04011281520118
Beta 2015
I. Learning Issues
Definisi
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM)
adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk
kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan
pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu
maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the
membrane - preterm amniorrhexis.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3
cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai
ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan. Sedangkan
menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten).
Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya
Epidemiologi
Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah
Syekh Yusuf Gowa dengan jumlah persalinan pada tahun 2011 sebanyak 2.738 orang, adapun
persalinan dengan Ketuban Pecah Dini sebanyak 101 orang (3,68 %). Sedangkan kejadian
Ketuban Pecah Dini pada tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 248 orang dari
1930 persalinan.
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan angka
kematian ibu lebih dari 300-400/100.000 kelahiran, yang disebabkan oleh perdarahan 28%,
ketuban pecah dini 20%, eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama 18%, dan penyebab
lainnya 2%.
Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda dan tidak mengandung
pembuluh darah atau saraf. Lapisan terdalam, terdekat janin, adalah epitel amnion. Sel epitel
ketuban mengandung jenis kolagen III dan IV dan glikoprotein noncollagenous (laminin,
nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membran basal.
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal dari amnion, yang terdiri dari sel-
sel mesenchymal dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Kolagen pada lapisan ini
membentuk jaringan longgar dengan glikoprotein noncollagenous.
Lapisan intermediet (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara amnion
dan korion. Merupakan lapisan “stress absorber”. Pada lapisan ini banyak terdapat
proteoglikan dan glikoprotein terhidrasi yang membuat lapisan ini tampak seperti "spons"
pada preparasi histologis, dan mengandung anyaman nonfibrillar kolagen tipe III. Lapisan
intermediet menyerap tekanan fisik dengan membiarkan amnion untuk “slide” pada, dan
melekat kuat pada desidua maternal.
Meskipun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki gaya tarik yang lebih
besar. Chorion ini menyerupai selaput epitel pada umumnya, dengan polaritas yang diarahkan
ke desidua maternal. Saat kehamilan berlanjut, vili trofoblastik dalam lapisan chorionic
mengalami regresi.
Selaput ketuban dan air ketuban berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan
janin. Fungsi air ketuban adalah sebagai medium sehingga janin dapat bergerak bebas dan
sebagai bantalan untuk meredam dan mencegah dari benturan. Selain itu air ketuban juga
berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh janin dan bekerja hidrostatik pada saat
persalinan untuk memperluas ruang saluran serviks.
Etiologi
1. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)
2. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya
kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
3. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi
proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan
yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda – tanda inpartu.
4. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban
melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia
esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan
diabetes melitus gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan
pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih.
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
5. Merokok selama kehamilan
6. Inkompetensi serviks (leher Rahim)
menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan tekanan yang
semakin tinggi.
Membran yang ruptur prematur, muncul menjadi “focally defective”. Daerah dekat
tempat ruptur, terjadi pembengkakan dan gangguan jaringan kolagen fibriler dalam lapisan
kompak, fibroblast, dan lapisan spons.
Gangguan jaringan ikat dikaitkan dengan selaput janin lemah dan peningkatan insiden
prematur pecah dini membran. Sindrom Ehlers-Danlos, gangguan yang diturunkan, yang
ditandai dengan “hyperelasticity” kulit dan sendi, disebabkan oleh adanya defek dalam
sintesis struktur kolagen. Di antara 18 pasien dengan sindrom Ehlers-Danlos, ada 13 pasien
(72%) yang mengalami ketuban pcah dini. Kehamilan di mana janin terkena dengan sindrom
Ehlers-Danlos adalah contoh dari ketuban pecah dini terkait dengan abnormal struktur dan
kandungan kolagen.
Kekurangan gizi dapat mempengaruhi perubahan struktur kolagen yang abnormal dan
hal tersebut telah dikaitkan dengan peningkatan risiko ketuban pecah dini. “Collagen cross-
link”, terbentuk dalam serangkaian reaksi diprakarsai oleh lysyl oxidase, meningkatkan
kekuatan tarik serat kolagen. Lysyl oksidase diproduksi oleh sel mesenchymal ketuban, yang
terdapat lapisan kompak kolagen amnion.
Lysyl oksidase adalah “copper-dependen enzyme”, dan wanita dengan ketuban pecah
dini memiliki konsentrasi tembaga atau “copper” yang lebih rendah dalam serum ibu dan tali
pusat daripada wanita yang selaput janin secara artifisial pecah selama persalinan.
Demikian pula, wanita dengan konsentrasi serum rendah asam askorbat, yang
diperlukan untuk pembentukan struktur heliks kolagen, memiliki tingkat yang lebih tinggi
ketuban pecah dini dibandingkan dengan konsentrasi serum normal. Tembakau pada rokok,
secara independen dapat meningkatkan risiko prematur ketuban pecah dini, oleh karena
terjadi penurunan konsentrasi serum asam askorbat.
Selain itu, kadmium dalam tembakau telah terbukti dapat meningkatkan “metal-
binding protein metallothionein” dalam trofoblas, yang dapat mengakibatkan penyerapan
tembaga. Hal ini menunjukkan bahwa, penurunan ketersediaan tembaga dan asam askorbat
dapat menyebabkan abnormal struktur kolagen membran ketuban pada perokok. Secara
keseluruhan, penurunan “Collagen cross-link” (mungkin karena kekurangan makanan atau
perilaku hidup yang salah) dapat mempengaruhi perempuan untuk pecah ketuban.
