dan

 Hemoglobin normal parameter hemodinamik

(11,7-15,5g/dL) 6. Instruksikan pasien unuk

 Hematokrit normal membatasi gerakan

(35-47%) 7. Jaga kepatenan akses IV


8. Atur transfusi darah jika
diperlukan
9. Evaluasi respon psikologis pasien
terhadap perdarahan
Pola nafas  Tingkat 1. Memantau kecepatan, irama,
2
tidak efektif pernapasan kedalaman, dan upaya pernapasan
berhubungan normal 2. Pantau adanya kelelahan otot
dengan (21x/menit) diafragma
kelelahan  Irama pernapasan 3. Lakukan auskultasi bunyi nafas
regular 4. Posisi pasien untuk
 Sesak tidak ada memaksimalkan potensi ventilas
5. Mengatur asupan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan
6. Berikan oksigen
Resiko  Status kesehatan 1. Tinjau riwayat obstretic untuk
3
gangguan terjaga factor resiko yang berhubungan
maternal-  Pola kenaikan berat dengan kehamilan (misalnya
fetal dyad badan terjaga rupture membrane premature)
berhubungan  Hadir dalam kelas 2. Kenali factor demografis dan
dengan edukasi tentang social berhubungan dengan
komplikasi persalinan kehamilan yang buruk (misalnya
kehamilan usia maternal)
 USG janin normal 3. Instruksikan pasien teknik self-
 Frekuensi pergerakan care untuk meningkatkan
janin normal kesehatan (misalnya diet,

 Pola pergerakan janin aktivitas midifikasi, pentingnya

normal pemeriksaan prenatal)

