Ibu muda 25 tahun diantar suaminya datang ke dokter keluarga dengan keluhan badan lemas disertai muka pucat, sering pusing, penglihatan berkunang-kunang, jantung berdebar-debar, yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Setelah mendapat penjelasan dari dokter keluarga, suaminya sangat kuatir dampaknya apabila istrinya hamil anak pertama nanti. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemia, sklera tidak ikterik, Ibu tersebut tidak ada riwayat menstruasi periode yang panjang.
Klarifikasi istilah : Pucat, palpitasi, pusing, anemik, ikterik, menstruasi Menstruasi : atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi.
Topik yang harus di bahas - Gejala klinis anemia - Patofisiologi anemia - Langkah-langkah diagnosis anemia - Penyebab terjadinya anemia - Interpretasi hasil laboratorium - Etiologi anemia - Dampak anemia pada ibu.
Apakah yang terjadi pada ibu muda tersebut?
Pucat sering terlihat di bagian mukosa bibir, telapak tangan, dan ujung jari/ kuku diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya Hb dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke organ-organ vital Palpitasi atau takikardi : frekuensi jantung meningkat untuk menaikan kecepatan aliran darah yang menggambarkan beban kerja dan curah jantung meningkat dalam mensuplai darah keseluruh tubuh untuk membawa oksigen. Pusing: merupakan simptom kurangnya suplai oksigen ke otak/ SSP.. Anemia : suatu keadaan yang ditandai menurunnya kadar hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal. Ikterik : Peningkatan produksi bilirubin dalam darah akibat keadaan kelainan di prehepatik (hemilitik), hepatik(peradangan parenkim) atau posthepatik..(sumatan saluran empedu). ditandai vaskularisasi kapiler di bagian superfisial terlihat kuning (terlihat jelas di sklera mata). Problem definition 1. Mengapa pada ibu tersebut timbul gejala pucat, pusing, palpitasi? 2. Apakah makna pemeriksaan fisik pada kasus tersebut? 3. Adakah hubungan menstruasi yang panjang dengan keluhan di atas. Hasil brainstorming 1. Mengapa pada ibu tersebut timbul gejala pucat, pusing, palpitasi? (merupakan gejala anemia pada umumnya sebagai akibat oksigenasi di jaringan tubuh kurang Hb yang berfungsi mengangkut O 2 kadarnya rendah) 2. Adakah hubungan sklera ikterik dengan kasus pada ibu tersebut? (sklera ikterik akibat bilirubin indirek meningkat akibat proses darah lisis/hemolitik sehingga oksigen di jaringan/ membran mukosa berkurang dan terlihat pucat). Sklera tidak ikterik berarti tidak ada peningkatan produksi bilirubin/ tidak ada proses hemolitik. 3. Adakah hubungan menstruasi yang panjang dengan keluhan di atas? (menstruasi yang panjang merupakan kehilangan darah yang bersifat kronis sehingga beberapa zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb berkurang oksigen tidak banyak yang diikat oleh Hb oksigen dijaringan kurang timbul gejala anemia. 4. Apakah yang terjadi pada ibu muda tersebut? (ibu menderita gejala anemia yaitu kekurangan Hb yang perlu ditindaklanjuti apa penyebab yang mendasarinya).
Pemeriksaan fisik : tekanan darah: 100/60 mmHg, pulsus nadi 100x/mnt dan respirasi 20x/mnt. Konjungtiva pucat +/+, sklera tidak ikterik -/-, kuku pucat dan ujung jari pucat.
1. Mengapa pada ibu tersebut timbul gejala pucat, pusing, palpitasi? Pada anemia semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada 1).kecepatan timbulnya anemia, 2).umur penderita, 3).mekanisme kompensasi, 4).tingkat aktivitas, 5).keadaan penyakit yang mendasari, 6).berat ringannya anemia tersebut. Jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O 2 yang dikirim ke jaringan. Perdarahan akut >30% menimbulkan simtom berupa hipovolemia dan hipoksemia. Tanda dan gejala yang timbul adalah gelisah, diaforesis(keringat dingin), takikardi, sesak nafas, kolap sirkulasi yang progresif atau syok. Walaupun demikian tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi dalam waktu beberapa bulan melalui : 1). Curah jantung dan pernafasan meningkat untuk menambah pengiriman O 2 ke jaringan oleh sel darah merah, 2). Meningkatkan pelepasan O2 oleh Hb, 3). Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela- sela jaringan, dan 4). Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital. Salah satu tanda yang sering dijumpai adalah PUCAT. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya Hb dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan untuk menilai kepucatan. Takikardi atau palpitasi dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Pada anemia berat dapat menimbulkan payah jantung kongesti sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban jantung yang meningkat. Kesulitan bernafas/ sesak nafas /nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas merupakan manifestasi berkuranggnya pengiriman oksigen. Pusing menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP.
