Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal
tertinggi, di samping preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam
bidang obstetri dapat dibagi menjadi perdarahan pada kehamilan muda
(kurang dari 22 minggu), perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan,
dan perdarahan pasca persalinan. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk
perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain
plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Beberapa
kondisi yang berhubungan dengan ruptur uteri, diantaranya adalah adanya
jaringan parut pada uterus (biasanya akibat melahirkan cesar) dan penggu-
naan obat-obat penginduksi persalinan.
Angka kejadian ruptur uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar
antara 1:92 sampai 1:428 persalinan. Angka-angka tersebut masih sangat
tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju yaitu antara 1:1250
sampai 1:2000 persalinan. Angka kematian ibu akibat ruptur uteri juga
masih tinggi yaitu berkisar antara 17,9% sampai 62,6%, sedangkan angka
kematian anak pada ruptur uteri berkisar antara 89,1% sampai 100%. Janin
umumnya meninggal pada ruptur uteri. Janin hanya dapat ditolong apabila
pada saat terjadinya ruptur uteri ia masih hidup dan segera dilakukan
laparatomi untuk melahirkannya. Angka kematian janin pada ruptur uteri
mencapai 85%.
Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada
kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan
perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal
dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes
melitus.
2

1.2 Tujuan
Dapat menjelaskan definisi Ruptur Uteri, etiologi Ruptur Uteri,
epidemiologi Ruptur Uteri, gejala klinis Ruptur Uteri, patofisiologi Ruptur
Uteri, pemeriksaan fisik Ruptur Uteri, pemeriksaan penunjang Ruptur Uteri,
penatalaksanaan Ruptur Uteri, diagnosa Ruptur Uteri, diagnosis banding
Ruptur Uteri, komplikasi Asfiksia Ruptur Uteri, prognosis Ruptur Uteri
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium.
Ruptura uteri komplit adalah keadaan robekan pada rahim dimana
telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritoneum.

2.2 Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan :
2.2.1 Ruptur Uteri Gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2.2.2 Ruptur uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering SBR. Jenis inilah yang
terbanyak.

Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:


2.2.3 Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,
seperti seksio sesaria klasik (korporal) atau miomektomi.
2.2.4 Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan alam (tidak maju). SBR
tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur
uteri.
2.2.5 Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan
ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
2.2.6 Kolpoporeksis
Robekan- robekan di antara serviks dan vagina.
4

Menurut robeknya peritoneum


2.2.7 Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium),
dalam hal ini  terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan
rongga uterus dengan bahaya peritonitis.
2.2.8 Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan
terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke ligamen latum.

Menurut etiologinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi :


2.2.9 Karena dinding rahim yang lemah dan cacat
- Bekas seksio sesarea
- Bekas miomectomia
- Bekas perforasi waktu keratase
- Bekas histerorafia
- Bekas pelepasan plasenta secara manual
- Pada gravida dikornu yang rudimenter dan graviditas interstitialis
- Kelainan kongenital dari uterus
- Penyakit pada rahim
- Dinding rahim tipis dan regang ( gemelli & hidramnion )
2.2.10 Karena peregangan yang luarbiasa dari rahim
- Pada panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul
- Janin yang besar
- Kelainan kongenital dari janin
- Kelainan letak janin
- Malposisi dari kepala
- Adanya tumor pada jalan lahir
- Rigid cervik
- Retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi
- Grandemultipara dengan perut gantung ( pendulum )
- Pimpinan partus salah
5

Ruptur uteri violenta, karena tindakan dan trauma lain :


- Ekstraksi forsipal
- Versi dan ekstraksi
- Embriotomi
- Braxton hicks version
- Sindroma tolakan
- Manual plasenta
- Kuretase
- Ekspresi kristeller atau crede
- Trauma tumpul dan tajam dari luar
- Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan

Menurut simtoma klinik


- Ruptur Uteri Imminens ( membakat = mengancam )
- Ruptur Uteri ( sebenarnya )

2.3 Etiologi
2.3.1 Riwayat Pembedahan Terhadap Fundus Atau Korpus Uterus
2.3.2 Induksi Dengan Oksitosin Yang Sembarangan Atau Persalinan Yang
Lama
2.3.3 Presentasi Abnormal (Terutama Terjadi Penipisan Pada Segmen
Bawah Uterus).

