TINJAUAN PUSTAKA
1
1.1.2 Etiologi
2
manual.
2) Rupture uteri traumatika
Faktor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan
tindakan. Kecelakaan sebagai faktor trauma pada uterus berarti
tidak berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan
misalnya trauma pada abdomen. Tindakan berarti berhubungan
dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya versi
ekstraksi, ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, manual
plasenta, dan ekspresi atau dorongan
3) Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada
parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada
uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma
(miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut
karena kerokan yang terlampau dalam. Di antara parut-parut
bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea
klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada parut
bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal
ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus
yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa
nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih
kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa menimbulkan gejala-
gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga
terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang
terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan
lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk
akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini
biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur
uteri inkompleta.
Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteria besar
3
terbuka dan timbul perdarahan yang untuk sebagian
berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar.
Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-
kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri
spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika
arteria besar luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan
syok, janin dalam uterus meninggal pula.
4
1.1.4 Jenis
1) Inkomplet
Kedalaman miometrium mungkin robek. Perimetrium tetap utuh da
n miometrium eksternal mungkin robek tetapi laserasi tidak meluas
ke badan uterus. Hal tersebut dapat menyebabkan hemoragi intrape
ritoneal.
2) Komplet
Mengenai semua lapisan uterus. Terdapat hubungan langsung antar
a anggota uteri dan abdomen dan janin mungkin dikeluarkan dari u
terus ke rongga abdomen.
1.1.5 Patofisiologi
5
bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga
sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya
rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk
memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina
dan jaringan parametra.
1.1.6 Klasifikasi
6
Menurut robekanya peritoneum:
1) Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya
(perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara
rongga perut dan rongga uterus, dengan bahaya peritonitis.
2) Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek.
Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke
ligamentum latum.
Menurut etiologinya:
1. Ruptura uteri spontanea
Menurut etiologi dapat dibagi 2:
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada
bekas seksio sesarea, miomektomi, perforasi waktu kuretase,
histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada
graviditas pada kornu yang rudimenter dan gravidatas
interstitialis, kelainan kongenital dari uterus, seperti hipoplasi
uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola
destruens, adenominis dan lain-lain, atau pada gemeli dan
hidramnion, dimana dinding rahim tipis dan regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada
panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar
seperti janin pesien D.M, hidrops fetalis, postmaturitas dan
grandemultipara. Juga dapat karena kelainan konginetal dari
janin: hidrosefalus, monstrum, torakofagus, ansefalus dan
shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan
presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala: letak defleksi,
letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena
adanya tumor pada jalan lahir; rigrid cervix: conglumeratio
7
cervicis, hanging cervix; retrofleksia uteri gravida dengan
sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum);
atau juga pimpinan partus yang salah.
2. Ruptura uteri violenta (traumatika), karena tindakan dan lain
seperti:
a. Ekstraksi forsep
b. Versi dan ekstraksi
c. Embriotomi
d. Versi Braxton Hicks
e. Sindroma tolakan (pushing syndrome)
f. Manual plasenta
g. Kuretase
h. Ekspressi Kristeller atau Crede
i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
j. Trauma tumpul dan tajam dari luar.
Menurut gejala klinis:
Ruptura uteri imminens (membakat = mengancam); penting
untuk diketahui.
Ruptura uteri (sebenarnya).
1.1.7 Diagnosis
Terlebih dahulu, dan ini yang penting, adalah mengenal betul gejala
dari ruptur uteri mengancam sebab dalam hal ini kita dapat bertindak
secepatnya supaya tidak terjadi ruptura uteri yang sebenarnya.
8
1.1.8 Penatalaksanaan
9
disertai pemberian antibiotika spektrum luas yang tepat dan adekuat.
1.1.9 Komplikasi
a. Gawat janin
b. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak
segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk
selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi
darah.
c. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana
ruptur uteri telah terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan
telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam
yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak
segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti
pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis
pasca bedah.
d. Kecacatan dan morbiditas
Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus
belum punya anak hidup akan meninggalkan sisa trauma
psikologis yang berat dan mendalam.
Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah
keluarga merupakan komplikasi sosial yang sulit
mengatasinya.
1.1.10 Prognosis
10
Ruptura merupakan peristiwa yang sangat gawat bagi
dan lebih-lebih bagi anak, keadaan ini masih banyak dijumpai
di negara-negara berkembang.
11
12
BAB II
I. PENGKAJIAN
Tanggal................jam...........
Tempat......
Pemeriksa......
a. Data Subyektif
1. Biodata
Ditanyakan untuk mengetahui nama, alamat, umur, pekerjaan,
pendidikan,agama.
2. Alasan datang
Untuk mengetahui alasan datang ke fasilitas kesehatan
3. Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan ibu saat datang, yang biasanya dirasakan
oleh ibu dengan ruptur uteri adalah:
Ibu mengeluh seperti ada sesuatu yang putus di bagian bawah,
Nyeri abdomen dapat tiba-tiba , tajam dan seperti disayat pisau.
Apabila terjadi ruptur sewaktu persalinan, kontraksi uterus yang
intermiten, kuat dapat berhenti tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri
uterus yang menetap.
Perdarahan per vaginam simptomatik karena perdarahan aktif dari
pembuluh darah yang robek.
Nyeri bahu dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum.
13
4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Perlu ditanyakan apakah Ibu pernah menderita penyakit yang mungkin
kambuh saat persalinan dan berpengaruh pada persalinannya.
Diabetes Melitus : diabetes mellitus menyebabkan makrosomia janin.
Akibatnya uterus terlalu teregang yang bisa
menyebabkan terjadinya ruptur uteri
Anemia : potensial menyebabkan HPP karena atonia uteri.
Mioma : berpotensial terjadi Ruptur uteri sikatrik, yaitu
ruptur uteri spontan yang terjadi pada bekas
sikatrik dinding uterus akibat operasi dinding
uterus.
14
c. Riwayat Kehamilan Sekarang
Ditanyakan ini kehamilan yang keberapa. Grandemultipara bisa
menyebabkan terjadinya ruptur uteri karena uterus yang sudah berkali-
kali diregang akibat kehamilan.
6. Riwayat persalinan Sekarang
Ditanya apakah sebelum ke bidan ibu ini melahirkan ke dukun. Karena
ruptur uteri biasanya terjadi akibat adanya dorongan atau intervensi yang
tidak perlu yang dilakukaan oleh dukun.
b. Data obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik atau cukup. Pada kasus ruptur uteri biasanya
pasien mengalami syok, tampak sakit dan
dehidrasi
Kesadaran : komposmentis, somnolen, apatis atau koma.
Nadi : normalnya 80 – 100x/menit. Pada kasus ruptur
uteri pasien mengalami takikardia (Nadi lebih dari
100x/mnt) yang merupakan indikasi kehilangan
darah akut, perdarahan ekstra dan intraabdomen.
Tekanan darah : normalnya 90/60 – 130/90 mmHg. Pada kasus
ruptur uteri pasien mengalami hipotensi (Tekanan
darah kurang dari 90/60mmHg) yang merupakan
indikasi kehilangan darah akut, perdarahan ekstra
dan intraabdominal
Pernafasan : normalnya 18 – 24x/menit. Pada pasien ruptur
uteri pernapasan menjadi cepat dan dangkal.
Pernafasan 24x/menit, indikasi bahwa pasien
mengalami syok.
Suhu : 36,5 – 370C. Pada kasus ruptur uteri suhu di bawah
36,50C, indikasi bahwa pasien menglami syok.
15
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Mata : konjungtiva merah muda atau pucat. Pada kasus
ruptur uteri biasanya kinjungtiva berwarna pucat
Muka : apakah terdapat oedema pada muka, apakah muka
pucat. Pada kasus ruptur uteri biasanya muka
pasien pucat akibat kehilangan banyak darah.