2. Adakah hubungan sklera ikterik dengan kasus pada ibu tersebut? Ikterus mencerminkan peningkatan produksi bilirubin. Bilirubin berasal dari pemecahan/destruksi eritrosit. Pada keadaan normal eritrosit yang telah berumur 120 hari oleh makropag akan didestruksi melepaskan Hemoglobin Heme + globin Heme biliverdin bilirubin indirek (bilirubin-albumin tidak terkonjugasi) masuk ke hati dikonjugasi oleh enzim glukoronil transferase bilirubin direk (bilirubin terkonjugasi) saluran empedu ke duodenum oleh flora/bakteri usus menjadi urobilinogen urobilinogen sebagian diserap melalui mukosa usus masuk aliran darah dan kembali lagi ke hati (siklus entero hepatik) dan masuk ke ginjal (urobilinogen urin/urobilin), sebagian lagi urobilinogen melewati usus besar bercampur tinja (sterkobilinogen). Pada kasus anemia hemolitik terjadi peningkatan destruksi eritrosit produksi bilirubin indirek meningkat di darah kapiler darah di mukosa, kulit dan sklera terlihat kuning. Klasifikasi ikterik dibagi 3 yaitu : 1). Ikterik pre hepatik (hemolitik)bilirubin indireks meningkat, 2). Ikterik hepatik (peradangan paremkim hati/hepatitis bilirubin direks meningkat, 3). Ikterik post hepatik (sumbatan saluran empedu) bilirubin direks meningkat. Sklera tidak ikterik pada kasus ini menandakan anemia bukan karena proses hemolitik, cari penyebab lain yang mendasari,
3. Adakah hubungan menstruasi yang panjang dengan keluhan di atas. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi (penjelasan mendalam dibicarakan pada blok reproduksi). Pada ibu yang mengalami masa menstrusi yang panjang sama saja ibu tersebut mengalami kasus pendarahan dan bila berlangsung lama pada setiap siklus haid dating maka disebut sebagai perdarahan kronis. Keadaan ini menyebabkan anemia defisiensi besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terdapat pada wanita subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan zat besi selama hamil. Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Pada wanita yang mengalami menstruasi kehilangan besi diperkirakan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti, kebutuhan besi harian tetap meningkat. Untuk itu diperlukan zat tambahan yang mengandung besi (fortifikasi). Bila tidak mencukupi akan terjadi defisiensi besi dan ketahap lebih parah terjadi anemia defisiensi besi (ADB) dan tampak keluhan seperti kasus ini.
4. Apakah yang terjadi pada ibu muda tersebut? Ibu tersebut mengalami gejala anemia. Menurut definisi anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit). Dengan demikian anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar patologis suatu penyakit, yang didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium yang lengkap.
Pertanyaan yang muncul ???
Apakah usulan pemeriksaan tambahan untuk diagnosis pasti pada kasus ini.?
Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasikan anemia atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia. Bila dipergunakan bersama dengan pemeriksaan eritrosit dalam sediaan apus, maka gambaran morfologi eritrosit menjadi lebih jelas.
Perhitungan IER (MCV = Mean Corpuscular Volume) IER (Indeks eritrosit Rata-rata) dapat dihitung bila hematokrit dan hitung eritrosit telah diketahui. Rumusnya sebagai berikut: Nilai hematokrit x 10 IER = -------------------------------------------- fL (fentoliter) Hitung eritrosit dalam juta
Nilai normalnya 86 - 96 fL, bila > 96 fL disebut eritrosit makrositik, bila < 86 fL eritrosit mikrositik dan bila dalam batas normal disebut eritrosit normositik. 1. Bagaimanakah interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium tersebut? 2. Apakah DDx? 3. Apakah diagnosis sementara pada kasus ini? 4. Bagaimanakah langkah-langkah untuk mendiagnosis anemia?. 1. Bagaimanakah interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium tersebut? (lihat hasil MCV, MCH dan MCHC pada trigger 2) Dari perhitungan indeks eritosit didapatkan mikrositik hipokromik (MCV dan MCH yang rendah) Berdasarkan indeks eritrosit ini anemia secara morfologi dibagi menjadi tiga : 1. anemia normositik normakromik (MCV dan MCH normal) 2. anemia mikrositik hipokromik (MCV dan MCH normal) 3. Anemia makrositik normokromik (MCV meningkat, MCH normal)
Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas Isi Eritrosit Rata-rata (IER), Kadar Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), dan Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER). Indeks tersebut dihitung dari hasil pemeriksaan hitung eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Perhitungan HER (MCH = Mean Corpuscular Hemoglobin) HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) dihitung bila kadar hemoglobin dan hitung eritrosit telah diketahui. Rumusnya sebagai berikut: Kadar hemoglobin x 10 HER = --------------------------------------------- pg (pikogram) Hitung eritrosit dalam juta
Nilai normalnya : 26 - 34 pg. MCH selalu berhubungan dengan MCV dan MCHC, apabila MCH meningkat, menunjukkan anemia makrositik. Hal ini ditunjukkan oleh ukuran eritrosit yang besar dan kandungan Hb yang tinggi. Sebaliknya MCH yang rendah merupakan anemia hipokromik dan anemia mikrositik. Sering terdapat pada bentuk-bentuk eritrosit sperositik. Bagaimanapun juga untuk membedakan jenis anemia harus menggunakan MCV, MCH, dan MCHC. Perhitungan KHER (MCHC = Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) KHER (Konsenttasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) merupakan ratio prosentase kadar hemoglobin terhadap hematokrit. Kadar Hemoglobin KHER = x 100% Nilai hematokrit
Nilai normal untuk MCHC 31-37% (g/dl), MCHC < 31 disebut hipokromik dan > 37 disebut hiperkromik. Pengertian hiperkromik tidak digunakan untuk mendiskripsikan morfologi, tetapi digunakan istilah normokronik.
