Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

KELOMPOK

KELOMPOK RT 23

Huda Alfaris 1814901110039


Lailis Saaadah 1814901110045
Lasmiaty 1814901110046
Linda Dewi Lestari 1814901110048
Mia Milia Rahman 1814901110059

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas). Pada
lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi. (Nies&Mc Ewen,2007; Tamher & Noorkasiani, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2015, populasi penduduk
dunia yang berusia 60 tahun atau lebih, mencapai 900 juta jiwa. Dewasa ini, terdapat
125 juta jiwa yang berusia 80 tahun atau lebih, pada tahun 2050, diperkirakan
mencapai 2 milliar jiwa di seluruh dunia. Akan ada hampir sebanyak 120 juta jiwa
yang tinggal sendiri di Cina, dan 434 juta orang di kelompok usia ini di seluruh dunia.
Di kawasan Asia Tenggara populasi Lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada
tahun 2000 jumlah Lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total polulasi, sedangkan pada
tahun 2010 jumlah Lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020
diperkirakan jumlah Lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi
(Departemen KesehatanRI, 2013; WHO, 2015).

Pada usia lansia yang merupakan masa akhir kehidupan manusia secara fisik dan
psikologis akan berubah. Fisik lansia yang berusia mulai 60 tahun keatas akan terjadi
degenasi pada fisiknya, organ dalam tubuh lansia akan berubah dan akan mengganggu
kinerja dari organ tersebut dalam fungsinya. Berbagai penyakit akan muncul pada
lansia apabila semasa hidupnya kurang menjaga gaya hidup atau secara fisik fungsinya
memang sudah berubah secara usia.

Sehinga pada kesempatan ini kami melakukan pendataan pada lansia di Alalak Selatan
RT 07 untuk menentukan penyakit dan melakukan asuhan keperawatan gerontik
kelompok di daerah tersebut.
1.2 Tujuan Kegiatan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui, memahami dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada
lansia.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan gerontik kelompok
b. Mampu merumuskan analisa data asuhan keperawatan gerontik kelompok
c. Mampu menyusun prioritas masalah asuhan keperawatan gerontik kelompok
d. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan gerontik kelompok
e. Mampu menyusun Planing Of Action (POA) pada asuhan keperawatan
gerontik kelompok

1.3 Manfaat Kegiatan


1.3.1 Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan gerontik
sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia yang ada di masyarakat.
1.3.2 Bagi Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang asuhan keperawatan
gerontik
1.3.3 Bagi Masyarakat
Agar lebih mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan gerontik untuk
meningkatkan mutu kesehatan lansia yang ada di masyarakat.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 TEORI PROSES MENUA