 Nilai hasil biopsy 4. Diskusikan resiko janin jika

normal melahirkan premature pada


berbagai usia gestasional
5. Monitor fisik dan psikologis
terhadap kehamilan
6. Ajarkan untuk menghitung
pergerakan janin
7. Lakukan test untuk mengevaluasi
status janin dan fungsi plasenta
(seperti pemeriksaan oksitosin,
USG, atau biopsy)
8. Sediakan support grub bagi ibu
9. Bantu untuk prosedur terapi janin
(misalnya pemindahan janin atau
operasi janin)
Nyeri akut  Dapat 1. Lakukan penilaian yang
4
berhubungan mendeskripsikan komprehensif dari rasa sakit
dengan agen penyebab nyeri seperti lokasi, karakteristik, onset/
cedera fisik  Onset nyeri dapat durasi, frekuensi, kualitas,
(terputusnya dikenali intensitas atau keparahan nyeri,
kontinuitas  Nyeri terkontrol dan faktor pencetus
jaringan dan dengan menggunakan 2. Tentukan dampak dari
syaraf pada tindakan non- pengalaman nyeri terhadap
dinding analgesik kualitas hidup (Mis, tidur, nafsu
uterus)  Nyeri terkontol makan, aktivitas, kognisi, suasana
dengan menggunakan hati, hubungan, kinerja kerja, dan
analgesic yang peran tanggung jawab)
direkomendasikan 3. Analisis faktor yang
 Melaporkan nyeri meningkatkan/ memperburuk
dapat terkontrol nyeri
4. Berikan informasi tentang rasa
sakit, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung,
dan prosedur antisipasi
ketidaknyamanan
5. Control faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi pasien
dalam menanggapi
ketidaknyamanan (misalnya, suhu
kamar, pencahayaan, kebisingan)
6. Memberikan istirahat/ tidur yang
memadai untuk memfasilitasi
nyeri
7. Mengurangi atau menghilangkan
faktor-faktor yang memicu atau
meningkatkan rasa sakit
(misalnya, takut, kelelahan, dan
kurangnya pengetahuan)
8. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (misalnya,
relaksasi, terapi musik, akupresur,
aplikasi panas/ dingin, dan pijat)
sebelum, sesudah, dan, jika
mungkin, selama nyeri; sebelum
nyeri terjadi atau meningkat; dan
bersama dengan tindakan
penghilang nyeri lainnya
9. Kolaborasi penggunaan analgesia
yang dikontrol oleh pasien (PCA)
10. Memantau interval kepuasan
pasien dengan manajemen nyeri
Setelah dilakukan 1. Berikan suasana tenang, lakukan
5 Ansietas
tindakan keperawatan pendekatan pada klien
berhubungan
selama 1x24 jam ansietas 2. Gali perspektif klien terhadap
dengan
dapat berkurang atau situasi stres yang dialami
perubahan
hilang 3. Tetap bersama klien untuk
status
Kriteria hasil: memberi kenyamanan dan
kesehatan
1. Kegelisahan hilang (5) memberi ketakutan
2. Distress (5) 4. Menganjurkan keluarga untuk
3. Ketegangan otot (5) tetap bersama klien
4. Facial tension (5) 5. Menyediakan objek yang dapat
5. Tekanan darah (5) membuat klien nyaman
6. Nadi (5) 6. Idenifiksi perubahan level
7. Dilatasi pupil (5) ansietas klien
8. Gangguan tidur (5) 7. Instruksikan klien untuk
melakukan teknik relaksasi
8. Bantu klien untuk mengontrol
stimulus jika diperlukan
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A. S
Umur : 33 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Petani
Suku / Bangsa : Batak/Indonesia
Alamat : Tipang Dolok
Status perkawinan : Menikah
B. Keluhan Utama
Pasien mengeluh kesakitan/adanya nyeri di bagian perineum terus menerus
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak punya riwayat penyakit keturunan dan tidak ada riwayat alergi.
2. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
D. Riwayat Persalinan :
G1P1A0
 KALA I :
Kala I dimulai pada pukul 05.00 WIB pada tanggal 12 Desember 2021. Pasien
mengatakan perutnya mulai kencang-kencang dan nyeri. Pasien cemas karena
ini persalinan pertama dan selalu minta didampingi suaminya. Klien dengan
pembukaan 5 cm. TD : 100/70 mmHg, Nadi: 86x/mnt, S : 36,4⁰C, RR: 22x/mnt
a. HPHT : 7 Februari 2021 TTP : 14 November 2021
b. TFU : 2 jari dibawah px
c. Gerak Janin : aktif
d. Presentasi janin : presentasi kepala
e. Pembukaan Servik : 5 cm
f. Ukuran panggul dalam :
- C. Vera : 12,5 cm
- C. Oblique: 13 cm
- C. Diagonal : 12,5 cm
g. Linie innominate: tidak teraba
h. Promontorium: tidak teraba
i. Tingkat kecemasan ibu : Pasien tidak cemas
j. Penggunaan obat-obatan : -
Lama kala I : 1 jam 30 menit
 KALA II
Persalinan kala II dimulai pada tanggal 12 Desember 2021 pukul 06.45 WIB
pembukaan 10 cm, TD : 100/80 mmHg, Nadi: 96x/mnt, S : 36,8⁰C, RR:
24x/mnt. Tanda dan gejala yang muncul antara lain: merasa kencang-kencang,
semakin berat, di bagian abdomen, punggung, dan genetalia, dengan skala nyeri
8 saat tidur miring ke kiri. Pukul 08.00 WIB lahir bayi laki-laki, menangis
keras, warna kulit kemerahan, bergerak aktif, dan tidak ada cacat bawaan. Klien
mengatakan lega persalinanya lancar walaupun lelah.
Lama Kala II : 1 jam 15 Menit
 KALA III
Kala III ditandai dengan uterus teraba keras dengan fundus uterus 2 jari diatas
pusat, 20 menit kemudian plasenta lahir dengan spontan pukul 08.30 WIB
dengan karakteristik plasenta utuh sehingga dilakukan plasenta manual.
 KALA IV
Kala IV dimulai pukul 08. 50 WIB. TD: 100/70 mmHg, Nadi : 86x/mnt, S:
36,5⁰C, RR : 20x/mnt uterus teraba keras dengan fundus uteri sejajar pusat,
message perut dilakukan oleh bidan dan keluarga. perdarahan dengan berwarna
merah segar, tidak berbau. Klien mengatakan sakit pada kemaluan.
E. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda Vital:
TD : 100/70 mmHg
N : 96 x/mnt
RR : 24 x /mnt
T : 36, 8⁰C
2. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
 Rambut
Rambut berwarna hitam, bersih, tidak ada rambut rontok, tidak ada lesi
di kepala
 Mata
Simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak enemis, sclera putih dan tidak
ikterik
 Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tampak bersih
 Hidung
Simetris kiri dan kanan, tampak bersih,
 Mulut dan gigi
Mukosa bibir terliaht kering, tidak ada perdarahan pada gigi, gigi tidak
karies
 Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid ketika di palpasi
2) Thorax
 Payudara
Simetris kiri dan kanan, aerola berwarna hitam, putting susu menonjol
3) Ekstremitas
 Simetris
4) Genetalia
 Ada jahitan di bagian perineum
3. Pola makan
a. Pola tidur
-waktu tidur : tidak teratur
-masalah tidur :-
b. Pola eliminasi
-pola BAB : tidak teratur
-pola BAk : tidak teratur
c. Pola makan
 Kesulitan mengunyah : tidak ada
 Masalah pola makan : tidak ada
d. Pola minum
 Jenis minum : air putih dan teh
 Pola minum :teratur
 Kesulitan minum : tidak ada
 Upaya mengatasi ; tidak ada
e. Pola kegiatan beraktivitas: -
F. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: Ruptur uteri Nyeri akut
Pasien mengeluh kesakitan/ nyeri
DO: Perluasan segmen bawah
P: Ruptur uteri (robekan pada ke atas
uterus)
Q: Nyeri akut Retraksi meningkat