Keadaan patologis 1. MCV < 76 fl dan MCHC < 31 % merupakan anemia mikrositik hipokromik, didapat pada : anemia defisiensi besi, thalasemia dan anemia sideroblastik 2. Perdarahan dan anemia karena infeksi kronis, sering memberikan gambaran secara morfologi anemia normositik normokromik 3. MCV > 96 fl dan MCHC > 37 % merupakan anemia makrositik normokromik, didapat pada anemia megaloblastik atau anemia defisiensi asam folat/ vitamin B 12 .
Anemia Defisiensi Besi Anemia Chronic Disease (ACD) Thalassemia Anemia Siderobla stik Hct ( %) <31-32 28-32 26-32 28 - 32 MCV Turun < 80 fl Normal Turun Turun MCH Turun Normal Turun Turun RDW >14% Normal Normal atau meningkat Normal/ meningkat SI Turun Turun N Meningk at TIBC Meningkat Turun N N %sat <10-15 Turun normal N N Ferritin(ng/mL) <10 Meningkat N Meningk at Besi sumsum tulang Berkurang-absen Normal-meningkat Normal-meningkat Ring siderobla s
3. Apakah diagnosis sementara pada kasus ini. Dari hasil interpretasi data diatas, pada kasus ini seorang ibu usia subur secara epidemiologi kasus anemia defisiensi besi merupakan prevalensi yang paling tinggi di dunia (WHO tahun 2000 di Asia tenggara prevalensi anemia defisiensi besi 57%).
4. Bagaimanakah langkah-langkah untuk mendiagnosis anemia. Untuk menentukan adanya anemia perlu diperika terlebih dahulu hemoglobin, kemudian mencari penyebab anemia sehingga pengobatan dapat dilaksanakan dengan tepat. Untuk mencari penyebab anemia harus dilakukan pendekatan diagnostik secara bertahap dengan mencari data klinis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Tahapan yang harus dilakukan adalah : 1. anamnesis/keterangan klinis dan pemeriksaan fisik 2. pemeriksaan : kadar Hb, Ht, , indeks eritrosit (MCV,MCH, MCHC), jumlah retikulosit, jumlah leukosit, jumlah trombosit dan morfologi darah tepi 3. pengukuran kadar besi serum(SI), daya ikat besi total (TIBC) dan saturasi transferin. 4. evaluasi sediaan sumsum tulang 5. pemeriksaan khusus lainnya untuk mencari penyebab anemia.
Anemia normositik normokrom (MCV normal dan MCH normal)
Retikulosit Meningkat Rendah
Darah samar (tinja, urin dll) ( + ) ( - )
Tes Coomb ( + ) ( - ) ( - )
Sumsum tulang Hiperselule r Eritrosit hyperplasia Hiperselule r Eritrosit hiperplasia Hiposeluler Normal
Diagnosis Anemia pasca perdaraha n AIHA Anemia hemolitik lain Peny. ginjal infeksi malnutrisi an. aplastik radiasi Tumor Infeksi Leukemia mielofibrosis
3. Alur diagnosis anemia makrositik
Tes Laboratorium Penilaian
Sediaan hapus darah tepi Anemia makrositik (MCV )
Sumsum tulang megaloblastik Non megaloblastik
Retikulosit Rendah tinggi Rendah
Respon pengobatan Vit. B12 ( + ) Asam folat ( + )
Diagnosis Def. B12 Def. Asam folat Anemia hemolitik Penyakit hati
5. Apakah usulan pemeriksaan tambahan untuk diagnosis pasti pada kasus ini. Untuk menegakkan diagnose pasti pada kasus ini kecurigaan defisiensi besi maka usulan pemeriksaannya adalah morfologi darah tepid an status besi (SI, TIBC, saturasi transferin dan Ferritin.)
Serum Iron (SI): Hasil dipengaruhi: absorpsi makanan, infeksi, inflamasi Pengukuran Transferrin-bound Iron (TBI) besi yg terikat pada transferin,. Kadarnya dipengaruhi oleh variasi diurnal Total Iron Binding Capasity (TIBC) ukuran jumlah total besi yang tersedia untuk berikatan dengan transferrin, dipengaruhi oleh variasi analitik
Transferrin: glikoprotein 80 kDa yang mengangkut besi antara tempat absorbsi, cadangan, dalam plasma/sirkulasi, penggunaan (utilization) tiap 1 mol Apotransferrin mengikat 2 atom besi ferric disintesis oleh hati Protein spesifik yang membawa besi ekstraseluler : malnutrisi, inflamasi, infeksi kronik, kanker : kehamilan dan kontrasepsi oral % saturasi : - Menunjukkan proporsi iron-binding site yang terpakai dan merefleksikan transpor besi. - SI X 100% TIBC Ferritin : diproduksi di intraseluler Td: kerangka apoferritin dan ferritin mineral core Konsentrasi ferritin dalam plasma sebanding dengan cadangan besi tubuh. Konsentrasi ferritin dipengaruhi: jenis kelamin dan umur, dan inflamasi Penurunan ferritin (<12 ng/mL) -- deteksi defisiensi besi tanpa komplikasi (Baynes, 1996;Cook et al., 2003)
ibu hamil 16 minggu
1. Patofisiologi anemia defisiensi besi 2. Metabolisme Fe dalam tubuh 3. Kebutuhan Fe pada ibu hamil 4. Anemia dalam kehamilan. 5. Dampak defisiensi besi pada ibu hamil dan janin. 6. Terapi anemia defisiensi besi
gambaran Morfologi Darah Tepi (MDT) :
Hasil bacaan darah tepi : ERITROSIT : Anisositosis, Poikilositosis, mikrositik hipokromik, cigar cell, teardrop cell, pear shap cell. LEUKOSIT : Jumlah normal, morfologi tidak ada kelaian TROMBOSIT : jumlah normal distribusi merata, morfologi tidak ada kelainan KESAN : Anemia mikrositik hipokromik.