Mulut : apakah mulut lembab, apakah kering. Pada kasus
ruptur uteri mulut pasien kering menandakan
adanya dehidrasi.
Abdomen : apakah terlihat lingkaran Bandle yang
mengindikasi adanya tanda dari ruptur uteri.
Genetalia : Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak
begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan
atau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat jalan
lahir.
b. Palpasi
Abdomen : Teraba krepitasi pada kulit perut yang
menandakan adanya emfisema subkutan.
Bila kepala janin belum turun, akan mudah
dilepaskan dari pintu atas panggul.
Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi
berada di rongga perut maka teraba bagian-bagian
janin langsung di bawah kulit perut, dan di
sampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai
suatu bola keras sebesar kelapa.
Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat
yang robek.
16
c. Auskultasi
DJJ : normalnya 120 – 160 x/menit. Biasanya denyut
jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi
beberapa menit setelah ruptura, apalagi kalau
plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga
perut.
Kebutuhan segera:
17
IV. INTERVENSI
a. Mandiri
1. Pemantauan pemberian oksigen
R/ Diberikan oksigen sebanyak 3lt/mnt. Agar suplai oksigen ke otak
kembali tercukupi.
E/ TTV ibu dalam batas normal serta Ibu dapat diselamatkan.
2. Pemantauan tetesan infus RL
R/ Diberikan cairan infus RL 2 flash dalam 15 menit jika masih syok
diberikan sampai tekanan darah naik. Mengapa diberikan cairan RL karena
RL merupakan larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan
ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada
pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok.
E/ TTV ibu dalam batas normal dan ibu dapat diselamatkan
3. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu atau keluarga
R/ Hasil pemeriksaan yang dijelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai
kondisi ibu saat ini. Tujuannya agar ibu dan keluarga lebih mengerti
kondisinya saat ini dan agar ibu lebih kooperatif.
E/ Ibu dan keluarga mengerti keadaannya saat ini.
4. Berikan Informed consent dan Informed choice
R/ Untuk memberikan kebebasan kepada pasien dalam memilih tindakan
yang akan di berikan serta melindungi bidan dari gugatan pasien.
E/ Ibu bersedia menandatangani Informed consent, setuju dan mendukung
tindakan bidan serta tidak akan mengugat bidan jika terjadi keadaan yang
tidak diinginkan.
5. Kateterisasi
R/ Dilakukan untuk mengetahui apakah ada hematuri yang menandakan
adanya robekan pada kandung kemih.
E/ Telah dilakukan kateterisasi dengan hasil hematuri +/-
18
b. Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter untuk melakukan tes golongan Rhesus
R/ Dipersiapkan jika ibu membutuhkan tranfusi darah karena rhesus yang
berdeda menyebabkan aglutinasi pada darah.
E/ Telah dilakukakan pemeriksaan Rhesus dengan hasil +/-
2. Kolaborasi dengan dokter untuk tranfusi darah dan pemberian antibiotika
R/ Tranfusi darah dan pemasangan infus dapat menggantikan cairan yang
hilang sehingga syok dapat diatasi. Sedangkan pemberian antibiotika
dimaksudkan untuk mengobati jika terjadi infeksi.
E/ Telah dilakukan tranfusi darah sebanyak 2 kantong sesuai dengan
golongan darah dan Rhesus ibu. Serta telah diberikan antibiotik sesuai
dengan anjuran dokter.
c. Rujukan
1. Laparotomi
R/ Laparotomi adalah tindakan yang terbaik. Janin dikeluarkan lebih
dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini jika
janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan histerektomi.
2. Histerektomi supravaginal
R/ Histerektomi supravaginal lebih mudah dilakukan dan waktu yang
diperlukan lebih pendek.
3. Histerektomi total
19
V. IMPLEMENTASI
20
perdarahan
i. Berikan antibiotic
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena
perdarahan
j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan
perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang
dingin
c. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan
dalam produksi ASI
d. Tindakan kolaborasi :
Monitor kadar gas darah dan PH (perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda hipoksia jaringan)
Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan).
