Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN RUPTUR UTERI

DEFINISI
Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ante natal saat
induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga
persalinan(Chapman, 2006;h.288).

Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritonium
(komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi
uterus oleh ligamentum latum (inkomplit) (Cunningham,2005;h.217)

Ruptura uteri adalah terjadinya diskontinuitas pada dinding uterus. Perdarahan yang
terjadi dapat keluar melalui vagina atau ke intraabdomen. (Buku Saku Pelayanan
Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013)

Ruptur uteri adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan robeknya
selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan kavum peritoneum
(Cunningham, 1995, P: 470 ).

Klasifikasi
1. Berdasarkan lapisan dinding rahim
a) Ruptur uteri inkomplit : Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan
dimana lapisan serosa atau perimetrium masih utuh.
b) Ruptur uteri komplit : Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga
lapisan dinding rahim dan telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion
dan rongga peritoneum
2. Berdasarkan penyebab terjadinya
a. Ruptur uteri spontan
Keadaan robekan pada rahim karena kekuatan his semata.
b. Ruptur uteri violenta
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan ada manipulasi tenaga tambahan
lain seperti induksi, atau stimulasi partus dengan oksitosin atau yang sejenis atau
dorongan yang kuat pada fundus dalam persalinan.
c. Ruptur uteri traumatika
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan oleh trauma pada abdomen seperti
kekerasan dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.
ETIOLOGI
Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30%. Secara teori robekan
rahim dapat dibagi sebagai berikut:

a. Spontan
 Karena dinding rahim lemah seperti pada luka seksio sesarea, luka enukleasi
mioma, dan hipoplasia uteri. Mungkin juga karena kuretase, pelepasan
plasenta secara manual dan sepsis pascapersalinan atau pasca abortus
 Dinding rahim baik tetapi robekan terjadi karena bagian depan tidak
maju,misalnya pada panggul sempit atau kelainan letak.
 Campuran
b. Violent (rudapaksa): karena trauma (kecelakaan) dan pertolongan versi dan ekstrasi
(ekspresi Kristeller)
 Secara praktis pembagian robekan rahim adalah sebagai berikut:
c. Robekan spontan pada rahim yang utuh
 Terjadi lebih sering pada multipara terutama pada grandemultipara daripada
primipara. Hal ini disebabkan oleh dinding rahim pada multipara sudah lemah.
Ruptur juga lebih sering terjadi pada orang yang berumur. Penyebab yang
penting adalah panggul sempit, letak lintang hidrosefalus, tumor yang
menghalangi jalan lahir dan presentasi atau dahi. Rupture yang spontan
biasanya terjadi pada kala pengeluaran tetapi ada kalanya sudah terjadi pada
kehamilan. Jika rupture terjadi pada kehamilan biasanya terjadi pada korpus
uteri sedangkan jika dalam persalinan terjadi pada segmen bawah rahim.
Ruptur uteri ada 2 macam yaitu rupture uteri complete (jika semua lapisan
dinding rahim sobek) dan rupture uteri incomplete (jika perimetrium masih
utuh)

Sebelum terjadinya rupture biasanya ada tanda-tanda pendahuluan yang terkenal


dengan istilah gejala-gejala ancaman robekan rahim yaitu:
 Lingkaran retraksi patologis/ lingkaran Bndle yang tinggi mendekati
pusat dan naik terus
 Kontraksi rahim kuat dan terus menerus
 Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah juga diluar HIS
 Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simfisis)
 Ligamentum rotundum tegang juga diluar HIS
 Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak
mengalami asfiksia yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang
berlebihan.
 Air kencing mengandung darah karena kandung kencing teregang atau
tertekan

 Jika keadaan ini berlanjut terjadilah rupture uteri. Gejala-gejala rupture uteri
adalah:
 Sewaktu kontraksi yang kuat pasien tiba-tiba merasa nyeri yang
menyayat dibagian bawah
 Segmen bawah rahim nyeri sekali pada saat dilakukan palpasi
 HIS berhenti/ hilang
 Ada perdarahan pervaginam walaupun biasanya tidak banyak
 Bagian-bagian anak mudah diraba jika anak masuk ke dalam rongga
perut
 Kadang-kadang disamping anak teraba tumor yaitu rahim yang telah
mengecil
 Pada pemeriksaan dalam ternyata bagian depan mudah ditolak ke atas
bahkan terkadang tidak teraba lagi karena masuk ke rongga perut
 Bunyi jantung anak tidak ada/tidak didengar
 Biasanya pasien jatuh dalam syok
 Jika sudah lama terjadi seluruh perut nyeri dan kembung
 Adanya kencing berdarah