Disampaikan kepada mahasiwa apabila diminta (TUTOR sedikit untuk mengarahkan supaya hasil ini muncul untuk dimintakan) Hasil pemeriksaan profil besi serum : Hasil Nilai Rujukan SI : 36 60 150 g/dl TIBC : 520 250 435 g/L Saturasi Transferin : 6,9 20 - 50% Ferritin : 11 L : 40 240 g/L W : 15 - 150 g/L
Setelah Bertapa 1. Bagaimanakah patofisiologi anemia defisiensi besi ? Etiologi ADB : Masukan besi berkurang: Intake yang tidak adekuat bioavailabilitas besi rendah Gangguan absorbsi; Diare kronis, alergi susu, malabsorbsi Kebutuhan yang meningkat/ pertumbuhan: Bayi; premature/ BBLR Remaja Ibu hamil/ menyusui Perdarahan kronis: Infeksi cacing, perdarahan ganstrointestinal, menstruasi Gangguan pelepasan besi dari gudang ke jaringan dan utilisasi yang tidak efektif : penyakit/ inflamasi kronis
Defek sintesis heme: Defek metabolisme besi: Anemia Defisiensi besi (ADB) Anemia penyakit kronik (ACD) Defek sideroblastik (Protoporphyrin) : Anemia sideroblastik herediter Anemia sideroblastik acquired Acquired sideroblastic anemia o.k lead toxicity Defek sintesis globin: Thalassemia Sindroma HbE & HbC Anemia ringan - sedang [Hb tidak <8- 9 g% tanpa komplikasi] Penyakit inflamasi, infeksi & keganasan 1-2 bulan sebelum perkembangan ACD Penyebab anemia tersering dari keseluruhan penderita anemia yg dirawat dirumah sakit Permasalahan:sukar dibedakan dg ADB t.u apabila terjadi coexist antara ACD dengan ADB Anemia of chronic disease (ACD) / Anemia Penyakit Kronik (APK)
Mekanisme terjadinya ACD 1. Mediator inflamasi [sitokin] sistem imun berakibat penurunan lifespan RBC (10-20 hr) ekstrakorpuskuler melalui peningkatan apoptosis 2. Gangguan reutilization besi dr makrofag utk resirkulasi kesumsum tulang/ blokade internal cadangan besi Cadangan besi meningkat/normal Penurunan transportasi besi menuju prekursor eritroid sumsum tlg 3. Respons hemopoesis inefektif terhadap eritropoetin/produksi eritropoetin tersupressi oleh sitokin2 4. Inhibisi sitokin direk thd eritropoesis penurunan eritropoesis o.k proliferasi eritroid dihambat oleh sitokin
Tahapan terjadinya anemia defisiensi besi 1. Iron depletion Penurunan progresif cadangan Fe tanpa penurunan Hb dan senyawa besi fungsional lain penanda hematologi Hb,MCV, MCH insensitif utk perubahan awal status besi tubuh Ferritin dan hemosiderin menurun Gamb.defisiensi besi pd apusan darah tepi (-) Simptom anemia (-) 2. Iron deficient erythropoiesis Cadangan besi kosong / exhausted Anemia (-), Hb dan senyawa besi mulai terbatas o.k. penurunan transport besi plasma 3. Iron deficiency anemia merupakan tahap lanjut cadangan besi sangat menurun & penurunan transport Fe penurunan Hb dan Hct
2. Bagaimanakah Metabolisme Fe dalam tubuh? METABOLISME BESI
Pada anak-anak membutuhkan kira-kira 1 mg/hari, cukup untuk kehilangan normal dan untuk ekstra simpanan besi seiring dengan kenaikan masa sel darah merah 2, 3,5 . Perputaran besi dalam tubuh sangat spesifik. Besi mengalami perputaran kembali secara efisien dan jumlah ekskresinya sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena sebagian besar besi dalam makanan dalam bentuk feri (Fe 3+ ) yang sangat tidak larut dan relative sulit untuk diabsorbsi. Pengetahuan mengenai mekanisme yang sangat komplek untuk membantu absorbsi besi ini sedang dalam perkembangan. Secara biokimia ada dua bentuk besi dalam makanan yaitu feri (Fe 3+ ) bentuk yang relative tidak aktif dan bentuk ferro (Fe 2+ ) suatu bentuk yang aktif, dan siap diserap oleh usus 6 .
Fisiologi Transport Besi Distribusi Besi. Pada orang laki-laki dewasa normalnya memiliki kadar besi tubuh 35 sampai 45 mg/kgBB. Pada wanita premenopouse memiliki simpanan besi yang lebih rendah, karena secara normal akan kehilangan darah berulang dari proses menstruasi. Lebih dari dua pertiga besi tubuh ada di hemoglobin pada prekursor eritroid dan eritrosit matur. Pengambilan besi oleh eritroid sangat tergantung endositosis yang dimediasi oleh reseptor melalui ikatan antara transferin dan reseptor transferin. Setiap eritrosit mengandung jutaan atom besi; pada keadaan pergantian besi yang normal, konsentrasinya adalah 2 x10 (20) atom besi per hari. Akibatnya, anemia adalah tanda cardinal dari kekurangan besi 2 .
