Anda di halaman 1dari 41

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Teori

1.1.1 Definisi Ruptur Uteri

Ruptur Uteri adalah komplikasi kehamilan dan persalinan yang


berbahaya ketika terjadi laserasi dinding uteri. Robekan dapat meluas
ke pembuluh darah uteri dan hemoragi terjadi. Ruptur uteri merupakan
penyebab kematian maternal dan janin (Medforth, Janet, dkk, 2012).
ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miomentrium. Ruptur uteri adalah robeknya
dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau
tanpa robeknya perioneum visceral. Uterus yang ruptur dapat langsung
terhubung dengan rongga peritoneum (komplet) atau mungkin di
pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus atau
oleh ligamentum latum (inkomplet)

Kita perlu membedakan antara ruptur terlepasnya jaringan


parut seksio sesarea. Ruptur mengacu pada pemisahan insisi uterus
lama di seluruh panjangnya disertai ruptur selaput ketuban sehingga
rongga uterus dan rongga peritoneum dapat berhubungan. Dalam
keadaan tersebut, seluruh atau sebagian janin biasanya menonjol ke
dalam rongga peritoneum. Selain itu, dari tepi jaringan parut atau dari
perluasan ke bagian uterus yang sebelumnya normal, terjadi
perdarahan bermakna. Sebaliknya, pada dehiscene, selaput ketuban
tidak mengalami ruptur dan janin tidak menonjol ke dalam rongga
peritoneum. Biasanya, terlepasnya uterus tidak mengenai seluruh
jaringan parut uterus, peritoneum diatasnya utuh, dan perdarahan tidak
ada atau minimal.

1
1.1.2 Etiologi

Trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus


berkontraksi Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau
anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi
dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut. Akhir-
akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya
jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini
kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya
kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada
persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur
uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan
trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara
berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab
yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang.
Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami dengan
kuat sehingga merusak dirinya sendiri.
1) Ruptur uteri spontan
Terjadi lebih sering para multipara (terutama pada
grandemultipara) dari pada primi para. Mungkin
disebabkan dinding rahim pada multipara sudah lemah.
Rupture juga sering terjadi pada orang yang berumur.
Penyebab yang penting ialah panggul sempit, letak
lintang hidrosefal, tumor yang menghalangi jalan lahir, dan
presentasi dahi atau muka. Rupture spontan biasanya terjadi
dalam kala pengeluaran, tetapi ada kalanya sudah terjadi dalam
kehamilan, misalnya pada hidrosefal atau jika dinding rahim
lemah rupture bisa terjadi karena kuretase, sepsis pasca
persalinan atau pasca abortus, atau pelepasan plasenta secara

2
manual.
2) Rupture uteri traumatika
Faktor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan
tindakan. Kecelakaan sebagai faktor trauma pada uterus berarti
tidak berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan
misalnya trauma pada abdomen. Tindakan berarti berhubungan
dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya versi
ekstraksi, ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, manual
plasenta, dan ekspresi atau dorongan
3) Ruptur uteri jaringan parut
Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada
parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada
uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma
(miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut
karena kerokan yang terlampau dalam. Di antara parut-parut
bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea
klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada parut
bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal
ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus
yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa
nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih
kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa menimbulkan gejala-
gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga
terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang
terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan
lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk
akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini
biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur
uteri inkompleta.
Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteria besar

3
terbuka dan timbul perdarahan yang untuk sebagian
berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar.
Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-
kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri
spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika
arteria besar luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan
syok, janin dalam uterus meninggal pula.

1.1.3 Faktor Risiko


1) Ruptur jaringan parut setelah seksio sesarea (insisi segmen bawah
dan segmen atas), histerotomi, miomektomi, jahitan rupture sebelu
mnya. Dehisens pada jaringan parut merupakan kondisi yang palin
g sering menyebabkan rupture.
2) Ruptur spontan terjadi akibat konstraksi uteri yang kuat. Ruptur sp
ontan ini kadang berhubungan dengan penggunaan oksitosin, teruta
ma pada wanita multipara atau persalinan macet.
3) Ruptur traumatis akibat penggunaan instrument, mis., pelahiran d
engan forsep rotasional yang tinggi, atau dari manipulasi (mis., vers
i podalik internal dan ekstraksi bokong pada kembar kedua), jika ter
dapat jaringan parut sebelumnya.
4) Trauma dapat terjadi akibat kecelakaan.

4
1.1.4 Jenis

1) Inkomplet
Kedalaman miometrium mungkin robek. Perimetrium tetap utuh da
n miometrium eksternal mungkin robek tetapi laserasi tidak meluas
ke badan uterus. Hal tersebut dapat menyebabkan hemoragi intrape
ritoneal.
2) Komplet
Mengenai semua lapisan uterus. Terdapat hubungan langsung antar
a anggota uteri dan abdomen dan janin mungkin dikeluarkan dari u
terus ke rongga abdomen.