3. Cemas atau ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau
ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
21
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon
fisiologisc. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap
mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
c. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang
tidak diketahui
d. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
e. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mechanism
koping yang tepat.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal)
Rencana tindakan :
a. Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya
infeksi
b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus
yang lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia,
shock yang tidak terdeteksi
c. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea
yang berkepanjangan
d. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi
saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
e. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah
22
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
f. Tindakan kolaborasi
Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan
untuk keadaan infeksi ).
5. Resiko syok hipovolemik sampai dengan perdarahan.
Tujuan: Tidak terjadi shock (tidak terjadi penurunan kesadaran
dan tanda-tanda dalam batas normal)
Rencana tindakan :
a. Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume
intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang
dapat meningkatkan perfusi jaringan.
b. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam.
R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya
dehidrasi secara dini.
c. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak
ditangani secara baik.
d. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan
yang berlebihan.
e. Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang
dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah
terjadinya shock.
f. Pemberian koagulantia dan uterotonika.
R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan
23
uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.
VI. EVALUASI
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
1. Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
3. Gas darah dalam batas normal
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan
perasaan psikologis dan emosinya
6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
7. Klien tidak merasa nyeri
8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya
BAB III
TINJAUAN KASUS
24
Tanggal Pengkajian : 7 Februari 2014
1. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
a. Identititas klien
b. Alasan Datang
c. Keluhan Utama
Ibu hamil 9 bulan, dirujuk oleh bidan dikarenakan mengeluh nyeri perut
bagian bawah dan mengalami perdarahan pervaginam.
d. Riwayat Kesehatan
25
Ibu di rawat di rumah sakit karena perdarahan. Ibu tidak sedang
menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS dan tidak
tidak mempuyai penyakit menurun seperti DM, hipertensi, dan asma.
Ibu hanya pernah sakit biasa seoerti batuk, pilek, dan ibu tidak pernah
menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS dan tidak
tidak mempuyai penyakit menurun seperti DM, hipertensi, dan asma. Ibu
pernah mengalami mioma dan sudah menjalani miomektomi.
Dalam keluarga ibu maupun suami tidak ada menderita penyakit menular
seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS dan tidak tidak mempuyai penyakit
menurun seperti DM, hipertensi, dan asma.
e. Riwayat Haid
f. Riwayat Obstetri
26
Kehamilan Sekarang
Pada tanggal 26 September 2018 sejak pukul 09.00 WIB, ibu mengalami
perdarahan dan ibu langsung di rujuk ke rumah sakit. Setelah di rumah
sakit, ibu melakukan pemeriksaan fisik dan USG, dari hasil yang di
dapatkan ibu mengalami ruptur uteri inkomplit. Selama perawatan di RS
ibu masih mengalami perdarahan dan KU ibu cukup.
g. Riwayat KB
Nutrisi
27
ikan, tahu, telur, sayur. Tidak ada pantangan dan alergi. Minum air putih
7-8 gelas / hari.
Istirahat
Aktivitas
Eliminasi
Di RS : BAB 2x / hari
Personal Hygiene
Psikologis
28
Ibu sangat khawatir dengan keadaan bayinya dan perdarahan yang
dialaminya
Sosial
Spiritual
Ibu selalu menjalankan sholat 5 waktu dan berdoa agar diberi kesehatan
dan kelancaran bagi ibu dan bayinya.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
KU : Lemah LILA : 26 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
29
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe, tidak ada
pembendungan vena jugularis
Abdomen : Terdapat linea nigra, strie albican, tidak ada bekas operasi,
terdapat luka operasi miomektomi
b. Palpasi
30
sebelah kiri teraba bagian-bagian kecil janin
yang menandakan ekstremitas
c. Auskultasi : (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 9 mg%
Dx : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi
kepala, puka dengan ruptur uteri inkomplit.