Dalam keadaan seimbang, 1-2 mg besi masuk dan keluar dari tubuh setiap harinya. Besi dari makanan diserap oleh enterosit duodenum. Dalam sirkulasi besi terikat oleh transferin. Sebagian besar besi dalam tubuh terkandung dalam hemoglobin pada sel prekursor eritroid dan eritrosit matur. Kira-kira 10-15 persen ada di jaringan fibrosa otot (mioglobin) dan jaringan lain (enzim dan sitokrom). Besi disimpan dal sel parenkim hepar dan makrofag jaringan retikukloendotelial 1,2, 3, 6 .
Makrofag ini akan menyediakan besi dari perusakan eritrosit dan akan menghasilkan kembali besi feri (Fe 3+ ) yang akan ditangkap transferin untuk Gb.1 Distribusi Besi pada orang dewasa 2
diberikan ke sel-sel yang membutuhkan lagi. Sebagian besar sisa besi tubuh ditemukan dalam hepatosit dan makrofag sel retikuloendotelial, sebagai bentuk simpanan. Hepar mempunyai jalur akses langsung dengan nutrisi dari makanan dan dapat siap mengambil sejumlah besi dalam sirkulasi yang berlebih menurut kapasitas ikat transferin plasma. Makrofag jaringan retikuloendotelial masuk ke eritrosit yang sudah tua, untuk mengambil besi, kemudian memberikan besi tersebut ke transferin untuk digunakan kembali 2 .
Penyerapan Besi Bioavabilitas besi dalam makanan Jumlah total kandungan besi dalam makanan merupakan satu faktor yang paling penting untuk menentukan jumlah besi yang diserap oleh usus. Ada tiga faktor penting untuk menentukan jumlah besi yang diserap dari makanan, yaitu: total kandungan besi dalam makanan, bioavabilitas besi dalam makanan, dan kontrol absorbsi besi oleh sel mukosa usus. Faktor yang terakhir yang sangat responsif terhadap status dan kebutuhan besi tubuh 6 . Ada perbedaan mekanisme penyerapan antara besi bentuk inaktif dan yang aktif. Bentuk pertama yaitu bentuk heme, yang diambil langsung oleh reseptor spesifik dari mebran mukosa dan langsung bisa melewati sitoplasma dalam keadaan tidak diubah, cincin porfirin akan terbuka dan besi dikeluarkan 6 . Jalur heme ini relatif cukup efektif . Meskipun bentuk ini hanya 10% dalam makanan tetapi sejumlah lebih dari 25% besi yang ada tersebut akan diserap oleh usus 6 . Bentuk yang kedua adalah bentuk non-heme, yang sangat tidak larut dan berbentuk ion feri (Fe 3+ ). Untuk bisa diabsorbsi pertema harus diubah oleh enzim ferrireductase menjadi bentuk ferro (Fe 3+ ) yang kemudian akan berikatan dengan reseptor membrana mukosa usus duodenum, yang kemudian akan melintasi sel mukosa duodenum (enterosit) masuk ke- plasma dan diikat opeh apotransferin 3,6 . Pengambilan besi non-heme oleh sel mukosa usus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bisa meningkatkan maupun menghambat penyerapan itu sendiri. Bebarapa macam variasi bahan makanan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk diserap. Misalnya nasi, tidak hanya kandungan besinya yang rendah tetapi hanya 1-2% saja yang mampu diserap. Seperti buah-buahan, meskipun memiliki kandungan besi yang banyak, tetapi hanya bisa diserap 1-2% juga, karena bentuknya yang tidak aktif (non-heme), sehingga sulit diserap. Kebalikannya, banyak makanan dari hewani yang mengandung banyak heme, sehingga disamping kandungannya besi juga banyak, sebagain besar (> 25%) akan diserap langsung. Makanan yang ber beda dapat berinteraksi untuk menaikkan atau menurunkan penyerapan besi. Daging dalam makanan dapat meningkatkan penyerapan, meskipun kandungan besi yang ada adalah non-heme. Penambahan daging sapi kedalam cereal jagung merupakan gabungan besi yang dapat diserap dengan baik 6 . Sementara adanya tanin dalam teh atau kopi atau substansi lain seperti pada kuning telur dapat melawan dan menghambat penyerapan besi bentuk non-heme 6 . Faktor intraluminar juga dapat mempengaruhi prosentase besi non-heme yang diserap, dimana dapat mengurangangi bentuk yang tidak larut menjadi bentuk yang larut (ferro) yang siap diserap. Asam lambung atau vitamin C dapat membantu meningkatkan produksi besi ferrous, meningkatkan penyerapan 5 , sedangkan antasid dan hipoklorid mengurangi jumlah besi ferro yang ada dalam makanan. Fosfat dan phytates, yang sangat umum dalam sayuran, juga mencegah pengurangan bentuk ferric menjadi ferrous, yang akan menghasilkan penghambatan besi oleh komplek bentuk besi yang tidak larut 6 .