2.1.1 Pengertian Lanjut Usia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas yaitu
berdasarkan UU No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia.
Sementara menurut WHO, kelompok Lansia meliputi mereka yang berusia 60-
74, lansia tua 75-90 tahun serta Lansia sangat tua di atas 90 tahun.
2.1.2 Teori Tentang Proses Menua
2.1.2.1 Teori biologik
1) Teori genetik dan mutasi
Menua terjadi sebagai akibat darin perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul/DNA dan setiap saat pada saat nya akan
mengalami mutasi.
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah.
3) Autoimune
Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi oleh suatu zat
khusus. Suatu jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
4) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.
Degenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
dipakai.
5) Teori radikal bebas
Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan
sel-sel tidak dapat regenerasi.
2.1.2.2 Teori sosial
1) Teori Aktivitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosisal.
2) Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini meakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :
a) Kehilangan peran.
b) Hambatan kontrol social.
c) Bekurangnya komitmen.
3) Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang
pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada ssat ini menjadi
lansia. Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah:
 Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan, akan tetapi disarankan pada
pengalamannya dimasa lalu, dipilih peran apa yanga harus
dipertahankan atau dihilangkan.
 Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
 Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaftasi.
2.1.2.3 Teori psikologi
1) Teori kebutuhan manusia menurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow
1954) kebutuhan ini memiliki urutan perioritas yang berbeda.
Ketika kebutuhan dasar manusia sudah terpenuhi, merekan
berusaha menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan
yang paling tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.
2) Teori individu Jung
Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan
kepribadian perkembangan dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai
dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda,usia
pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego,
ketidaksadaran seseorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut
teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau kearah
subsektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (Introvert).
Keseimbangan antara kekuatan ini dilihat pada setiap individu, dan
merupakan hal yang paling penting dalam kesehatan mental.
2.1.3 Proses Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
2.1.3.1 Perubahan Fisik
1) Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukuranya lebih besar,
berkurangnya cairan intra dan ekstraseluler.
2) Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarafan, lambat dalam
respon waktu untuk mereaksi, mengecilnya saraf panca indra sitem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran tympani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin.
3) Sistem penglihatan : spinkter pupil timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris lensa keruh
meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang.
4) Sistem kardiovaskuler : katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
tekanan darah meningkat.
5) Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktivitas silia. Paru kehilangan
elastisisitasnya sehingga residu meningkat, nafas berat, kedalaman
bafas menurun.
6) Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi, sehingga mengakibatkan
gizi buruk, indera pengecap menurun karena adanya iritasi selaput
lendir dan atropi indera pengecap sampai 80% kemudian hilangnya
sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin.
7) Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, GFR
menurun sampai 50%. Noilai ambang ginjal terhadap glukosa
menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi
melemah, kapasitasnya menurun sampai 200cc sehingga vesika
urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang berakibat retensi
urine. Pembesaran prostat, 75 % dialami oleh pria diatas 55 tahun.
Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering,
elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
8) Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi
hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan BMR.
Produksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan
testosteron.
9) Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, kulit, kepala, dan rambut menipis menjadi kelabu,
sedangkan rambut dalam teling dan hidung menebal. Kuku menjadi
keras dan rapuh.
10) Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin
rapuh menjadi kifosis, tinggi badan menjadi berkurang disebut
discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atrofi serabut
erabit otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak. Otot kram
dan tremor.
2.1.3.2 Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan
5) Lingkungan
Kenangan (memori) ada 2 :
1) Kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu
2) Kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
1) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
2) berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-
tekanan dari faktor waktu.

2.1.3.3 Perubahan-perubahan fsikososial


1) Pensiun : nilai seseorang diukur oleh produktifitasnya, identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
2) Merasakan atau sadar akan kematian.
3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
2.1.4 Batasan-Batasan Lansia
Menurut WHO :
a. Usia Pertengahan (Middle Age) adalah kelompok usia 45-59 tahun.
b. Usia lanjut (Elderly) berusia 60-70 tahun.
c. Usia tua (Old) berusia 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) berusia >90 tahun.

2.1.5 Karakteristik Lansia


Menurut Budi Anna Keliat (1999) :
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat 2 UU No.13
tentang kesehatan).
b. Kebuthan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial serta spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bevariasi.

2.16 Tipe Lansia


(Nugroho 2007) :
a. Tipe Arif Bijaksana
b. Tipe Mandiri
c. Tipe Tidak Puas
d. Tipe Pasrah
e. Tipe Bingung

2.1.7 Tugas Perkembangan Lansia


a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Mempersiapkan kehidupan baru.
d. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social atau masyarakat
secara santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematian dan kematian pasangan.

2.1.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lansia


a. Faktor lingkungan dan social.
b. Faktor psikologi dan perilaku.
c. Faktor biologis.
2.1.9 Karakterisik Panti Werdha
a. Lokasi.
b. Staf.
c. Pembayaran.
d. Jenis layanan dan biaya.
e. Agama dan budaya.
f. Bahasa.
g. Kebutuhan keperawatan khusus.

2.1.10 Pelayanan Pada Lansia


a. Upaya kesehatan lansia (promotof).
b. Upaya pencegahan (preventif).
c. Diagnose dini dan pengobatan.