1.1.5 Patofisiologi

Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri


dans servik uteri. Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim
yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih dari 20
minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum
uteri, maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus
yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl.
Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3
jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap
kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM). Rupture uteri
terutama disebabkan oleh peregangna yang luar biasa dari uterus.
Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya
lokus minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan
kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement
dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju
(obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya
(his kuat) maka SBR yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi

5
bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga
sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya
rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk
memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina
dan jaringan parametra.

1.1.6 Klasifikasi

1) Menurut waktu terjadinya

 Ruptura uteri gravidarum


Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
 Ruptura uteri durante partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR,
jenis inilah yang terbanyak.
2) Menurut lokasinya:
 Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi, seperti seksio sesaria klasik (korporal) atau
miomektomi.
 Segmen bawah rahim (SBR)
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju).
SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya
terjadilah ruptura uteri.
1. Serviks uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep
atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum
lengkap.
2. Kolpoporeksis-kolporeksis
Robekan-robekan di antara serviks dan vagina.

6
Menurut robekanya peritoneum:

1) Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya
(perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara
rongga perut dan rongga uterus, dengan bahaya peritonitis.
2) Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek.
Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke
ligamentum latum.
Menurut etiologinya:
1. Ruptura uteri spontanea
Menurut etiologi dapat dibagi 2:
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada
bekas seksio sesarea, miomektomi, perforasi waktu kuretase,
histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada
graviditas pada kornu yang rudimenter dan gravidatas
interstitialis, kelainan kongenital dari uterus, seperti hipoplasi
uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola
destruens, adenominis dan lain-lain, atau pada gemeli dan
hidramnion, dimana dinding rahim tipis dan regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada
panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar
seperti janin pesien D.M, hidrops fetalis, postmaturitas dan
grandemultipara. Juga dapat karena kelainan konginetal dari
janin: hidrosefalus, monstrum, torakofagus, ansefalus dan
shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan
presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala: letak defleksi,
letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena
adanya tumor pada jalan lahir; rigrid cervix: conglumeratio

7
cervicis, hanging cervix; retrofleksia uteri gravida dengan
sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum);
atau juga pimpinan partus yang salah.
2. Ruptura uteri violenta (traumatika), karena tindakan dan lain
seperti:
a. Ekstraksi forsep
b. Versi dan ekstraksi
c. Embriotomi
d. Versi Braxton Hicks
e. Sindroma tolakan (pushing syndrome)
f. Manual plasenta
g. Kuretase
h. Ekspressi Kristeller atau Crede
i. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
j. Trauma tumpul dan tajam dari luar.
Menurut gejala klinis:
 Ruptura uteri imminens (membakat = mengancam); penting
untuk diketahui.
 Ruptura uteri (sebenarnya).

1.1.7 Diagnosis

Terlebih dahulu, dan ini yang penting, adalah mengenal betul gejala
dari ruptur uteri mengancam sebab dalam hal ini kita dapat bertindak
secepatnya supaya tidak terjadi ruptura uteri yang sebenarnya.

8
1.1.8 Penatalaksanaan

Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan


umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah,
kardiotonika, antibiotika, dan sebagainya. Bila keadaan umum mulai
baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparotomi dengan
tindakan jenis operasi:

1) Histerektomi, baik total maupun subtotal


2) Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya
3) Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian
antibiotika yang cukup.

Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor,


antara lain:

1) Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis)


2) Jenis ruptur, inkompleta, atau kompleta
3) Jenis luka robekan: jelek, terlalu lebar, sudah lama, pinggir tidak
rata, dan sudah banyak nekrosis
4) Tempat luka, apakah pada serviks, korpus , atau segmen bawah
rahim
5) Perdarahan dari luka: sedikit atau banyak
6) Umur dan jumlah anak hidup
7) Kemampuan dan keterampilan penolong.

Di R.S. Pirngadi Medan, karena umumnya penderita adalah


kiriman dari luar dan telah terjadi ruptura uteri yang hebat dan
berlangsung lama serta telah terlantar tindakan umumnya adalah
histerektomi totalis dan subtotal. Hanya pada satu dua kasus yang
dilakukan histerorafi dimana ruptura terjadi di rumah sakit. Menurut
Krishna Menon (India) melakukan histerorafi dapat diterima bila

9
disertai pemberian antibiotika spektrum luas yang tepat dan adekuat.

1.1.9 Komplikasi
a. Gawat janin
b. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak
segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk
selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi
darah.
c. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana
ruptur uteri telah terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan
telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam
yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak
segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti
pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis
pasca bedah.
d. Kecacatan dan morbiditas
 Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus
belum punya anak hidup akan meninggalkan sisa trauma
psikologis yang berat dan mendalam.
 Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah
keluarga merupakan komplikasi sosial yang sulit
mengatasinya.

1.1.10 Prognosis

10
Ruptura merupakan peristiwa yang sangat gawat bagi
dan lebih-lebih bagi anak, keadaan ini masih banyak dijumpai
di negara-negara berkembang.