Pengaturan Penyerapan Besi Meskipun jumlah besi yang diekstraksi dari makanan jumlahnya sedikit, pengaturan absorbsi besi oleh usus menjadi sangat kritis karena manusia tidak mempunyai alur fisiologi untuk ekskresi. Sel kripte duodenum sangat sensitive terhadap kebutuhan besi tubuh dan diprogram dengan informasi dengan perubahan enterosit matur menjadi suatu enterosit yang absorbtif. Barisan enterosit sebagai vili penyerap yang dekat dengan gastroduodenal junction bertanggung jawab terhadap semua penyerapan besi 2 . Besi yang diambil dari makanan tidak terikat transferin, dan tidak ada peranan transferin dalam lumen usus. Disamping itu, rendahnya pH lambung akan membantu melarutkan dan pemasukan besi serta menciptakan lingkungan yang kaya akan proton. Proses absorbsi ini dibantu oleh enzim yang mereduksi besi ferric menjadi bentuk ferrous, yaitu ferrireduktase dari brush-border. DMT 1 yang sering disebut sebagai Nramp2 atau DCT 1) adalah protein yang mengangkut besi melintasi membran apikal menuju sel melalui proses pasangan proton. DMT 1 tidak spesifik untuk besi; dia dapat mentransport ion besi divalent yang sangat bermacam-macam, termasuk manganese, cobalt, copper, zinc, cadmium, dan timah 2 . Besi heme diambil dengan beberapa proses yang tidak khas. Di dalam sel enterosit absorbtif, besi akan mengalami dua nasib: mungkin disimpan dalam bentuk feritin, atau mungkin ditransfer melintasi membran basolateral untuk mencapai plasma. Besi harus melintasi dua membran untuk ditransfer melintasi vili penyerap. .Masing- masing pengangkut transmembarn adalah pasangan enzim yang akan mengubah status oksidasi besi. Pengangkut di daerah apikal dilakukan oleh DMT 1. Dia bekerja dengan aktivitas ferireduktase yang belum di clone 2 . Besi akan pindah ke sirkulasi dengan bantuan Fep1 dan HEPH, yang membentuk komplek dengan transferin. Sebagian besi juga akan disimpan dalam enterosit sebagai Fe3+. Pada keadaan dimana besi sudah terisi penuh, maka kadar besi dalam plasma juga akan tinggi, hal ini menyebabkan komplek TfR- HFE-2m akan menarik besi kedalam membran baslis enterosit, sehingga kadar besi dalam membran tersebut akan tingga. Selanjutnya maka akan terjadi penghantaran sinyal ke bagian apical, akibatnya absorbsi besi akan turun. Proses akan terjadi sebaliknya pada keadaan kekurangan besi. Di dalam sel enterosit, besi dapat dioksidasi menjadi bentuk Fe3+ untuk disimpan sebagai ferritin atau diangkut melintasi membran basolateral enterosit oleh pengangkut besi transmembran ferroportin (Fep1) 3 .
Hepaestin (HEPH) akan memfasilitasi pengeluaran besi ke dalam plasma dan oksidasi ke dalam bentuk ferri. Ikatan HFE dengan TfR tergantung pH permukaan sel basal. Ikatan ini akan optimum pada pH 7,4, dan tidak kuat atau gagal terjadi ikatan pada endosom (pH 6,2). Ikatan antara HFE-2m sangat penting untuk penempatan HFE pada permukaan sel 3 . Absorbsi besi di intestinum diatur dengan beberapa cara. Pertama dapat dimodulasi oleh sejumlah besi yang dikonsumsi pada saat itu, mekanisme ini disebut dietary regulator. Untuk beberapa hari setelah pemberian bolus besi diet, enterosit absorbtif menjadi resisten terhadap kebutuhan besi tambahan. Fenomena ini sudah dikenal sebagai mucosal block. Aksi pemblokiran ini dikarenakan adanya akumulasi besi intraselular. Mekanisme pengaturan kedua juga merespon terhadap kadar besi, tetapi terhadap kadar besi tubuh total, dari pada kadar besi dari makanan. Mekanisme ini disebut stores regulator.
Mekanisme ini mampu mengubah junlah besi yang diabsorbsi dan membatasi jumlah besi yang dikeluarkan : absorbsi besi bisa dua-tiga kali lebih besar pada kasus kekurangan besi dibanding pada keadaan besi cukup. Mekanisme pengaturan yang ketiga dikenal sebagai erythropoeitic regulator, tidak merespon kadar besi secara keseluruhan, sehingga absorbsi besi hanya untuk merespon kebutuhan untuk eritropoeisis. erythropoeitic regulator memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menaikkan absorbsi besi dari pada stores regulator. Hal ini bisa dimengerti bahawa sebagian besi dalam tubuh diperlukan untuk eritropoeisis 2 .