2.1.11 Manajemen Askep Pada Lansia


a. Pendekatan askep pada lansia.
b. Masalah yang lazim terjadi pada lansia.
2.2. Konsep Menua
2.2.1. Pengertian lanjut Usia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh setiap
orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun 1998
adalah 60 tahun. Proses penuaan dipandang sebagai sebuah proses total dan sudah
dimulai saat masa konsepsi. Meskipun penuaan adalah sebuah proses berkelanjutan,
belum tentu seseorang meninggal hanya karena usia tua. Sebab individu memiliki
perbedaan yang unik terhadap genetik, sosial, psikologik, dan faktor-faktor ekonomi
yang saling terjalin dalam kehidupannya menyebabkan peristiwa menua berbeda
pada setiap orang. Dalam sepanjang kehidupannya, seseorang mengalami
pengalaman traumatik baik fisik maupun emosional yang bisa melemahkan
kemampuan seseorang untuk memperbaiki atau mempertahankan dirinya.
Akhirnya periode akhir dari hidup yang disebut senescence terjadi saat organisme
biologik tidak dapat menyeimbangkan lagi mekanisme “Pengrusakan dan
Perbaikan”.
2.2.2. Teori tentang Proses menua
2.2.2.1. Teori Biologik
Menurut Mary Ann Christ et al. (1993), penuaan merupakan proses yang
secara berangsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan
mengakibatkan perubahan di dalam yang berakhir dengan kematian.
Penuaan juga menyangkut perubahan sel, akibat interaksi sel dengan
lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan perubahan degeneratif.
Teori biologis tentang proses penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik
dan ekstrinsik. Intrinsik berarti perubahan yang berkaitan dengan usia,
timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan teori ekstrinsik
menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh pengaruh
lingkungan.
Faktor intrinsik, peranan enzym seperti DNA polymerase yang berperan
besar pada penggandaan dan perbaikan DNA, serta enzym proteolytik yang
dapat menemukan sel yang mengalami degradasi protein sangat penting.
Sedangkan pada faktor ekstrinsik yang penting dikemukakan adalah radikal
bebas, fungsi kekebalan seluler dan humoral, oksidasi stress, cross link serta
mekanisme “dipakai dan aus” sangat menentukan dalam proses penuaan
yang terjadi .

Adanya faktor pengaruh intrinsik dan ekstrinsik tadi pada akhirnya akan
mempengaruhi tingkat perubahan pada sel , sel otak dan saraf, gangguan
otak , serta jaringan tubuh lainnya.
a. Teori Genetik dan Mutasi, Genetic Clock
b. Teori Eror
c. Pemakaian dan Rusak, wear and tear theory
d. Autoimune
e. Teori Stres
f. Teori Radikal Bebas
g. Teori Kolagen

2.2.2.2. Teori Sosial


a. Teori Aktifitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan social
b. Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kwalitas maupun
kwantitas.
c. Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada
usatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
2.2.2.3. Teori Interaksi Sosial (Social Exchange Theory).
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.Mauss (1954),
Homans (1961) dan Blau (1964) mengemukakan bahwa interaksi sosial
didasarkan atas hukum pertukaran barang dan jasa, sedangkan pakar lain
Simmons (1945) mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status
sosialnya untuk melakukan tukar menukar.
2.2.2.4. Teori Penarikan Diri (Disengagament Theory)
Cumming dan Henry ( 1961) mengemukakan bahwa kemiskinan yang
diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seseorang
lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain
hal tersebut, dari pihak masyarakat juga mempersiapkan kondisi agar para
lansia menarik diri. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia
menurun baik secara kualitas maupun secara kuantitas.
2.2.2.5. Teori Aktivitas (Activity theory)
Teori ini dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et al. yang mengatakan
bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana lansia merasakan
kepuasan dalam melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut
selama mungkin.
2.2.2.6. Teori Perkembangan (Development Theory)
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori
Freud, Buhler, Jung dan Erikson.
Sigmund Freud meneliti tentang psikoanalisa dan perubahan psikososial
anak dan balita . Erikson (1930) membagi kehidupan menjadi 8 fase dan
lansia perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan (ego integrity
versus despair)..
2.2.2.7. Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Wiley (1971), menyusun stratifikasi lansia berdasarkan usia kronologis yang
menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas peran,
kewajiban, serta hak mereka berdasarkan usia. Dua elemen penting dari
model stratifikasi usia tersebut adalah struktur dan prosesnya.
2.2.3. Perubahan Perubahan saat Menua
2.2.3.1. Perubahan fisik
a. Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan extra seluler
b. Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam
respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c. Sistem penglihatan : spinkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya respon
terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.
d. Sistem Kardivaskuler : katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah
berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
e. Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya
sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan
menurun.
f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk,
indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi
indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin
g. Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun
sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat.
Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia
yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami
oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi
selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
h. Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon
menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate
(BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan
testosteron.
i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan
rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan
rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh
menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot ,
sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan tremor.
2.2.3.2. Perubahan Mental
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan
5) Lingkungan
b. Kenangan (memori) ada 2 :
1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
2) kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
3) Intelegentia Question :