Prognosa ibu tergantung dari beberapa faktor:


1) Diagnosa serta pertolongan yang cepat dan tepat
2) Keadaan umum penderita
3) Jenis ruptura dan apakah arteri uterina ikut
putus
4) Cara terjadinya ruptur: ruptur uteri pada bekas
parut lebih baik dari yang traumatika.
5) Fasilitas tempat pertolongan, penyediaan cairan
dan darah yang cukup.
6) Keterampilan operator dan jenis anestesi

Angka kematian maternal karena ruptura uteri masih


tinggi. Dari laporan beberapa rumah sakit besar di Indonesia
berkisar antara 30-50%. Sebab kematian terutama karena
perdarahan, infeksi (peritonitis, ileus paralitik), trauma
anestesi, dan syok postoperatif. Prognosa bagi janin lebih
buruk lagi, angka kematian anak sangat tinggi: Eastman
81,8%, Toha (Surabaya) hampir 100% dan R.S. Pirngadi
Medan 89-100%.

2.1.11 Gambar Kasus

11
12
BAB II

KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN

PADA PASIEN DENGAN RUPTUR UTERI

I. PENGKAJIAN
Tanggal................jam...........
Tempat......
Pemeriksa......
a. Data Subyektif
1. Biodata
Ditanyakan untuk mengetahui nama, alamat, umur, pekerjaan,
pendidikan,agama.
2. Alasan datang
Untuk mengetahui alasan datang ke fasilitas kesehatan
3. Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan ibu saat datang, yang biasanya dirasakan
oleh ibu dengan ruptur uteri adalah:
 Ibu mengeluh seperti ada sesuatu yang putus di bagian bawah,
 Nyeri abdomen dapat tiba-tiba , tajam dan seperti disayat pisau.
 Apabila terjadi ruptur sewaktu persalinan, kontraksi uterus yang
intermiten, kuat dapat berhenti tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri
uterus yang menetap.
 Perdarahan per vaginam simptomatik karena perdarahan aktif dari
pembuluh darah yang robek.
 Nyeri bahu dapat berkaitan dengan perdarahan intraperitoneum.

13
4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Perlu ditanyakan apakah Ibu pernah menderita penyakit yang mungkin
kambuh saat persalinan dan berpengaruh pada persalinannya.
Diabetes Melitus : diabetes mellitus menyebabkan makrosomia janin.
Akibatnya uterus terlalu teregang yang bisa
menyebabkan terjadinya ruptur uteri
Anemia : potensial menyebabkan HPP karena atonia uteri.
Mioma : berpotensial terjadi Ruptur uteri sikatrik, yaitu
ruptur uteri spontan yang terjadi pada bekas
sikatrik dinding uterus akibat operasi dinding
uterus.

Gemeli : apakah ibu memiliki riwayat kembar baik dari si


ibu sendiri ataupun dari suami. Karena kehamilan
kembar bisa juga menyebabkan ruptur uteri akibat
uterus terlalu diregang.
5. Riwayat Kehamilan Persalinan Dan Nifas Yang Lalu
a. Riwayat kehamilan yang Lalu
Ditanyakan apakah kehamilan yang terdahulu pernah mengalami
abortus yang sampai dilakukan kuretase atau pernah mengalami trauma
tajam ataupun tumpul di daerah perut. Hal ini ditanyakan karena
kuretase dan trauma di daerah perut merupakan faktor predisposisi dari
ruptur uteri.
b. Riwayat Persalinan yang Lalu
Ditanyakan apakah dulu persalinan normal atau menggunakan alat
atau dengan operasi. Hal ini ditanyakan karena mungkin bisa terjadi
ruptur uteri akibat luka bekas operasi SC

14
c. Riwayat Kehamilan Sekarang
Ditanyakan ini kehamilan yang keberapa. Grandemultipara bisa
menyebabkan terjadinya ruptur uteri karena uterus yang sudah berkali-
kali diregang akibat kehamilan.
6. Riwayat persalinan Sekarang
Ditanya apakah sebelum ke bidan ibu ini melahirkan ke dukun. Karena
ruptur uteri biasanya terjadi akibat adanya dorongan atau intervensi yang
tidak perlu yang dilakukaan oleh dukun.

b. Data obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik atau cukup. Pada kasus ruptur uteri biasanya
pasien mengalami syok, tampak sakit dan
dehidrasi
Kesadaran : komposmentis, somnolen, apatis atau koma.
Nadi : normalnya 80 – 100x/menit. Pada kasus ruptur
uteri pasien mengalami takikardia (Nadi lebih dari
100x/mnt) yang merupakan indikasi kehilangan
darah akut, perdarahan ekstra dan intraabdomen.
Tekanan darah : normalnya 90/60 – 130/90 mmHg. Pada kasus
ruptur uteri pasien mengalami hipotensi (Tekanan
darah kurang dari 90/60mmHg) yang merupakan
indikasi kehilangan darah akut, perdarahan ekstra
dan intraabdominal
Pernafasan : normalnya 18 – 24x/menit. Pada pasien ruptur
uteri pernapasan menjadi cepat dan dangkal.
Pernafasan 24x/menit, indikasi bahwa pasien
mengalami syok.
Suhu : 36,5 – 370C. Pada kasus ruptur uteri suhu di bawah
36,50C, indikasi bahwa pasien menglami syok.