R: Nyeri di bagian sekitar vagina


S: Skala 8 (1-10) Robekan spontan

T: Terus-menerus
Nyeri Akut

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (terputusnya kontinuitas jaringan)
3.3 Intervensi Keperawatan
Tujuan
Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
Nyeri akut Kriteria hasil: 1. Lakukan penilaian yang komprehensif dari
berhubunga  Dapat rasa sakit seperti lokasi, karakteristik, onset/
n dengan mendeskrips durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
agen cidera ikan keparahan nyeri, dan faktor pencetus
fisik penyebab 2. Tentukan dampak dari pengalaman nyeri
(terputusnya nyeri terhadap kualitas hidup (Mis, tidur, nafsu
kontinuitas  Onset nyeri makan, aktivitas, kognisi, suasana hati,
jaringan) dapat hubungan, kinerja kerja, dan peran tanggung
dikenali jawab)
 Nyeri 3. Analisis faktor yang meningkatkan/
terkontrol memperburuk nyeri
dengan 4. Berikan informasi tentang rasa sakit, seperti
menggunaka penyebab nyeri, berapa lama akan
n tindakan berlangsung, dan prosedur antisipasi
non- ketidaknyamanan
analgesik 5. Control faktor lingkungan yang dapat
 Nyeri mempengaruhi pasien dalam menanggapi
terkontrol ketidaknyamanan (misalnya, suhu kamar,
dengan pencahayaan, kebisingan)
menggunaka 6. Memberikan istirahat/ tidur yang memadai
n analgesic untuk memfasilitasi nyeri
yang 7. Mengurangi atau menghilangkan faktor-
direkomenda faktor yang memicu atau meningkatkan rasa
sikan sakit (misalnya, takut, kelelahan, dan
 Melaporkan kurangnya pengetahuan)
nyeri dapat 8. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi
terkontrol (misalnya, relaksasi, terapi musik, akupresur,
aplikasi panas/ dingin, dan pijat) sebelum,
sesudah, dan, jika mungkin, selama nyeri;
sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan
bersama dengan tindakan penghilang nyeri
lainnya
9. Kolaborasi penggunaan analgesia yang
dikontrol oleh pasien (PCA)
10. Memantau interval kepuasan pasien dengan
manajemen nyeri

3.4 Catatan Perkembangan Keperawatan


Hari/Tgl Implementasi Evaluasi
Senin, 13 1. Mengidentifikasi lokasi , S : Klien mengatakan nyeri
Desember karakteristik, durasi, frekuensi, dan berkurang setiap kali
2021 kualitas nyeri melakukan teknik relaksasi
2. Menentukan dampak dari
pengalaman nyeri terhadap kualitas
hidup
3. Memberikan informasi tentang rasa
sakit
4. Mengontrol faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi pasien dalam
O : Wajah klien tampak baik
menanggapi ketidaknyamanan
A : Masalah sebagian teratasi
5. Memberikan istirahat/ tidur yang
P : Intervensi dihentikan
memadai
(menganjurkan pasien
6. Mengurangi atau menghilangkan
mengulangi intervensi setiap
faktor-faktor yang memicu atau
kali merasa nyeri)
meningkatkan rasa sakit
7. Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (misalnya,
relaksasi) sebelum, sesudah, dan,
jika mungkin, selama nyeri;
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat

Anda mungkin juga menyukai