Transport Besi Transferin adalah protein utama pengangkut besi, suatu beta globulin dan dihasilkan oleh hati. Transferin mempunyai waktu paruh 8-11 hari. Tiap-tiap molekul transferin dapat mengikat dan membawa dua molekul besi dalam bentuk feri (+++). Transferin akan membawa besi ke sumsum tulang atau ke organ lain apabila sumsum tulang mengalami kerusakan atau kelebihan jumlah besi yang siap disimpan dalam sumsum tulang. Pada keadaan tidak ada transferin (atransferinemia) protein lain akan mengikat besi tetapi mebawa besi tersebut ke organ lain seperti hati, limpha, pankreas, dan sedikit ke sumsum tulang. Transferin mempunyai reseptor spesifik pada besi maupun sel retikuloendotelial dan normoblast yang baru berkembang. Sekali berikatan dengan membran sel, transferin akan berubah bentuk dan mengeluarkan besi. Kemudian akan kembali lagi ke sirkulasi portal untuk mengikat besi lagi. Dalam keadaan normal kira-kira sepertiga transferin bisa mengikat besi 2.3 . Transferin yang sudah membawa besi (Fe( 2 ))-Tf berikatan dengan reseptor transferin (TfR) pada permukaan prekursor eritroid. Komplek ini terlokalisasi pada suatu lubang yang dilapisi clathrin, yang mengalami invaginasi membentuk suatu endosom yang khusus. Pompa proton mengalami penurunan pH dalam endosom, dan akan mengakibatkan
Gb.3 Pengangkutan besi di basolateral enterosit 2
perubahan konformasi protein yang pada akhirnya akan menyebabkan dikeluarkannya besi dari transferin. Pengangkut besi yaitu Divalent metal transporter 1 (DMT1) memindahkan besi melintasi membrane endosom, masuk ke sitoplasma. Sementara itu, transferin (Apo-Tf) dan reseptor mengalami siklus kembali ke permukaan sel, dimana masing-masing dapat digunakan untuk siklus pengikatan dan pengambilan besi kembali. Dalam sel eritroid, sebagian besar besi pindah ke mitokondria, dimana nanti akan bergabung dengan protoporfirin untuk membentuk heme 2 . Penyimpanan besi Dalam sel non-eritroid, besi disimpan sebagai feritin dan hemosiderin. Ferritin terdiri dari tempurung protein bagian luarnya dengan komplek besi di bagian intinya atau tengahnya. Tempurung bagian terdiri dari 22 molekul apoferritin sementara bagian intinya terdiri dari komplek phospat/besi sejumlah 4.000 5000 molekul besi tiap intinya. Ferririn bersifat larut dalam air dan sejumlah kecil larut dalam plasma. Semakin besar jumlah ferritin yang disimpan, semakin besar ferritin yang larut dalam plasma. Kadar ferritin untuk laki-laki 40-300 ug/l dan 20-150 ug/l pada wanita. Ferritin tidak akan tampak pada pemeriksaan mikroskop biasa, juga dengan pengecatan Prussian blue reaction. Sedangkan hemosiderin adalah kumpulan (agregat) dari molekul ferritin. Tempurung proteinnya sudah mengalami perubahan dan menyebabkan tidak larut dalam air. Hemosiderin dalam dilihat dengan mokroskup biasa sebagai granula gold-brown dan diperlihatkan oleh pengecatan Prussian Blue 2,3,4 .
3. Bagaimanakah Kebutuhan Fe pada ibu hamil ?. Fisiologi perubahan kadar hemoglobin selama kehamilan - Perubahan fisiologis volume intravaskular - Volume plasma meningkat 50-70 % - Mulai minggu ke 6, puncak ke 32, plato sampai persalinan - Sel darah merah meningkat 20-35 % (Mulai minggu ke 12) - Kenaikan vol plasma melebihi sel darah merah hemodilusi - Ameneorea dan kenaikan absorpsi besi dan folat menaikan cadangan besi - Penurunan fisiologis kadar hemoglobin dan hematokrit anemia fisiologis - Anemia: terjadi bila penurunan lebih dari 2 SD Kebutuhan besi normal : Jumlah besi pada wanita dewasa normal: 2-2,5 gm Kebutuhan besi selama kehamilan: 1000 mg 200 mg dikeluarkan bersama darah saat melahirkan 300 mg untuk janin dan plasenta 500 mg untuk sel darah merah Kenaikan vol SDM 450 ml 1 ml SDM berisi 1.1 mg element besi 450 ml X 1.1 mg/ml = 500 mg 500 mg hasil metabolisme kenaikan SDM cadangan besi ibu: cadangan minimal 20% wanita dg cad besi > 500 mg 40% antara 100-500 mg dan 40% <100 mg Dietary iron intake 9 mg, iron requirements 12-18 mg/day, recommended daily allowance 27 mg, tolerable upper intake 45 mg. Gb.4 Siklus transferin 2
Absorpsi besi naik dari 0,8 mg pada awal kehamilan sampai 7,5 mg per hari pada akhir kehamilan.