Keasadaran : Somnolen
TD : 110/70 mmHg
31
Nadi : 100x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,70C
Pemeriksaan Fisik
32
2. Potensial terjadi IUFD
3. Potensial terjadi infertil
4. Potensial terjadi sepsis
5. Potensial terjadi syok hypovolemik
5. INTERVENSI
Dx : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi
kepala, puka dengan ruptur uteri inkomplit.
Kriteria Hasil :
Kesadaran : Composmentis
N : 60 – 100 x/menit
RR : 20 – 24 x/menit
S : 36,5 – 37,5oC
Intervensi :
33
R/ Hasil pemeriksaan yang dijelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai kondisi ibu
saat ini. Tujuannya agar ibu dan keluarga lebih mengerti kondisinya saat ini dan agar
ibu lebih kooperatif.
2. Berikan dukungan mental kepada ibu dan keluarga
R/ Agar dapat menerima keadaan
3. Pasang cairan infus RL dengan jarum berukuran 16 atau 18 dengan 28 tpm
R/ Diberikan cairan RL karena RL merupakan larutan isotonis yang paling mirip
dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok.
4. Pantau pemberian O2 sebanyak 5 lt/menit
R/ Agar suplai oksigen ke otak kembali tercukupi.
5. Pasang kateter
R/ Untuk mengetahui apakah ada hematuri yang menandakan adanya robekan pada
kandung kemih.
6. Hubungi keluarga untuk mecari donor darah bagi ibu
R/ Untuk menggantikan darah yang hilang akibat perdarahan
7. Berikan Informed consent dan Informed choice
R/ Untuk memberikan kebebasan kepada pasien dalam memilih tindakan yang akan
di berikan serta melindungi bidan dari gugatan pasien.
8. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
R/Untuk memberikan rasa nyaman pada ibu
9. Rujuk ibu ke RS dengan memperhatikan BAKSOKUDA
R/ Untuk mendapat penanganan lebih lanjut yaitu histerektomi
6. IMPLEMENTASI
34
Pukul : 09.20 WIB
7. EVALUASI
35
O : Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,70C
Perdarahan : 350 cc
A : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi
kepala, puka dengan ruptur uteri inkomplit
~ Berikan motivasi pada ibu untuk tidak terlalu cemas dan banyak berdoa
CATATAN PERKEMBANGAN
36
Tempat : di RS Sahabat
Kesadaran : Composmentis
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.9oC
A : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi kepala,
puka dengan ruptur uteri inkomplit.
CATATAN PERKEMBANGAN
37
Tempat : di RS Sahabat
~ Ibu mengatakan rasa nyeri perut bagian bawah mulai sedikit berkurang
Kesadaran : Composmentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37.7oC
A : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi kepala,
puka dengan ruptur uteri inkomplit.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membandingkan antara teori yang di kemukakan oleh para
ahli dengan praktik. Apakah di dalamnya terdapat perbedan atau tidak.
38
Pada pengkajian di dapatkan Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak
membujur, presentasi kepala, puka dengan ruptur uteri inkomplit. Keluhan utama nyeri tekan
pada perut bagian bawah dan perdarahan pervaginampada tanggal 26 September 2018 pukul
09.00 WIB. Dari beberapa teori ruptur uteri adalah komplikasi kehamilan dan persalinan
yang berbahaya ketika terjadi laserasi dinding uteri (Medforth, Janet, dkk, 2012). Dari
pengkajian dan teori yang telah disampaikan di atas, tidak ditemukan kesenjangan
antara teori dan praktik. Mengingat perdarahan yang keluar pada kehamilan 36-38
minggu. Untuk menegakkan diagnosa, maka dilakukan pengkajian data yang di
dapatkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan yang menentukan perdarahan yang keluar
dari jalan lahir, pemeriksaan penunjang dengan USG yaitu melihat keadaan uterus.
Pada Ny “V” sudah dilakukan anamnesa dengan keluhan yang saat ini dirasakan, data
subjektif dari ibu, dan sudah dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi,
palapasi, auskultasi, dan perkusi. Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada tanggal 26 September 2018. Dengan demikian untuk menegakkan diagnosatidak
ada kesenjangan teori dan praktik.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
Cunningham. 2009. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC
41