2.2.4. Masalah keperawatan yang mungkin timbul.


2.2.4.1. Fisik / biologis
a. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
b. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan pendengaran /
penglihatan.
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan menurunnya minat dalam
merawat diri.
d. Resiko cedera fisik (jatuh) berhubungan dengan penyesuaian penurunan
fungsi tubuh tidak adekuat.
e. Perubahan pola elemenasi berhubungan dengan pola makan yang tidak
efektif, peristaltik lemah.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan atau nyeri.
g. Gangguan pola napas berhubungan dengan penyempitan jalan napas /
adanya skrit pada jalan napas.
h. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan kekakuan sendi, atropis
serabut otot.
2.2.4.2. Psikologis-sosial
a. Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak
mampu.
b. Isolasi sosial berhubungan dengan perasan curiga.
c. Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.
d. Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
e. Koping yang tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan
menghilangkan perasaan secara tepat.
f. Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.
2.2.4.3. Spiritual
a. Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.
b. Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan tak siap
dengan kematian.
c. Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.
d. Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidak mampuan ibadah
secara tepat.
2.2.5. Rencana Keperawatan
2.2.5.1. Tujuan perencanaan
Membantu lansia berfungsi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan
dan kondisi fisik, psiko, sosial dengan tak tergantung pada orang lain.
2.2.5.2. Tujuan tindakan keperawatan
Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi :
a. Pemenuhan kebutuhan keselamatan
b. Peningkatan keamanan dan keselamatan
c. Memelihara kebersihan diri
d. Memelihara keseimbangan istirahat tidur
e. Peningkatan hubungan interpersonal melalui komunikasi yang efektif.
2.2.5.3. Rencana dan Rasional
a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
1). Makanan porsi kecil tapi sering, lunak.
R ; Menyesuaikan fungsi lambung dan melemahnya otot lambung
dan usus.
2). Banyak minum dan kurangi makanan asin.
R.;Mencegah kekeringan kulit dan kendor.
3). Makan mengandung serat.
R : Membantu pencernaan karena peristaltik menurun.
4). Batasi makan yang mengandung gula tinggi, minyak tinggi, tinggi
lemak kecukupan kalori.

2.2.5.4. Diagnosa Keperawatan


a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan
nutrisi yang tidak adekuat akibat anoreksia
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan
protein
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skleletal,,
nyeri, intoleransi aktifitas
d. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, destruksi sendi
e. Resiko cedera (dislokasi sendi) berhubungan dengan otot hilang
kekuatannya, rasa nyeri sendi

2.2.5.5. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan
nutris kurang adekuat akibat anoreksia
1) Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
2) Kriteria :
a) Meningkatkan masukan oral
b) Menunjukkan peningkatan BB
3) Intervensi :
a) Buat tujuan BB ideal dan kebutuhan nutrisi harian yang
adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat menghindari adanya malnutrisi
b) Timbang setiap hari , pantau hasil pemeriksaan laborium.
R/ Deteksi dini perubahan BB dan masukan nutrisi
c) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekua
R/ Dengan pemahaman yang benar akan memotivasi klien
untuk masukan nutrinya
d) Ajarkan individu menggunakan penyedap rasa (seperti bumbu)
R/ aroma yang enak akan membangkitkan selera makan
e) Beri dorongan individu untuk makan bersama orang lain
R/ Dengan makan bersama sama secara psikologis
meningkatakan selera makan
f) Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi) sebelum
dan sesudah mengunyah makanan
R/ dengan situasi mulut yang bersih meningkatkan
kenyamanan .
g) Anjurkan makan dengan porsi yang kecil tapi sering
R/ Mengurangi perasaan tegang pada lambung