15
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Mata : konjungtiva merah muda atau pucat. Pada kasus
ruptur uteri biasanya kinjungtiva berwarna pucat
Muka : apakah terdapat oedema pada muka, apakah muka
pucat. Pada kasus ruptur uteri biasanya muka
pasien pucat akibat kehilangan banyak darah.
Mulut : apakah mulut lembab, apakah kering. Pada kasus
ruptur uteri mulut pasien kering menandakan
adanya dehidrasi.
Abdomen : apakah terlihat lingkaran Bandle yang
mengindikasi adanya tanda dari ruptur uteri.
Genetalia : Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak
begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan
atau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat jalan
lahir.
b. Palpasi
Abdomen : Teraba krepitasi pada kulit perut yang
menandakan adanya emfisema subkutan.
Bila kepala janin belum turun, akan mudah
dilepaskan dari pintu atas panggul.
Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi
berada di rongga perut maka teraba bagian-bagian
janin langsung di bawah kulit perut, dan di
sampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai
suatu bola keras sebesar kelapa.
Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat
yang robek.

16
c. Auskultasi
DJJ : normalnya 120 – 160 x/menit. Biasanya denyut
jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi
beberapa menit setelah ruptura, apalagi kalau
plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga
perut.

II. Identifikasi Diagnosa dan Masalah


Diagnosa Aktual : G.....P.....Ab..... UK.... dengan Ruptur Uteri
Masalah Aktual : 1. Nyeri akibat luka bekas ruptur uteri.
2. Gangguan mobilisasi akibat ruptur uteri
Diagnosa Potensial : 1. Asfiksia pada janin
2. IUFD
3. Infertil
4. Sepsis
Masalah Potensial : 1. Trauma psikologis akibat kejadian ruptur uteri
2. Kecemasan tidak punya anak lagi, terlebih jika dilakukan
histerektomi.

III. IDENTIFIKASI TINDAKAN SEGERA

Kebutuhan segera:

1. Bebaskan jalan nafas dengan A-B-C


2. Pasang infus RL
3. Persiapan Rujukan

17
IV. INTERVENSI
a. Mandiri
1. Pemantauan pemberian oksigen
R/ Diberikan oksigen sebanyak 3lt/mnt. Agar suplai oksigen ke otak
kembali tercukupi.
E/ TTV ibu dalam batas normal serta Ibu dapat diselamatkan.
2. Pemantauan tetesan infus RL
R/ Diberikan cairan infus RL 2 flash dalam 15 menit jika masih syok
diberikan sampai tekanan darah naik. Mengapa diberikan cairan RL karena
RL merupakan larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan
ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada
pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok.
E/ TTV ibu dalam batas normal dan ibu dapat diselamatkan
3. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu atau keluarga
R/ Hasil pemeriksaan yang dijelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai
kondisi ibu saat ini. Tujuannya agar ibu dan keluarga lebih mengerti
kondisinya saat ini dan agar ibu lebih kooperatif.
E/ Ibu dan keluarga mengerti keadaannya saat ini.
4. Berikan Informed consent dan Informed choice
R/ Untuk memberikan kebebasan kepada pasien dalam memilih tindakan
yang akan di berikan serta melindungi bidan dari gugatan pasien.
E/ Ibu bersedia menandatangani Informed consent, setuju dan mendukung
tindakan bidan serta tidak akan mengugat bidan jika terjadi keadaan yang
tidak diinginkan.
5. Kateterisasi
R/ Dilakukan untuk mengetahui apakah ada hematuri yang menandakan
adanya robekan pada kandung kemih.
E/ Telah dilakukan kateterisasi dengan hasil hematuri +/-

18
b. Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan dokter untuk melakukan tes golongan Rhesus
R/ Dipersiapkan jika ibu membutuhkan tranfusi darah karena rhesus yang
berdeda menyebabkan aglutinasi pada darah.
E/ Telah dilakukakan pemeriksaan Rhesus dengan hasil +/-
2. Kolaborasi dengan dokter untuk tranfusi darah dan pemberian antibiotika
R/ Tranfusi darah dan pemasangan infus dapat menggantikan cairan yang
hilang sehingga syok dapat diatasi. Sedangkan pemberian antibiotika
dimaksudkan untuk mengobati jika terjadi infeksi.
E/ Telah dilakukan tranfusi darah sebanyak 2 kantong sesuai dengan
golongan darah dan Rhesus ibu. Serta telah diberikan antibiotik sesuai
dengan anjuran dokter.
c. Rujukan
1. Laparotomi
R/ Laparotomi adalah tindakan yang terbaik. Janin dikeluarkan lebih
dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini jika
janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan histerektomi.
2. Histerektomi supravaginal
R/ Histerektomi supravaginal lebih mudah dilakukan dan waktu yang
diperlukan lebih pendek.
3. Histerektomi total

19
V. IMPLEMENTASI

1.    Kekurangan volume cairan sampai dengan perdarahan pervaginam


Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya
tetap terlentang.
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.
b. Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
d. Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya
diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu
pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri
f. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan
terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada
serviks / perineum atau terdapat hematom. Bila tekanan darah semakin
turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa
mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
g. Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular
h. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol

20
perdarahan
i. Berikan antibiotic
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena
perdarahan
j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan
perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang
dingin
c. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan
dalam produksi ASI
d. Tindakan kolaborasi :
 Monitor kadar gas darah dan PH (perubahan kadar gas darah dan PH
merupakan tanda hipoksia jaringan)
 Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan
transportasi sirkulasi jaringan).
3. Cemas atau ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau
ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )

21
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon
fisiologisc. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap
mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
c. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang
tidak diketahui
d. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
e. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mechanism
koping yang tepat.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal)
Rencana tindakan :
a. Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya
infeksi
b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus
yang lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia,
shock yang tidak terdeteksi
c. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea
yang berkepanjangan
d. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi
saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
e. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut
jangan sampai terlalu basah

22
R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan
resiko infeksi.
f. Tindakan kolaborasi
 Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
 Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan
untuk keadaan infeksi ).
5. Resiko syok hipovolemik sampai dengan perdarahan.
Tujuan: Tidak terjadi shock (tidak terjadi penurunan kesadaran
dan tanda-tanda dalam batas normal)
Rencana tindakan :
a. Anjurkan pasien untuk banyak minum
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume
intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang
dapat meningkatkan perfusi jaringan.
b. Observasitanda-tandavital tiap 4 jam.
R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya
dehidrasi secara dini.
c. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak
ditangani secara baik.
d. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan
yang berlebihan.
e. Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang
dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah
terjadinya shock.
f. Pemberian koagulantia dan uterotonika.
R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan

23
uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.

VI. EVALUASI
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
1. Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
3. Gas darah dalam batas normal
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan
perasaan psikologis dan emosinya
6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
7. Klien tidak merasa nyeri
8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya

BAB III

TINJAUAN KASUS

24
Tanggal Pengkajian : 7 Februari 2014

Pukul : 09.00 WIB

Tempat : di PMB Frenti

1. PENGKAJIAN

A. Data Subjektif

a. Identititas klien

Nama Klien : Ny.V Nama Suami : Tn.A

Umur : 42 tahun Umur : 47 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl.Ratulangi, no.09

b. Alasan Datang

Untuk memeriksakan kehamilannya

c. Keluhan Utama

Ibu hamil 9 bulan, dirujuk oleh bidan dikarenakan mengeluh nyeri perut
bagian bawah dan mengalami perdarahan pervaginam.

d. Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Sekarang

25
Ibu di rawat di rumah sakit karena perdarahan. Ibu tidak sedang
menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS dan tidak
tidak mempuyai penyakit menurun seperti DM, hipertensi, dan asma.

 Riwayat Kesehatan yang Lalu

Ibu hanya pernah sakit biasa seoerti batuk, pilek, dan ibu tidak pernah
menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS dan tidak
tidak mempuyai penyakit menurun seperti DM, hipertensi, dan asma. Ibu
pernah mengalami mioma dan sudah menjalani miomektomi.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Dalam keluarga ibu maupun suami tidak ada menderita penyakit menular
seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS dan tidak tidak mempuyai penyakit
menurun seperti DM, hipertensi, dan asma.

e. Riwayat Haid

Menarche : 14 tahun Dimenorhea : Tidak ada

Siklus : 28 hari HPHT : 10 Mei 2013

Lama : 6-7 hari TP : 17 Februari 2014

Jumlah : 3-4x/hari ganti pembalut

f. Riwayat Obstetri

 Kehamilan, Persalinan, Nifas yang Lalu

Kehamilan : Ibu mengatakan pada awal kehamilan, ibu hanya megalami


mual muntah dan ibu sering periksa

Persalinan : Ibu melahirkan anak pertama pada tanggal 9 agustus 2008


secara spontan pervaginam di PMB Frenti. Berat lahir 3100 gram, jk
perempuan, sekarang usia 6 tahun

Nifas : Selama masa nifas ibu tidak mengalami keluhan apapun

26
 Kehamilan Sekarang

Ibu hamil anak ke 2 dengan usia kehamilan 9 bulan

HPHT : 10 Mei 2013 TP : 17 Februari 2014 UK : 36-38 minggu

TM I : Periksa 4x di bidan, keluhan mual muntah. Diberikan obat


B6 dan kalk dan diberitahu tanda bahaya TM I

TM II : Periksa 3x di bidan, keluhan merasa cepat lelah dan pegal-


pegal. Diberikan obat Fe dan kalk dan dinasehati untuk istirahat yang
cukup dan kurangi aktivitas yang berat

TM III : Periksa 3x di bidan, keluhan sering BAK. Diberikan obat


Fe dan kalk dan diberitahu tanda bahaya TM III, tanda persalinan dan
menjaga nutrisinya.

Pada tanggal 26 September 2018 sejak pukul 09.00 WIB, ibu mengalami
perdarahan dan ibu langsung di rujuk ke rumah sakit. Setelah di rumah
sakit, ibu melakukan pemeriksaan fisik dan USG, dari hasil yang di
dapatkan ibu mengalami ruptur uteri inkomplit. Selama perawatan di RS
ibu masih mengalami perdarahan dan KU ibu cukup.

g. Riwayat KB

Ibu mengatakan setelah melahirkan anak pertama ibu memakai KB suntik 3


bulan.

h. Pola Kebutuhan Sehari-hari

 Nutrisi

Di rumah : Makan 3x / hari, porsi sedang. Sepiring nasi. Lauk tempem

27
ikan, tahu, telur, sayur. Tidak ada pantangan dan alergi. Minum air putih
7-8 gelas / hari.