 Adapun diagnose banding dari rupture uteri adalah solusio plasenta dan
kehamilan abdominal
a) Robekan violent
Dapat terjadi karena kecelakaan akan tetapi lebih sering disebabkan versi dan
ekstrasi. Kadang-kadang disebabkan oleh dekapitasi versi secara baxton hicks,
ektrasi bokong atau forcep yang sulit. Oleh karena itu sebaiknya setiap versi
dan ekstrasi dan operasi kebidanan lainnya yang sulit dilakukan eksplorasi
kavum uteri.
b) Robekan bekas luka seksio
Rupture uteri karena bekas seksio makin sering terjadi dengan meningkatnya
tindakan SC. Rupture uteri semacam ini lebih sering terjadi pada luka bekas
SC yang klasik dibandingkan dengan luka SC profunda. Rupture uteri ini
sering sukar didiagnosis. Tidak ada gejala-gejala yang khas , mungkin hanya
perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan nyeri
pada daerah bekas luka. (unpad.2003)

Faktor Predisposisi

1. Multiparitas / grandemultipara
2. Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat
3. Kelainan letak dan implantasi plasenta contoh pada plasenta akreta, plasenta
inkreta/plasenta perkreta.
4. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis
5. Hidramnion

PATOFISIOLOGI
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding
korpus uteri atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih
kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke
dalam SBR. SBR menjadi lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena
tertarik ke atas oleh kontraksi SAR yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran
retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian
terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab yang menahannya
(misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah
mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR ke atas. Dengan
demikian, lingkaran retraksi fisiologi (physiologic retraction ring) semakin meninggi
ke arah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologi (pathologic retraction ring)
lingkaran patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). SBR terus menerus
tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus
menerus tetapi bagin terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir,
lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas
sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini menandakan
telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his berikut
berlangsung dinding SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah
perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan
pembuluh darah yang terputus.
Ketika terjadi robekan, pasien merasa amat nyeri seperti teriris sembilu dalam
perutnya, dan his yang terakhir itu sekaligus mendorong tubuh janin. Apabila
robekannya cukup luas, tubuh janin sebagian atau seluruhnya terdorong ke luar
rongga rahim dan masuk ke rongga peritoneum. Melalui robekan tersebut, usus dan
omentum terkadang masuk ke dalamnya sehingga bisa mencapai vagina dan bisa
diraba pada waktu periksa dalam.
Ruptura uteri yang tidak sampai ikut merobek perimetrium terjadi pada bagian
rahim yang longgar hubungannya dengan peritoneum yaitu pada bagian samping dan
dekat kandung kemih. Di sini dinding serviks yang meregang karena ikut tertarik
kadang-kadang bisa ikut robek. Robekan pada bagian samping bisa sampai melukai
pembuluh-pembuluh darah besar yang terdapat di dalam ligamentum latum. Jika
robekan terjadi pada bagian dasar ligamnetum latum, arteria rahim atau cabang-
cabangnya bisa terluka disertai perdarahan yang banyak dan di dalam parametrium di
pihak yang robek, akan terbentuk hematoma yang besar dan menimbulkan syok yang
sering kali fatal. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut
lingkaran Bandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat 2-3 jari di atas
simphysis, Bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya
rahim uteri mengancam.
Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus.
Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti karena adanya lokus minoris
resistans.

MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala mengancam
1) Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan
naik uterus.
2) Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus.
3) Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah, juga di luar his.
4) Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis).
5) Ligamentum rotundum tegang, juga di luar his.
6) Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami
hipoksia, yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.
7) Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau
tertekan).
2. Tanda dan gejala lanjutan Menurut (Varney,2001;h.243-244) Dapat terjadi dramatis
atau tenang.

Dramatis
1) Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
2) Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
3) Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).
4) Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus menerus):
tekanan darah menurun : pucat, dingin,kulit berkeringat,gelisah, atau adanya
perasaaan bahwa akan segera menjelang ajal atau meninggal, sesak (napas
pendek), ketidakberdayaan, dan gangguan penglihatan
5) Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.
6) Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul
7) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada
gerakan dan Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau masih dapat
di dengar.
8) Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping
janin(janin seperti berada diluar uterus).

Tenang
1) Kemungkinan menjadi muntah.
2) Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
3) Nyeri berat pada suprapubis.
4) Kontraksi uterus hipotonik.
5) Perkembangan persalinan menurun.
6) Perasaan ingin pingsan.
7) Hematuri (kadang-kadang)
8) Perdarahan pervagina (kadang-kadang)
9) Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai denyut
nadi yang cepat dan pucat.
10) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau kontraksi
tidak dapat dirasakan.
11) DJJ mungkin akan hilang.