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan


protein
1) Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan terhindar dari
tanda-tanda infeksi
2) Kriteria : tanda-tanda peradangan tidak ditemukan : panas, bengkak,
nyeri, merah,gangguan fungsi
3) Intervensi :
a) Kaji tanda-tanda radang umum secara teratur
R/ Mendeteksi dini untuk mencegah terjadinya radang
b) Ajarkan tentang perlunya menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
R/ Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dan kebersihan
diri yang kurang sehat
c) Tingkatkan kemampuan asupan nutris TKTP
R/ meningkatkankadar protein dalam dalam tubuh sehingga
meningkatkan kemampuan kekbalan dalam tubuh
d) Perhatikan penggunaan obat-obat jangka panjang yang dapat
menyebabkan imunosupresi
R/ Menurunkan resiko terjadinya infeksi.

c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,


nyeri.
1) Tujuan : klien dapat mobilisasi dengan adekuat
2) Kriteria : Mendemontrasikan tehnik/perilaku yang memungkinkan
melakukan aktifitas
3) Intervensi :
a) Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit
R/ tingkat aktifitas tergantung dari perkembangan /resolusi dari
proses inflamasi
b) bantu dengan rentang gerak aktif/pasif
R/ mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot.
c) ubah posisi dengan sering dengan personal cukup
R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi
d) Berikan lingkungan yang nyaman misaal alat bantu
R/ menghindari cedera.

d. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan proses inflamasi, destruksi


sendi
1) Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang/hilang
2) Kriteria : terlihat rileks , dapat tidur dan berpartisipasi dala aktifitas
3) Intervensi :
a) kaji keluhan nyeri, catat lokasi nyeri dan intensitas. Catat faktor
yang mempercepat tanda tanda neri
R/ membantu dalam menentukan managemen nyeri
b) Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu
istirahat ataupun tidur
R/ Pada penyakit berat tirah baring sangat diperlukan untuk
membatasi nyer
c) Anjurkan klien mandi air hangat , sediakan waslap untuk kompres
sendi
R/ panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan
rasa sakit dan kekakuan sendi.
d) berikan masase lembut
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi ketegangan otot
e) kolaborasi pemberian obat-obatan seperti : aspirin, ibuprofen,
naproksin, piroksikam, fenoprofen
R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam
mengurangi kekakuan.
2.3 Terapi Modalitas

2.3.1. Pengertian Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam
upaya mengubah perilaku klien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif (Keliat,
2004).

Terapi modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana perawat mendasarkan
potensi yang dimiliki klien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau
penyembuhannya (Sarka, 2008).

Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama
ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area
sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikostrukkan
sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor
pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan
bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian
baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.

Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan
terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang
bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi
perilaku yang adaptif.

2.3.2. Jenis Terapi Modalitas

Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:

2.3.2.1. Terapi individual


Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan
hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu
hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk
mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang
disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis
(terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.

2.3.2.2. Terapi lingkungan (milleu therapy)


Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi
perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku
adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti
terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan
berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan
interaksi.

2.3.2.3. Terapi keluarga


Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga
sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar
keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis
ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-
fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
2.3.2.4. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam
kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok.
Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara
teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan
hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya
meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.

2.3.2.5. Terapi perilaku


Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul
akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan
disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam
terapi jenis ini adalah:

a. Role model
b. Kondisioning operan
c. Desensitisasi sistematis
d. Pengendalian diri
e. Terapi aversi atau releks kondisi
2.3.2.6. Terapi bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan
dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi
verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status
emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk
mengatasi masalah anak tersebut.