Di RS : Makan 3x / hari, porsi sedang. Sepiring nasi. Lauk ikan,


tempe, tahu, telur. Tidak ada alergi dan pantangan. Minum air putih 8
gelas / hari.

 Istirahat

Di rumah : Tidur siang 1-3 jam. Tidur malam 8-9 jam

Di RS : Tidur siang 1 jam. Tidur malam 7-8 jam

 Aktivitas

Di rumah : Ibu mengerjakan pekerjaan rumah seperti masak, cuci


piring, cuci baju, menyapu, mengepel, dll.

Di RS : Ibu hanya berbaring di atas tempat tidur (bedrest)

 Eliminasi

Di rumah : BAB 1x / hari, konsistensi lunak, warna kuning, bau khas.

BAK 6x / hari, warna kuning, bau khas.

Di RS : BAB 2x / hari

BAK 5-6x / hari, warna kuning kecoklatan, bau khas. Ibu


memakai kateter

 Personal Hygiene

Di rumah : Mandi 2x / hari, gosok gigi 3x / hari, ganti baju 3x / hari.

Di RS : Ibu hanya diseka dan di bantu oleh keluarganya, ganti baju


2x / hari, ganti underpad, jika sangat kotor dan ibu merasa tidak nyaman.

i. Data Psikologis, Sosial, dan Spiritual

 Psikologis

28
Ibu sangat khawatir dengan keadaan bayinya dan perdarahan yang
dialaminya

 Sosial

Hubungan ibu dengan keluarga serta tetangga harmonis

 Spiritual

Ibu selalu menjalankan sholat 5 waktu dan berdoa agar diberi kesehatan
dan kelancaran bagi ibu dan bayinya.

B. Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum

KU : Lemah LILA : 26 cm

Kesadaran : Somnolen RR : 24x / menit

Tinggi Badan : 150 cm S : 36,7oC

BB sebelum hamil : 55 kg TD : 110/70 mmHg

BB sekarang : 65 kg N : 100x / menit

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Kepala : Simetris, rambut tidak rontok

Muka : Pucat, tidak oedema

Mata : Simetris, konjungtiva pucat, sclera putih, tidak oedema

Hidung : Simetris, tidak ada sekret, polip, pernapasan cuping hidung

Mulut : Simetris, bersih, tidak ada stomatitis, gigi caries

29
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe, tidak ada
pembendungan vena jugularis

Telinga : Simetris, tidak ada serumen

Dada :Simetris, terdapat pembesaran payudara, terdapat


hyperpigmentasi aerola, putting mammae menonjol

Abdomen : Terdapat linea nigra, strie albican, tidak ada bekas operasi,
terdapat luka operasi miomektomi

Genetalia : Tidak ada condiloma akuminata dan matalata, tidak


oedema, tidak ada varises, terdapat pengeluaran darah
pervaginam warna merah segar dan terdapat katerisasi

Anus : Tidak ada hemoroid

Ekstremitas atas : Simetris, terdapat infuse di tangan kiri dengan


cairan RL 500 ml dengan 40 tpm

Ekstremitas bawah: Simetris, tidak oedem, tidak ada varises

b. Palpasi

Muka : Tidak oedem

Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe, getah bening,


bendungan vena jugularis

Payudara : Tidak teraba benjolan, nyeri tekan, kolostrum +

Abdomen : Nyeri tekan

Leopold I : TFU 40 cm di atas symphisis, teraba


bagian bulat, lunak dan tidak melenting
yang menandakan bokong

Leopold II : Di sebelah kanan teraba seperti papan


memanjang yang menandakan punggung, di

30
sebelah kiri teraba bagian-bagian kecil janin
yang menandakan ekstremitas

Leopold III : Di bagian bawah teraba bulat, keras,


melenting yang menandakan kepala

Leopold IV : Sudah masuk PAP

Ekstremitas: Tidak oedema

c. Auskultasi : (-)

d. Perkusi : Refleks patella +

C. Pemeriksaan Penunjang

Dilaksanakan pada tanggal 26 September 2018 di laboratorium RS pukul 09.15

Pemeriksaan Hasil

HBsAG Negatif (-)

Hemoglobin 9 mg%

2. INTERPRESTASI DATA DASAR

Dx : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi
kepala, puka dengan ruptur uteri inkomplit.