4. Apakah Pengertian Anemia dalam kehamilan?. - Non pregnant : Hb < 12g/dL - Response hemodilusi : mgg ke 6-32 (trim II) - Anemia : penurunan Hb atau Hmt > 2 SD - Wanita hamil : <10 g/dL ( CDC criteria: anemia as less than 11g/dl in the 1 st and 3 rd trim, and less than 10,5g/dl in the 2 nd trim ) - Trimester I dan III : <11 g/dL - Trimester II : <10,5 g/dL - Kadar hematokrit (hmt) : < 32%
5. Apakah dampak anemia pada ibu dan janin?. Dampak anemia terhadap ibu Mudah lelah Kinerja menurun (10% vs 5%) Stres kardiovaskular (Hb dan saturasi oksgen rendah) palpitasi, sesak nafas dekompensasi jantung Tidak tolerans thd kehilangan darah shock hemoragik MMR meningkat Kesulitan persalinan: partus lama, partus dengan tindakan Infeksi postpartum meningkat Transfusi meningkat risiko tertular penyakit Muncul setelah kadar Hb turun di bawah 7-8 g/dL Efek anemia terhadap janin/neonates : Dasar: berkurangnya pasokan oksigen ke rahim, plasenta dan janin Efek: Persalinan preterm, BBLR &JMDR Ibu hamil dengan defisiensi besi tidak menaikkan risiko kelahiran janin dengan defisiensi besi Plasenta menyediakan cukup cadangan besi untuk janin Delayed cord cramping (3 menit) menaikkan cadangan besi janin 50 mg Dampak terhadap perkembangan : 1. (Joyce C et al. Am J Clin Nutr 2007;85:931 45) : Review 40 penelitian (manusia & hewan) Manusia: ada hubungan antara defisiensi besi (dengan atau tanpa anemia) dengan defisit perkembangan kognitif dan perilaku Binatang: ADB menurunkan aktifitas motorik Dose-response relations: Semakin berat anemia semakin berat defisitnya Auditory evoked potential (AEP) : waktu antara respon suara (telinga) otak Berbanding terbalik dengan mielinisasi Anak ADB vs kontrol + suplementasi besi 1,5 tahun: waktu AEP lebih lama 2. (Sally Grantham et al: J. Nutr 2001) Longitudinal studies: Bayi yang anemia pada saat usia sekolah: Gangguan perkembangan kognitif, prestasi sekolah, problem perilaku
6. Bagaimanakah Terapi anemia defisiensi besi? Terapi ADB pada anak : Pencegahan primer: Tahun pertama: Suplementasi pada bayi yang minum ASI pada usia 4-6 bulan, Menggunakan susu formula yang difortifikasi, Mencegah susu sapi Tahun kedua: Susu formula/ makanan yang difortifikasi, vit c, MFP Bila pencegahan primer belum dilakukan : skrening defisiensi pada usia 9-12 bulan, diulang 6 bulan dan usia 2 tahun: Erythrocyte protoporphyrin Suplementasi : Besi ferro : absorbsi 3 x lebih baik dari ferri Sulfat/ fumarat/ glutamat: murah, rasa, tidak stabil (3-4 bulan) Sodium iron ethylenediaminetetraacetic acid (Na EDTA): lebih stabil, rasa lebih diterima, bioavaibilitas lebih baik Minum perut kosong: Absorbsi meningkat Efek samping: iritasi lambung: mual, muntah, nyeri/ rasa tidak enak di perut, diare, konstipasi dose related: 3 kali sehari pada saat makan Dosis: Pencegahan: 2-3 mg/ kg BB/ hari Terapi: 6 mg/kg BB/ hari paling tidak sampai 3 bulan setelah kadar hb normal Respon: Tergantung dari derajat anemia Retikulosit : 2-3 hari setelah suplementasi Hb 1 minggu mulai meningkat 0.2 g/dl/hari
Terapi ADB pada ibu/ dewasa : 1. Oral : 60 mg Fe + 400 ug folic acid / day is better than: 1. Folic acid only 2. Folic acid + Fe + Zn 30 ug 3. Folic acid + Fe + Zn + 11 micronutrients 2. Parenteral : Ferrous dextran (complex of ferric hydroxide and LMW of dextrant) Deep intramuscular or intraveneous injection,May cause anaphylactic reaction Sumber Besi : Jenis besi diet Penghambat absorpsi Penguat absorpsi Heme iron (High bioavailability): daging dan jeroan Kalsium dan mangane yang ada dalam diet sehari-hari Protein sehari-hari Nonheme iron (Low bioavailability): daun-daunan, produk makanan dan garam yang difortifikasi besi, kacang- kacangan, buncis, bayam, lobak, kentang, labu, pisang, strawberi, cherries, melon dll Tanin (teh, kopi dan coklat) Asam fitat (biji-bijian, kacang- kacangan, beras) Serat, protein kedelai Protein, asam amino Asam yang mereduksi feri ke fero: asam askorbat (tomat dan jeruk), asam sitrat, malat , laktat dan tartarat Hasil fermentasi: yoghurt Kepustakaan: 1. Andrew NC., Bridges KR., Disorder of Iron Metabolism and Sideroblastic Anemia in Nathan DG., Orkin SH., Nathan and Oskis Hematology of Infancy and Childhood. 5 th
edition. Volume 1. W,B. Saunders Company, 1998, p: 424-437 2. Andrew, Nancy C., Medical Progress: Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med, Volume 341 (26) December 23, 1999, 1986-95. 3. Cabot RC., Iron Metabolism in Israels LG., Israels ED., Mechanisms in Hematology., third edition. Canada. 2002. p: 157-171. 4. Hillman RS., Ault KA., Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York, 1995, p: 72-85. 5. Lichman Ma., Beutler E., Kipps TJ., Williams WJ., Iron Deficiency Anemia. Manual of Hematology. McGraw-Hill. 6 th edition. P: 55-60. 6. Will AM., Iron metabolism, sideroblastic anemia and iron overload in Lilleyman JS., Hann IM., Blanchette VS. Pediatric Hematology. Churchil Livingstone, Second edition, 2000, p: 95-112.
- Price and Wilson, 1995. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 4, EGC, Jakarta - Rodak, 2002. Hematology Clinical Principles and Applications, second edition, WB Saunders company, Philadelphia - Journal clinical pathologi - Suparman, 2006. Ilmu Penyakit dalam FK UI, Jakarta - Atlas hematologi.