2.3.2.7. Terapi biologis atau terapi somatic


Merupakan jenis terapi yang memfokuskan penyembuhan klien dengan
menggunakan bantuan obat-obatan yang berfungsi sebagai anti depressan.

2.3.2.8. Terapi kognitif


Terapi perilaku kognitif (atau terapi perilaku kognitif, CBT) adalah sebuah
pendekatan psikoterapi yang bertujuan untuk memecahkan masalah mengenai
disfungsional emosi, perilaku dan kognisi melalui berorientasi tujuan, prosedur
sistematis.

2.3.3. Terapi Modalitas pada Lansia


2.3.3.1. Jenis Terapi Modalitas Lansia
Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang
bagi lansia.

a. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat
dipilih sesuai dengan masalah lansia.
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan
kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah
perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan Leader, Co-
Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar,
dan lain-lain.
c. Terapi Musik
Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan
gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu
kroncong, musik dengan gamelan
d. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan
memanfaatkan waktu luang. Misalnya : penanaman kangkung,
bayam, lombok, dll
e. Terapi dengan Binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-
hari sepinya dengan bermain bersama binatang. Misalnya :
mempunyai peliharaan kucing, ayam, dll
f. Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan
produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan
yang telah disediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset,
membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang
mudah di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian,
dll), menjahit dari kain, merajut dari benang, kerja bakti (merapikan
kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur,
dll)
g. Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan
cerdas cermat, mengisi TTS, tebak-tebakan, puzzle, dll
h. Life Review Terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan
menceritakan pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa
mudanya
i. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup,
menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan. Misalnya :
mengikuti senam lansia, posyandu lansia, bersepeda, rekreasi ke
kebun raya bersama keluarga, mengunjungi saudara, dll.
j. Terapi Keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan
meningkatkan rasa nyaman. Seperti menggadakan pengajian,
kebaktian, sholat berjama’ah, dan lain-lain.
k. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan
terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan
fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga
yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi
yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan
diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga
terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian
terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa
masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing
terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk
mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau
mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1
(perjanjian), fase 2 (kerja), dan fase 3 (terminasi). Di fase pertama
perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-
isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama.
Kegiatan di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan
dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola
interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi
masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-
batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada.
Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana keluarga akan
melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan
terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga
diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang
berkesinambungan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

3.1. Data Demografi :


3.2.1. Jumlah lansia
Jumlah lansia di Alalak Selatan RT.07 adalah 9 orang lansia.

3.2.2. Umur rata-rata


Usia Lansia Jumlah Presentasi
Pra Lansia () 6 orang
Lansia (60-74 Tahun) 2 orang
Lansia (75-90 Tahun) 1 orang
Total 9 orang 100%

3.2.3. Status perkawinan


Status Perkawinan Jumlah Presentasi
Menikah 3 orang
Cerai Mati 6 orang
Total 9 orang 100%

3.2.4. Agama
Rata-rata Agama pada lansia di daerah Alalak Selatan RT. 23 adalah beragama
Islam.

3.2.5. Pendidikan terakhir


Adapun pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh lansia adalah
Pendidikan Jumlah Persentasi
SD 6 orang
Tidak Tamat SD 3 orang
Total 9 orang 100%

3.2. Data Pengkajian Terfokus


3.2.1. Riwayat Kesehatan :
3.2.1.1. Persentasi Keluhan Lansia
Keluhan Jumlah Persentasi
Nyeri 2 orang
Pusing 6 orang
Kelemahan pada Ekstremitas 5 orang
Penglihatan Menurun 2 orang
3.2.1.2. Persentasi penyakit lansia
Penyakit Jumlah Persentasi
Hipertensi 5 orang
Kolesterol 4 orang
Asam Urat 4 oranng
DM 2 orang
Stroke -
Jantung 1 orang
Penyakit Saluran Pernafasan 3orang
(Asma, TB Paru, Batuk dan Flu)

