Anda di halaman 1dari 19

Referat

KETUBAN PECAH DINI

Oleh:
Yuliy Riayanti, S.Ked
2111901054

Pembimbing
dr. Irvan Bahar, Sp.OG

HALAMAN JUDUL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD KOTA DUMAI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2022
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................3
2.1 Ketuban Pecah Dini................................................................3
2.1.1 Definisi........................................................................3
2.1.2 Epidemiologi...............................................................3
2.1.3 Faktor Risiko...............................................................3
2.1.4 Patogenesis..................................................................5
2.1.5 Penegakkan Diagnosis................................................8
2.1.6 Tatalaksana................................................................10
2.1.7 Komplikasi................................................................11
2.1.8 Prognosis...................................................................13
BAB V KESIMPULAN...........................................................................54

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum


permulaan persalinan. Ketika pecah ketuban terjadi sebelum persalinan dan
sebelum 37 minggu kehamilan, ini disebut sebagai KPD prematur/ preterm
premature rupture of membranes (PPROM). Pada aterm, PROM mempersulit
sekitar 8% kehamilan. KPD prematur memperumit sekitar 1% persalinan secara
keseluruhan, dan ini dua kali lipat lebih sering terjadi pada orang Afrika-
Amerika.1
Ada beragam mekanisme yang menyebabkan ketuban pecah sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi akibat melemahnya fisiologis membran
dikombinasikan dengan kekuatan yang disebabkan oleh kontraksi uterus. Infeksi
intramniotik umumnya terkait dengan PPROM. Faktor risiko utama PPROM
termasuk riwayat PPROM, panjang serviks pendek, perdarahan vagina trimester
kedua atau ketiga, overdistensi uterus, defisiensi nutrisi tembaga dan asam
askorbat, gangguan jaringan ikat, indeks massa tubuh rendah, status sosial
ekonomi rendah, merokok, dan penggunaan obat-obatan terlarang. Meskipun
berbagai etiologi, seringkali tidak ada penyebab yang jelas yang diidentifikasi
pada pasien yang datang dengan KPD.1
Ketuban pecah sebelum persalinan membutuhkan perhatian
segera. Diagnosis yang akurat dan pengetahuan tentang usia kehamilan sangat
penting untuk menentukan manajemen pasien.2,3 Ketuban pecah dini pada
kehamilan aterm yaitu kehamilan > 37minggu penatalaksanaan berupa
penanganan aktif yaitu induksi dengan oksitosin, bila gagal induksi dilanjutkan
dengan seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25-50µg intravaginal tiap
6 jam maksimal 4 kali. Bila skor pelvik <5 lakukan pematangan serviks kemudian
induksi, jika skor pelvik >5 induksi persalinan.
Induksi persalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil
yang belum dalam persalinan untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi

3
persalinan terjadi antara 10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan indikasi
ibu maupun bayinya. Induksi persalinan banyak yang mengalami kegagalan atau
berakhir dengan tindakan persalinan perabdominal oleh karena beberapa faktor
yang mempengaruhinya yaitu antara lain: presentasi janin, kedudukan terendah
janin atau penurunan presentasi janin, paritas ibu dibandingkan dengan
primigravida induksi persalinan pada multigravida akan lebih berhasil karena
serviks sudah terbuka, umur ibu juga dapat mempengaruhi keberhasilan induksi
persalinan,spasing atau usia anak terakhir dan kondisi serviks yang belum
matang.4
Hipertensi adalah masalah yang paling sering dalam kehamilan. Hipertensi
merupakan 5-10% komplikasi dalam kehamilan dan merupakan salah satu dari
penyebab kematian tersering selain perdarahan dan infeksi, serta memberikan
kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Lima penyebab kematian ibu
terbesar di Indonesia diantaranya adalah karena hipertensi dalam kehamilan
(Kemenkes RI, 2014, 2015, 2016, 2018).
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu
kehamilan tanpa proteinuria. Angka kejadiannya sebesar 6%. Sebagian wanita (>
25%) berkembang menjadi pre-eklampsia. Hipertensi gestasional berat adalah
kondisi peningkatan tekanan darah > 160/110 mmHg. Tekanan darah baru
menjadi normal pada post partum.14,15
Hipertensi pada kehamilan harus dikelola dengan baik agar dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu / janin, yaitu dengan
menghindarkan ibu dari risiko peningkatan tekanan darah, mencegah
perkembangan penyakit, dan mencegah timbulnya kejang dan pertimbangan
terminasi kehamilan jika ibu atau janin dalam keadaan bahaya (Mudjari and
Samsu, 2015). Kelahiran bayi adalah pengobatan yang pasti, tetapi perlu
mempertimbangkan kesehatan ibu, janin, usia kehamilan. Menurut ACC/AHA
2017 dan ESC/ESH 2018 obat antihipertensi pada kehamilan yang
direkomendasikan hanya labetalol, methyldopa dan nifedipine, sedangkan yang
dilarang adalah ACE inhibitor, ARB dan direct renin inhibitors.14,15

4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketuban Pecah Dini
2.1.1. Definisi4
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis – premature rupture of the
membrane/PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum
terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila
seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu
satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan
demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan
waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-
tanda awal persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
atau disebut juga Preterm Premature Rupture of the Membranes
(PPROM). Sedangkan apabila ketuban pecah dini terjadi pada atau
setelah usia kehamilan 37 minggu disebut juga Premature Rupture of
the Membranes (PROM).