Ds : ~ Ibu mengatakan ini kehamilan yang ke 2

~ Ibu mengatakan usia kehamilannya 9 bulan

~ Ibu mengatakan nyeri tekan pada perut

~ Ibu mengatakan perdarahan pada jalan lahir

Do : Keadaan Umum : Lemah

Keasadaran : Somnolen

TD : 110/70 mmHg

31
Nadi : 100x/menit

Pernapasan : 24x/menit

Suhu : 36,70C

 Pemeriksaan Fisik

Mata : Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik

Payudara : Simetris, putting menonjol, tidak terdapat nyeri tekan

Abdomen : Nyeri tekan

Leopold I : TFU 40 cm di atas symphisis, teraba bagian bulat,


lunak dan tidak melenting yang menandakan bokong

Leopold II : Di sebelah kanan teraba seperti papan memanjang


yang menandakan punggung, di sebelah kiri teraba
bagian-bagian kecil janin yang menandakan
ekstremitas

Leopold III : Di bagian bawah teraba bulat, keras, melenting


yang menandakan kepala

Leopold IV : Sudah masuk PAP

Ekstremitas : Tidak oedema

Auskultasi : Tidak terdengar / (-)

VT : Kepala janin dapat dengan mudah di dorong ke atas dan disertai


keluarnya darah pervaginam

Katerisasi : Terdapat hematuri

3. IDENTIFIKASI DIAGNOSA ATAU MASALAH POTENSIAL

1. Potensial terjadi asfiksia pada janin

32
2. Potensial terjadi IUFD
3. Potensial terjadi infertil
4. Potensial terjadi sepsis
5. Potensial terjadi syok hypovolemik

4. IDENTIFIKASI DAN MENETAPKAN KEBUTUHAN SEGERA

1. Pemberian cairan infuse RL 500 ml dengan 20 tpm


2. Pemberian O2 3lt/menit
3. Kolaborasi dengan team medis (SPOG : Untuk menghentikan ruptur uteri)

5. INTERVENSI

Dx : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi
kepala, puka dengan ruptur uteri inkomplit.

Tujuan : Mencegah terjadinya syok hypovolemik dan menghentikan perdarahan


pervaginam

Kriteria Hasil :

Keadaan Umum: Baik

Kesadaran : Composmentis

TD : 90/60 – 140/90 mmHg

N : 60 – 100 x/menit

RR : 20 – 24 x/menit

S : 36,5 – 37,5oC

DJJ : 120 – 160 x/menit

Perdarahan : Berhenti (-)

Intervensi :

1. Jelaskan pada ibu hasil pemeriksaan

33
R/ Hasil pemeriksaan yang dijelaskan kepada ibu dan keluarga mengenai kondisi ibu
saat ini. Tujuannya agar ibu dan keluarga lebih mengerti kondisinya saat ini dan agar
ibu lebih kooperatif.
2. Berikan dukungan mental kepada ibu dan keluarga
R/ Agar dapat menerima keadaan
3. Pasang cairan infus RL dengan jarum berukuran 16 atau 18 dengan 28 tpm
R/ Diberikan cairan RL karena RL merupakan larutan isotonis yang paling mirip
dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok.
4. Pantau pemberian O2 sebanyak 5 lt/menit
R/ Agar suplai oksigen ke otak kembali tercukupi.
5. Pasang kateter
R/ Untuk mengetahui apakah ada hematuri yang menandakan adanya robekan pada
kandung kemih.
6. Hubungi keluarga untuk mecari donor darah bagi ibu
R/ Untuk menggantikan darah yang hilang akibat perdarahan
7. Berikan Informed consent dan Informed choice
R/ Untuk memberikan kebebasan kepada pasien dalam memilih tindakan yang akan
di berikan serta melindungi bidan dari gugatan pasien.
8. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
R/Untuk memberikan rasa nyaman pada ibu
9. Rujuk ibu ke RS dengan memperhatikan BAKSOKUDA
R/ Untuk mendapat penanganan lebih lanjut yaitu histerektomi

6. IMPLEMENTASI

Tanggal : 26 September 2018

34
Pukul : 09.20 WIB

1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu, bahwa ibu mengalami rupture


uteri inkomplit dan janin meninggal dalam kandungan dan menjelaskan
bahwa ibu akan dirujuk untuk dilakukannya histerektomi.
2. Memberikan dukungan mental kepada ibu dan keluarga, supaya ibu dapat
menerima keadaan.
3. Memasang cairan nfus RL dengan jarum berukuran 16 atau 18 dengan 28
tpm untuk menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan.
4. Pemantauan pemberian O2 sebanyak 5 lt/menit, agar suplai oksigen ke otak
kembali tercukupi.
5. Memasang kateter untuk mengetahui apakah ada hematuri yang menandakan
adanya robekan pada kandung kemih.
6. Hubungi keluarga untuk mecari donor darah bagi ibu, untuk menggantikan
darah yang hilang akibat perdarahan
7. Memberikan informed consent dan informed choice untuk memberikan
kebebasan kepada pasien dalam memilih tindakan yang akan di berikan serta
melindungi bidan dari gugatan pasien.
8. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
9. Merujuk ibu ke RS dengan memperhatikan BAKSOKUDA untuk mendapat
penanganan lebih lanjut.

7. EVALUASI

Tanggal : 26 September 2018

Pukul : 09.30 WIB

S :~ Ibu telah mengetahui keadaannya

~ Ibu dan keluarga menerima keadaan ibu dan bayinya

~ Ibu merasa lebih baik dari sebelumnya

~ Darah untuk transfuse telah tersedia

~ Ibu telah di rujuk ke rumah sakit umum

35
O : Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 100x/menit

Pernapasan : 24x/menit

Suhu : 36,70C

Perdarahan : 350 cc

A : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi
kepala, puka dengan ruptur uteri inkomplit

P : ~ Lakukan observasi tanda-tanda vital dan perdarahan

~ Berikan motivasi pada ibu untuk tidak terlalu cemas dan banyak berdoa

~ Berikan penjelasan pada ibu bahwa ibu harus di operasi untuk


keselamatan ibu.