3.2.2. Kebutuhan Fisiologis


Kebutuhan Tidak
Persentasi Normal Persentasi
Fisiologis Normal
Pola makan
3 6
tidak teratur
Minum 2 7
Eliminasi 2 7
Kebersihan diri 5 4
Kemandirian 2 7
Gangguan
2 7
penglihatan
Gangguan
1 8
pendengaran

3.2.3. Perilaku terhadap kesehatan


Perilaku terhadap
Ya Persentasi Tidak Persentasi
kesehatan
Merokok 0 0% 9 100%
Minum kopi 0 0% 9 100%
Alkohol 0 0% 24 100%
Konsumsi gula garam
4 5
berlebih

3.2.4. Nilai dan kepercayaan terhadap kesehtan


Nilai dan kepercayaan dari 9 lansia yang tinggal di Alalak Selatan tidak ada
yang pernah berobat ke pelayanan kesehatan dan lansia melakukan pemeriksaan
dan pengobatan ke pelayanan kesehatan rumah sakit ataupun ke praktik dokter
sehingga pada saat pendataan baru terdeteksi penyakit yang diderita oleh lansia.

3.2.5. Status mental dan kognitif


Dari 9 lansia status mental dan kognitifnya 7 orang baik hanya 2 orang saja yang
mengalami kerusakan intelektual ringan.

3.2.6. Psikososial
Lansia yang tidak memiliki penyakit stroke atau kelemahan pada ekstremitas
masih mampu beraktivitas dan bersosialisasi dengan warga sekitar sehingga
resiko psikososial tidak terganggu.
3.2.7. Kegiatan spiritual
Dari 9 lansia beragama islam dan taat beribadah.

3.2.8. Interaksi sosial


Para lansia di daerah Alalak Selatan interaksi sosialnya masih baik karena masih
dapat beraktivitas dan bersosialisasi dengan masyarakat misalnya pengajian yang
dilakukan pada setiap hari sabtu sore.

3.3. Data Sub Sistem


3.2.1. Lingkungan Fisik
Keadaan lingkungan di daerah Alalak Selatan RT. 23 tidak terlalu padat,
dikarenakan daerah tersebut masuk ke perumahan komplek dimana jarak antara
satu rumah ke rumah yang lain masih ada jarak yang cukup luas dan satu blok di
RT 23 itu bisa dihitung KK yang tinggal didalam nya sekitar 10-12 KK .

3.2.2. Sarana Sumber Air Bersih


Sumber Air Bersih Jumlah Persentasi

PDAM 9 100 %

Sungai 0 0%

3.2.3. Sarana Pembuangan Sampah


Sarana pembuangan sampah yang ada di Alalak Selatan RT 23 sudah memadai,
tersedianya tempat pembangan sampah di daerah tersebut.

3.2.4. Sarana MCK


Semua lansia mempunyai MCK yang memadai.

3.2.5. Sarana Pelayanan Kesehatan dan Sosial Lansia di Komunitas


Para lansia wanita yang sehat dan mampu beraktivitas masih mengikuti
pengajian yang diadakan di RT 23 sedangkan para lansia laki-laki yang sehat dan
mampu beraktivitas masih dapat berkumpul dalam kegiatan masyarakat. Adapun
sarana pelayanan kesehatan biasanya para lansia berobat di RT 23 ketika sakit
mereka langsung pergi ke layanan kesehatan Rumah Sakit atau praktik dokter
dan di RT 23 tidak ada posyandu lansia.
3.2.6. Sarana Komunitas
Para lansia berkomunikasi menggunakan bahasa Banjar.

3.2.7. Sarana Ekonomi bagi Lansia


Dari 9 orang lansia bergantung pada keluarga nya yaitu anak nya.

3.2.8. Sarana Rekreasi


Para lansia di RT 23 rata-rata biasanya akan pergi rekreasi ketika anak dan anak
menantunya mendapatkan cuti kerja dan biasa pergi rekreasi ke daerah
banjarbaru , ke mall.