2.1.2. Epidemiologi5
Pada keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan
mengalami KPD. KPD preterm terjadi 1% dari seluruh kehamilan.
KPD preterm menyebabkan terjadinya 1/3 persalinan preterm dan
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal.

2.1.3. Faktor Risiko4,6


a. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga
sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu
menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks memiliki

6
suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil
konsepsi.
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Misalnya:
 Trauma: hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
 Gemelli
c. Kehamilan kembar
Suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli
terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan
adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dari kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada
yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan
mudah pecah.
d. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000gr. Kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane
menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
e. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang

7
sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningakatan jumlah
cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
f. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
g. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi
sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. Membrana
korioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan
ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis
dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada
persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B
streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan
amnionitis.
2.1.4. Patogenesis7
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan
oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban
pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh
selaput ketuban rapuh. Terdapat ketidakseimbangan antara sintesis
dan degradasi matriks ekstraselular. Perubahan struktur, jumlah sel
dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah
dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen
dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat
oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati

8
waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan tissue inhibitors
metallo proteinase-1 (TIMP-1) mengarah pada degradasi proteolitik
dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada
trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya
kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, serta gerakan janin. Pada trimester terakhir
terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban sehingga
pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.
Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm disebabkan oleh
adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar dari
vagina. Disamping itu ketuban pecah dini preterm juga sering
terjadi pada polihidramnion, inkompeten servik, serta solusio
plasenta. Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan
kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata
berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). Termasuk diantaranya:
high virulensi yaitu Bacteroides, dan low virulensi yaitu
Lactobacillus.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta ketuban, fibroblast,
jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifas dan inhibisi
interleukin-1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi
kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan.
Mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan terjadi
pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami
devaskularisasi. Setelah kulit ketuban mengalami devaskularisasi
selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis sehingga jaringan

9
ikat yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya daya
tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang
mengeluarkan enzim
yaitu enzim proteolitik dan kolegenase yang diikuti oleh ketuban
pecah spontan.
KPD juga dapat terjadi karena berkurangnya kekuatan membran
dan peningkatan tekanan intra uterin ataupun karena sebab keduanya.
Kemungkinan tekana intra uterin yang kuat adalah penyebab KPD dan
selaput ketuban yang tidak kuat dikarenakan kurangnya jaringan ikat
dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
Hubungan serviks inkompeten dengan kejadian KPD adalah
bahwa serviks yang inkompeten adalah leher rahim yang tidak
memiliki kelenturan sehingga tidak kuat menahan kehamilan. Selain
karena infeksi dan tekanan intrauterin yang kuat, hubungan seksual
pada kehamilan tua berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena
pengaruh prostaglandin yang terdapat dalam sperma dapat
menimbulkan kontraksi, tetapi bisa juga karena faktor trauma saat
berhubungan seksual. Pada kehamilan ganda juga dapat menyebabkan
KPD karena uterus yang meregang berlebihan yang disebabkan oleh
besarnya janin, dua plasenta dan jumlah air ketuban yang lebih banyak.

10
Gambar 1. Patogenesis KPD
2.1.5. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang
kala cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan
amnion. Penderita merasa basah pada vaginanya atau mengeluarkan
cairan banyak dari jalan lahir.
Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan
resiko infeksi. Yang dinilai pada saat inspekulo adalah:

11
- Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan
perdarahan dari serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau
ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas juga harus
diperhatikan.
- Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diangnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh
pasien untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling.
- Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan
nitrazine test. Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika
PH 6–6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH 4–5, dengan kerta
nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini
dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah,
semen atau vaginisis trichomiasis.
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi
didalam cairan amnion tetapi tidak dicairan semen dan urin.
 Mikroskopis (tes pakis)
Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari
forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas
objek dan 53 dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning”
menandakan cairan amnion.

12
Gambar 2. Gambaran “Ferning” pada Tes Pakis

 Kultur Mikroorganisme
Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea,
dan stretococcus group B.
 Pemeriksaan USG
Pemeriksan penunjang dengan USG untuk membantu dalam
menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta
serta jumlah air ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban
pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Wanita
dengan KPD preterm sekitar 50-70% menunjukan gambaran
oligohidroamnion dengan tidak adanya “single pocket” cairan
ketuban yang lebih dari 2 cm dan indeks cairan amnion (AFI)
≤5cc.