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 27 September 2018

Pukul : 07.00 WIB

36
Tempat : di RS Sahabat

S : ~ Ibu mengatakan masih sangat lemah

~ Keluarga mengatakan sadar pukul 06.30 WIB

~ Ibu mengatakan perutnya masih terasa sakit

O : Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Composmentis

TD : 100/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36.9oC

Abdomen : Terlihat terdapat luka jahitan bekas operasi

A : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi kepala,
puka dengan ruptur uteri inkomplit.

P : ~ Lakukan observasi TTV dan keadaan umum

~ Anjurkan posisi nyaman pada ibu

~ Ajarkan pada ibu perawatan luka post sectio

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 30 September 2018

Pukul : 07.00 WIB

37
Tempat : di RS Sahabat

S : ~ Ibu mulai bisa menggerakkan badannya

~ Ibu mengatakan rasa nyeri perut bagian bawah mulai sedikit berkurang

O : Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 37.7oC

Abdomen : Jahitan sudah mulai mengering

A : Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak membujur, presentasi kepala,
puka dengan ruptur uteri inkomplit.

P : ~ Lakukan observasi TTV dan keadaan umum ibu

~ Anjurkan posisi nyaman pada ibu

~ Ajarkan mobilisasi yang benar

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membandingkan antara teori yang di kemukakan oleh para
ahli dengan praktik. Apakah di dalamnya terdapat perbedan atau tidak.

38
Pada pengkajian di dapatkan Ny “V” GII PI00I Ab000 UK 36-38 minggu T/M/I, letak
membujur, presentasi kepala, puka dengan ruptur uteri inkomplit. Keluhan utama nyeri tekan
pada perut bagian bawah dan perdarahan pervaginampada tanggal 26 September 2018 pukul
09.00 WIB. Dari beberapa teori ruptur uteri adalah komplikasi kehamilan dan persalinan
yang berbahaya ketika terjadi laserasi dinding uteri (Medforth, Janet, dkk, 2012). Dari
pengkajian dan teori yang telah disampaikan di atas, tidak ditemukan kesenjangan
antara teori dan praktik. Mengingat perdarahan yang keluar pada kehamilan 36-38
minggu. Untuk menegakkan diagnosa, maka dilakukan pengkajian data yang di
dapatkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan yang menentukan perdarahan yang keluar
dari jalan lahir, pemeriksaan penunjang dengan USG yaitu melihat keadaan uterus.
Pada Ny “V” sudah dilakukan anamnesa dengan keluhan yang saat ini dirasakan, data
subjektif dari ibu, dan sudah dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi,
palapasi, auskultasi, dan perkusi. Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada tanggal 26 September 2018. Dengan demikian untuk menegakkan diagnosatidak
ada kesenjangan teori dan praktik.

Dan kesimpulan dari jurnal internasional ialah ruptur uteri merupakan


komplikasi obstetrik yang mengancam jiwa. Tingkat morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin yang tinggi yang mengikuti ruptur uterus memerlukan upaya terpadu untuk
mencegah penyebabnya. ANC yang baik, layanan keluarga berencana, perumusan
tenaga kerja yang tersumbat, ketersediaan transportasi dan perawatan kebidanan
merupakan faktor penting untuk mencegah komplikasi dan menurunkan angka
kematian ibu, angka kematian janin dan tingkat kesakitan ibu yang terkait dengannya.
Pada saat bersamaan, terjadi peningkatan ruptur bekas sesarea yang signifikan.
Mengurangi tingkat seksio sesarea primer dan mengoptimalkan perawatan untuk
wanita dengan rahim bekas luka sebelumnya akan terus berlanjut dalam mengurangi
insidensi ruptur rahim. Mendidik wanita yang telah menjalani operasi caesar sekali
atau dua kali sebelumnya, tentang risiko dan konsekuensi akan membantu
mengurangi komplikasi pada pasien ini, terutama pada mereka yang bersikeras
VBAC dan menghindari pergi ke rumah sakit karena sakit persalinan dimulai.

39
DAFTAR PUSTAKA

AI rukiyah,yeyeh.dkk.2010. Asuhan kebidanan patologi kebidanan.Jakarta. TIM


Benson, Ralph dkk. 2009. Buku saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

40
Cunningham. 2009. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC

Medforth, Janet.dkk.2011.Kebidanan Oxford dari Bidan untuk Bidan.Jakarta:EGC

International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology


Kalewad PS et al. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016 Sept;5(9):3098-
3102 www.ijrcog.org

I Maryunani,Anik.dkk.2013. Asuhan kegawatdaruratan maternal dan neonatal.


Jakarta : TIM.
Manuaba. 2008. Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-Ginekologi Sosial
untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC
Prawirodihardjo, S . 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

41

Anda mungkin juga menyukai