Menurut (Chapman,2006;h.290)
1) Nyeri
a) Nyeri uterus atau jaringan parut mendadak
b) Perasaan “ingin melahirkan”
c) Nyeri abdomen bagian bawah bisa muncul bersama kontraksi, atau nyeri
konstan yang tidak hilang.
d) Ibu merasa bahwa uterusnya sangat nyeri saat di sentuh atau di raba.
2) Kontraksi uterus
a) Uterus solid atau tonik
b) Kontraksi dapat berkurang atau bahkan berhenti.
3) Denyut Jantung Janin
a) Perubahan Denyut Jantung Janin abnormal dapat terjadi seperti deselarasi
memanjang atau variable yang biasanya memburuk menjadi bradikardia
serius.
4) Syok
Dapat terjadi perubahan tanda vital
a. Takikardia
b. Tekanan darah rendah
c. Sesak napas, respirasi, > 24x/menit
d. Kemungkinan ibu :
 Tampak dingin dan lembap
 Tampak gelisah,agitasi, atau menarik diri.
 Berkata bahwa ia takut dan ada sesuatu yang tidak beres
 Muntah.
 Perdarahan
 Perdarahan kadang keluar dari vagina sebagai cairan amnion
bercampur darah atau perdarahan segar.
 Kadang seperti setelah bayi lahir, fundus uteri segera meninggi
karena terisi darah.

WOC

SPONTAN
VIOLENT
Dinding
Trauma,
Rahim lemah,
luka seksio,
Dinding
His korpus korpus uteri

Tubuh janin
SBR menempati

Dinding SBR Lingkaran


menipis retralgi
fisiologis

SBR
Lingkara
tertarik dan

Tertahan di
Bagian bawah
serviks dan
janin tidak

Lingkar retraksi

Robek

Ruptu
B B B B B
1 2 3 4 5

Perdar Perdar Perdar Ada Tubuh


ahan doron janin

Darah Darah
ke Darah ke Pangg
Robek
ke ul ibu
annya

Hipok
Kebut Kandu
Tubuh
uhan ng
Kehil janin
angan
Anem
Sesak
/
TD Robek Kontra
Pusin an ksi
g,
MK:
MK:
Pola
Syok
MK : Urine Nyeri
Nyeri meng Abdo

MK : MK: Masuk
AnsiePK : ke
Resik MK:
Ulser
Nyeri

Usus
dan
omentu

B
6
Menca
Kontra pai
ksi
Nyeri
abdom

Nyeri
menjalar

Ibu
MK :
malas
Defisit

PENATALAKSANAAN

Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita


dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika, antibiotika,dll. Bila
keadaan umum mulai membaik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi
dengan tindakan jenis operasi :

1. Histerektomi, baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan khususnya


bila garis robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih menguntungkan dari
penjahitan laserasi.
2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktro antar lain:
- Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis).
- Jenis ruptur, inkompleta, atau kompleta.
- Jenis luka robekan.
- Tempat luka apakah pada serviks, korpus atau segmen bawah rahim.
- Perdarahn dari luka sedikit atau banyak.
- Umur dan jumlah anak yang hidup.
- Kemampuan dan keterampilan penolong.

Berikut langkah- langkah perbaikan robekan dinding uterus


 Kaji ulang indikasi.
 Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infus.
 Berikan antibiotika dosis tunggal:
 Ampisilin 2 g IV
 ATAU sefazolin 2 g IV
 Buka perut:
 Lakukan insisi vertikal pada linea alba dari umbilikus sampai pubis.
 Lakukan insisi vertikal 2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi ke atas dan ke
bawah dengan gunting.
 Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan atau
gunting.
 Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan. Jaga agar jangan
melukai kandung kemih.
 Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan darah beku.
 Pasang retraktor kandung kemih.
 Lahirkan bayi dan plasenta.
 Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 mL NaCl/Ringer laktat dimulai dari
 60 tetes/menit sampai uterus berkontraksi, lalu diturunkan menjadi 20
tetes/menit setelah kontraksi uterus membaik.
 Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus.
 Periksa bagian depan dan belakang uterus.
 Klem perdarahan dengan forsep cincin.
 Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim uterus secara tumpul atau
tajam.
 Lakukan penjahitan robekan uterus.

