PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion
yang sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel
mesenkim dan sel trofoblast yang terikat erat dalam metrics kolagen. Selaput ketuban
berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Hal ini
merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan yang berkaitan dengan penyulit
kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta
menyebabkan infeksi pada ibu yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi. Ketuban pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko
tinggi infeksi dan bahaya kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan
perawatannya dianjurkan untuk pemantauan ibu maupun janin dengan ketat.
Insidensi KPD mendekati 10% dari semua persalinan, dan pada umur kehamilan
kurang dari 34 minggu, angka kejadiannya sekitar 4%. Sebagian dari KPD mempunyai
periode lama melebihi satu minggu (Yulaikhah,2008). Dalam keadaan normal 8-10%
perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Kejadian KPD berkisar
5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70%
kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur sebanyak 30%.
Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka
kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada batas angka terendah yang dapat
dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat serta waktu. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam
terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab.
Normalnya volume cairan ketuban pada usia kehamilan usia 10 – 20 minggu,
sekitar 50 – 250 ml. Ketika memasuki minggu 30 – 40, jumlahnya mencapai 500 –
1500ml.
KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas
dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi.
Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian
akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju,
partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD
terutama pada pengelolaan konservatif . Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD
dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau
harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan
memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
1.2.Tujuan
Adapun tujuannya yaitu:
1.2.1. Untuk mengetahui definisi dari ketuban pecah dini.
1.2.2. Untuk mengetahui etiologi dari ketuban pecah dini.
1.2.3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ketuban pecah dini.
1.2.4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari ketuban pecah dini.
1.2.5. Untuk mengetahui patofisiologi dari ketuban pecah dini.
1.2.6. Untuk mengetahui pemeriksaan Penunjang dari ketuban pecah dini.
1.2.7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ketuban pecah dini.
1.3.Manfaat
Untuk mengatasi dampak dari permasalahan Ketuban Pecah Dini (KPD) yang
biasanya menjadi masalah utama para ibu hamil, dan juga sebagai pengetahuan pada
ibu hamil tentang apa itu KPD dan bagaimana cara pencegahannya. Dapat mencegah
kematian perinatal pada saat persalinan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses
persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan
(Manuaba,2009).
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah
kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat
terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan
aterm. (Saifuddin,2002).
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal
dari vagina servik (Sarwono, 2002).
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan atau dimulainnya tanda inpartu (WHO, 2013)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah di tunggu satu jam, belum ada tanda persalinan (Yulaikhah,
2008). Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian
ketuban pecah dini” (periode latern). Kondisi ini merupakan penyebab terbesar
persalinan prematur dengan segala akibatnya. Early rupture of membrane adalah
ketuban pecah pada fase laten persalinan.
2.2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga
sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan
desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan
anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan congenital pada serviks yang memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba,
2002).
b. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihandapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
1. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2. Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin.
2002).
3. Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban
mudah pecah. (Winkjosastro, 2006).
4. Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan
mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi).
e. Korioamnionitis: adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah
pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f. Penyakit Infeksi: adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
g. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
h. Riwayat KPD sebelumya.
i. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
j. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu.
2.5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
- Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat
lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
- Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler
korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol
oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika
ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan
mudah pecah spontan.
- Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan
langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).Tindakan iatrogenik
traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu
sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
PATHWAY KETUBAN PECAH DINI
Kala 1 Persalinan
kontraksi &
pembukaan serviks Kanalis servikalis Kelainan letak Infeksi Serviks Gemeli,
uteri sllu terbuka akibat janin (sungsang) genetalia inkompeten hidramion
kelainan serviks
Mengiritasi nervus uteri (abortus dan
riwayat kuterase Tdk ada bag. Proses Dilatasi Ketegang
pudendalis
terendah yg biomekanik berlebih an uterus
menutupi bakteri serviks berlebih
Mdhnya pengluarn PAP yg mngluarkn
Stimulus nyeri
air ketuban menghalangi enzim
proteolitik Selaput Serviks
tekanan trhdp
ketuban tdk bisa
Nyeri akut membrane
menonjol menahan
bag.bawah
Selaput & mudah tekanan
ketuban pecah intrauterus
Rasa mulas &
mudah
ingin mengejan
pecah
Px. Melaporkan
tdk nyaman
KETUBAN PECAH DINI
2.7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanan Medis
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau
menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan
kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu
pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan
memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG)
untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada
KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh
karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan
waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru- paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada
janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya
selaput ketuban atau lamanya perode laten.
b. Penatalaksanaan
Manajemen terapi pada Ketuban Pecah Dini:
a) Konservatif
Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
Umur kehamilan kurang 37 minggu.
Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat
janin.
Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus
maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus,
lakukan terminasi kehamilan.
b) Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila
ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi
kehamilan.
Induksi atau akselerasi persalinan.
Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami
kegagalan.
Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban
LAPORAN KASUS
I. PENGUMPULAN DATA
A. IDENTITAS/BIODATA
Identitas Klien
a. Nama Ibu : Ny. S Nama Suami : Tn. R
b. Umur : 19 Tahun Umur : 20 Tahun
c. Suku : Jawa Suku : Jawa
d. Kebangsaan : Indonesia Kebangsaan : Indonesia
e. Agama : Islam Agama : Islam
f. Pendidikan : SMA sederajat Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta
h. Alamat :Jl.Sumberjo Blok 6 pagar Alamat : Jl.Sumberejo
Blok 6
i. Telp :- Telp : -
j. No. RM : 291232
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
2. Pemeriksaan fisik umum : BB : 60 kg,
TB : 1160 cm,
LILA : 25cm
BB Sebelum hamil : 54 kg
Kenaikan BB selama hamil : 6 kg
3. Tanda vital : TD : 130/90x/mmHg
HR : 85 x/i
RR :22 x/i
Temp : 360C
4. Kepala : Kulit kepala : bersih
Distribusi rambut : merata
5. Wajah : Oedema : tidak ada
Closasmagravidarum: tidak ada
Pucat : tidak ada
6. Mata : Conjungtiva : merah muda
Sklera mata : an-ikterik
Odem palpebra : tidak ada
7. Hidung : Polip : tidak ada
Pengeluaran : tidak ada
8. Mulut : Lidah : bersih
Stomatis : tidak ada
Gigi : Caries : tidak ada
Berlobang : tidak ada
Epulis pada gusi : tidak ada
Tonsil : tidak meradang
Pharing : tidak meradang
9. Telinga : Serumen : tidak ada
Pengeluaran : tidak ada
10. Leher : Luka bekas operasi : tidak ada
Kelenjar tiroid : tidak meradang
Pembuluh limfe : tidak meradang
11. Dada
Mamae : simetris : ya
Aerola mamae
Puting susu : menonjol
Benjolan : tidak ada
Pengeluaran dari puting susu : tidak ada
12. Aksila
Pembesara getah bening : tidak ada
13. Abdomen
Pembesaran : simetris
Linea : nigra
Striae : tidak ada
Bekas luka operasi :-
Pergerakan janin : ada
14. Genitalia
Vulva : Pengeluaran : keluar lendir bercampur darah pada vagina
Varices : tidak ada
Kemerahan lesi : tidak ada
Perineum : bekas luka/luka parut : tidak ada
15. Pinggang (pemeriksaan ketuk : Costo-Verteore-Angel-Tendernes = CVAT)
Nyeri : ibu mengatakan nyeri pada pinggang
16. Ekstremitas
Odem pada jari tangan : tidak ada
Odem ekstermitas bawah : tidak ada
Varices : tidak ada
Refleks patella : + (positif)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Darah Lengkap :
Hemoglobin : 12,73 g/dL
Hematokrit : 37,0%
Leukosit : 18,91 (Hight)
Trombosit : 309,8
Eritrosit : 4,6
Indekx Eritrosit :
MCV : 80,5
MCH : 27,7
MCHC : 34,4
RDW : 14,0
MPV : 6,9 (Low)
Hitung Jenis (diff) :
Basofil : 0,36
Eosinofil : 0,68 (Low)
N.Segmen : 72,05
Limfosit : 20,54 (Low)
Monosit : 6,37
LED : 20
KOAGULASI
Waktu perdarahan (BT) :4
Waktu pembekuan (CT) : 11
IMUNOLOGI
HbsAg Kualitatif : NEGATIF
Anti HIV : Non Reaktif
KIMIA ANALITIK
Glukosa Sewaktu : 75 mg/mL (Low)
URINE
Urine Lengkap
Makroskopis :
Warna : Kuning
Kejernihan : Jernih
Berat Jenis : 1,015 g/mL
Data subjektif :
Ibu mengatakan perut masih mules sejak jam 04.00 WIB, keluar
air sejak jam 1.30 WIB
Ibu mengatakan ini kehamilan pertama
HPHT 28-01-2019
Data objektif :
TTV
TD : 130/90 mmHg
Pols : 85 x/i
Rr : 22 x/i
T : 360c
Dilakukan pemeriksaan Palpasi pada ibu
Leopold I : TFU 29 cm
Leopold II : panjang, keras, memapan berada di
bagian sisi kanan perut Ibu.
Leopold III : bagian terbawah janin bulat, keras,
melenting
Leopold IV : Divergen
Dilakukan auskultasi DJJ : 148 x/i
Dilakukan VT ` : 8 cm (pukul 8.50 WIB)
V. PERENCANAAN
1) Persiapan persalinan
2) Pengkajian
3) Observasi DJJ
4) Observasi keadaan umum
5) Observasi pengeluaran pervaginam
6) Kolaborasi dengan dokter obgyn
7) Observasi kemajuan persalinan
VI. IMPLEMENTASI
1) Melakukan persiapan persalinan
2) Melakukan pemantauan TTV
3) Melakukan pemantauan DJJ
4) Melakukan observasi keadaan umum
5) Melakukan Konsultasi ke dokter Obgyn mengenai indikasi.
6) Melakukan obeservasi kemajuan persalinan
VII. EVALUASI
1) Ibu dan keluarga sudah mengetahui kondisi ibu dan janin
2) Sudah kolaborasi dengan dokter SpOG
7) Sudah Memberikan therapy sesuai Advice Dokter
Yaitu :
Infus RL 20 gtt/i
Inj Ceftriaxone 1gr (skin test) Tj: 09.30
DATA PERKEMBANGAN
4.1. Kesimpulan
Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak perlu
dilakukan pada wanita dengan pecah ketuban dini, karena ia akan diurussesuai
kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul tanda dangejala
korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis,diindikasikan untuk
segera berkonsultasi dengan dokter yang menangani wanita guna menginduksi
persalinan dan kelahiran. Pilihan metode persalinan (melalui vagina atau SC)
bergantung pada usia gestasi, presentasi dan berat korioamnionitis.
4.2. Saran
Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan keluarganya.
Bidan harus membantu wanita mengeksplorasi rasa takut yang menyertai perkiraan
kelahiran janin premature serta risiko tambahan korioamnionitis. Rencana
penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan periode tirah baring dan hospitalisasi
yang memanjang harus didiskusikan dengan wanita dan keluarganya. Pemahaman dan
kerja sama keluarga merupakan hal yang penting untuk kelanjutan kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal . Jakarta: YBP-SP.
Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. Jakarta: EGC.
Johnson Marion, Maas Meridean, and Moorhead Sue. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition.USA: Mosby.