2.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
Dramatis
2.4.1 Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak
2.4.2 Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri
2.4.3 Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi )
2.4.4 Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek ( sesak )
6

2.4.5 Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu
2.4.6 Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul
2.4.7 Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen
ibu
2.4.8 Bagian janin lebih mudah dipalpasi
2.4.9 Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi
tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
2.4.10 Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
Tenang
2.4.1 Kemungkinan terjadi muntah
2.4.2 Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
2.4.3 Nyeri berat pada suprapubis
2.4.4 Kontraksi uterus hipotonik
2.4.5 Perkembangan persalinan menurun
2.4.6 Perasaan ingin pingsan
2.4.7 Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
2.4.8 Perdarahan vagina ( kadang-kadang )
2.4.9 Tanda-tanda syok progresif
2.4.10 Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau
kontraksi mungkin tidak dirasakan
2.4.11 DJJ mungkin akan hilang

2.5 Patofisiologi
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan
servik uteri. Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak
hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih dari 20 minggu, dimana
ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah
terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang
pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila
terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus
waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM).
7

Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar biasa dari
uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena
adanya lokus minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan
kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement dan
pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi),
sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR
yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis.
Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan
pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture uteri jangan dilupakan peranan
dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda,
ligamentum sacro uterina dan jaringan parametra.

2.6 Tindakan bidan dalam mencegah ruptur uteri


2.7.1 Panggul sempit atau CPD
Anjurkan bersalin dirumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang diteliti
misalnya kalau kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi
selanjutnya dengan pelvimetri. Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan
segera seksio sesaria primer saat inpartu.
2.7.2 Malposisi Kepala
Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan
untuk melakukan seksio sesaria primer saat inpartu.
2.7.3 Malpresentasi
Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi
lengkap.
2.7.4 Hidrosepalus
2.7.5 Tetani uteri
2.7.6 Tumor jalan lahir
2.7.7 Grandemultipara
2.7.8 Pada bekas seksio sesaria
2.7.9 Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka
dianjurkan bersalin di RS dengan pengawasan yang teliti.
8

2.7.10 Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja
secara legeartis, jangan melakukan rindakan kristaller yang berlebihan,
bidan dilarang memberikan oksitosin sebelum janin lahir, kepada dukun
diberikan penetaran supaya waktu memimpin persalinan jangan
mendorong-dorong karena dapat menimbulkan ruptur uteri traumatika.

2.7 Penanganan
Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus dilakukan
dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia dan
pada wanita yang pernah mengalami secsio sesaria atau pembedahan lain pada
uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim,
bila ditemui tanda- tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan

2.8 Prognosis
Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortilitas yang
ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen.
Tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-
satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan
segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.
Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena
perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati
penyembuhan spontan pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar
biasa. Diagnosis cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam
jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan
prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan
perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada
uterus yang hamil.
9

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terjadinya rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang
bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam
jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak karena rupture uteri
masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita jumpai
dinegara-negara yang sedang berkembang, seperti afrika dan asia.
Angka ini sebenarnya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu
dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping
fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah periver dan penyediaan
darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.
Ibu-ibu yang telah melakukan pengangkatan rahim, biasanya
merasa dirinya tidak sempurna lagi dan perasaan takut diceraikan oleh
suaminya. Oleh karena itu, diagnosis yang tepat serta tindakan yang
jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.

3.2 Saran
Diharapkan bidan mampu memahami dan mengaplikasikan
makalah yang telah penulis jelaskan sehingga dapat bermanfaat bagi
masyarakat khususnya ibu hamil dan bersalin.

Anda mungkin juga menyukai