Ketuban pecah dini terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari
membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal
adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang
dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.
Faktor Klinis yang Berhubungan Dengan Collagen Degradasi dan Ketuban Pecah Dini
Infeksi
Respon inflamasi host terhadap infeksi bakteri merupakan mekanisme potensial yang
mungkin dapat menjelaskan hubungan antara infeksi bakteri pada saluran genital dan pecah
dini membran . Respon inflamasi dimediasi oleh neutrofil polimorfonuklear dan makrofag
yang selanjutnya akan ke lokasi infeksi dan menghasilkan sitokin, matriks metalloproteinase,
dan prostaglandin . Sitokin inflamasi , termasuk interleukin - 1 dan tumor necrosis factor α ,
diproduksi oleh monosit terstimulasi , dan sitokin ini meningkatkan MMP - 1 dan MMP – 3
yang akan mendegradasi kolagen fibril. Infeksi bakteri dan respon inflamasi host juga
menginduksi produksi prostaglandin oleh selaput janin , yang diduga meningkatkan risiko
prematur pecah dini membran dengan menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
dalam membran. Strain tertentu dari bakteri vagina memproduksi fosfolipase A2 , yang
melepaskan prekursor prostaglandin asam arakidonat dari membran fosfolipid dalam amnion.
Komponen lain dari respon host terhadap infeksi adalah produksi glukokortikoid.
Dalam sebagian besar jaringan, aksi antiinflamasi glukokortikoid diperantarai oleh penekanan
produksi prostaglandin. Namun, pada amnion, glukokortikoid anehnya merangsang produksi
prostaglandin. Selain itu, deksametason mengurangi sintesis fibronektin dan kolagen tipe III
dalam kultur utama sel epitel amnion. Temuan ini menunjukkan bahwa glukokortikoid
dihasilkan sebagai respons terhadap stres infeksi mikroba memfasilitasi pecahnya selaput
janin.
Amnion dan chorion manusia yang diperoleh setelah pecah dini membran
mengandung banyak sel apoptosis di tempat yang berdekatan dengan situs ruptur dan sel
apoptosis sedikit di daerah lain dari membran. Selain itu, dalam kasus-kasus korioamnionitis,
sel-sel epitel ketuban apoptosis tampak bersamaan dengan granulosit, menunjukkan bahwa
respon imun host dapat mempercepat kematian sel dalam membran janin.
Faktor Ibu
KELEMAHAN
DINDING
MEMBRAN JANIN
RUPTURNYA MEMBRAN
AMNION DAN KHORION
SEBELUM TANDA – TANDA
PERSALINAN
KETUBAN
PECAH DINI
INFEKSI PADA
IBU
Diagnosis
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
khas juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina ibu memiliki
PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin
ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis).
Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan
diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran
“ferning” menandakan cairan amnion
5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group
B
Pemeriksaan Lab
1. Tes lakmus
2. Tes pakis
3. Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion
tetapi tidak dicairan semen dan urin
4. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau
anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu
diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika
usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda –
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
Catatan :
1. Riwayat medis : Waktu dan kuantitas bocor atau basah, minggu kehamilan, riwayat
kehamilan dari PROM, dll
2. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik: Hindari pemeriksaan dalam kecuali persalinan
aktif. Gunakan pemeriksaan spekulum steril untuk:
Periksa secara visual untuk servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps janin
Menilai dilatasi serviks dan penipisan
Mendapatkan kultur yang diperlukan
Secara visual memastikan diagnosis PROM
3. Test: jika diagnosis PROM tidak dapat ditegakkan secara visual:
Uji pH cairan dari vagina posterior forniks
Carilah apakah ada cairan yang keluar dari dari vagina posterior fornik
Untuk PPROM pada usia gestasi <24 minggu, morbiditas janin dan neonatal tetap
tinggi. Konsultasikan kepada pasien pilihan apa yang mereka pilih, apakah memilih untuk
terminasi (induksi persalinan) atau “expectant managament” pengelolaan hamil, jika umur
kehamilan 22 sampai 24 minggu, juga harus konsultasi dengan Neonatologi
Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban
pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Korioamnionitis
Merupakan komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada janin dan
amnion chorion membran.
1. Ibu demam (suhu intrapartum> 100.4 ° F atau> 37,8 ° C): Paling sering
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Pencegahan
Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha
untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil,
anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.
Prognosis
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Factor resiko / penyebab
Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih
sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37
minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
ANALISIS MASALAH
1. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)
2. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya
kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
3. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi
proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan
yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda – tanda inpartu.
4. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban
melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia
esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan
diabetes melitus gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan
pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih.
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
5. Merokok selama kehamilan
6. Inkompetensi serviks (leher Rahim)
menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan tekanan yang
semakin tinggi.
3. Apa dampak demam sebelum persalinan terhadap kondisi janin terkait kasus?
Jawab:
Dengan adanya demam akan meningkatkan resiko terjadinya sepsis neonatal, karena
adanya demam meupakan salah satu indikator adanya infeksi pada ibu
5. Definisi
Jawab:
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli
kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis.
6. Prognosis
Jawab:
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak
dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas
yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.