A. Robekan Mencapai Serviks dan Vagina


a) Jika ada robekan ke serviks dan vagina, dorong vesika urinaria ke bawah, 2
cm lateral dari robekan.
b) Jika mungkin buatlah jahitan 1 cm di bawah robekan serviks.

B. Robekan Ke Lateral Mencapai Vasa Uterina


a) Buatlah jahitan hemostasis.
b) Identifikasi ureter sebelum menjahit.

C. Robekan dengan Hematoma pada Ligamentum Kardinal


1) Buatlah hemostasis (jahit dan jepit).
2) Buka lembar depan ligamentum kardinal.
3) Berikan drain karet jika perlu.
4) Buat jahitan hemostasis pada arteri uterina.
5) Jahit luka secara jelujur dengan catgut kromik nomor 0. Jika perdarahan
a. masih terus berlangsung atau robekan pada insisi terdahulu, lakukan
b. jahitan lapis kedua.
c. PERHATIKAN: Ureter harus dapat diidentifikasi agar tindakan tidak
melukai ureter.
6) Jika ibu menginginkan sterilisasi tuba, lakukan pada saat operasi ini
7) Jika luka terlalu luas dan sulit diperbaiki, lakukan histerektomi.
8) Kontrol perdarahan dengan klem arteri dan ikat. Jika perdarahan dalam, ikat
secara angka 8.
9) Pasang drain abdomen.
10) Yakinkan tidak ada perdarahan. Keluarkan darah beku dengan kasa
bertangkai.
11) Periksa laserasi kandung kemih. Lakukan reparasi jika ada laserasi.
12) Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik 0 atau poliglikolik.
Plika dan peritoneum tidak perlu ditutup.
13) Jika ada tanda-tanda infeksi, letakkan kain kasa pada subkutan dan jahit
dengan benang catgut secara longgar. Kulit dijahit setelah infeksi hilang.
14) Jika tidak ada tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras
15) vertikal memakai nilon 3-0 atau sutera.
16) Tutup luka dengan pembalut steril.
17) Untuk menjahit luka kandung kemih, klem kedua ujung luka dan rentangkan.
Periksa sampai di mana robekan/luka kandung kemih.
18) Tentukan apakah luka dekat trigonum (daerah uretra atau ureter).
19) Bebaskan kandung kemih dari segmen bawah rahim secara tajam atau tumpul.
20) Bebaskan 2 cm sekeliling luka kandung kemih.
21) Lakukan penjahitan dengan catgut kromik 3-0 sebanyak 2 lapis:
 Lapisan pertama menjahit mukosa dan otot
 Lapisan kedua menutupi lapisan pertama dengan luka melipat ke dalam
 Yakinkan jahitan tidak mengenai daerah trigonum
22) Tes kemungkinan bocor:
 Isikan kandung kemih dengan larutan garam atau air yang steril melalui
kateter
 Jika bocor buka jahitan dan jahit kembali, kemudian tes ulang
23) Jika ada kemungkinan luka pada uretra atau ureter, konsultasikan pasien untuk
pemeriksaan pielogram
24) Pasang kateter selama 7 hari sampai urin jernih
25) Selama ibu dirawat, jika ada tanda-tanda infeksi atau demam, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam selama 48 jam:
 Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
 DAN Gentamisin IV 5 g/kgBB setiap 8 jam
 DAN Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
26) Berikan analgetika yang cukup
27) Jika tidak ada tanda infeksi, cabut drain setelah 48 jam
28) JIka tidak dilakukan tubektomi pada reparasi uterus, berikan kontrasepsi lain

CATATAN: Perhatikan kondisi


pasien selama tindakan dan pasca
persalinan. Lakukan konseling
pasca tindakan mengenai besarnya
robekan pada uterus dan rencana

(Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013)

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk


panggul / pelvis.
2) Pemeriksaan laboratorium.
3) hapusan darah : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB dan
nilai hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB < 7 g/dl
atau hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat.
4) SDM : untuk mengidentifikasikan tipe anemia.
5) Urinalisis : hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.
6) Tes prenatal : untuk memastikan polihidramnion dan janin besar.

KOMPLIKASI
1. Gawat janin
2. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan
tranfusi darah.
3. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi
sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk
periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera
memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita
peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.
4. Kecacatan dan morbiditas.
a) Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak
hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
b) Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham , Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.
2. Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi 1.
WHO, 2013
3. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta : ECG, 2006
4. Wilkinson, Judith M. And R. Ahern, Nancy. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
NANDA. Edisi 9. Jakarta : ECG, 2011
5. Varney, Helen dkk. 2001. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai