Anda di halaman 1dari 19

SKENARIO 1 (CBL)

Anemia Defisiensi Besi



Ibu muda 25 tahun diantar suaminya datang ke dokter keluarga dengan keluhan badan lemas
disertai muka pucat, sering pusing, penglihatan berkunang-kunang, jantung berdebar-debar,
yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Setelah mendapat penjelasan dari dokter keluarga,
suaminya sangat kuatir dampaknya apabila istrinya hamil anak pertama nanti. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemia, sklera tidak ikterik, Ibu tersebut
tidak ada riwayat menstruasi periode yang panjang.

- Adanya gejala anemia
- Konjungtiva anemia
- Sklera ikterik
- Riwayat menstruasi

Klarifikasi istilah :
Pucat, palpitasi, pusing, anemik, ikterik, menstruasi
Menstruasi : atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita
yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi.

Topik yang harus di bahas
- Gejala klinis anemia
- Patofisiologi anemia
- Langkah-langkah diagnosis anemia
- Penyebab terjadinya anemia
- Interpretasi hasil laboratorium
- Etiologi anemia
- Dampak anemia pada ibu.

Apakah yang terjadi pada ibu muda tersebut?



Pucat sering terlihat di bagian mukosa bibir, telapak tangan, dan ujung jari/ kuku diakibatkan
oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya Hb dan vasokonstriksi untuk memperbesar
pengiriman oksigen ke organ-organ vital
Palpitasi atau takikardi : frekuensi jantung meningkat untuk menaikan kecepatan aliran darah
yang menggambarkan beban kerja dan curah jantung meningkat dalam mensuplai darah
keseluruh tubuh untuk membawa oksigen.
Pusing: merupakan simptom kurangnya suplai oksigen ke otak/ SSP..
Anemia : suatu keadaan yang ditandai menurunnya kadar hemoglobin (Hb) di bawah nilai
normal.
Ikterik : Peningkatan produksi bilirubin dalam darah akibat keadaan kelainan di prehepatik
(hemilitik), hepatik(peradangan parenkim) atau posthepatik..(sumatan saluran empedu).
ditandai vaskularisasi kapiler di bagian superfisial terlihat kuning (terlihat jelas di sklera mata).
Problem definition
1. Mengapa pada ibu tersebut timbul gejala pucat, pusing, palpitasi?
2. Apakah makna pemeriksaan fisik pada kasus tersebut?
3. Adakah hubungan menstruasi yang panjang dengan keluhan di atas.
Hasil brainstorming
1. Mengapa pada ibu tersebut timbul gejala pucat, pusing, palpitasi? (merupakan gejala
anemia pada umumnya sebagai akibat oksigenasi di jaringan tubuh kurang Hb yang
berfungsi mengangkut O
2
kadarnya rendah)
2. Adakah hubungan sklera ikterik dengan kasus pada ibu tersebut? (sklera ikterik akibat
bilirubin indirek meningkat akibat proses darah lisis/hemolitik sehingga oksigen di jaringan/
membran mukosa berkurang dan terlihat pucat). Sklera tidak ikterik berarti tidak ada
peningkatan produksi bilirubin/ tidak ada proses hemolitik.
3. Adakah hubungan menstruasi yang panjang dengan keluhan di atas? (menstruasi yang
panjang merupakan kehilangan darah yang bersifat kronis sehingga beberapa zat gizi yang
diperlukan untuk pembentukan Hb berkurang oksigen tidak banyak yang diikat oleh Hb
oksigen dijaringan kurang timbul gejala anemia.
4. Apakah yang terjadi pada ibu muda tersebut? (ibu menderita gejala anemia yaitu kekurangan
Hb yang perlu ditindaklanjuti apa penyebab yang mendasarinya).

Pemeriksaan fisik : tekanan darah: 100/60 mmHg, pulsus nadi 100x/mnt dan respirasi
20x/mnt. Konjungtiva pucat +/+, sklera tidak ikterik -/-, kuku pucat dan ujung jari pucat.

Pemeriksaan laboratorium
Hasil : Nilai rujukan :
- Hb 9,8 13 - 16 g/dl
- hematokrit 32,8 40 48 %
- jumlah eritrosit 4,8 (4,5-5,5) x 10
6
/ml
- Jumlah leukosit 6.300 5000 10.000/mm3
- Jumlah trombosit 160.000 150.000 400.000/mm3
- MCH 20,4 27 - 31 pg
- MCV 68,3 86 - 96 fL
- MCHC 29,8 32 - 36 g/dl

1. Mengapa pada ibu tersebut timbul gejala pucat, pusing, palpitasi?
Pada anemia semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik
yang luas. Manifestasi ini bergantung pada 1).kecepatan timbulnya anemia, 2).umur penderita,
3).mekanisme kompensasi, 4).tingkat aktivitas, 5).keadaan penyakit yang mendasari, 6).berat
ringannya anemia tersebut.
Jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O
2
yang dikirim ke
jaringan. Perdarahan akut >30% menimbulkan simtom berupa hipovolemia dan hipoksemia.
Tanda dan gejala yang timbul adalah gelisah, diaforesis(keringat dingin), takikardi, sesak nafas,
kolap sirkulasi yang progresif atau syok. Walaupun demikian tubuh akan melakukan mekanisme
kompensasi dalam waktu beberapa bulan melalui : 1). Curah jantung dan pernafasan
meningkat untuk menambah pengiriman O
2
ke jaringan oleh sel darah merah, 2). Meningkatkan
pelepasan O2 oleh Hb, 3). Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-
sela jaringan, dan 4). Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Salah satu tanda yang sering dijumpai adalah PUCAT. Ini umumnya diakibatkan oleh
berkurangnya volume darah, berkurangnya Hb dan vasokonstriksi untuk memperbesar
pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, dan
kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan
merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran
mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan untuk menilai kepucatan.
Takikardi atau palpitasi dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan
aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.
Pada anemia berat dapat menimbulkan payah jantung kongesti sebab otot jantung yang
kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban jantung yang meningkat.
Kesulitan bernafas/ sesak nafas /nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas
merupakan manifestasi berkuranggnya pengiriman oksigen. Pusing menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SSP.

2. Adakah hubungan sklera ikterik dengan kasus pada ibu tersebut?
Ikterus mencerminkan peningkatan produksi bilirubin. Bilirubin berasal dari
pemecahan/destruksi eritrosit. Pada keadaan normal eritrosit yang telah berumur 120 hari oleh
makropag akan didestruksi melepaskan Hemoglobin Heme + globin
Heme biliverdin bilirubin indirek (bilirubin-albumin tidak terkonjugasi) masuk ke
hati dikonjugasi oleh enzim glukoronil transferase bilirubin direk (bilirubin terkonjugasi)
saluran empedu ke duodenum oleh flora/bakteri usus menjadi urobilinogen urobilinogen
sebagian diserap melalui mukosa usus masuk aliran darah dan kembali lagi ke hati (siklus
entero hepatik) dan masuk ke ginjal (urobilinogen urin/urobilin), sebagian lagi urobilinogen
melewati usus besar bercampur tinja (sterkobilinogen).
Pada kasus anemia hemolitik terjadi peningkatan destruksi eritrosit produksi bilirubin
indirek meningkat di darah kapiler darah di mukosa, kulit dan sklera terlihat kuning.
Klasifikasi ikterik dibagi 3 yaitu : 1). Ikterik pre hepatik (hemolitik)bilirubin indireks meningkat,
2). Ikterik hepatik (peradangan paremkim hati/hepatitis bilirubin direks meningkat, 3). Ikterik
post hepatik (sumbatan saluran empedu) bilirubin direks meningkat.
Sklera tidak ikterik pada kasus ini menandakan anemia bukan karena proses hemolitik, cari
penyebab lain yang mendasari,

3. Adakah hubungan menstruasi yang panjang dengan keluhan di atas.
Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh
wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi (penjelasan
mendalam dibicarakan pada blok reproduksi).
Pada ibu yang mengalami masa menstrusi yang panjang sama saja ibu tersebut
mengalami kasus pendarahan dan bila berlangsung lama pada setiap siklus haid dating maka
disebut sebagai perdarahan kronis. Keadaan ini menyebabkan anemia defisiensi besi.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terdapat pada wanita
subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan zat
besi selama hamil.
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali
dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Pada wanita yang mengalami menstruasi kehilangan besi
diperkirakan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti,
kebutuhan besi harian tetap meningkat. Untuk itu diperlukan zat tambahan yang mengandung
besi (fortifikasi). Bila tidak mencukupi akan terjadi defisiensi besi dan ketahap lebih parah terjadi
anemia defisiensi besi (ADB) dan tampak keluhan seperti kasus ini.

4. Apakah yang terjadi pada ibu muda tersebut?
Ibu tersebut mengalami gejala anemia. Menurut definisi anemia adalah pengurangan
jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit).
Dengan demikian anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar patologis
suatu penyakit, yang didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung
oleh pemeriksaan laboratorium yang lengkap.

Pertanyaan yang muncul ???

Apakah usulan pemeriksaan tambahan untuk diagnosis pasti pada kasus ini.?

Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasikan anemia atau sebagai
penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia. Bila dipergunakan bersama dengan
pemeriksaan eritrosit dalam sediaan apus, maka gambaran morfologi eritrosit menjadi lebih
jelas.

Perhitungan IER (MCV = Mean Corpuscular Volume)
IER (Indeks eritrosit Rata-rata) dapat dihitung bila hematokrit dan hitung eritrosit telah
diketahui.
Rumusnya sebagai berikut:
Nilai hematokrit x 10
IER = -------------------------------------------- fL (fentoliter)
Hitung eritrosit dalam juta

Nilai normalnya 86 - 96 fL, bila > 96 fL disebut eritrosit makrositik, bila < 86 fL eritrosit
mikrositik dan bila dalam batas normal disebut eritrosit normositik.
1. Bagaimanakah interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium tersebut?
2. Apakah DDx?
3. Apakah diagnosis sementara pada kasus ini?
4. Bagaimanakah langkah-langkah untuk mendiagnosis anemia?.
1. Bagaimanakah interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium tersebut? (lihat hasil MCV,
MCH dan MCHC pada trigger 2)
Dari perhitungan indeks eritosit didapatkan mikrositik hipokromik (MCV dan MCH yang
rendah)
Berdasarkan indeks eritrosit ini anemia secara morfologi dibagi menjadi tiga :
1. anemia normositik normakromik (MCV dan MCH normal)
2. anemia mikrositik hipokromik (MCV dan MCH normal)
3. Anemia makrositik normokromik (MCV meningkat, MCH normal)

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Indeks eritrosit
terdiri atas Isi Eritrosit Rata-rata (IER), Kadar Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), dan
Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER). Indeks tersebut dihitung dari hasil pemeriksaan hitung
eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit.
Perhitungan HER (MCH = Mean Corpuscular Hemoglobin)
HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) dihitung bila kadar hemoglobin dan hitung eritrosit
telah diketahui.
Rumusnya sebagai berikut:
Kadar hemoglobin x 10
HER = --------------------------------------------- pg (pikogram)
Hitung eritrosit dalam juta

Nilai normalnya : 26 - 34 pg. MCH selalu berhubungan dengan MCV dan MCHC, apabila
MCH meningkat, menunjukkan anemia makrositik. Hal ini ditunjukkan oleh ukuran eritrosit
yang besar dan kandungan Hb yang tinggi. Sebaliknya MCH yang rendah merupakan
anemia hipokromik dan anemia mikrositik. Sering terdapat pada bentuk-bentuk eritrosit
sperositik. Bagaimanapun juga untuk membedakan jenis anemia harus menggunakan
MCV, MCH, dan MCHC.
Perhitungan KHER (MCHC = Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)
KHER (Konsenttasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) merupakan ratio prosentase kadar
hemoglobin terhadap hematokrit.
Kadar Hemoglobin
KHER = x 100%
Nilai hematokrit

Nilai normal untuk MCHC 31-37% (g/dl), MCHC < 31 disebut hipokromik dan > 37 disebut
hiperkromik. Pengertian hiperkromik tidak digunakan untuk mendiskripsikan morfologi,
tetapi digunakan istilah normokronik.

Keadaan patologis
1. MCV < 76 fl dan MCHC < 31 % merupakan anemia mikrositik hipokromik, didapat pada :
anemia defisiensi besi, thalasemia dan anemia sideroblastik
2. Perdarahan dan anemia karena infeksi kronis, sering memberikan gambaran secara
morfologi anemia normositik normokromik
3. MCV > 96 fl dan MCHC > 37 % merupakan anemia makrositik normokromik, didapat
pada anemia megaloblastik atau anemia defisiensi asam folat/ vitamin B
12
.

2. Apakah DDx
DDx anemia mikrositik hipokromik : Anemia defisiensi besi (ADB), thalassemia, Anemia
sideroblastik dan anemia chronic disease (ACD)


Anemia
Defisiensi Besi
Anemia Chronic
Disease (ACD)
Thalassemia
Anemia
Siderobla
stik
Hct ( %) <31-32 28-32 26-32 28 - 32
MCV Turun < 80 fl Normal Turun Turun
MCH Turun Normal Turun Turun
RDW >14% Normal Normal atau meningkat
Normal/
meningkat
SI Turun Turun N
Meningk
at
TIBC Meningkat Turun N N
%sat <10-15 Turun normal N N
Ferritin(ng/mL) <10 Meningkat N
Meningk
at
Besi sumsum tulang Berkurang-absen Normal-meningkat Normal-meningkat
Ring
siderobla
s

3. Apakah diagnosis sementara pada kasus ini.
Dari hasil interpretasi data diatas, pada kasus ini seorang ibu usia subur secara
epidemiologi kasus anemia defisiensi besi merupakan prevalensi yang paling tinggi di dunia
(WHO tahun 2000 di Asia tenggara prevalensi anemia defisiensi besi 57%).

4. Bagaimanakah langkah-langkah untuk mendiagnosis anemia.
Untuk menentukan adanya anemia perlu diperika terlebih dahulu hemoglobin, kemudian
mencari penyebab anemia sehingga pengobatan dapat dilaksanakan dengan tepat. Untuk
mencari penyebab anemia harus dilakukan pendekatan diagnostik secara bertahap dengan
mencari data klinis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Tahapan yang harus dilakukan
adalah :
1. anamnesis/keterangan klinis dan pemeriksaan fisik
2. pemeriksaan : kadar Hb, Ht, , indeks eritrosit (MCV,MCH, MCHC), jumlah retikulosit,
jumlah leukosit, jumlah trombosit dan morfologi darah tepi
3. pengukuran kadar besi serum(SI), daya ikat besi total (TIBC) dan saturasi transferin.
4. evaluasi sediaan sumsum tulang
5. pemeriksaan khusus lainnya untuk mencari penyebab anemia.

1. Alur diagnosis mikrositik hipokrom
Tes Laboratorium

Penilaian
Sediaan hapus darah
tepi
Anemia mikrositik hipokrom (MCV,MCH)

Cadangan besi sumsum
tulang

berkurang

meningkat

Ringed
sideroblast

Elektroforesis Hb normal Abnormal normal normal

Diagnosis Defisiensi besi Thalasemia ACD
Anemia
sideroblastik

2. Alur diagnosis anemia normositik normokrom

Tes Laboratorium Penilaian




Anemia normositik normokrom
(MCV normal dan MCH normal)


Retikulosit Meningkat Rendah


Darah samar
(tinja, urin dll)
( + ) ( - )

Tes Coomb
( + ) ( - ) ( - )


Sumsum tulang Hiperselule
r
Eritrosit
hyperplasia
Hiperselule
r
Eritrosit
hiperplasia
Hiposeluler Normal


Diagnosis
Anemia
pasca
perdaraha
n
AIHA
Anemia
hemolitik
lain
Peny. ginjal
infeksi
malnutrisi
an. aplastik
radiasi
Tumor
Infeksi
Leukemia
mielofibrosis



3. Alur diagnosis anemia makrositik

Tes
Laboratorium
Penilaian

Sediaan hapus
darah tepi
Anemia makrositik (MCV )

Sumsum
tulang
megaloblastik Non megaloblastik

Retikulosit Rendah tinggi Rendah


Respon
pengobatan
Vit. B12
( + )
Asam folat
( + )



Diagnosis Def. B12 Def. Asam
folat
Anemia
hemolitik
Penyakit hati




5. Apakah usulan pemeriksaan tambahan untuk diagnosis pasti pada kasus ini.
Untuk menegakkan diagnose pasti pada kasus ini kecurigaan defisiensi besi maka usulan
pemeriksaannya adalah morfologi darah tepid an status besi (SI, TIBC, saturasi transferin
dan Ferritin.)

Serum Iron (SI):
Hasil dipengaruhi: absorpsi makanan, infeksi, inflamasi
Pengukuran Transferrin-bound Iron (TBI) besi yg terikat pada transferin,.
Kadarnya dipengaruhi oleh variasi diurnal
Total Iron Binding Capasity (TIBC)
ukuran jumlah total besi yang tersedia untuk berikatan dengan transferrin, dipengaruhi
oleh variasi analitik



Transferrin:
glikoprotein 80 kDa yang mengangkut besi antara tempat absorbsi, cadangan,
dalam plasma/sirkulasi, penggunaan (utilization)
tiap 1 mol Apotransferrin mengikat 2 atom besi ferric
disintesis oleh hati
Protein spesifik yang membawa besi ekstraseluler
: malnutrisi, inflamasi, infeksi kronik, kanker
: kehamilan dan kontrasepsi oral
% saturasi :
- Menunjukkan proporsi iron-binding site yang terpakai dan merefleksikan transpor
besi.
- SI
X 100%
TIBC
Ferritin :
diproduksi di intraseluler
Td: kerangka apoferritin dan ferritin mineral core
Konsentrasi ferritin dalam plasma sebanding dengan cadangan besi tubuh.
Konsentrasi ferritin dipengaruhi: jenis kelamin dan umur, dan inflamasi
Penurunan ferritin (<12 ng/mL) -- deteksi defisiensi besi tanpa komplikasi
(Baynes, 1996;Cook et al., 2003)

ibu hamil 16 minggu

1. Patofisiologi anemia defisiensi besi
2. Metabolisme Fe dalam tubuh
3. Kebutuhan Fe pada ibu hamil
4. Anemia dalam kehamilan.
5. Dampak defisiensi besi pada ibu hamil dan janin.
6. Terapi anemia defisiensi besi

gambaran Morfologi Darah Tepi (MDT) :


Hasil bacaan darah tepi :
ERITROSIT : Anisositosis, Poikilositosis, mikrositik hipokromik, cigar cell, teardrop cell, pear
shap cell.
LEUKOSIT : Jumlah normal, morfologi tidak ada kelaian
TROMBOSIT : jumlah normal distribusi merata, morfologi tidak ada kelainan
KESAN : Anemia mikrositik hipokromik.

Disampaikan kepada mahasiwa apabila diminta (TUTOR sedikit untuk mengarahkan supaya
hasil ini muncul untuk dimintakan)
Hasil pemeriksaan profil besi serum :
Hasil Nilai Rujukan
SI : 36 60 150 g/dl
TIBC : 520 250 435 g/L
Saturasi Transferin : 6,9 20 - 50%
Ferritin : 11 L : 40 240 g/L W : 15 - 150 g/L

Setelah Bertapa
1. Bagaimanakah patofisiologi anemia defisiensi besi ?
Etiologi ADB :
Masukan besi berkurang:
Intake yang tidak adekuat
bioavailabilitas besi rendah
Gangguan absorbsi;
Diare kronis, alergi susu, malabsorbsi
Kebutuhan yang meningkat/ pertumbuhan:
Bayi; premature/ BBLR
Remaja
Ibu hamil/ menyusui
Perdarahan kronis:
Infeksi cacing, perdarahan ganstrointestinal, menstruasi
Gangguan pelepasan besi dari gudang ke jaringan dan utilisasi yang tidak
efektif : penyakit/ inflamasi kronis



Defek sintesis heme:
Defek metabolisme besi:
Anemia Defisiensi besi (ADB)
Anemia penyakit kronik (ACD)
Defek sideroblastik (Protoporphyrin) :
Anemia sideroblastik herediter
Anemia sideroblastik acquired
Acquired sideroblastic anemia o.k lead toxicity
Defek sintesis globin:
Thalassemia
Sindroma HbE & HbC
Anemia ringan - sedang [Hb tidak <8- 9 g% tanpa
komplikasi]
Penyakit inflamasi, infeksi & keganasan 1-2 bulan
sebelum perkembangan ACD
Penyebab anemia tersering dari keseluruhan penderita
anemia yg dirawat dirumah sakit
Permasalahan:sukar dibedakan dg ADB t.u apabila terjadi
coexist antara ACD dengan ADB
Anemia of chronic disease (ACD) /
Anemia Penyakit Kronik (APK)

Mekanisme terjadinya ACD
1. Mediator inflamasi [sitokin] sistem imun
berakibat penurunan lifespan RBC (10-20 hr) ekstrakorpuskuler
melalui peningkatan apoptosis
2. Gangguan reutilization
besi dr makrofag utk
resirkulasi kesumsum
tulang/ blokade internal
cadangan besi
Cadangan besi meningkat/normal
Penurunan transportasi besi menuju
prekursor eritroid sumsum tlg
3. Respons hemopoesis inefektif
terhadap eritropoetin/produksi
eritropoetin tersupressi oleh
sitokin2
4. Inhibisi sitokin direk thd
eritropoesis
penurunan eritropoesis o.k
proliferasi eritroid dihambat
oleh sitokin


Tahapan terjadinya anemia defisiensi besi
1. Iron depletion
Penurunan progresif cadangan Fe tanpa penurunan Hb dan senyawa besi
fungsional lain penanda hematologi Hb,MCV, MCH insensitif utk
perubahan awal status besi tubuh
Ferritin dan hemosiderin menurun
Gamb.defisiensi besi pd apusan darah tepi (-)
Simptom anemia (-)
2. Iron deficient erythropoiesis
Cadangan besi kosong / exhausted
Anemia (-), Hb dan senyawa besi mulai terbatas o.k. penurunan transport besi
plasma
3. Iron deficiency anemia
merupakan tahap lanjut cadangan besi sangat menurun & penurunan transport Fe
penurunan Hb dan Hct

2. Bagaimanakah Metabolisme Fe dalam tubuh?
METABOLISME BESI


Pada anak-anak membutuhkan kira-kira 1 mg/hari, cukup untuk kehilangan normal dan
untuk ekstra simpanan besi seiring dengan kenaikan masa sel darah merah
2, 3,5
.
Perputaran besi dalam tubuh sangat spesifik. Besi mengalami perputaran kembali
secara efisien dan jumlah ekskresinya sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar besi dalam makanan dalam bentuk feri (Fe
3+
) yang sangat tidak larut dan relative sulit
untuk diabsorbsi. Pengetahuan mengenai mekanisme yang sangat komplek untuk membantu
absorbsi besi ini sedang dalam perkembangan. Secara biokimia ada dua bentuk besi dalam
makanan yaitu feri (Fe
3+
) bentuk yang relative tidak aktif dan bentuk ferro (Fe
2+
) suatu bentuk
yang aktif, dan siap diserap oleh usus
6
.




Fisiologi Transport Besi
Distribusi Besi.
Pada orang laki-laki dewasa normalnya memiliki kadar besi tubuh 35 sampai 45
mg/kgBB. Pada wanita premenopouse memiliki simpanan besi yang lebih rendah, karena
secara normal akan kehilangan darah berulang dari proses menstruasi. Lebih dari dua pertiga
besi tubuh ada di hemoglobin pada prekursor eritroid dan eritrosit matur. Pengambilan besi
oleh eritroid sangat tergantung endositosis yang dimediasi oleh reseptor melalui ikatan antara
transferin dan reseptor transferin. Setiap eritrosit mengandung jutaan atom besi; pada
keadaan pergantian besi yang normal, konsentrasinya adalah 2 x10
(20)
atom besi per hari.
Akibatnya, anemia adalah tanda cardinal dari kekurangan besi
2
.

Dalam keadaan seimbang, 1-2
mg besi masuk dan keluar dari tubuh
setiap harinya. Besi dari makanan
diserap oleh enterosit duodenum.
Dalam sirkulasi besi terikat oleh
transferin. Sebagian besar besi dalam
tubuh terkandung dalam hemoglobin
pada sel prekursor eritroid dan eritrosit
matur. Kira-kira 10-15 persen ada di
jaringan fibrosa otot (mioglobin) dan
jaringan lain (enzim dan sitokrom).
Besi disimpan dal sel parenkim hepar
dan makrofag jaringan
retikukloendotelial
1,2, 3, 6
.

Makrofag ini akan menyediakan besi
dari perusakan eritrosit dan akan
menghasilkan kembali besi feri (Fe
3+
)
yang akan ditangkap transferin untuk
Gb.1 Distribusi Besi pada orang dewasa
2

diberikan ke sel-sel yang
membutuhkan lagi.
Sebagian besar sisa besi tubuh
ditemukan dalam hepatosit dan
makrofag sel retikuloendotelial,
sebagai bentuk simpanan. Hepar
mempunyai jalur akses langsung
dengan nutrisi dari makanan dan
dapat siap mengambil sejumlah besi
dalam sirkulasi yang berlebih menurut
kapasitas ikat transferin plasma.
Makrofag jaringan retikuloendotelial masuk ke eritrosit yang sudah tua, untuk mengambil besi,
kemudian memberikan besi tersebut ke transferin untuk digunakan kembali
2
.

Penyerapan Besi
Bioavabilitas besi dalam makanan
Jumlah total kandungan besi dalam makanan merupakan satu faktor yang paling
penting untuk menentukan jumlah besi yang diserap oleh usus. Ada tiga faktor penting untuk
menentukan jumlah besi yang diserap dari makanan, yaitu: total kandungan besi dalam
makanan, bioavabilitas besi dalam makanan, dan kontrol absorbsi besi oleh sel mukosa usus.
Faktor yang terakhir yang sangat responsif terhadap status dan kebutuhan besi tubuh
6
. Ada
perbedaan mekanisme penyerapan antara besi bentuk inaktif dan yang aktif. Bentuk pertama
yaitu bentuk heme, yang diambil langsung oleh reseptor spesifik dari mebran mukosa dan
langsung bisa melewati sitoplasma dalam keadaan tidak diubah, cincin porfirin akan terbuka
dan besi dikeluarkan
6
. Jalur heme ini relatif cukup efektif . Meskipun bentuk ini hanya 10%
dalam makanan tetapi sejumlah lebih dari 25% besi yang ada tersebut akan diserap oleh usus
6
. Bentuk yang kedua adalah bentuk non-heme, yang sangat tidak larut dan berbentuk ion feri
(Fe
3+
). Untuk bisa diabsorbsi pertema harus diubah oleh enzim ferrireductase menjadi bentuk
ferro (Fe
3+
) yang kemudian akan berikatan dengan reseptor membrana mukosa usus
duodenum, yang kemudian akan melintasi sel mukosa duodenum (enterosit) masuk ke-
plasma dan diikat opeh apotransferin
3,6
.
Pengambilan besi non-heme oleh sel mukosa usus dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang bisa meningkatkan maupun menghambat penyerapan itu sendiri. Bebarapa macam
variasi bahan makanan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk diserap. Misalnya
nasi, tidak hanya kandungan besinya yang rendah tetapi hanya 1-2% saja yang mampu
diserap. Seperti buah-buahan, meskipun memiliki kandungan besi yang banyak, tetapi hanya
bisa diserap 1-2% juga, karena bentuknya yang tidak aktif (non-heme), sehingga sulit diserap.
Kebalikannya, banyak makanan dari hewani yang mengandung banyak heme, sehingga
disamping kandungannya besi juga banyak, sebagain besar (> 25%) akan diserap langsung.
Makanan yang ber beda dapat berinteraksi untuk menaikkan atau menurunkan penyerapan
besi. Daging dalam makanan dapat meningkatkan penyerapan, meskipun kandungan besi
yang ada adalah non-heme. Penambahan daging sapi kedalam cereal jagung merupakan
gabungan besi yang dapat diserap dengan baik
6
. Sementara adanya tanin dalam teh atau
kopi atau substansi lain seperti pada kuning telur dapat melawan dan menghambat
penyerapan besi bentuk non-heme
6
. Faktor intraluminar juga dapat mempengaruhi
prosentase besi non-heme yang diserap, dimana dapat mengurangangi bentuk yang tidak
larut menjadi bentuk yang larut (ferro) yang siap diserap. Asam lambung atau vitamin C dapat
membantu meningkatkan produksi besi ferrous, meningkatkan penyerapan
5
, sedangkan
antasid dan hipoklorid mengurangi jumlah besi ferro yang ada dalam makanan. Fosfat dan
phytates, yang sangat umum dalam sayuran, juga mencegah pengurangan bentuk ferric
menjadi ferrous, yang akan menghasilkan penghambatan besi oleh komplek bentuk besi yang
tidak larut
6
.

Pengaturan Penyerapan Besi
Meskipun jumlah besi yang diekstraksi dari makanan jumlahnya sedikit, pengaturan
absorbsi besi oleh usus menjadi sangat kritis karena manusia tidak mempunyai alur fisiologi
untuk ekskresi. Sel kripte duodenum sangat sensitive terhadap kebutuhan besi tubuh dan
diprogram dengan informasi dengan perubahan enterosit matur menjadi suatu enterosit yang
absorbtif. Barisan enterosit sebagai vili penyerap yang dekat dengan gastroduodenal junction
bertanggung jawab terhadap semua penyerapan besi
2
.
Besi yang diambil dari makanan tidak terikat transferin, dan tidak ada peranan
transferin dalam lumen usus. Disamping itu, rendahnya pH lambung akan membantu
melarutkan dan pemasukan besi serta menciptakan lingkungan yang kaya akan proton.
Proses absorbsi ini dibantu oleh enzim yang mereduksi besi ferric menjadi bentuk ferrous,
yaitu ferrireduktase dari brush-border. DMT 1 yang sering disebut sebagai Nramp2 atau DCT
1) adalah protein yang mengangkut besi melintasi membran apikal menuju sel melalui proses
pasangan proton. DMT 1 tidak spesifik untuk besi; dia dapat mentransport ion besi divalent
yang sangat bermacam-macam, termasuk manganese, cobalt, copper, zinc, cadmium, dan
timah
2
.
Besi heme diambil dengan beberapa proses yang tidak khas. Di dalam sel enterosit
absorbtif, besi akan mengalami dua nasib: mungkin disimpan dalam bentuk feritin, atau
mungkin ditransfer melintasi membran basolateral untuk mencapai plasma.
Besi harus melintasi dua membran untuk
ditransfer melintasi vili penyerap. .Masing-
masing pengangkut transmembarn adalah
pasangan enzim yang akan mengubah
status oksidasi besi. Pengangkut di
daerah apikal dilakukan oleh DMT 1. Dia
bekerja dengan aktivitas ferireduktase
yang belum di clone
2
.
Besi akan pindah ke sirkulasi
dengan bantuan Fep1 dan HEPH, yang
membentuk komplek dengan transferin.
Sebagian besi juga akan disimpan dalam
enterosit sebagai Fe3+. Pada keadaan
dimana besi sudah terisi penuh, maka
kadar besi dalam plasma juga akan
tinggi, hal ini menyebabkan komplek TfR-
HFE-2m akan menarik besi kedalam
membran baslis enterosit, sehingga
kadar besi dalam membran tersebut akan
tingga. Selanjutnya maka akan terjadi
penghantaran sinyal ke bagian apical,
akibatnya absorbsi besi akan turun.
Proses akan terjadi sebaliknya pada
keadaan kekurangan besi. Di dalam sel
enterosit, besi dapat dioksidasi menjadi
bentuk Fe3+ untuk disimpan sebagai
ferritin atau diangkut melintasi membran
basolateral enterosit oleh pengangkut
besi transmembran ferroportin (Fep1)
3
.



Hepaestin (HEPH) akan memfasilitasi pengeluaran
besi ke dalam plasma dan oksidasi ke dalam bentuk
ferri. Ikatan HFE dengan TfR tergantung pH
permukaan sel basal. Ikatan ini akan optimum pada pH
7,4, dan tidak kuat atau gagal terjadi ikatan pada
endosom (pH 6,2). Ikatan antara HFE-2m sangat
penting untuk penempatan HFE pada permukaan sel
3
.
Absorbsi besi di intestinum diatur dengan
beberapa cara. Pertama dapat dimodulasi oleh
sejumlah besi yang dikonsumsi pada saat itu,
mekanisme ini disebut dietary regulator. Untuk
beberapa hari setelah pemberian bolus besi diet,
enterosit absorbtif menjadi resisten terhadap
kebutuhan besi tambahan. Fenomena ini sudah dikenal
sebagai mucosal block. Aksi pemblokiran ini
dikarenakan adanya akumulasi besi intraselular.
Mekanisme pengaturan kedua juga merespon terhadap
kadar besi, tetapi terhadap kadar besi tubuh total, dari
pada kadar besi dari makanan. Mekanisme ini disebut
stores regulator.

Mekanisme ini mampu mengubah junlah besi yang diabsorbsi dan membatasi jumlah besi
yang dikeluarkan : absorbsi besi bisa dua-tiga kali lebih besar pada kasus kekurangan besi
dibanding pada keadaan besi cukup. Mekanisme pengaturan yang ketiga dikenal sebagai
erythropoeitic regulator, tidak merespon kadar besi secara keseluruhan, sehingga absorbsi
besi hanya untuk merespon kebutuhan untuk eritropoeisis. erythropoeitic regulator memiliki
kapasitas yang lebih besar untuk menaikkan absorbsi besi dari pada stores regulator. Hal ini
bisa dimengerti bahawa sebagian besi dalam tubuh diperlukan untuk eritropoeisis
2
.

Transport Besi
Transferin adalah protein utama pengangkut besi, suatu beta globulin dan dihasilkan
oleh hati. Transferin mempunyai waktu paruh 8-11 hari. Tiap-tiap molekul transferin dapat
mengikat dan membawa dua molekul besi dalam bentuk feri (+++). Transferin akan
membawa besi ke sumsum tulang atau ke organ lain apabila sumsum tulang mengalami
kerusakan atau kelebihan jumlah besi yang siap disimpan dalam sumsum tulang. Pada
keadaan tidak ada transferin (atransferinemia) protein lain akan mengikat besi tetapi mebawa
besi tersebut ke organ lain seperti hati, limpha, pankreas, dan sedikit ke sumsum tulang.
Transferin mempunyai reseptor spesifik pada besi maupun sel retikuloendotelial dan
normoblast yang baru berkembang. Sekali berikatan dengan membran sel, transferin akan
berubah bentuk dan mengeluarkan besi. Kemudian akan kembali lagi ke sirkulasi portal
untuk mengikat besi lagi. Dalam keadaan normal kira-kira sepertiga transferin bisa mengikat
besi
2.3
.
Transferin yang sudah membawa besi
(Fe(
2
))-Tf berikatan dengan reseptor transferin
(TfR) pada permukaan prekursor eritroid. Komplek
ini terlokalisasi pada suatu lubang yang dilapisi
clathrin, yang mengalami invaginasi membentuk
suatu endosom yang khusus.
Pompa proton mengalami penurunan pH
dalam endosom, dan akan mengakibatkan

Gb.3 Pengangkutan besi di basolateral enterosit
2

perubahan konformasi protein yang pada akhirnya
akan menyebabkan dikeluarkannya besi dari
transferin. Pengangkut besi yaitu Divalent metal
transporter 1 (DMT1) memindahkan besi melintasi
membrane endosom, masuk ke sitoplasma.
Sementara itu, transferin (Apo-Tf) dan reseptor
mengalami siklus kembali ke permukaan sel,
dimana masing-masing dapat digunakan untuk
siklus pengikatan dan pengambilan besi kembali.
Dalam sel eritroid, sebagian besar besi pindah ke
mitokondria, dimana nanti akan bergabung dengan
protoporfirin untuk membentuk heme
2
.
Penyimpanan besi
Dalam sel non-eritroid, besi disimpan sebagai feritin dan hemosiderin. Ferritin terdiri
dari tempurung protein bagian luarnya dengan komplek besi di bagian intinya atau
tengahnya. Tempurung bagian terdiri dari 22 molekul apoferritin sementara bagian intinya
terdiri dari komplek phospat/besi sejumlah 4.000 5000 molekul besi tiap intinya. Ferririn
bersifat larut dalam air dan sejumlah kecil larut dalam plasma. Semakin besar jumlah ferritin
yang disimpan, semakin besar ferritin yang larut dalam plasma. Kadar ferritin untuk laki-laki
40-300 ug/l dan 20-150 ug/l pada wanita. Ferritin tidak akan tampak pada pemeriksaan
mikroskop biasa, juga dengan pengecatan Prussian blue reaction. Sedangkan hemosiderin
adalah kumpulan (agregat) dari molekul ferritin. Tempurung proteinnya sudah mengalami
perubahan dan menyebabkan tidak larut dalam air. Hemosiderin dalam dilihat dengan
mokroskup biasa sebagai granula gold-brown dan diperlihatkan oleh pengecatan Prussian
Blue
2,3,4
.

3. Bagaimanakah Kebutuhan Fe pada ibu hamil ?.
Fisiologi perubahan kadar hemoglobin selama kehamilan
- Perubahan fisiologis volume intravaskular
- Volume plasma meningkat 50-70 %
- Mulai minggu ke 6, puncak ke 32, plato sampai persalinan
- Sel darah merah meningkat 20-35 % (Mulai minggu ke 12)
- Kenaikan vol plasma melebihi sel darah merah hemodilusi
- Ameneorea dan kenaikan absorpsi besi dan folat menaikan cadangan besi
- Penurunan fisiologis kadar hemoglobin dan hematokrit anemia fisiologis
- Anemia: terjadi bila penurunan lebih dari 2 SD
Kebutuhan besi normal :
Jumlah besi pada wanita dewasa normal: 2-2,5 gm
Kebutuhan besi selama kehamilan: 1000 mg
200 mg dikeluarkan bersama darah saat melahirkan
300 mg untuk janin dan plasenta
500 mg untuk sel darah merah
Kenaikan vol SDM 450 ml
1 ml SDM berisi 1.1 mg element besi
450 ml X 1.1 mg/ml = 500 mg
500 mg hasil metabolisme kenaikan SDM cadangan besi ibu: cadangan
minimal
20% wanita dg cad besi > 500 mg
40% antara 100-500 mg dan 40% <100 mg
Dietary iron intake 9 mg, iron requirements 12-18 mg/day, recommended daily
allowance 27 mg, tolerable upper intake 45 mg.
Gb.4 Siklus transferin
2

Absorpsi besi naik dari 0,8 mg pada awal kehamilan sampai 7,5 mg per hari
pada akhir kehamilan.

4. Apakah Pengertian Anemia dalam kehamilan?.
- Non pregnant : Hb < 12g/dL
- Response hemodilusi : mgg ke 6-32 (trim II)
- Anemia : penurunan Hb atau Hmt > 2 SD
- Wanita hamil : <10 g/dL ( CDC
criteria: anemia as less than 11g/dl in the 1
st
and
3
rd
trim, and less than 10,5g/dl in the 2
nd
trim )
- Trimester I dan III : <11 g/dL
- Trimester II : <10,5 g/dL
- Kadar hematokrit (hmt) : < 32%

5. Apakah dampak anemia pada ibu dan janin?.
Dampak anemia terhadap ibu
Mudah lelah
Kinerja menurun (10% vs 5%)
Stres kardiovaskular (Hb dan saturasi oksgen rendah) palpitasi, sesak nafas
dekompensasi jantung
Tidak tolerans thd kehilangan darah shock hemoragik MMR meningkat
Kesulitan persalinan: partus lama, partus dengan tindakan
Infeksi postpartum meningkat
Transfusi meningkat risiko tertular penyakit
Muncul setelah kadar Hb turun di bawah 7-8 g/dL
Efek anemia terhadap janin/neonates :
Dasar: berkurangnya pasokan oksigen ke rahim, plasenta dan janin
Efek: Persalinan preterm, BBLR &JMDR
Ibu hamil dengan defisiensi besi tidak menaikkan risiko kelahiran janin dengan
defisiensi besi
Plasenta menyediakan cukup cadangan besi untuk janin
Delayed cord cramping (3 menit) menaikkan cadangan besi janin 50 mg
Dampak terhadap perkembangan :
1. (Joyce C et al. Am J Clin Nutr 2007;85:931 45) :
Review 40 penelitian (manusia & hewan)
Manusia: ada hubungan antara defisiensi besi (dengan atau tanpa anemia)
dengan defisit perkembangan kognitif dan perilaku
Binatang: ADB menurunkan aktifitas motorik
Dose-response relations: Semakin berat anemia semakin berat defisitnya
Auditory evoked potential (AEP) :
waktu antara respon suara (telinga) otak
Berbanding terbalik dengan mielinisasi
Anak ADB vs kontrol + suplementasi besi 1,5 tahun: waktu AEP lebih lama
2. (Sally Grantham et al: J. Nutr 2001) Longitudinal studies:
Bayi yang anemia pada saat usia sekolah: Gangguan perkembangan kognitif,
prestasi sekolah, problem perilaku


6. Bagaimanakah Terapi anemia defisiensi besi?
Terapi ADB pada anak :
Pencegahan primer:
Tahun pertama: Suplementasi pada bayi yang minum ASI pada usia 4-6 bulan,
Menggunakan susu formula yang difortifikasi, Mencegah susu sapi
Tahun kedua: Susu formula/ makanan yang difortifikasi, vit c, MFP
Bila pencegahan primer belum dilakukan :
skrening defisiensi pada usia 9-12 bulan, diulang 6 bulan dan usia 2 tahun:
Erythrocyte protoporphyrin
Suplementasi :
Besi ferro : absorbsi 3 x lebih baik dari ferri
Sulfat/ fumarat/ glutamat: murah, rasa, tidak stabil (3-4 bulan)
Sodium iron ethylenediaminetetraacetic acid (Na EDTA): lebih stabil, rasa lebih
diterima, bioavaibilitas lebih baik
Minum perut kosong:
Absorbsi meningkat
Efek samping: iritasi lambung: mual, muntah, nyeri/ rasa tidak enak di perut, diare,
konstipasi
dose related: 3 kali sehari
pada saat makan
Dosis:
Pencegahan: 2-3 mg/ kg BB/ hari
Terapi: 6 mg/kg BB/ hari paling tidak sampai 3 bulan setelah kadar hb
normal
Respon:
Tergantung dari derajat anemia
Retikulosit : 2-3 hari setelah suplementasi
Hb 1 minggu mulai meningkat 0.2 g/dl/hari

Terapi ADB pada ibu/ dewasa :
1. Oral : 60 mg Fe + 400 ug folic acid / day is better than:
1. Folic acid only
2. Folic acid + Fe + Zn 30 ug
3. Folic acid + Fe + Zn + 11 micronutrients
2. Parenteral :
Ferrous dextran (complex of ferric hydroxide and LMW of dextrant)
Deep intramuscular or intraveneous injection,May cause anaphylactic reaction
Sumber Besi :
Jenis besi diet Penghambat absorpsi Penguat absorpsi
Heme iron (High bioavailability): daging
dan jeroan
Kalsium dan mangane yang
ada dalam diet sehari-hari
Protein sehari-hari
Nonheme iron (Low bioavailability):
daun-daunan, produk makanan dan
garam yang difortifikasi besi, kacang-
kacangan, buncis, bayam, lobak,
kentang, labu, pisang, strawberi, cherries,
melon dll
Tanin (teh, kopi dan coklat)
Asam fitat (biji-bijian, kacang-
kacangan, beras)
Serat, protein kedelai
Protein, asam amino
Asam yang mereduksi
feri ke fero: asam
askorbat (tomat dan
jeruk), asam sitrat,
malat , laktat dan
tartarat
Hasil fermentasi:
yoghurt
Kepustakaan:
1. Andrew NC., Bridges KR., Disorder of Iron Metabolism and Sideroblastic Anemia in
Nathan DG., Orkin SH., Nathan and Oskis Hematology of Infancy and Childhood. 5
th

edition. Volume 1. W,B. Saunders Company, 1998, p: 424-437
2. Andrew, Nancy C., Medical Progress: Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med,
Volume 341 (26) December 23, 1999, 1986-95.
3. Cabot RC., Iron Metabolism in Israels LG., Israels ED., Mechanisms in Hematology.,
third edition. Canada. 2002. p: 157-171.
4. Hillman RS., Ault KA., Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide
to Diagnosis and Management. New York, 1995, p: 72-85.
5. Lichman Ma., Beutler E., Kipps TJ., Williams WJ., Iron Deficiency Anemia. Manual of
Hematology. McGraw-Hill. 6
th
edition. P: 55-60.
6. Will AM., Iron metabolism, sideroblastic anemia and iron overload in Lilleyman JS., Hann
IM., Blanchette VS. Pediatric Hematology. Churchil Livingstone, Second edition, 2000, p:
95-112.

- Price and Wilson, 1995. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 4, EGC,
Jakarta
- Rodak, 2002. Hematology Clinical Principles and Applications, second edition, WB
Saunders company, Philadelphia
- Journal clinical pathologi
- Suparman, 2006. Ilmu Penyakit dalam FK UI, Jakarta
- Atlas hematologi.

Anda mungkin juga menyukai