S DENGAN
OLEH:
NIM : 1902032
T. A 2021/2022
BAB I
1.1 Definisi
Ruptur uteri merupakan komplikasi gawat adlam bidang obstetri yang memerlukan
tindakan dan penanganan serius. (Manuaba, 2015;161) ruptur uterus adalah robeknya
dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari
28 minggu.
Ruptur uteri adalah Keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan
langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum atau hubungan kedua rongga
masih dibatasi oleh peritoneum viserale. (Sarwono, 2016)
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan
lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan
darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan
setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada
persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat di lampauinya
daya regang miomentrium. (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, 2014).
Ruptur uteri adalah suatu robekan pada dinding uterus yang terjadi karena uterus
tidak dapat menerima tekanan. Robekan uterus dapat ditemukan pada sebagian besar
bagian bawah uterus, termasuk robekan pada vagina (Mitayani, 2013)
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Ruptur uteri menurut keadaan robek :
1. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal)
Ruptur uteri yang hanya dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa
(peritoneum) tetap utuh.
2. Ruptur uteri komplit (transperitoneal)
Rupture uteri yang selain dinding uterusnya robek, lapisan serosa (peritoneum) juga
robek sehingga dapat berada di rongga perut.
Klasifikasi ruptur uteri menurut kapan terjadinya
1. Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat disebabkan
oleh:
Bekas seksio sesaria
Bekas enukleasi mioma uteri
Bekas kuretase/ plasenta manual
Sepsis post partum
Hipoplasia uteri
2. Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum)
Ruptur uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju/ turun
yang dapat disebabkan oleh:
Versi ekstraksi
Ekstraksi forcep
Ekstraksi bahu
Manual plasenta
Klasifikasi ruptur uteri menurut etiologinya
1. Ruptur uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah atau dinding uterus masih
baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju atau tidak turun.
2. Ruptur uteri traumatika (violent)
Ruptur uteri yang terjadi oleh karena adanya rudapaksa pada uterus.
3. Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada dinding uterus sebagai
akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus sebelumnya.
1.3 Etiologi
Faktor etiologi ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: faktor trauma pada
uterus, faktor jaringan parut pada uterus, dan faktor yang terjadi secara spontan. Faktor
trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan. Kecelakaan sebagai faktor trauma
pada uterus berarti tidak berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya
trauma pada abdomen, sedangkan tindakan berarti berhubungan dengan proses
kehamilan dan persalinan misalnya versi ekstraksi, ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi,
manual plasenta, dan ekspresi/dorongan. Faktor jaringan parut pada uterus paling sering
karena parut bekas seksio sesaria, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi,
histerotomi, histerorafi dan lain-lain. Faktor yang menyebabkan ruptur uteri secara
spontan misalnya kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, kelainan
panggul, dan tumor pada jalan lahir.
Ruptur uteri disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya,
karena trauma, sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh atau normal
(tanpa ada jaringan parut). Angka kejadian Ruptur Uteri paling sering pada pasien yang
mengalami seksio sesar, karena adanya jaringan parut.
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
Miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara
manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas
interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus
bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain
atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim
Misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti
janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat
karena kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus,
anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi
rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan
putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix:
conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi;
grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang
salah.
c. Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
Ekstraksi Forsep
Versi dan ekstraksi
Embriotomi
Versi Braxton Hicks
Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
Manual plasenta
Kuretase
Ekspresi Kristeller atau Crede
Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
Trauma tumpul dan tajam dari luar.
1.4 Anatomi
Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak di atas
penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur silindris di
bawah, yakni serviks, yang terletak di bawah orifisium internum uteri. Uterus adalah
organ yang memiliki otot yang kuat dengan ukuran panjang 7 cm, lebar 4 cm, dan
ketebalan 2,5 cm (Junquera, 2007).
Dinding rahim terdiri dari 3 lapisan :
1) Peritoneum ( dinding uterus luar)
Penebalan peritonium diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat saraf.
Bagian ini meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen (perut)
2) Myometrium (Lapisan paling tebal)
Myometrium terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat
mendorong isinya keluar saat proses persalinan.Diantara serabut-serabut otot terdapat
pembuluh darah, pembulh lymfe dan urat syaraf.
3) Endometrium ( Lapisan terdalam)
Endometrium menebal ketika terjadi pembuahan yang tebalnya dipengaruhi hormon
kehamilan.
Fungsi uterus yaitu untuk menahan ovum yang telah di buahi selama
perkembangan. Sebutir ovum, sesudah keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba
uterina ke uterus.
Uterus akan terus tertekan seiring berkembang dan bertambah besarnya ukuran
janin, hal ini mampu memberikan tekanan pada Uterus. Pada Uterus mampu juga
terjadi robekan karena tidak mampu menahan adanya tekanan. Hal ini dinamakan
ruptur Uteri.
1.5 Patofisiologi
a. Ruptur uteri spontan.
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor
pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik karena ada
halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll.
Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pad suatu saat
regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium,
maka terjadilah ruptur uteri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah multiparitas,
stimulus oksitosin, dll. Disini ditengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak
jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga
regangan lebih mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan
keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan
pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur
uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat
bisa menyebabkab ruptur uteri.
b. Ruptur uteri traumatic.
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan.
Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena
rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi
adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta. Disini karena dystosia sudah
ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin
mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.
Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan
bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain adalah ketika melakukan
embriotomi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk
mengetahui terjadinya ruptur uteri.
c. Ruptur uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio
sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio
sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang
menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan
lebih baik, sehingga parut lebih kuat.
Ruptur uteri pada bekas parut sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad
kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas
seksio sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio
sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan
tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala.
Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan
lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali
dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga
terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar
terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian
keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas
luka. Jika arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok, janin dalam
uterus meningggal pula.
1.6
Manifestasi Klinis
1. Gambaran klinis ruptur uteri didahului oleh gejala gejala ruptur uteri yang
membakat, yaitu:
Didahului his yang kuat dan terus menerus
Rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah
Nyeri waktu ditekan
Gelisah atau seperti ketakutan
Nadi dan pernapasan cepat
Lingkaran retraksi (van bandle ring) meninggi sampai mendekati pusar
Segmen bawah uterus tegang
Nyeri pada perabaan
Ligamentum rotunda menegang
2. Setelah terjadi ruptur uteri dijumpai gejala-gejala:
a) Syok
b) Perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut)
c) Pucat
d) Nadi cepat dan halus
e) Pernapasan cepat dan dangkal
f) Tekanan darah turun
g) Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung di bawah dinding
perut
h) Ada nyeri tekan
i) Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi
j) Umumnya janin sudah meninggal
3. Jika kejadian ruptur uteri telah lama terjadi, akan timbul gejala-gejala:
a) Meteorismus
b) Defence muscular
c) Sulit meraba bagian janin
Menurut buku kapita selekta tanda-tanda ruptur uteri yaitu:
1. Nyeri abdomen
Dapat terjadi tiba-tiba, tajam dan seperti di sayat pisau. Apabila tejadi ruptur saat
persalinan, kontraksi uterus yang intermiten dan kuat akan berhenti secara tiba-tiba,
dan pasien akan mengeluh nyeri uterus yang menetap.
2. Pendarahan pervaginan
Dapat simptomatik karena karena pendarahan aktif dari pembuluh darah yang robek.
Sebelum mendiagnosa pasien terkena ruptura uteri maka, petugas kesehatan harus
mengenal tanda-tanda dari gejala ruptura uteri mengancam. Hal ini dimakksudkan agar
petugas kesehatan seperti bidan dapat mencegah ruptura uteri yang sebenarnya.
Jika ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan terjadi gejala ruptur uteri
yang sebenarnya yaitu:
Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah
mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau
forsep, embriotomi dan lain-lain.
1) Berikan segera cairan isotonic(ringer lakta atau garam fisiologi) 500ml dalam 15-20
menit dan siapkan laparatomy.
2) Lakukan laparatomy untuk melahirkan anak dan plasenta.
3) Bila konservasi uterus masih di perlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,lakukan
reprarasi uterus.
4) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkawatirkan lakukan
histerektomi.
5) Lakukan bilasan peritoneal dan pasang drai dari kavum abdomen.
6) Antibiotik dan serum anti tetanus
7) Bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, mengigil, darah bercampur cairan ketuban
berbau, hasil apusan atau biakan darah) segera berikan antibiotik sefektrum luas. Bila
terdapat tanda- tanda trauma alat genetalia atau luka yang kotor, tanyakan saat terakir
mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan
terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 m IM. (Sarwono
Prawiroharrdjo, 2007:170)
1.9 Komplikasi
a. Gawat janin
b. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan
tranfusi darah.
c. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi
sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk
periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera
memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita
peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.
d. Kecacatan dan morbiditas.
Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak hidup
akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi
sosial yang sulit mengatasinya.
1.10
BAB II
2.1 Pengkajian
1. Data Biografi
Meliputi identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku), identitas
penanggung jawab, dan identitas masuk. Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20
tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama :
Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan
nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli,
hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus
lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan :
Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
Tanda vital :
T/D : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
Suhu : Normal/ meningkat
Kesadaran : Normal / turun
Fundus uteri: lembek/keras, subinvolusi
Kulit : Dingin, berkeringat, kering, pucat, capilary refill memanjan
Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
Kandung kemih : Distensi, produksi urin menurun/berkurang
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan
3. Resiko gangguan maternal-fetal dyad berhubungan dengan komplikasi kehamilan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (terputusnya kontinuitas jaringan
dan syaraf pada dinding uterus)
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
2.3 Intervensi Keperawatan
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A. S
Umur : 33 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Petani
Suku / Bangsa : Batak/Indonesia
Alamat : Tipang Dolok
Status perkawinan : Menikah
B. Keluhan Utama
Pasien mengeluh kesakitan/adanya nyeri di bagian perineum terus menerus
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak punya riwayat penyakit keturunan dan tidak ada riwayat alergi.
2. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
D. Riwayat Persalinan :
G1P1A0
KALA I :
Kala I dimulai pada pukul 05.00 WIB pada tanggal 12 Desember 2021. Pasien
mengatakan perutnya mulai kencang-kencang dan nyeri. Pasien cemas karena
ini persalinan pertama dan selalu minta didampingi suaminya. Klien dengan
pembukaan 5 cm. TD : 100/70 mmHg, Nadi: 86x/mnt, S : 36,4⁰C, RR: 22x/mnt
a. HPHT : 7 Februari 2021 TTP : 14 November 2021
b. TFU : 2 jari dibawah px
c. Gerak Janin : aktif
d. Presentasi janin : presentasi kepala
e. Pembukaan Servik : 5 cm
f. Ukuran panggul dalam :
- C. Vera : 12,5 cm
- C. Oblique: 13 cm
- C. Diagonal : 12,5 cm
g. Linie innominate: tidak teraba
h. Promontorium: tidak teraba
i. Tingkat kecemasan ibu : Pasien tidak cemas
j. Penggunaan obat-obatan : -
Lama kala I : 1 jam 30 menit
KALA II
Persalinan kala II dimulai pada tanggal 12 Desember 2021 pukul 06.45 WIB
pembukaan 10 cm, TD : 100/80 mmHg, Nadi: 96x/mnt, S : 36,8⁰C, RR:
24x/mnt. Tanda dan gejala yang muncul antara lain: merasa kencang-kencang,
semakin berat, di bagian abdomen, punggung, dan genetalia, dengan skala nyeri
8 saat tidur miring ke kiri. Pukul 08.00 WIB lahir bayi laki-laki, menangis
keras, warna kulit kemerahan, bergerak aktif, dan tidak ada cacat bawaan. Klien
mengatakan lega persalinanya lancar walaupun lelah.
Lama Kala II : 1 jam 15 Menit
KALA III
Kala III ditandai dengan uterus teraba keras dengan fundus uterus 2 jari diatas
pusat, 20 menit kemudian plasenta lahir dengan spontan pukul 08.30 WIB
dengan karakteristik plasenta utuh sehingga dilakukan plasenta manual.
KALA IV
Kala IV dimulai pukul 08. 50 WIB. TD: 100/70 mmHg, Nadi : 86x/mnt, S:
36,5⁰C, RR : 20x/mnt uterus teraba keras dengan fundus uteri sejajar pusat,
message perut dilakukan oleh bidan dan keluarga. perdarahan dengan berwarna
merah segar, tidak berbau. Klien mengatakan sakit pada kemaluan.
E. Keadaan Umum
1. Tanda-tanda Vital:
TD : 100/70 mmHg
N : 96 x/mnt
RR : 24 x /mnt
T : 36, 8⁰C
2. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Rambut
Rambut berwarna hitam, bersih, tidak ada rambut rontok, tidak ada lesi
di kepala
Mata
Simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak enemis, sclera putih dan tidak
ikterik
Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tampak bersih
Hidung
Simetris kiri dan kanan, tampak bersih,
Mulut dan gigi
Mukosa bibir terliaht kering, tidak ada perdarahan pada gigi, gigi tidak
karies
Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid ketika di palpasi
2) Thorax
Payudara
Simetris kiri dan kanan, aerola berwarna hitam, putting susu menonjol
3) Ekstremitas
Simetris
4) Genetalia
Ada jahitan di bagian perineum
3. Pola makan
a. Pola tidur
-waktu tidur : tidak teratur
-masalah tidur :-
b. Pola eliminasi
-pola BAB : tidak teratur
-pola BAk : tidak teratur
c. Pola makan
Kesulitan mengunyah : tidak ada
Masalah pola makan : tidak ada
d. Pola minum
Jenis minum : air putih dan teh
Pola minum :teratur
Kesulitan minum : tidak ada
Upaya mengatasi ; tidak ada
e. Pola kegiatan beraktivitas: -
F. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: Ruptur uteri Nyeri akut
Pasien mengeluh kesakitan/ nyeri
DO: Perluasan segmen bawah
P: Ruptur uteri (robekan pada ke atas
uterus)
Q: Nyeri akut Retraksi meningkat
T: Terus-menerus
Nyeri Akut