2.1.6. Tatalaksana8
Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur
kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pasien dengan ketuban pecah
dini umumnya lebih baik untuk dibawa ke rumah sakit dan melahirkan
bayi yang usia gestasinya >37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya
ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauteri.
Penatalaksanaan konservatif ketuban pecah dini pada kehamilan
preterm antara lain:
a. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dalam trendelenburg position,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam mencegah terjadinya
infeksi dan kehamilan diusahakan mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4×500mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin) dan metronidazol 2×500mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

13
d. Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Betametason
12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason 6 mg
sebanyak 4 dosis intramuskular dengan interval 12 jam.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum partu, tidak ada infeksi,
tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi,
dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi
sesudah 24 jam.
g. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dengan rejimen ampisilin 2g intravena setiap 6 jam selama 48
jam, diikuti oleh amoksisilin (500mg per oral tiga kali sehari atau
875mg secara oral dua kali sehari) selama lima hari dan lakukan
induksi.
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
Sedangkan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm
penatalaksanaan berupa penanganan aktif, antara lain:
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25-50µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan di akhiri:
• Bila skor pelvik <5 lakukan pematangan serviks kemudian
induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria.
• Bila skor pelvik >5 induksi persalinan, partus pervaginam.

2.1.7. Komplikasi
 Komplikasi Ibu:

14
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi
sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu
 Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesaria atau gagalnya persalinan normal.
a. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum
janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada
Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.
c. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat
hubungan antara terjadinya gawat janin dan oligohidramnion,
semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

15
d. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi
muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonari.

2.1.8. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung
pada:
 Usia kehamilan
 Adanya infeksi / sepsis
 Faktor resiko / penyebab
 Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun,
umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai
komplikasi yang tidak serius dari kelahiran prematur.

16
BAB III
KESIMPULAN

Ny. N, 25tahun didiagnosis dengan G2P0A1H0 (gravid 38-39minggu), KPD,


Hipertensi Gestasional + Janin Tunggal Hidup Intrauterin, Presentasi Kepala.
Pada pasien dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi persalinan
menggunakan infus oxytocin karena pasien mengalami KPD dan usia kehamilan
pasien sudah aterm dimana sebelumnya dilakukan pematangan serviks karena
skor bishop <6. Pasien mengalami hipertensi gestasional sehingga diberikan
pengobatan antihipertensi berupa methyldopa.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Dayal, Shailja et al. Premature Rupture of Membranes. NCBI. 2021.


2. Duncan JR, Tobiasz AM, Dorsett KM, Aziz MM, Thompson RE, Bursac
Z, Talati AJ, Mari G, Schenone MH. Akurasi prognostik
percepatan/waktu ejeksi arteri pulmonalis janin untuk komplikasi
pernapasan pada ketuban pecah dini sebelum persalinan. J Matern Janin
Neonatal Med. 2020 Juni; 33(12) :2054-2058. 
3. Tsakiridis I, Mamopoulos A, Chalkia-Prapa EM, Athanasiadis A, Dagklis
T. Ketuban Pecah Dini Prematur: Tinjauan 3 Pedoman Nasional. Obstet
Ginekol Surv. 2018 Juni; 73(6):368-375.
4. F. G. Cunningham, K. J. Leveno, S. L. Bloom, J. c Hauth, D. J. Rouse, dan
C. Y. Spong. Williams Obstetrics, 23 ed. New York: McGraw-Hill. 2013.
5. Quintero R, Morales W, Allen M, Bornick P, Arroyo J, LeParc G.
Treatment of Iatrogenic Previable Premature Rupture of Membranes with
Intraamniotic Injection of Platelets and Cryoprecipitate (Amniopatch):
Preliminary Experience. Am J Obstet Gynecol. 2017.
6. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G. Bab 6:
Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Jakarta.
Penerbit EGC. 2007.
7. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014.
8. Kusuma J, Ketuban Pecah Dini Dan Peranan Amniopatch Dalam
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Preterm. Obstetri dan Ginekologi
FK UNUD/RSUP Sangalah Denpasar. 2016.
9. Espinoa, Jimmy et al. Gestational Hypertension and Preeclampsia. The
American College of Obstetricians and Gynecoloists. 4(135): 237-260.
2020.
10. Carson, Michael MD et al. Hypertension and Pregnancy. Medscape. 2018

18
11. Granger, J P et ali. Pathophysiology of Pregnancy-Induced Hypertension.
American Journal of Hypertension: 14(3); 178-185. 2018.
12. Braunthal, S, Brateanu, A. Hypertension in Pregnancy: Pathophysiology
and Treatment. StatPearls Publishing. 2019.
13. Sari, W E. Kehamilan dengan Hipertensi Gestasional. J medulla Unila:
4(3); 145-148. 2016.
14. Kario. Central Sympathetic Agents and Direct Vasodilators in
Hypertension. A Companion to Braunwald's Heart Disease (Third Edition)
Ch 26. Elsevier. 2018.
15. Hoeltzenbein et al. Pregnancy Outcome After First Trimester Use of
Methyldopa Hypertension. Vol 70 (1): 201-8. 2017.

19

Anda mungkin juga menyukai