3.4. Analisis Data (semua masalah diangkat)


No Data Fokus Etiologi Masalah
1. DS : Kurang pengetahuan Ketidakefektifan
- Para lansia mengatakan tentang praktik Pemeliharaan Kesehatan
tidak membatasi untuk kesehatan dasar
makanan yang dikonsumsi
- Para lansia mengatakan
jarang pergi ke fasilitas
kesehatan seperti
puskesmas untuk mencek
kesehatan mereka secara
rutin.

DO :
- Masalah kesehatan paling
banyak saat pengkajian
pada lansia alalak selatan
RT 23 selama pendataan
ialah kasus hipertensi ada 7
lansia yang paling banyak
menderita hipertensi

3.5. Prioritas Masalah


Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan b/d kurang pengetahuan tentang praktik
kesehatan dasar
3.6. Intervensi Keperawatan (penkes dan terapi modalitas kelompok)
No Tujuan NOC NIC
1. Setelah dilakukan 1. pengetahuan mengenai 1. Buat isi pendidikan
tindakan promosi kesehatan kesehatan sesuai dengan
keperawatan 2. perilaku promosi kemampuan kognitif,
diharapkan kesehatan psikomotor, dan afektif
pemeliharaan 3. meningkat status pasien
kesehatan jadi perawatan diri 2. Berikan informasi sesuai
efektif. 4. manajemen diri dengan dengan tingkat
hipertensi perkemabangan pasien.
3. Berikan informasi dengan
cara yang tepat, seperti
mulai dari hal yang
sederhana kepada
informasi yang lebih
kompleks, dari informasi
yang diketahui terlebih
dahulu, dari informasi
yang konkrit ke informasi
yang abstrak.
4. Sesuaikan informasi
dengan gaya hidup dan
rutinitas pasien, sehingga
dapat dipatuhi pasien
5. Berikan umpan balik
selama proses pendidikan
kesehatan
6. Ajarkan terapi modalitas
pada lansia (senam
hipertensi lansia)
7. Anjurkan untuk cek
kesehatan ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
3.7. POA
Dengan adanya berbagai macam masalah yang muncul dari hasil pengkajian yang dilakukan, maka kelompok membuat perencanaan untuk pemecahan
masalah sesuai dengan prioritas masalah sebagai berikut :

No MASALAH KEGIATAN SASARAN TEMPAT WAKTU PENANGGUNG JAWAB


1. Ketidakefektifan 1. Pendidikan kesehatan Lansia di Alalak Sabtu, 02 Penkes :
pemeliharaan kesehatan tentang penanganan Alalak Selatan Selatan Agustus 1. Huda Alaris
berhubungan dengan penyakit hipertensi. RT. 23 2019 2. Lasmiaty
kurangnya penetahuan 2. Melakukan terapi Jam 09.00 3. Linda Dewi Lestari
tentang praktik kesehatan modalitas yaitu senam WITA
dasar. lansia untuk Terapi Modalitas :
menurunkan tekanan 1. Lailis Saadah
darah tinggi pada 2. Mia Milia Rahman
hipertensi.

3.8. Rencana Tindak Lanjut


Pendidikan kesehatan dan terapi modalitas pada lansia.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,
yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Adanya
perubahan tersebut mengakibatkan lansia menjadi sakit. penyakit yang
diderita tertinggi adalah hipertensi sebanyak 7 orang (%. )Kemudian
prioritas masalah asuhan keperawatan gerontik dialak selatan RT 23 yaitu
Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang praktik kesehatan dasar, serta rencana asuhan
keperawatan gerontik yang dilakukan seperti pendidikan kesehatan
mengenai hipertensi dan terapi modalitas senam hipertensi pada lansia.

4.2.Saran
Pada saat pembuatan laporan kelompok menyadari bahwa banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kelompok
mengharapkan kritik dan saran mengenai laporan yang sudah dibuat.
9

Banjarmasin, Agustus 2019

Presepter Akademik, Presepter Klinik,

(Dewi Kartika Wulandari, Ns., M.Kep) (Sri Ningsih, AMK)

Anda mungkin juga menyukai